Saya akan menarasikan kebudayaan saya yang berasal dari Pulau kecil di
Selatan Indonesia yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yakni Pulau
Sumba. Sebagai masyarakat Sumba, kami memiliki kehidupan sosial yang cukup
baik di mana masyarakat Sumba sangat kental dengan sikap gotong royong dan
saling membantu. Toleransi antar umat beragama di Pulau ini yang begitu terasa
dan hidup berdampingan tanpa adanya konflik atas nama keagamaan. Masyarakat
Sumba memiliki banyak tradisi unik yang wariskan secara turun temurun, seperti
tradisi cium hidung, tradisi makan sirih pinang, tradisi nyale dan pasola, tradisi
belis, upacara kematian, tradisi kawin antara “anak om dan anak tante”
(sepupuan) diperbolehkan dan masih banyak tradisi-tradisi unik lain yang dijalani
Sumba diajarkan untuk selalu menghormati dan menghargai orang yang lebih tua
larangan dan pantangan-pantangan yang sudah diatur tidak boleh dilanggar oleh
Orang Sumba dikenal dengan cara berpakaian yang khas ketika mengikuti
acara-acara adat dan keagamaan yakni menggunakan kain ( ing’ngi) untuk laki-laki
yang dikenal dengan istilah “kalabo” dan sarung (we’e) untuk wanita yang dikenal
acara/kegiatan adat apa yang diikuti. Contohnya, jika acara adat kematian
biasanya hanya ber “kalabo” dan “pawe’e” biasa tanpa adanya tambahan pernak
pernik lainnya, tapi jika acara-acara adat besar seperti pindah adat dan “ saiso”
(untuk agama Marapu), menggunakan pakaian adat yang lengkap seperti
laki-laki). Masyarakat Sumba memiliki makanan khas seperti jagung, ubi yang
dikenal oleh penduduk setempat dengan nama “ luwa pa killu dan luwa pa okkura”,
“rowe pa koda”, “rowe pa oro”, dan masih banyak lagi yang lain.
Relasi yang dibangun oleh masyarakat Sumba sangat baik dan saling
ras dan suku dan tetap saling menerima perbedaan. Masyarakat Sumba juga
menjalin relasi yang baik dengan orang-orang yang datang berkunjung ke Pulau
Sumba tanpa menimbulkan konflik. Nilai dan norma yang dianut dan diterapkan
oleh masyarakat Sumba dalam kehidupan bermasyarakat adalah nilai dan norma
Indonesia yakni, Kristen Protestan, Kristen Khatolik, Islam, Hindu dan satu
Marapu. Orang Sumba mengartikan Marapu sebagai yang dipertuan atau yang
antar umat beragama sehingga selalu hidup rukun dan tak bersinggungan. Bahkan
di Pulau ini ada yang namanya oikumene yang merupakan suatu wadah persekutuan
dua agama mayoritas yakni Katholik dan Protestan untuk beribadah bersama.
berpikiran terbuka meskipun tidak sedikit juga yang masih berpikiran tertutup
dan tidak mau menerima pendapat orang lain. Dengan pola pikir yang terbuka
pendapat orang lain demi kepentingan bersama dalam hidup bermasyarakat. Pada
umumnya sebagian besar Masyarakat Sumba bekerja sebagai petani dengan jenis
tanaman yang ditanam adalah padi, jagung, umbi-umbian dan segala jenis tanaman
lain yang biasa ditanam oleh para petani. Masyarakat Sumba dikenal sebagai
sosok pekerja keras sehingga penggunaan waktu luang yang biasa dilakukan
adalah berternak seperti ternak babi, kuda, kerbau, kambing, domba, sapi dan
hewan ternak lainnya. Dengan tipe pekerja keras seperti itu, maka sangat jelas
yang baik dan biasa digunakan untuk saling bertukar pikiran untuk memecahkan
suatu persoalan kelompok yang terjadi di masyarakat. Mental dan belajar orang
Sumba sudah ditanamkan sejak dini oleh orang tua untuk membentuk mental,
karakter dan pribadi anak menjadi baik dan selalu mengikuti nilai-nilai dan norma
Media informasi dan komunikasi di Pulau Sumba saat ini terbilang modern
untuk bisa berinteraksi dengan keluarga yang jauh baik yang berada di dalam
Pulau Sumba maupun di luar Pulau Sumba. Namun demikian, jaringan komunikasi
ini belum begitu merata ke seluruh pelosok daerah sehingga masih menyulitkan
ini.
pada kain tenun, ukiran pada gelang dan kuburan serta tempat-tempat lain yang
dianggap sakral. Simbol-simbol atau motif tersebut berupa gambar manusia dan
antaranya ada habak, kare atau karibu, njara, kurangu dan tau. Motif habak,
menggambarkan seekor cicak terbang yang memiliki makna bahwa manusia selalu
membutuhkan persiapan atas segala hal yang terkadang datang tiba-tiba atau
mendadak. Motif karibu identik dengan bunga yang menjadi simbol keibuan ilahi.
Karibu juga mejadi simbol alat reproduksi atau indung telur jika dipandang dari
potongan melintang. Adapun motif njara mewakili kuda yang melambangkan
kemakmuran dan kesejahteraan. Namun ada juga simbol lain yaitu njara dai atau
kuda poni yang dianggap masyarakat sebagai kuda pertama yang ada di Sumba
pada zaman dahulu. Motif kurangu adalah simbol udang yang melambangkan
semangat gotong royong, persaudaraan dan kesatuan. Sementara itu, motif tau
beberapa jenis yang mewakili anatomi tubuh maupun posisi badan. Ana tau
(712014103@student.uksw.edu)
Referensi
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Suku_Sumba
https://m.mediaindonesia.com/read/detail/27787-siklus-kehidupan-dalam-
wastra-sumba
https://www.google.com/amp/s/www.idntimes.com/travel/journal/amp/rambu-
naha-tarap/tradisi-unik-orang-sumba-c1c2
shalsabellakld.blogspot.com/2017/10/kearifan-lokal-sumba-nusa-tenggara-
timur.html