Anda di halaman 1dari 30

TUGAS BESAR

PERANCANGAN KOTA

PERANCANGAN KORIDOR JALAN DENGAN STREET FURNITURE DAN BLOK BANGUNAN


DI JALAN KEDUNG MUNDU SEMARANG SELATAN

Di Susun Oleh :

KELOMPOK

1. Zulvi Noermalita ( C.511.18.0039 )


2. Bobby Kevin P. ( C.511.18.0045 )
3. M. Rizqi Bahtiyar ( C.511.18.0048 )
4. Elya Fatimatuz Zahroh ( C.511.18.0055 )
5. Lodri Bagas Lestanto ( C.511.18.0056 )

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEMARANG
2020
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang……………………………………………………………………


1.2. Tujuan dan Sasaran………………………………………………………………..
1.3. Ruang Lingkup…………………………………………………………………….
1.3.1. Ruang Lingkup Wilayah…………………………………………………….
1.3.2. Ruang Lingkup Substansi………………………………………………..

BAB II KAJIAN LITERATUR

2.1. Analisis Aktivitas dan Kebutuhan Ruang………………………………………..


2.2. Analisis Tapak……………………………………………………………………..
2.3. Analisis Kriteria Tak Terukur……………………………………………………..
2.4. Analisis Kriteria Terukur…………………………………………………………….
2.5. Elemen Citra Kota…………………………………………………………………..
2.6. Elemen Perancangan Kota………………………………………………………….
2.7. UDGL (Urban Design Guidelines)…………………………………………………….

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

3.1. Gambaran Umum Wilayah…………………………………………………………..


3.1.1. Topografi………………………………………………………………….
3.1.2. Tata Guna
Lahan…………………………………………………………….
3.1.3. Tata Guna Ruang……………………………………………………………
3.1.4. Karakteristik Aktivitas………………………………………………………
3.1.5. Karakteristik Pengguna……………………………………………………
3.1.6. Kondisi Sarana Prasarana…………………………………………………
3.2. Potensi dan Permasalahan Wilayah Studi…………………………………………
3.2.1. Potensi…………………………………………………………….
3.2.2. Permasalahan……………………………………………………………….

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN LOKASI STUDI

4.1. Analisis Aktivitas dan Kebutuhan Ruang…………………………………………


4.2. Analisis Tapak………………………………………………………………………
4.3. Analisis Kriteria Tak Terukur……………………………………………………
4.4. Analisis Kriteria Terukur………………………………………………………….
4.5. Elemen Citra Kota………………………………………………………………..
4.6. Elemen Perancangan Kota………………………………………………………
4.7. Konsep Pengembangan……………………………………………………………

BAB V RANCANGAN KAWASAN PERUMAHAN

5.1. Amplop Bangunan…………………………………………………………………


5.2. Siteplan………………………………………………………………………….
5.3. Perspektif Siteplan…………………………………………………………...
5.4. UDGL (Urban Design Guidelines)………………………………………………….
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Koridor jalan merupakan suatu lorong ataupun penggal jalan yang


menghubungkan satu kawasan dengan kawasan lain dan menpunyai batasan fisik
satu lapis bangunan dari jalan.(kamus tata ruang,1997). Dalam koridor jalan terdapat
adanya jalur pejalan kaki atau trotoar yang terletak disisi kanan dan kiri jalan yang
berfungsi sebagai jalur untuk berjalan kaki untuk berpindah dari satu tempat
ketempat lain. Jalur pejalan kaki atau Pedestrian itu sendiri tentunya tidak bisa lepas
dari karakteristik aktifitaS atau fungsi guna lahan dan bangunan yang ada di
sepanjang sisi jalur pejalan kaki di selain itu faktor kelengkapan dan kondisi elemen–
elemen pendukung (street furniture) juga berperan penting dalam kenyamanan jalur
pejalan kaki, oleh karena itu penataan jalur pejalan kaki atau pedestrian tidak hanya
sebagai pelengkap pembangunan suatu kota akan tetapi perlunya penataan
pedestrian yang nyaman.

Sarana jalur pejalan kaki atau pedestarian bagi pejalan kaki semakin
dibutuhkan untuk mengatisipasi pergerakan manusia dalam menjalankan aktifitasnya
jalan dan jalur pejalan kaki dimana seharusnya jalur pejalan kaki dapat menampung
aktifitas masyarakat disekitarnya, disamping mempunyai fungsi utama sebagai
penampung arus lalu–lintas jalur pejalan kaki atau pedestrian juga mempunyai fungsi
lain yaitu sebagai wadah yang mempu mewadahi aktifitas yang ada perkotaan itu
sendiri yaitu ruang terbuka untuk melakukan kontak sosial, rekreasi bahkan
perdagangan di ruang terbuka (Budiharjo,1997) Pedestrian yang nyaman menyangkut
diantaranya keamanan dimana keamanan pejalan kaki dari kerawanan lalu lintas
dimana pejalan kaki dapat menggunakan pedestrian tanpa khawatir kecelakan lalu –
lintas, disamping keamanan dari kecelakaan tapi juga aman dari kejahatan baik
langsung maupun tidak langsung,Variabel lingkungan yaitu berupa suara menggangu,
polusi kesesakan dan kerusakan material dari pedestarian itu sendiri juga
mempengaruhi kenyamanan pejalan kaki,Layanan yang dimaksud disini adalah
ketersedian kafe, restoran, temapt duduk hal ini untuk mendukung relaksasi dari
aktifitas berjalan kaki,Vegetasi dimana ketersediaan pohon peneduh yang diatur
sedemikian rupa juga merupakan salah satu salah satu aspek kenyamanan.

