Anda di halaman 1dari 11

Ekologi Pesisir

Analisis Jurnal Nasional dan Internasional

Nama : Karman Nusi

NIM : 433419002

Kelas A Biologi

A. Nasional

1. Mangrove

IDENTITAS JURNAL

Jenis Jurnal : Jurnal Kehutanan Papuasia

Volume : 5

Nomor : 2

Tahun Penerbit : 2019

Penulis : Novalinda Hanagrasia Konom,Reinardus L. Cabuy, dan Alfredo O. Wanma

Judul Jurnal : IDENTIFIKASI KERUSAKAN AREAL HUTAN MANGROVE AKIBAT


AKTIVITAS PENDUDUK DI DAERAH AIRTIBA KABUPATEN KAIMANA

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada kawasan hutan mangrove Airtiba, Kelurahan Krooy
Kabupaten Kaimana yang berlangsung selama kurang lebih 2 bulan, yaitu dari bulan Juni sampai
dengan bulan Agustus tahun 2019. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan teknik survei kawasan mangrove Airtiba dan interpretasi citra satelite.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara semi struktural dengan alat bantu
kuisioner (daftar pertanyaan) dengan penentuan responden sebanyak 15% dari total jumlah
kepala keluarga sebesar 144 kepala keluarga, yang bermukim di sekitar kawasan hutan mangrove
guna memperoleh informasi terkait aktivitas penduduk di sekitar areal hutan mangrove Airtiba.
Selain itu, observasi lapangan secara langsung dengan melihat kegiatan penduduk terhadap
pemanfaatan ekosistem di hutan mangrove. Untuk mengetahui intensitas kerusakan,
pengambilan data berupa titik dan luas areal kerusakan dilakukan pada areal pengamatan secara
keseluruhan yang terindikasi telah rusak. Sementara data sekunder berupa laporan dan program
kerja akan diperoleh dari Dinas dan Instansi pemerintah daerah terkait terhadap kawasan hutan
mangrove Airtiba.

PENGOLAHAN DATA

Semua data pengamatan berupa kuisioner yang diperoleh kemudian di input dalam bentuk
tabel tematik (tabulating) dengan menggunakan program Microsoft Excel dan dilakukan
kuantifikasi data guna melihat frekuensi interaksi penduduk disekitar dengan hutan mangrove
Airtiba. Sedangkan data tracking dengan menggunakan alat GPS di lapangan terhadap kerusakan
hutan mangrove kemudian dibuat dalam bentuk lay out peta dengan menggunakan software
Arcgis. Kerusakan mangrove yang diamati sepanjang jalur pengamatan dinyatakan dalam
presentasi yang dihitung dengan membandingkan besar areal yang ditumbuhi mangrove dan
areal yang tidak ditumbuhi tumbuhan, serta daerah yang bertambah dan berkurang luasnya.
Pendekatan umum yang digunakan berdasarkan formula Arsyad dalam Rumakat adalah sebagai
berikut:

IK(%) = Luas areal terkonversi X 100


Luas Keseluruhan Kawasan
Dimana IK = Intensitas kerusakan hutan.
2. Lamun

IDENTITAS JURNAL

Nama Jurnal :Buletin Oseanografi Marina

Volume : 8

Nomor : 2

Tahun Penerbit : 2019, EISSN : 2550-0015

Penulis : Ken Asti Harimbi, Nur Taufiq-Spj, dan Ita Riniatsih

Judul Jurnal : Potensi Penyimpanan Karbon pada Lamun Spesies Cymodocea serrulata dan
Enhalus acoroides Di Perairan Jepara

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel lamun jenis E. acoroides dan
C. serrulata yang ditemukan di Teluk Awur, Jepara. Penelitian ini dilakukan pada Desember
2018. Analisa laboratorium terhadap biomassa dan karbon pada lamun dilakukan di
Laboratorium Nutrisi, Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Diponegoro Semarang.

