Anda di halaman 1dari 36

NAMA : IRNA MULYANI

NIM : E1A019042
KELAS :B

1. Mendeskripsikan keanekaragaman ekosistem


keanekaragaman ekosistem adalah suatu bentuk interaksi antara sebuah komunitas
dengan lingkungan abiotiknya di suatu tempat tertentu dan dalam jangka waktu yang
tertentu pula. Komunitas yang dimaksud disini adalah kumpulan populasi yang
berinteraksi di suatu tempat dan dalam jangka waktu yang tertentu. keanekaragaman
ekosistem merujuk pada keragaman habitat, yaitu tempat berbagai jenis makhluk hidup
melangsungkan kehidupannya dan berinteraksi dengan faktor abiotik dan biotik lainnya.

2. Mendeskripskan unsur dominan yang menjadi indikator kenekaragaman ekosistem dari


tiga jurnal
 Berdasarkan jurnal Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang dan Kerabatnya
(Orthoptera) pada Dua Ekosistem Pegunungan di Taman Nasional Gunung
Halimun-Salak, usur dominan yang menjadi indikator keanekaragaman ekosistem
tersebut adalah struktur dan komposisi penyusun ekosistem yang menyebabkan
perbedaan karakter ekosistem yang mempengaruhi keanekaragaman dan
kelimpahan biota yang tinggal di dalamnya. Dataran tinggi biasanya mempunyai
keanekaragaman dan kelimpahan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
dataran rendah. Di daerah padang rumput, kelimpahan dan biomasa belalang
berkurang pada musim semi.
 Berdasarkan jurnal Keanekaragaman Ekosistem Mangrove Kota Rebah Sungai
Carang Kota Tanjungpinang, usur dominan yang menjadi Indikator
keanekaragaman ekosistem tersebut adalah Komposisi Ekosistem. Berdasarkan
hasil pengamatan ekosistem mangrove dan identifikasi jenis mangrove yang
ditemukan di perairan Kota Rebah, pada ketiga stasiun pengamatan yang diambil
sebagai sampel melalui penarikan garis transek kuadrant pada masing – masing
plot di setiap stasiun. Diketahui bahwa daerah Kota Rebah ditumbuhi delapan
jenis Mangrove yang dapat dijumpai pada titik pengamatan, dimana kedelapan
jenis mangrove tersebut antara lain yaitu Rhizopora sp, Avicennia sp, Brugueira
sp, Waru, Jambuan, Pandan, Kelapa dan Daun berduri (DB).
 Berdasarkan jurnal Struktur Komunitas Zooplankton di Ekosistem Lamun Alami
dan Berbagai Lamun Buatan Perairan Teluk Awur, Jepara usur dominan yang
menjadi Indikator keanekaragaman ekosistem adalah kelimpahan, indeks
keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominasi dan komposisi jenis
zooplankton pada ekosistem lamun alami dan buatan di perairan Teluk Awur,
Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara.

3. Menjelaskan metode yang digunakan untuk menjelaskan kenekaragaman ekosistem


 jurnal Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang dan Kerabatnya (Orthoptera)
pada Dua Ekosistem Pegunungan di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak
menggunakan metode Transek Garis dan Petak Contoh (Line Transect Plot).
 jurnal Keanekaragaman Ekosistem Mangrove Kota Rebah Sungai Carang Kota
Tanjungpinang menggunakan metode membuat garis transek utama dengan
panjang seratus (100) meter mengikuti jalur jalan setapak. Setiap sepuluh (10)
meter pada transek utama dibuat transek sekunder tegak lurus sepanjang lima (5)
meter ke kanan dan kiri. Pada titik-titik yang telah dibuat pada transek utama
maupun transek sekunder dipasang secara acak perangkap serangga. Khusus
pemasangan light trap dilakukan dengan jarak kira-kira lima puluh (50) meter dari
ujung transek utama, untuk mengurangi pengaruhnya terhadap perangkap lainnya.
 jurnal Struktur Komunitas Zooplankton di Ekosistem Lamun Alami dan Berbagai
Lamun Buatan Perairan Teluk Awur, Jepara menggunakan metode studi kasus
dengan sifat eksploratif.
KEANEKARAGAMAN EKOSISTEM MANGROVE
KOTA REBAH SUNGAI CARANG KOTA TANJUNGPINANG