Kenyamanan berhubungan juga dengan kepadatan pejalan disamping itu


bentuk fisik trotoar juga mempengaruhi kenyamanan, begitu pula dengan kebebasan
bergerak juga sangat diperlukan baik yang disebabkan oleh pejalan atau pengguna
pedestrian yang lain yaitu pedagang kaki lima yang mengambil ruang untuk berjalan.
Permasalahan secara umum jalur pejalan kaki yang terjadi di negara berkembang
seperti di Indonesia adalah kurang mewadahinya aktifitas pejalan kaki sebagai
pengguna utamanya. Fenomena yang banyak dijumpai pada jalur pedestrian di
indonesia adalah penyalahgunaan fungsi jalur pejalan kaki atau pedestrian oleh
pedagang kaki lima. Hal ini tidak dapat dihindari karena eksistensi pedagang kaki lima
tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan jalur pejalan kaki, selain itu juga banyak
ditemui perencanaan dan pemeliharaan jalur pejalan kaki atau pedestrian di beberapa
kota besar yang kurang mempertimbangkan pejalan kaki baik dari segi kualitas dan
kuantitasnya. Oleh karena itu maka harus adanya penyesuaian tipe koridor yang ideal
dan tepat guna supaya terciptanya kenyamanan dalam penggunaan jalan dan juga
memperhatikan kelestarian lingkungan yang ada. Hal tersebut akan dikaji ulang
apakah street furniture dan blok bangunan yang ada di Jalan Kedung Mundu,
Semarang Selatan sudah sesuai atau belum.

1.2 Tujuan

Tujuan dari laporan ini adalah untuk mengidentifikasi ruang lingkup


wilayah studi yang mencakup pengenalan teori-teori mengenai Perancangan
dan membuat desain suatu kawasan sesuai dengan fungsinya, baik berupa
blok kawasan maupun koridor.

1.3 Sasaran

Dapat memproyeksikan teori-teori perancangan kota dan diaplikasikan


dalam laporan baik berupa blok kawasan maupun koridor sehingga dapat
terealisasikan menjadi tipe jalan yang efektif dan sesuai.
1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah

Kedungmundu merupakan sebuah kelurahan di Kota Semarang bagian


selatan lebih tepatnya di Kecamatan Tembalang.

Kelurahan Kedungmunundu merupakan Kelurahan yang cukup strategis


karena berada di bagian bawah wilayah Kecamatan Tembalang Kota
Semarang, dan dikelilingi oleh jalan Protokol ( Jl. Kedungmundu Raya dan Jl.
Fatmawati ).

Adapun batas wilayah Kelurahan Kedungmundu secara administratif


sebagai berikut:

- Sebelah Utara: Kelurahan Gemah Kec. Pedurungan

- Sebelah Timur: Kelurahan Sendangmulyo

- Sebelah Selatan: Kelurahan Sambiroto

- Sebelah Barat: Kel. Sendangguwo


Sumber : Indogeoportal, 2020
1.4.2 Ruang Lingkup Substansi

Dalam penyusunan dan juga pembuatan laporan ini membahas tentang


Perancangan dan membuat desain suatu kawasan sesuai dengan
fungsinya, baik berupa blok kawasan maupun koridor yang dapat
diamati baik berupa jalan, street furniture, serta blok bangunan yang
ada disekitarnya seperti pendidikan, pemerintahan, perdagangan dan
jasa, dll.
BAB II

KAJIAN LITERATUR

2.1 Analisis Aktivitas dan Kebutuhan Ruang

Analisis kebutuhan ruang dibuat dengan tujuan untuk mengetahui seberapa


besar luas lahan yang dibutuhkan oleh kelompok-kelompok aktivitas yang
direncanakan agar dapat berfungsi dan berjalan dengan baik, sehingga tercipta
keberlangsungan aktivitas di kawasan perancangan.

Analisis aktivitas dilakukan untuk mengetahui kegiatan yang berlangsung


pada kondisi kawasan. Perencanaan tapak perlu melakukan identifikasi karakteristik
aktivitas yang kemudian dilajutkan dengan melakukan analisis aktivitas. Untuk
melakukan analisis aktivitas maka diperlukan suatu analisis yang bertujuan untuk
menentukan kebutuhan ruang berdasarkan karakteristik aktivitas yang telah
diidentifikasi.

Analisis kebutuhan ruang terdiri dari analisis pengguna dan aktivitas, sirkulasi
pengguna, organisasi ruang, dan besaran ruang. Masing-masing analisis ini
merupakan sebuah proses yang sistematis dan berurutan.

Analisis aktivitas dapat menggambarkan masing-masing pengguna di masing-


masing kawasan memiliki karakteristik aktivitas yang berbeda, yang dapat mencirikan
bentuk kawasan tersebut.

2.2 Analisis Tapak

Analisis tapak merupakan analisis yang digunakan dalam suatu perancangan


kota non fisik dan digunakan juga untuk merumuskan program ruang berdasarkan
karakteristik aktifitas pengguna dan aktivitas ruang. Analisis tapak merupakan analisis
yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi bangunan
dalam suatu tapak yang kemudian faktor-faktor itu dievaluasi dampak positif
negatifnya.
Analisis tapak dalam perancangan suatu kawasan terdiri dari:

1. Analisis Tautan Wilayah

Analisis tautan wilayah digunakan untuk mengetahui keterkiatan atau


hubungan kawasan yang satu dengan lainnya pada site sehingga dapat
mengetahui keberadaan site tersebut.

2. Analisis Topografi

Analisis topografi digunakan untuk mengetahui besar dari kelerengan


ataupun ketinggian dari suatu kawasan sehingga dapat digunakan sebagai
dasar untuk menentukan fungsi kawasan dengan peletakan daerah yang akan
dibangun.