PENGAMBILAN DATA LAMUN

Penentuan titik sampling lamun menggunakan purposive sampling method. Penelitian


terbagi dalam 3 Stasiun yaitu Stasiun 1 (E 110°38'13,074" dan S 6°37'23,084"), Stasiun 2
(E110°38'12,888" dan S 6°37'10,223"), dan Stasiun 3 (E 110°38'7,076" dan S 6°37'40,087").
Setiap Stasiun akan terbagi menjadi 3 substasiun,dengan jarak antar substasiun adalah 50 meter.
Metode yang digunakan untuk pengambilan data lamun menggunakan metoda line
transekdengan mempergunakan kuadran ukuran 50 cm x 50 cm. Metode yang digunakan adalah
metode Rahmawati et al. Masing-masing substasiun, ditarik garis transek sepanjang 100 m tegak
lurus garis pantai ke arah laut, dengan setiap 10 m ditetapkan masing-masing satu transek
kuadran. Pengamatan dilakukan langsung dilapangan terhadap identifikasi spesies lamun,kondisi
perairan yang diukur secara in situmeliputi suhu, DO, salinitas, pH, salinitas, kecerahan,
kedalaman dan substrat pada setiap stasiun.

Pengambilan Sampel Lamun

Pengambilan sampel lamun dilakukan dengan cara mencuplik lamun sampai pada
kedalaman penetrasi yang terdapat pada setiap transek. Pengambilan sampel lamun dilakukan 3
kali pengulangan pada E. acoroides, dan 6 kali pengulangan pada C. serrulata pada titik 0 m, 50
m dan 100 m.

Pengukuran Biomassa dan Karbon Lamun

Nilai biomassa lamun diperoleh dari berat kering lamun dikalikan kerapatan lamun.
Kerapatan lamun dinyatakan sebagai jumlah individu per satuan luas yang dinyatakan dalam
satuan meter persegi dengan perhitungan:

K = Jumlah jenis * x 4

Keterangan : K :Kerapatan jenis (tegakan/m2); 4 :

Konstanta untuk konversi 50x50 cm2 ke 1 m2

Perhitungan penutupan jenis lamun pada tiap petak digunakan rumus sebagai berikut :

Jumlah % cover ( 4 kotak )


% Cover x 100
4
Sampel lamun dipisahkan menurut organnya yaitu akar, rhizoma dan daun, kemudian
dipotong-potong menjadi bagian terkecil dan ditimbang berat basahnya. Sampel lamun diukur
berat basah dan berat keringnya maka didapatkan nilai biomassa pada setiap jaringan yang
dihitung dengan rumus Duarte.

Perhitungan kandungan karbon sampel lamun (daun, rhizoma dan akar) dianalisis dengan
menggunakan metode pengabuan atau Loss On Ignition (LOI), yang dihitung dengan persamaan
Helrich. Bahan organik dihitung dengan metode pengabuan yaitu pengurangan berat saat
pengabuan oleh Helrich. Nilai kandungan karbon jaringan lamun dihitung dengan persamaan
Helrich. Perhitungan kandungan karbon ini hanya pada titik transek bagian tengah (titik 50 m)
saja dari masing-masing garis transek, kemudian dikonversi dengan nilai biomassa di setiap titik
0 m dan titik 100 m dari masing-masing garis transek. Hasil konversi ke karbon keseluruhan
kemudian dirata-rata dengan satuan gC/m2dan dikalikan dengan luasan lamun di suatu lokasi.

Perhitungan Total Stok Karbon Lamun

Total stok karbon lamun dihitung dengan menggunakan rumus menurut Sulaeman et al.

Ct = Σ (Li x Ci)

Keterangan : Ct = karbon total (ton); Li = luas

padang lamun kategori kelas I (m2); Ci = rata-rata

stok karbon lamun kategori kelas i (gC/m2)