Raja Rio Riandho


Mahasiswa Jurusan ilmu kelautan, FIKP UMRAH,

Arief Pratomo
Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, sea a.reef@rocketmail.com

Arief Pratomo
Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, sea a.reef@rocketmail.com

ABSTRAK

Rio riandho, Raja.2015. Keanekaragaman Ekosistem Mangrove Kota Rebah


Sungai Carang Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau.Skripsi. Program
Studi Ilmu Kelautan . Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas
Maritim Raja Ali Haji. Pembimbing I: Arief Pratomo, ST, M.Si, dan
Pembimbing II: Andi Zulfikar, S.Pi,MP. .

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Rebah Sei Carang Kota Tanjungpinang pada
bulan Mei s/d September 2015. Penentuan lokasi Berdasarkan keterwakilan lokasi kajian
ekosistem mangrove lokasi penelitian dibagi menjadi 3 stasiun yaitu Stasiun 1 : 0°55’50”
LU dan 104°29’12” BT Stasiun 2 : 0°55’52” LU dan 104°29’10” BT dan Stasiun 3 :
0°55’49” LU dan 104°29’23” BT. Kelimpahan total mangrove pada masing-masing stasiun
secara berturut-turut, pada stasiun I memiliki kelimpahan 2644, stasiun 2 berjumlah 1778,
dan stasiun 3 di angka 2267, secara total rata-ratanya adalah 2230. Nilai Indeks
Keanekaragaman Shannon – Wiener (H’) pada stasiun 1 yaitu sebesar 0,1, pada stasiun 2
sebesar 0,2, pada stasiun 3 sebesar 0,2 dan secara keseluruhan 0,3. Nilai indeks Dominansi
pada stasiun 1 yaitu sebesar 0.9, stasiun 2 sebesar 0.7, stasiun 3 sebesar 0.8, dan rata-rat
totalnya adalah 0,6. Pada keenam stasiun penelitian didapatkan bahwa nilai parameter
lingkungan masih baik dan mendukung kehidupan ekosistem mangrove.

Kata kunci:Keanekaragaman, mangrove, sungai carang Kota tanjungpinang


KEANEKARAGAMAN EKOSISTEM MANGROVE
KOTA REBAH SUNGAI CARANG KOTA TANJUNGPINANG

Didik Juliardi
Mahasiswa Jurusan ilmu kelautan, FIKP UMRAH, juliardididik@yahoo.co.id

Arief Pratomo
Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, sea a.reef@rocketmail.com

Arief Pratomo
Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, sea a.reef@rocketmail.com

ABSTRACT
Rio riandho, Raja.2015. Mangrove Ecosystem Diversity River City Fallen Branches City
Tanjungpinang, Kepulauan Riau.Thesis. Marine Science StudyProgramme.
Marine Science and Fisheris Faculty. Maritim Raja Ali Haji University.
Advisor: Arief Pratomo, ST,M.Si and Co-Advisor: Andi Zulfikar, S.Pi,MP.

This research was conducted in the city of Damping- Sei Carang Tanjungpinang in
May s / d September 2015. Determination Based on the location of the representation of the
location of the mangrove ecosystem assessment study site is divided into three stations are
Station 1 : 0 ° 55'50 "N and 104 ° 29'12 " E Station 2 : 0 ° 55'52 "N and 104 ° 29'10 " BT
and station 3 : 0 ° 55'49 "N and 104 ° 29'23 " E. Total abundance of mangroves at each
station in a row, the station I have abundance in 2644 , station 2 numbered 1778, and the
station number 3 in 2267 , the total average is 2230. Shannon Diversity Index value -
Wiener ( H ' ) at station 1 that is equal to 0.1 , the station 2 of 0.2 , at station 3 overall by 0.2
and 0.3 . Dominance index value at Station 1 is equal to 0.9 , station 2 of 0.7 , 3 stations
amounted to 0.8 , and the total average rat is 0.6 . In the sixth station showed that the
parameter value is still good environmental and life support mangrove ecosystem .