3. Analisis Lingkungan

Analisis lingkungan digunakan untuk mengatahui perkembangan


kondisi fisik yang berupa abiotik dan biotik yang ada di dalam site.

4. Analisis Aksesibilitas

Analisis aksesibilitas digunakan untuk mengetahui akses keluar masuk


dalam kawasan site maupun menghubungkan site yang satu
dengan site lainnya. Dalam analisis aksesibilitas terdapat golongan
aksesibilitas tinggi, sedang, dan rendah.

5. Analisis Kebisingan

Analisis kebisingan digunakan untuk mengetahui seberapa besar


intensitas suara yang sesuai dengan batas yang ditentukan dan disesuaikan
dengan fungsi kawasan untuk tingkat kebisingannya. Dalam analisis
kebisingan juga terdapat 3 (tiga) klasifikasi kebisingan, yaitu kebisingan tinggi,
sedang, dan rendah.
6. Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi digunakan untuk mengetahui kesesuaian jenis


tanaman yang tepat dan dapat dikembangkan pada kawasan yang ada
dalam site sebagai pendukung seperti penunjuk arah dan pengurang polusi.

7. Analisis View

Analisis ini digunakan untuk mengetahui cara dalam mengamati


suatu site dari sisi pengamat (view to site) untuk memberi pandangan untuk
luar site (view from site).

8. Analisis Iklim dan Lintasan Matahari

Analisis ini digunakan untuk mengetahui letak dari suatu bangunan


yang dapat disesuaikan dengan lintasan matahari dan arah angin.

9. Analisis Drainase

Analisis drainase ini digunakan untuk mengetahui sistem aliran air


yang ada dalam kawasan pada suatu site.

2.3 Analisis Kriteria Tak Terukur

Kriteria tak terukur adalah kriteria yang tidak dapat diukur secara kuantitatif,
tetapi dapat memberi persepsi yang sama bagi pengamat yang melihatnya. Oleh
karena itu, kriteria tak terukur lebih menekankan pada aspek kualitatif di lapangan.
Kriteria tak terukur terdiri atas enam konsep, antara lain:
1. Pencapaian (Access)
Merupakan pemberian keamanan, kenyamanan, kemudahan bagi para
pengguna untuk mencapai tujuan dengan sarana dan prasarana transportasi
yang mendukung kemudahan aksesbilitas yang direncanakan dan dirancang
sesuai kebutuhan pengguna. Menurut Lynch, 1976 fasilitas yntuk aksesbilitas
hendaknya dalam perencanaan dan perancangannya memperhatikan tatanan,
letak, dimensi, dan sirkulasi.
2. Kecocokan (Compatible)
Aspek-aspek yang berkaitan dengan kepadatan, lokasi, skala maupun
bentuk masa bangunan.
3. Pemandangan (view)
Merupakan aspek yang berkaitan dengan suatu kejelasan bentuk yang
terkait dengan orientasi manusia terhadap bangunan. Nilai visual yang
ditimbulkan pada view dapat diperoleh dari skala dan pola, besaran tinggi, dan
tekstur. Selain itu, view tersebut juga dapat berupa landamark.
4. Identitas (Identitiy)
Merupakan nilai yang dibuat atau dimunculkan oleh objek
(bangunan/manusia) sehingga dapat ditangkap dan dikenali oleh indera manusia
(Darmawan, 2003).
5. Rasa (Sense)
Merupakan pemberian kesan atau suasana yang ditimbulkan. Sense
terkadang merupakan simbol karakter dan berhubungan dengan aspek ragam
gaya yang disampaikan oleh individu/kelompok bangunan atau kawasan
(Lynch.K, 1976;Steele.F, 1981).
6. Kenyamanan (Inability)
Merupakan rasa nyaman untuk tinggal atau beraktivitas pada suatu
kawasan atau obyek.

2.4 Analisis Kriteria Terukur

Kriteria terukur adalah kriteria dasar perancangan kota yang dapat diukur
secara kuantitatif, yang diperoleh dari pertimbangan-pertimbangan faktor fisik
dasar, faktor ekonomi maupun faktor budaya. Kriteria terukur ini dapat dibagi
menjadi: kriteria lingkungan alami dan kriteria bentuk, massa dan intensitas bangunan
(Hamid Shirvani, 1986, hal.133).

Pengukuran ini terutama bentuk fisiknya meliputi; tinggi, panjang, lebar dan
ditujukan untuk mendapat ukuran tinggi bangunan, jarak bangunan, ruang terbuka
dan sebagainya. Pertimbangan terhadap Floor Area Ratio (FAR) atau Floor Space
Index (FSI) FAR model Amerika (De Chiara and Koppleman, 1982, hal.594) maupun FSI
model Inggris (Keeble, 1952, hal.8-3) mempunyai prinsip yang sama yakni:
“Perbandingan Total Luas Lantai dengan Total Luas Lahan atau Total Luas Lantai
dibagi Total Luas Lahan”.

Hubungan dengan ketinggian bangunan ada kaitannya dengan Building Coverage


(BC) yaitu perbandingan Luas Dasar dengan Total Luas Lahan,

Sedangkan Ketinggian bangunannya sebagai berikut:

Keterangan:

Ht = Total tinggi bangunan

dH = Rata-rata tinggi bangunan

Land Use Intensity (LUI), adalah sistem dengan skala angka dirancang untuk
mengukur intensitas penggunaan lahan dengan mengin-terpretasikan Luas Lantai
dengan Luas Area. (Hanke, 1969, hal.8) Prinsip LUI merupakan perluasan FAR/FSI,
karena didalamnya terdapat perbandingan ruang parkir, open-space, ruang
rekreasi, ruang simpan mobil terhadap Luas Lantai seluruhnya, diperoleh melalui
rumus:

Kriteria terukur meliputi jarak bangunan, kemunduran bangunan, dan


sempadan bangunan. Kemunduruan bangunan merupakan Garis imajiner yang
menentukan jarak terluar bengunan terhadap ruas jalan, Garis Sempadan Bangunan
atau building demarcation line adalah garis batas dalam mendirikan bangunan di
suatu persil atau petak yang tidak boleh dilewatinya. Garis ini bisa membatasi fisik
bagunan kearah depan, belakang, ataupun samping.