3. Terumbu Karang

Nama Jurnal : Jurnal Geofisika Eksplorasi

Volume : 5

Nomor : 2

Tahun Terbit : 2019

Penulis : Faris Muhtar, Armijon, Fauzan Murdapa, dan Romi Fadly

Judul Jurnal : ANALISA LUASAN TERUMBU KARANG DI PERAIRAN PULAU TEGAL


LAMPUNG DENGAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH

ISI DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hartoni pada tahun 2011, mengemukakan bahwa
kondisi terumbu karang di perairan Pulau Tegal dikategorikan kondisi sedang dengan rata-rata
tutupan karang sebesar 49,87%. Kerusakan terumbu karang di Pulau Tegal disebabkan oleh
aktivitas pengeboman, penambangan karang untuk bahan bangunan dan souvenir, jangkar kapal,
wisata bahari dan budidaya laut. Kerusakan terumbu karang berdampak terhadap berkurangnya
luasan terumbu karang pada wilayah tersebut. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, proses
monitoring terumbu karang menjadi satu langkah penting dalam konservasi sumber daya marine
agar dapat mengetahui dinamika kondisi ekosistem terumbu karang secara periodik.

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk mendapatkan informasi tentang objek,
daerah, fenomena alam dengan cara menganalisa data yang diperoleh tanpa kontak langsung
dengan objek, daerah, fenomena yang dikaji. Sistem penginderaan jauh dapat membantu
memberikan data penyebaran terumbu karang cukup efektif, karena dalam waktu yang relatif
cepat dan biaya murah bisa mencakup wilayah yang sangat luas. Penginderaan jauh untuk
terumbu karang memanfaatkan sinar radiasi elektromagnetik pada daerah spektrum sinar tampak.
Spektrum sinar tampak dapat menembus air sehingga dapat mendeteksi terumbu karang yang
berada di bawah permukaan air. Salah satu citra penginderaan jauh yang dapat digunakan untuk
mendeteksi terumbu karang yaitu Citra Landsat 5 dan Landsat 8. Penginderaan jauh untuk
terumbu karang memanfaatkan sinar radiasi elektromagnetik pada daerah spektrum sinar tampak.
Spektrum ini dapat menembus air sehingga dapat mendeteksi terumbu karang yang berada di
bawah permukaan air.

Pengolahan citra yang dilakukan untuk identifikasi terumbu karang yaitu melakukan
perbaikan kualitas citra (image enhancement), kalibrasi radiometrik, dan koreksi kolom air
(lyzenga).

Algoritma Lyzenga

Pengaruh ini dapat dihitung, jika pada setiap titik di suatu wilayah diketahui kedalaman dan
karakteristik optis airnya, maka pada lautan yang luas, sifat optis air dianggap seragam akibat
percampuran horizontal, sedangkan kedalaman air sangat bervariasi dan secara umum tidak
dapat diketahui pada tempat tersebut. Prinsip ini mendasari Lyzenga untuk mengembangkan
teknik penggabungan informasi dari beberapa saluran spectral untuk menghasilkan indeks
pemisah kedalaman (depth-invariant index) dari material penutup dasar perairan. Parameter
masukan dalam algoritma ini adalah perbandingan antara koefisien pelemahan air (water
attenuation coefficient) pada beberapa saluran spectral. Algoritma ini menyadap informasi
material penutup dasar perairan berdasarkan kenyataan bahwa sinyal pantulan dasar mendekati
fungsi linier dari pantulan dasar perairan dan merupakan fungsi eksponensial dari kedalaman.

METODE PENELITIAN

Teknologi penginderaan jauh digunakan untuk pemetaan sebaran terumbu karang dengan
cara melakukan analisis luasan dan perubahannya di perairan pulau Tegal. Data yang digunakan
yaitu data citra satelit Landsat dengan memakai 3 band yaitu band biru,hijau, dan merah. Pada
proses pengolahan data citra terdapat beberapa langkah untuk mengetahui sebaran habitat dasar
perairan di Pulau Tegal, yaitu peningkatan mutu citra (image enhancement), koreksi atmosfer,
cropping, koreksi geometrik, masking citra, transformasi lyzenga, dan klasifikasi unsupervised,
serta dilakukan uji akurasi Peningkatan mutu citra dilakukan dengan penajaman kontras,
komposit warna (colorcomposit), dan penapisan (filtering). Penajaman kontras dilakukan untuk
mengubah nilai spektral citra asli menjadi citra baru, sehingga kekontrasan antar obyek menjadi
lebih tinggi (kontras). Komposit warna dilakukan dengan penggabungan beberapa saluran (band)
agar dapat menonjolkan fenomena permukaan bumi yang lebih interpretative. Penapisan
dilakukan untuk menghilangkan variasi spektral tertentu sehingga menghasilkan citra baru yang
ekspresif dalam menonjolkan pola-pola tertentu.

