Anda di halaman 1dari 4

DESKRIPSI ORANG SUMBA BERDASARKAN 19 ASPEK RESEINGER

Saya akan menarasikan kebudayaan saya yang berasal dari Pulau kecil di

Selatan Indonesia yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yakni Pulau

Sumba. Sebagai masyarakat Sumba, kami memiliki kehidupan sosial yang cukup

baik di mana masyarakat Sumba sangat kental dengan sikap gotong royong dan

saling membantu. Toleransi antar umat beragama di Pulau ini yang begitu terasa

dan hidup berdampingan tanpa adanya konflik atas nama keagamaan. Masyarakat

Sumba memiliki banyak tradisi unik yang wariskan secara turun temurun, seperti

tradisi cium hidung, tradisi makan sirih pinang, tradisi nyale dan pasola, tradisi

belis, upacara kematian, tradisi kawin antara “anak om dan anak tante”

(sepupuan) diperbolehkan dan masih banyak tradisi-tradisi unik lain yang dijalani

masyarakat Sumba dan diwariskan secara turun temurun.

Masyarakat Sumba memiliki cara hidup seperti cara hidup kebanyakan

orang di daerah-daerah lain yang ada di NTT bahkan di Indonesia. Masyarakat

Sumba diajarkan untuk selalu menghormati dan menghargai orang yang lebih tua

sambil menerapkan aturan keagamaan. Aturan kehidupan sosial masyarakat

Sumba biasanya diatur berdasarkan adat dan keagamaan. Di mana larangan-

larangan dan pantangan-pantangan yang sudah diatur tidak boleh dilanggar oleh

masyarakat sehingga tidak terjadi hal-hal yang dapat menimbulkan masalah

dalam kehidupan bermasyarakat.

Orang Sumba dikenal dengan cara berpakaian yang khas ketika mengikuti

acara-acara adat dan keagamaan yakni menggunakan kain ( ing’ngi) untuk laki-laki

yang dikenal dengan istilah “kalabo” dan sarung (we’e) untuk wanita yang dikenal

dengan istilah “pawe’e”. Cara berpakaian ini biasanya disesuaikan dengan

acara/kegiatan adat apa yang diikuti. Contohnya, jika acara adat kematian

biasanya hanya ber “kalabo” dan “pawe’e” biasa tanpa adanya tambahan pernak

pernik lainnya, tapi jika acara-acara adat besar seperti pindah adat dan “ saiso”
(untuk agama Marapu), menggunakan pakaian adat yang lengkap seperti

penambahan mamoli, gelang, giring-giring (untuk wanita) dan giring-giring (untuk

laki-laki). Masyarakat Sumba memiliki makanan khas seperti jagung, ubi yang

dikenal oleh penduduk setempat dengan nama “ luwa pa killu dan luwa pa okkura”,

“rowe pa koda”, “rowe pa oro”, dan masih banyak lagi yang lain.

Relasi yang dibangun oleh masyarakat Sumba sangat baik dan saling

menghormati serta menghargai antar sesama tanpa memandang status, agama,

ras dan suku dan tetap saling menerima perbedaan. Masyarakat Sumba juga

menjalin relasi yang baik dengan orang-orang yang datang berkunjung ke Pulau

Sumba tanpa menimbulkan konflik. Nilai dan norma yang dianut dan diterapkan

oleh masyarakat Sumba dalam kehidupan bermasyarakat adalah nilai dan norma

yang tetap berpegang teguh pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar.

Masyarakat Sumba menganut beberapa kepercayaan yang diakui di

Indonesia yakni, Kristen Protestan, Kristen Khatolik, Islam, Hindu dan satu

kepecayaan lokal yang dianut oleh sekelompok masyarakat tertentu yakni

kepercayaan Marapu. Dalam ajaran Marapu menerapkan sistem keyakinan dengan

memuja arwah-arwah leluhur dan arwah-arwah leluhur itulah yang disebut

Marapu. Orang Sumba mengartikan Marapu sebagai yang dipertuan atau yang

dimuliakan. Masyarakat Sumba memiliki sikap saling menghargai dan menghormati

antar umat beragama sehingga selalu hidup rukun dan tak bersinggungan. Bahkan

di Pulau ini ada yang namanya oikumene yang merupakan suatu wadah persekutuan

dua agama mayoritas yakni Katholik dan Protestan untuk beribadah bersama.