Lebar GSB biasanya dihitung seperempat dari lebar Daerah Milik Jalan (DMJ)
dan ditarik dari batas garis Sempadan pagar (GSP). Selubung bangunan (building
envelope) merupakan sempadan bangunan tiga dimensi yang membarasi
pemunduran bangunan dibagian depan, samping, belakang dan atas. Wujud selubung
bangunan adalah ruang imajiner yang di bentuk oleh kemiringan bidang terbuka
langit (Sky Exposure Plane/SEP) yang diukur dari titik tertentu pada permukaan jalan
yang mengelilinginya.

Secara umum, selubung bagunan diperlukan sebagai alat pengendali


ketinggian bangunan. Factor-faktor pembentuk selubung bangunan adalah:

a. Dimensi Tapak
Semakin besar dimensi tapak, maka selubung bangunan pun semakin
tinggi. Ada beberapa umus yang dapat digunakan, dan di setiap kota
penggunaan rumus-rumus ini berbeda-beda. Tinggi bangunan diklasifikasikan
menjadi tiga kategori:
 Bangunan rendah : tinggi bangunan hingga 4 lantai
 Bangunan tinggi I : tinggi bangunan 5-8 lantai
 Bangunan tinggi II : tinggi bangunan lebih dari 8 lantai

b. Dimensi Jalan
Sudut kemiringan SEP dihitung terhadap titik tertentu pada
permukaan jalan. Semakin lebar ruang milik jalan, puncak selubung bangunan
juga semakin tinggi.
 Pada Rumija yang memiliki lebar hingga 20 meter, titik sudut SEP
ditetapkan setengah lebar Rumija.
 Pada Rumija yang memiliki lebar lebih dari 20 meter, titik sudut SEP
ditetapkan setengah dari Rumija yang lebarnya sama dengan 20
meter.
c. Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Posisi GSB menentukan tinggi podium bangunan. Jika GSB semakin
besar, podium akan semakin tinggi. Tinggi minimum podium terdapat pada
bangunan yang memiliki arcade atau overdek trotoar dan bangunan salah
satunya dengan menggunakan rumus.

KDB merupakan perbandingan antara luas lantai dasar bangunan


dengan luas semua lahan yang dimiliki (termasuk luas bangunan). Nilai KDB di
suatu kawasan menentukan berapa persen luas bangunan di suatu kawasan
yang boleh dibangun. KDB suatu kawasan ditentukan dengan tujuan untuk
mengendalikan tataguna lahan sehingga ketersediaan ruang terbuka tetap
terjaga untuk membantu penyerapan air hujan ke tanah.

Dalam sebuah perancangan kota terdapat batas-batas dalam


pembangunan sebuah kota yang baik, terdapat beberapa unsur-unsur, antara
lain :

 Peraturan
 Perda ( Peraturan Daerah ), Peraturan Walikota, arahan rencana
tata ruang ( Purwadio : 2006 ), digunakan sebagai acuan untuk
membatasi ketinggian bangunan gedung yang boleh dibangun.
 Peraturan dan rencana tata ruang merupakan pembatasan
pembangunan ke arah vertical, bersifat formal yang
implementasinya dituangkan dalam Surat Keterangan Rencana
Kota ( SKRK ) dan IMB ( Izin Mendirikan Bangunan ). Hal-hal yang
diatur adalah : KLB, tinggi bangunan dan jenis penggunaan lahan.
 Ketersediaan Lahan
Ketersediaan lahan menentukan ketinggian bangunan.
Metode untuk menenetukan tinggi bangunan adalah menggunakan
ALO ( De Chiara dan Koppleman : 1975 ) dan SEP ( Shirvani : 1985 ).
 Lintasan Terbang Pesawat
 Lintasan terbang pesawat merupakan salah satu factor yang
membatasi ketinggian bangunan pada kota-kota yang memiliki
bandara.
 Lintasan terbang pesawat membatasi ketinggian bangunan yang
mempunyai jarak sampai 50.000 feet ( 15,20 km ) dari runway
berdasarkan klasifikasi :
 Bangunan yang berada pada zona inner horizontal surface dibatasi
dengan ketinggian 150 feet ( 45,50 meter ).
 Bangunan yang terletak pada outer horizontal surface dibatasi
dengan ketinggian 500 feet ( 151,50 meter ).
 Semakin dekat dengan runway ketinggian bangunan semakin
rendah.
 Bangkitan dan tarikan lalu-lintas
 Intensitas pemanfaatn ruang dimana salah satu unsurnya adalah
koefisien lantai bangunan ( KLB ) memounyai hubungan dengan
bangkitan dan tarika lalu lintas.
 Bangunan yang memounyai KLB tinggi atau bangunan tinggi
menimbulkan bangkitan dan tarikan lalu lintas lebih besar
dibandingkan dengan bangunan rendah yang mempunyai KDB
sama, karena bangunan yang lebih tinggi mempunyai luas lantai
bangunan yang lebih besar dibandingkan dengan bangunan
rendah.
 Besar kecilnya bangkitan dan tarikan lalu lintas oleh bangunan
ditentukan oleh jenis kegiatan dan luas total bangunan.