B. Internasional

1. Mangrove

IDENTITAS JURNAL

Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan IPA Indonesia

Volume : 8

Nomor : 4

Tahun Terbit : 2019

Penulis : B. Sulaiman , AN Bambang, H. Purnaweni 3 , M. Lutfi, dan EMA Mohammed


Judul Jurnal : PERSEPSI MASYARAKAT PANTAI TERHADAP MANGROVES DI SULI
SUBDISTRIK, LUWU

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga November 2018 di Kabupaten Luwu.
Letaknya antara 2 ° 34 '45 "- 3 ° 30' 30" Lintang Selatan dan 120 ° 21 '15 "-121 ° 43' 11" Bujur
Timur. Posisi Kabupaten Luwu berada di sebelah timur laut Provinsi Sulawesi Selatan,
sekitar 300 Km dari Kota Makassar.

Penelitian ini dilakukan di lima desa yaitu: Desa Suli Utara di Desa Muara Utara,
Kecamatan Suli Selatan di Desa Muara Selatan, Kecamatan Suli di sekitar kawasan Tangkalasi,
Desa Cimpu di kawasan Cerekang, dan Desa Tawodu di Desa Tirowali, Kecamatan Sulisub,
Luwu. Kabupaten,Sulawesi Selatan. Penelitian kualitatif deskriptif digunakan dengan
menjelaskan Persepsi masyarakat di lima desa terhadap persepsi masyarakat tentang ekosistem
mangrove di Kecamatan Suli.

Populasi dalam penelitian ini meliputi seluruh populasi di lima desa dengan jumlah
penduduk 2.1273 jiwa. Teknik pengambilan sampel dilakukan berdasarkan metode Slowakia
(Ayuniyyah, 2019) sebagai berikut:

N
n=
Ne² + 1
dimana n adalah jumlah sampel, N adalah jumlah populasi, dan e adalah derajat. Berdasarkan
rumus, jumlah sampel adalah 99.532 (dibulatkan menjadi 100) dengan error toleance 10%,
dimana masing- masing dari 20 orang tersebut berada di setiap desa. Sampel berasal dari
komunitas tinggal di lima desa; Dengan demikian, mereka dianggap mampu memberikan
informasi yang sesuai dengan kebutuhan.

Variabel penelitian ini adalah persepsi masyarakat pesisir terhadap fungsi mangrove dan
pengetahuan tentang fungsi ekologi, partisipasi, kesejahteraan, sosial budaya, dan kebijakan
pemerintah di wilayah penelitian.
2. Lamun

IDENTITAS JURNAL

Nama Jurna : Jurnal Ilmiah Platax

Volume : 7

Nomor : 1

Tahun Penerbit : 2019, ISSN : 2302-3859

Penulis : Trifany Zachawerus, Khristin IF Kondoy, Jety K. Rangan

Judul Jurnal : MORFOMETRIK LAMUN Thalassia hemprichii, DI PANTAI PASIR PANJANG


DESA PAPUTUNGAN LIKUPANG BARAT MINAHASA UTARA.

ISI DAN PEMBAHASAN

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis lamun apa saja yang ada di lokasi
penelitian dan membandingkan ukuran morfometrik lamun Thalassia hemprichii berdasarkan
stasiun pengambilan sampel. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode survei
perjalanan, sampel diambil dengan parang bersamaan dengan substrat, yang dimasukkan ke
dalam air laut dan dimasukan kedalam ember yang berisi udara laut. Saat pengambilan sampel
dilakukan, cara diplot dengan menggunakan GPS dan pengambilan sampel lamun Thalassia
hemprichii sebanyak 30 individu setiap stasiun, Pada hasil yang diperoleh terlihat bahwa spesies
Thalassia hemprichii di Perairan Pantai Pasir Panjang yang lebih besar di daerah mangrove dan
daerah lamun dan yang lebih kecil adalah daerah terumbu karang. Hal ini disebabkan, karena
daerah mangrove dan lamun tersebut tumbuh pada subsrat lumpur yang memiliki kandungan
nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah terumbu karang dengan subsrat pecahan
karang, dan keadaan perairan pada subrat lumpur lebih tenang sehingga banyak mengendapkan
sedimen.
Pengukuran morfometrik