Kehidupan cara berpikir masyarakat Sumba pada umumnya adalah

berpikiran terbuka meskipun tidak sedikit juga yang masih berpikiran tertutup

dan tidak mau menerima pendapat orang lain. Dengan pola pikir yang terbuka

memungkinkan masyarakat untuk saling menghargai pendapat serta menerima

pendapat orang lain demi kepentingan bersama dalam hidup bermasyarakat. Pada

umumnya sebagian besar Masyarakat Sumba bekerja sebagai petani dengan jenis
tanaman yang ditanam adalah padi, jagung, umbi-umbian dan segala jenis tanaman

lain yang biasa ditanam oleh para petani. Masyarakat Sumba dikenal sebagai

sosok pekerja keras sehingga penggunaan waktu luang yang biasa dilakukan

adalah berternak seperti ternak babi, kuda, kerbau, kambing, domba, sapi dan

hewan ternak lainnya. Dengan tipe pekerja keras seperti itu, maka sangat jelas

bahwa masyarakat Sumba sungguh sangat menghargai yang namanya waktu.

Secara pengetahuan, masyarakat Sumba memiliki pengetahuan kognitif

yang baik dan biasa digunakan untuk saling bertukar pikiran untuk memecahkan

suatu persoalan kelompok yang terjadi di masyarakat. Mental dan belajar orang

Sumba sudah ditanamkan sejak dini oleh orang tua untuk membentuk mental,

karakter dan pribadi anak menjadi baik dan selalu mengikuti nilai-nilai dan norma

dalam keluarga serta nilai dan norma dalam masyarakat.

Media informasi dan komunikasi di Pulau Sumba saat ini terbilang modern

dengan masuknya jaringan internet yang memudahkan masyarakat di Pulau Sumba

untuk bisa berinteraksi dengan keluarga yang jauh baik yang berada di dalam

Pulau Sumba maupun di luar Pulau Sumba. Namun demikian, jaringan komunikasi

ini belum begitu merata ke seluruh pelosok daerah sehingga masih menyulitkan

untuk orang-orang di daerah tertentu untuk bisa menikmati jaringan komunikasi

ini.

Orang Sumba memiliki simbol-simbol atau motif yang biasanya terdapat

pada kain tenun, ukiran pada gelang dan kuburan serta tempat-tempat lain yang

dianggap sakral. Simbol-simbol atau motif tersebut berupa gambar manusia dan

juga hewan yang mempunyai makna masing-masing. Adapun motif tersebut di

antaranya ada habak, kare atau karibu, njara, kurangu dan tau. Motif habak,

menggambarkan seekor cicak terbang yang memiliki makna bahwa manusia selalu

membutuhkan persiapan atas segala hal yang terkadang datang tiba-tiba atau

mendadak. Motif karibu identik dengan bunga yang menjadi simbol keibuan ilahi.

Karibu juga mejadi simbol alat reproduksi atau indung telur jika dipandang dari
potongan melintang. Adapun motif njara mewakili kuda yang melambangkan

kemakmuran dan kesejahteraan. Namun ada juga simbol lain yaitu njara dai atau

kuda poni yang dianggap masyarakat sebagai kuda pertama yang ada di Sumba

pada zaman dahulu. Motif kurangu adalah simbol udang yang melambangkan

semangat gotong royong, persaudaraan dan kesatuan. Sementara itu, motif tau

direpresentasikan sebagai simbol manusia. Simbol manusia ini terdiri atas

beberapa jenis yang mewakili anatomi tubuh maupun posisi badan. Ana tau

(manusia telanjang) menyimbolkan manusia yang polos, penyendiri, takut dan

selalu membutuhkan pengasihan dari Sang Pencipta.

Disusun oleh Ariyanto Ole (aryantodappa@gmail.com) dan Medelyn Male

(712014103@student.uksw.edu)

Editor : Ariyanto Ole

Referensi

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Suku_Sumba

https://m.mediaindonesia.com/read/detail/27787-siklus-kehidupan-dalam-
wastra-sumba

https://www.google.com/amp/s/www.idntimes.com/travel/journal/amp/rambu-
naha-tarap/tradisi-unik-orang-sumba-c1c2

shalsabellakld.blogspot.com/2017/10/kearifan-lokal-sumba-nusa-tenggara-
timur.html

Anda mungkin juga menyukai