2.5 Elemen Citra Kota

Teori mengenai citra place sering disebut sebagai mileston atau suatu teori
penting dalam perancangan kota Zahnd (1999: 154). Sejak tahun 1960-an, teori citra
kota mengarahkan pandangan perancangan kota kearah yang memperhatikan
pikiran terhadap kota dari orang yang hidup di dalamnya. Teori-teori berikutnya
sangat dipengaruhi oleh teori tokoh yang diformulasikan oleh Kevin Lynch, seorang
tokoh peneliti kota. Risetnya didasarkan pada citra mental jumlah penduduk dari kota
tersebut. Dalam risetnya, ia menemukan betapa pentingnya citra mental itu karena
citra yang jelas akan memberikan banyak hal yang sangat penting bagi
masyarakatnya, seperti kemampuan untuk berorientasi dengan mudah dan cepat
disertai perasaan nyaman karena tidak tersesat, identitas yang kuat terhadap suatu
tempat, dan keselarasan hubungan dengan tempat-tempat yang lain. Citra kota dapat
didefinisikan sebagai sebuah citra kota atau gambaran mental dari sebuah kota sesuai
dengan rata-rata pandangan masyarakat. Menurut (Zahnd, 1999: 157) Citra kota
terdiri dari lima elemen, yaitu:

a. Path

Path merupakan elemen yang paling penting dalam citra


kota. Path merupakan jalur yang menghubungkan satu titik dengan titik yang
lain. Path adalah rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan
pergerakan secara umum yakni sungai, jembatan, jalan darat, trotoar, dan
sebagainya. Panjang dan lebar dari suatu path menentukan hirarki dari path tersebut.
Dilihat dari aktivitasnya, path dibedakan menjadi tiga jenis yaitu occasionally
path (sering dilalui banyak orang), potentially path, dan customarily path (jarang
dilalui orang).
b. Edge (tepian)

Edge merupakan pengakhiran suatu kawasan/ district, bisa berupa sungai,


jalan, kawasan penyangga, pantai, rel kereta api, dan sebagainya. Edge lebih bersifat
sebagai referensi daripada elemen sumbu yang bersifat
koordinasi (linkage). Edge memiliki identitas yang lebih baik jika kontinuitas tampak
jelas batasnya. Edge berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan dapat
berfungsi sebagai pembatas maupun penyatu. Edge bersifat sebagai pembatas
apabila menghalangi dua kawasan, misalnya sungai, tembok. Edge dapat juga bersifat
sebagai penyatu, misalnya jalan, kawasan penyangga, dan sebagainya.

c. District (kawasan)

Sebuah kawasan (district) memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola, dan
wujudnya) dan khas dalam batasnya, dimana orang harus mengakhiri atau
memulainya. District dalam kota dapat dapat dilihat sebagai referensi interior
maupun eksterior. District mempunyai identitas yang lebih baik jika batasnya
dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta sifat dan
posisinya jelas (introver/ekstrover atau berdiri sendiri atau dikaitkan dengan yang
lain).
d. Node

Node merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah atau
aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah kearah atau aktivitas lain, misalnya
persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota secara
keseluruhan dalam skala makro besar, pasar, taman, square, dan
sebagaainya. Node adalah satu tempat dimana orang mempunyai perasaan “masuk”
dan “keluar” dalam tempat yang sama. Node mempunyai identitas yang lebih baik
jika tempatnya memiliki bentuk yang jelas (lebih mudah diganti), serta tampilan
berbeda dari lingkungan fungsi atau bentuk.

e. Landmark
Landmark merupakan titik referensi seperti elemen node, tetapi orang tidak
masuk ke dalamnya karena bisa dilihat dari luar letaknya. Landmark adalah elemen
eksternal dan merupakan bentuk visual yang menonjol dari kota, misalnya gunung
atau bukit, gedung tinggi, menara, tanda tinggi, tempat ibadah, pohon tingi, dan
sebagainya. Beberapa landmark letaknya dekat, sedangkan yang lain jauh sampai di
luar kota. Landmark juga mempunyai arti di daerah kecil dan dapat dilihat hanya di
daerah itu, sedangkan landmark lain mempunyai arti untuk keseluruhan kota dan bisa
dilihat dari mana-mana. Landmark adalah elemen penting dari bentuk kota karena
membantu orang untuk mengorientasikan diri di dalam kota dan membantu orang
mengenali suatu daerah landmark juga mempunyai identitas yang lebih baik jika
bentunya jelas dan unik dalam lingkungannya, dan ada sekuens dari
beberapa landmark (merasa nyaman dalam orientasi), serta ada perbedaan skala
masing-masing.

2.6 Elemen Perancangan Kota

Perancangan Kota mencakup perencanaan ruang-ruang antar bangunan serta


ruang yang diciptakan untuk masyarakat. Perancangan kota sangat berkaitan dengan
kualitas fisik lingkungan. elemen perancangan kota meliputi berbagai aspek yang
harus diperhatikan saat hendak merancang suatu kawasan urban dengan segala
karakteristiknya.