Pengukuran morfometrik sampel lamun Thalassia hemprichii dilakukan dengan cara


mengukur penampakan luarnya. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan caliper digital.
Bagian yang terukur mencakup panjang daun, lebar daun, rimpang panjang dan akar panjang.

Jenis-jenis lamun yang ditemukan di Pantai Pasir Panjang adalah Thalassia hemprichii,
Enhalus acroides, Halophila ovalis, Cymodocea rutundata, Cymodocea serulata, Sryngodium
isoetifolium. Morfologi dari spesies Lamun Thalassia hemprichii di Pantai Pasir Panjang, terdiri
dari akar tunggal, daun helai yang dipasang 2-3 pada setiap individu dengan bentuk daun pita
dengan unjung daun berbentuk bulat, rimpang berwarna coklat. Spesies lamun Thalassia
hemprichii memiliki ukuran rata-rata morfometrik sebagai berikut, didaerah manggrove panjang
daun 65,96 mm lebar daun 10,19 mm, panjang akar 44,8 mm, dan panjang rimpang 31,87 mm.
Didaerah lamun panjang daun 60,42 mm, lebar daun 9,81 mm, panjang akar 45,78 mm, dan
panjang rimpang 61,8 mm. Didaerah Terumbu Karang panjang daun 60,36 mm, lebar daun 9,86
mm, panjang akar 39,1 mm dan panjang rimpang 27,86 mm.

3. Terumbu Karang

IDENTITAS JURNAL

Nama Jurnal : Kajian Wilayah Ilmu Kelautan

Penulis : Ove Hoegh-Guldberg a, Linwood Pendleton, Anne Kaup

Judul Jurnal : People and the changing nature of coral reefs (Manusia dan perubahan sifat
terumbu karang)
ISI DAN PEMBAHASAN

Terumbu karang merupakan ekosistem keanekaragaman hayati dan produktif tetapi


terancam oleh tekanan lokal dan global. Hilangnya terumbu karang mengancam makanan dan
mata pencaharian pesisir. Proyeksi iklim menunjukkan bahwa terumbu karang akan terus
mengalami perubahan besar meskipun tujuan Perjanjian Paris berhasil dilaksanakan. Perubahan
ekologis termasuk jaring makanan yang dimodifikasi, pergeseran dalam struktur komunitas,
berkurangnya kompleksitas habitat, penurunan kesuburan dan rekrutmen, perubahan
produktivitas / peluang perikanan, dan pergeseran anggaran karbonat beberapa ekosistem menuju
pelarutan dan erosi stok kalsium karbonat. Estimasi luas dari layanan jangka panjang (nilai
sekarang) yang disediakan oleh aset ekologi laut ada dan berguna dalam menyoroti nilai terumbu
namun harus dikontekstualisasikan oleh bagaimana orang merespons di bawah perubahan
ekosistem. Sifat dinamis dari hubungan antara manusia, ekonomi, dan lingkungan memperumit
perkiraan konsekuensi manusia dan hasil ekonomi dari perubahan modal lingkungan dan
ekologi. Tantangan telah meningkat mengingat kurangnya data dasar dan ketidakmampuan kami
untuk memprediksi (dengan tepat) bagaimana orang menanggapi kondisi terumbu karang yang
berubah, terutama mengingat variabilitas, fleksibilitas, dan kreativitas yang ditunjukkan oleh
komunitas manusia dan ekonomi yang sedang berubah. Di sini, kami mengeksplorasi bagaimana
perubahan struktur tiga dimensi terumbu karang mempengaruhi manfaat bagi masyarakat,
khususnya perlindungan pesisir, habitat perikanan, dan pariwisata.

Anda mungkin juga menyukai