Hamid shirvani (1985 dalam Fahmyddin 2012:86 ) merupakan ahli


perancangan kota yang membuat teori delapan elemen perancangan kota sebagai
pedoman dalam merancang sebuah kota yaitu: Land Use, Building From and Massing,
Circulation and Parking, Open Space, Pedestrian Ways, Activity Support, Signage,
Preservation. Adapun detail dari setiap komponen adalah sebagai berikut:

a. Tata Guna Lahan (Land Use)

Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah


peruntukan lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan
dibangun di tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut. Pada
prinsipnya, pengertian land use (tata guna lahan) adalah pengaturan
penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam
mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran
keseluruhan bagaimana daerah-daerah pada suatu kawasan tersebut
seharusnya berfungsi. Sebagai contoh, di dalam sebuah kawasan industri akan
terdapat berbagai macam bangunan industri atau di dalam kawasan
perekonomian akan terdapat berbagai macam pertokoan atau pula di dalam
kawasan pemerintahan akan memiliki bangunan perkantoran pemerintah.
Kebijaksanaan tata guna lahan juga membentuk hubungan antara
sirkulasi/parkir dan kepadatan aktivitas/penggunaan individual. Hamid shirvani
menyarankan suatu perencanaan fungsi bersifat campuran (Mix
Use), sehingga akan terjadi kegiatan 24 jam perhari, dan meningkatkan system
infrastruktur suatu kota.

b. Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)

Building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk


dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota serta
bagaimana hubungan antar-massa (banyak bangunan) yang ada. Pada
penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa seperti ketinggian
bangunan, jarak antar-bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan
sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi
teratur, mempunyai garis langit - horizon (skyline) yang dinamis serta
menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai). Bentuk dan massa
bangunan dapat meliputi kualitas yang berkaitan dengan penampilan
bangunan, yaitu:

1) Ketinggian bangunan

2) Kepejalan bangunan

3) Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

4) Koefisien Dasar Bangunan

5) Garis Sempadan Bangunan

6) Langgam
7) Skala

8) Material

9) Tekstur

10) Warna

c. Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking)

Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat


membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan
keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian way, dan tempat-
tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu
kegiatan). Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat
untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk,
mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas dalam suatu kota. Selain itu
sirkulasi dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat aktivitas dan lain
sebagainya.

Tempat parkir mempunyai pengaruh langsung pada suatu lingkungan


yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan mempunyai pengaruh
visual pada beberapa daerah perkotaan. Penyediaan ruang parkir yang paling
sedikit memberi efek visual yang merupakan suatu usaha yang sukses dalam
perancangan kota.

Elemen penataan ruang parkir memiliki dua efek langsung pada


kualitas lingkungan, yaitu:

1) Kelangsungan aktifitas komersial

2) Pengaruh visual yang penting pada bentuk fisik dan susunan kota.

Dalam merencanakan tempat parkir yang benar, hendaknya memenuhi


persyaratan:

1. Keberadaan sturkturnya tidak mengganggu aktivitas di sekitar kawasan

2. Pendekatan program penggunaan berganda


3. Tempat parkir khusus

4. Tempat parkir di pinggiran kota

Dalam perencanaan untuk jaringan sirkulasi dan parker perancangan


kota harus selalu memperhatikan:

1) Jaringan jalan harus merupakan ruang terbuka yang mendukung citra


kawasan dan aktifitas pada kawasan

2) Jaringan jalan harus memberi orientasi pada pengguna dan membuat


lingkungan yang nyaman

3) Kerjasama dari sector kepemilikan privat dan public dalam mewujudkan


tujuan dari kawasan.

d. Ruang Terbuka (Open Space)

Elemen ruang terbuka (open space) selalu menyangkut lansekap.


Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape seperti : jalan, trotoar,
patung, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa
tanaman dan air. Ruang Terbuka (Open space) biasanya berupa lapangan,
jalan, sempadan, sungai, taman, makam, dan sebagainya. Dalam
perencanaan open space akan senantiasa terkait dengan perabot
taman/jalan (street futniture) berupa lampu, tempat sampah, papan nama,
bangku taman, dan sebagainya.

Menurut S Gunardi (1974) dalam Yoshinobu Ashihara, ruang luar


adalah ruang yang terjadi dengan membatasi alam. Ruang luar dipisahkan
dengan alam dengan member “frame”, jadi bukan alam itu sendiri (yang dapat
meluas tak terhingga). Elemen ruang terbuka kota meliputilansekap, jalan,
pedestrian, taman da ruang-ruang rekreasi. Langkah yang dapat diambil dalam
perancangan ruang terbuka:

1) Survey pada daerah yang direncanakan untuk menentukan kemampuan


daerah tersebut untuk berkembang.
2) Rencana jangkapanjang untuk mengoptimalkan potensi alami (natural)
kawasan sebagai ruang publik.

3) Pemanfaatan potensi alam kawasan dengan menyediakan saran yang


sesuai.

4) Studi mengenai ruang terbuka untuk sirkulasi (open space


circulation) mengarah pada kebutuhan akan penataan yang manusiawi.

e. Area pejalan kaki (Pedestrian Ways)

Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-


elemen dasar desain tata kota dan harus berkaitan dengan lingkungan kota
dan pola-pola aktivitas sertas sesuai dengan rencana perubahan atau
pembangunan fisik kota di masa mendatang. Perubahan-perubahan rasio
penggunaan jalan raya yang dapat mengimbangi dan meningkatkan arus
pejalan kaki dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek sebagai
berikut :

1) Pendukung aktivitas di sepanjang jalan, adanya sarana komersial.

2) Street furniture berupa pohon-pohon, rambu-ramb, lampu, tempat duduk,


dan sebaginya. Jalur pedestrian harus mempunyai syarat-syarat untuk dapat
digunakan dengan optimal dan memberi kenyaman pada penggunanya.
Syarat-syarat tersebut adalah:

1) Aman dan leluasa dari kendaraan bermotor

2) Menyenangkan, dengan rute yang mudah dan jelas yang disesuaikan


dengan hambatan kepadatan pejalan kaki.

3) Mudah, menuju segala arah tanpa hambatan yang disebabkan


gangguan naik-turun, ruang yangsempit, dan penyerobotan fungsi lain.

4) Punya nilai estetika dan daya tarik, dengan penyediaan sarana dan
prasarana jalan seperti: taman, bangku, tempat sampah, dan lainnya.
f. Aktivitas pendukung (Activity support)

Aktivitas pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-


kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi
dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh
terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan pendukungnya. Aktivitas
pendukung tidak hanya menyediakan jalan pedestrian atau plasa tetapi juga
mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen-elemen kota yang
dapat menggerakkan aktivitas. Meliputi segala fungsi dan aktivitas yang
memperkuat ruang terbuka public, karea aktivitas da ruang fisik saling
melengkapi satu sama lain. Pendukung aktivitas tidak hanya berupa saran
pendukung jalur pejalan kaki atau plaza tapi juga fungsi elem kota yang dapat
membangkitkanaktifitas seperti pusat perbelanjaan, taman rekreasi, alun-
alun, dan sebaginya. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penerapan
desain activity support adalah:

1) Adanya koordinasi antara kegiatan dengan lingkungan binaan yang


dirancang.

2) Adanya keragaman intensitas kegiatan yang dihadirkan dalam suatu


ruag tertentu.

3) Bentuk kegiatan memperhatikan aspek kontekstual.

4) Pengadaan fasilitas lingkungan.

5) Sesuatu yang terukur, menyangkut ukuran, bentuk dan lokasi dan


fasilitas yang menampung activity support yang bertitik tolak dari skala
manusia.

g. Penanda (Signage)

Penandaan yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu


lintas, media iklan, sclupture, dan berbagai bentuk penandaan lain.
Keberadaan penandaan akan sangat mempengaruhi visualisasi kota, baik
secara makro maupun mikro, jika jumlahnya cukup banyak dan memiliki
karakter yang berbeda. Sebagai contoh, jika banyak terdapat penandaan dan
tidak diataur perletakannya, maka akan dapat menutup fasad bangunan
dibelakangnya. Dengan begitu visual bangunan tersebut akan terganggu.
Namun jika dilakukan penataan dengan baik, akan kemungkinan penandaan
tersebur dapat menambah keindahan visual bangunan dibelakangnya. Oleh
karena itu, pemasangan penandaan haruslah mampu menjaga keindahan
visual bangunan perkotaan. Dalam pemasangan penandaan harus
memperhatikan pedoman teknis yaitu:

1) Penggunaan penandaan harus merefleksikan karakter kawasan.

2) Jarak dan ukuran harus memadahi dan diatur sedemikian rupa agar
menjaminjarak penglihatan dan menghindari kepadatan.

3) Penggunaan dan keberadaannya harus harmonis dengan bangunan


arsitektur disekitar lokasi.

4) Pembatasan penggunaan lampu hias kecuali penggunaa khusus untuk


theater dan tempat pertunjukkan.

5) Pembatasn penandaan yang berukuran besar yang mendominir dilokasi


pemandangan kota.

6) Penandaan mempunyai pengaruh penting pada desain tata kota


sehingga pengaturan bentuk dan perletakan papan-papan petunjuk
sebaiknya tidak menimbulkan pengaruh visual negative dan tidak
mengganggu rambu-rambu lalu lintas.

h. Preservasi

Preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan terhadap


lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun, plasa,
area perbelanjaan) yang ada dan mempunyai ciri khas, seperti halnya
perlindungan terhadap bangunan bersejarah. Manfaat dari adanya preservasi
antara lain:

1) Peningkatan nilai lahan.

2) Peningkatan nilai lingkungan.


3) Menghindarkan dari pengalihan bentuk dan fungsi karena aspek
komersial.

4) Menjaga identitas kawasan perkotaan.

5) Peningkatan pendapatan dari pajak dan retribusi.

2.7 UDGL (Urban Design Guidelines)

Urban Design Guidelines (UDGL) adalah panduan rancang kota yang disusun
dengan tujuan menjembatani hasil rancangan kedalam suatu panduan rancang yang
spesifik untuk menjamin kualitas pada tingkat yang mikro. UDGL adalah penghubung
antara kebijakan pemerintah dan perancangan fisik kawasan tertentu. UDGL
memberikan pengertian operasional yang jelas dan spesifik mengenai prinsip-prinsip
bentukan fisik pada kawasan tertentu yang dapat dibuat.

Sifat-sifat Panduan Rancang Kota (PRK) dapat dilihat di bawah ini (Shirvani,
1985:147):

1. Prescriptive Design Guidelines

Prescriptive Design Guidelines merupakan panduan untuk


memberikan ketentuan-ketentuan dan mencoba untuk membuat suatu
batasan/kerangka yang harus dipatuhi perancang sebagai limitasi dan sifatnya
sudah spesifik sekali. Contoh KDB, KLB, GSB. Keuntungan dari Prescriptive
Design Guidelines adalah sangat rinci, terukur dan mudah diterapkan.
Sehingga kecil sekali kemungkinan terjadi pelanggaran rancangan oleh
perancang. Akan tetapi, panduan ini tidak memberikan kebebasan pada
perancang untuk menuangkan kreasinya dalam merancang karena adanya
batasan yang ketat

2. Performance Design Guidelines

Performance Design Guidelines merupakan panduan yang


menyediakan berbagai ukuran dan kriteria untuk perancang. Sifatnya tidak
ketat hanya menyebutkan kriteria kinerja yang harus diikuti. Keuntungan yang
didapat adalah perancangan yang dihasilkan lebih bersifat fleksibel. Di
dalamnya terdapat ukuran standar untuk semua lokasi tetapi tidak
menghasilkan desain yang seragam. Karena sifatnya yang fleksibel tersebut
sehingga besar kemungkinan terjadi pelanggaran.

Panduan rancang kota merupakan alat pengendali yang menjamin


implementasi rencana rancang kota dalam skala mikro dengan kualitas yang
tinggi. Urban design guidelines berfungsi sebagai acuan dalam menentukan arahan
perkembangan suatu kota atau wilayah, baik dari segi sosial, ekonomi, politik maupun
budaya sehingga terbentuk citra spesifik suatu kota (Budihardjo, Sujarto, 1998 : 35).
Panduan Rancang Kota (Urban Design Guidelines) setidaknya harus memiliki tujuan
dan sasaran yang jelas, memuat isu terkait baik secara makro maupun mikro dan
bersifat aplikatif (Shirvani, 1983:152). PRK memiliki fungsi-fungsi seperti mencegah
adanya pelanggaran rancangan suatu kawasan, menciptakan keserasian, menjaga
kualitas arsitektural, mengendalikan fungsi lahan dan wajah kota. Meski demikian
PRK tetap flexible terhadap adanya perkembangan kota. Panduan Rancang Kota
atau Urban Design Guidelines (US) dan Development Control Plan (Inggris) adalah
ketentuan atau peraturan yang bersifat supplement. Karena sifatnya supplement
maka Panduan Rancang Kota tidak diterapkan pada semua bagian wilayah kota.
Berbeda dengan zoning regulation yang bersifat generik dan diberlakukan
pada setiap jengkal lahan perkotaan, panduan ini hanya disusun untuk bagian-bagian
wilayah kota yang termasuk dalam kategori overlay zone, yaitu suatu kawasan yang
memiliki 2 atau lebih kepentingan yang berbeda. Panduan ini merupakan penjabaran
lebih lanjut dari rencana rinci kawasan yang telah disiapkan sebelumnya.

Panduan rancang kota akan merupakan pengarahan yang dapat menjadi


pegangan bagi perencana kota, pengembang dan pemerintah untuk :

1. Menempatkan kegiatan bangunan serta bangun bangunan sesuai dengan


fungsinya yang serasi seimbang, dan selaras dalam tatanan kota.
2. Dapat menjadi perangkat kendali bagi kawasan fungsional, bangunan serta
bangun bangunan yang akan dibangun.
3. Menjadi pengarah di dalam peningkatan effisiensi pemanfaatan dan penggunaan
lahan kota
4. Berperan di dalam menyelenggarakan pembangunan fisik kota yang seimbang dan
lestari.

Ruang lingkup panduan Rancang Kota juga menyangkut suatu tinjauan atas
Wilayah Tertentu Kota yaitu suatu bagian wilayah kota, kawasan atau lingkungan
yang ditetapkan sebagai bagian wilayah, kawasan dan/atau lingkungan yang
mempunyai nilai strategis yang diprioritaskan atau memerlukan kekhususan didalam
penataannya (overlay zone). Panduan Rancang Kota Umum yang menyangkut kaitan
wawasan kawasan perencanaan dengan Rencana Kota. Pada bagian ini dikemukakan
keterangan mengenai hubungan fungsi kegiatan yang direncanakan sebagaimana
yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RUTR) dan Rencana Tata
Ruang Kawasan yang bersangkutan dengan kawasan perencanaan. Pada dasarnya
bagian ini mengandung diskripsi tentang latar belakang pembangunan kegiatan
fungsional tersebut serta kesesuaiannya dengan kebijaksanaan pembangunan kota di
dalam RTRWK serta peruntukannya dalam rencana kawasan. Diskripsi khusus tentang
kawasan fungsional yang direncanakan yang menyangkut :

Konsepsi dan rencana tapak

1. Konsepsi yang berkaitan dengan penyesuaian lingkungan alami dan iklim


mikro (penyinaran matahari, suhu, angin, hujan)
2. Konsepsi Tata Bangunan dan Bangun-bangunan termasuk aspek-aspek
arsitektural dan kerekayasaan.
3. Konsepsi sirkulasi dan kemudahan pergerakan internal (dalam kawasan) dan
eksternal (dengan luar kawasan dan dengan bagian wilayah dan kawasan
fungsional lainnya)
4. Konsepsi ruang-ruang terbuka, ruang pemeliharaan dan ruang pengamanan.
5. Konsepsi kelengkapan lingkungan seperti lampu umum, rambu-rambu, dan
tanda-tanda, tempat duduk umum, telepon booth, pemberhentian angkutan
umum).

Panduan Rancang Kota pada Kawasan Perencanaan yang memberikan


ketentuan tentang :

a. Pembagian umum fungsi-fungsi di dalam kawasan perencanaan.


b. Uraian ketentuan tentang setiap unsur pembentuk kawasan fungsional yang
direncanakan yang menyangkut :

1. Hubungan fungsional dan perwujudan antara ruang dan massa bangunan dan
bangun-bangunan kota, antar massa bangunan, antara massa bangunan dan
jaringan pergerakan serta antara massa bangunan dan kawasan sekitar.
2. Penataan keserasian antara pola kehidupan masyarakat dengan lingkungan
fisik serta kegiatan usahanya.
3. Fungsi dan tampilan unsur-unsur penunjang kawasan fungsional seperti
kelengkapan jalan, rambu-rambu dan petunjuk, papan reklame dan nama di
kawasan pusat kota, berbagai unsur tipikal kota, perletakan unsur-unsur dan
struktur bernilai sejarah dan seni, monumen dan tengeran, ornamen dan
pewarnaan kota (city colouring).
4. Penataan keserasian fungsi dengan unsur-unsur jaringan pergerakan yaitu
antara kepentingn pergerakan pejalan kaki, kendaraan bermotor dan
kendaraan tidak bermotor.
5. Penataan keserasian jaringan utilitas kota, jalur-jalur pemeliharaan dan
pengamanan.
6. Penataan keserasian penghijauan kota sebagai pengindah kota, sebagai unsur
preservasi atau unsur konservasi lingkungan.
7. Penciptaan unsur-unsur baik alami atau binaan yang akan menjadi identitas
kota.

Anda mungkin juga menyukai