Keyword: Diversity , mangrove , river branches Tanjungpinang


PENDAHULUAN 3. Stasiun 3 : 0°55’49” LU dan
Pembangunan jembatan di Kota 104°29’23” BT
Rebah Sei Carang Kota Tanjungpinang Metode pengukuran
dan aktivitas wisata domestik sebagai Metode pengukuran yang digunakan
ikutannya, berada dalam wilayah hutan untuk mengetahui kondisi mangrove
mangrove. Hal ini tentunya berpengaruh adalah dengan menggunakan Metode
terhadap ekosistem mangrove di daerah Transek Garis dan Petak Contoh (Line
tersebut. Salah-satu aspek awal yang perlu Transect Plot). Metode Transek Garis dan
dikaji untuk mengetahui dampak tersebut Petak Contoh (Transect Line Plot) adalah
adalah struktur komunitas mangrove yang metode pencuplikan contoh populasi suatu
meliputi komposisi jenis, kepadatan atau ekosistem dengan pendekatan petak contoh
kelimpahan, indeks nilai penting, yang berada pada garis yang ditarik
keanekaragaman, keseragaman, dominansi melewati wilayah ekosistem tersebut.
serta faktor lingkungan yang terkait. Metode pengukuran ini merupakan salah
Bertolak dari uraian diatas dalam satu metode pengukuran yang paling
kesempatan ini, penulis bermaksud mudah dilakukan, namun memiliki tingkat
mengkaji sejauh mana keadaan struktur akurasi dan ketelitian yang akurat.
komunitas mangrove di perairan pesisir Mekanisme Pengukuran
Kota Rebah Sei Carang Kota Wilayah kajian yang ditentukan
Tanjungpinang dalam upaya menganalisis untuk pengamatan vegetasi mangrove
pengaruh aktivitas di atas terhadap harus dapat mengindikasikan atau
ekosistem hutan mangrove di Kota Rebah. mewakili setiap zona mangrove yang
METODE PENELITIAN terdapat di wilayah kajian (Gambar.1)
Waktu dan Tempat Penelitian a. Pada setiap wilayah kajian
Lokasi penelitian adalah Kota Rebah ditentukan stasiun-stasiun
Sei Carang Kota Tanjungpinang, untuk pengamatan secara
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar : konseptual berdasarkan keterwakilan
lokasi kajian.
c. Pada setiap stasiun pengamatan,
tetapkan transek-transek garis dari
arah laut ke arah darat (tegak lurus
garis pantai sepanjang zonasi hutan
mangrove yang terjadi) di daerah
intertidal.
d. Pada setiap zona mangrove yang
Berdasarkan keterwakilan lokasi kajian berada disepanjang transek garis,
ekosistem mangrove lokasi penelitian letakkan secara acak petak-petak
dibagi menjadi 3 stasiun, yaitu: contoh (plot) berbentuk bujur
1. Stasiun 1 : 0°55’50” LU dan sangkar dengan ukuran 10 m x 10 m
104°29’12” BT sebanyak paling kurang 3 (tiga)
2. Stasiun 2 : 0°55’52” LU dan petak contoh (plot).
104°29’10” BT
e. Pada setiap petak contoh (plot) yang Mekanisme Kerja
telah ditentukan, determinasi setiap Menarik meteran ke arah laut
jenis tumbuhan mangrove yang ada, dengan posisi awal yang telah diberi tanda
hitung jumlah individu setiap jenis, (patok atau pengecatan pohon). Jalur-jalur
dan ukur lingkaran batang setiap (garis transek) tersebut dibuat tegak lurus
pohon mangrove setinggi dada, sekitar dengan garis pantai. Jarak antar jalur
1,3 meter. Bisa dilihat gambar berikut: adalah ± 80 m.
Menentukan blok (petak contoh/petak
ukur) di sebelah kiri dan kanan garis
transek ditempatkan secara acak berbentuk
bujursangkar dengan ukuran :
1) 10 x 10 m untuk pengamatan fase
pohon;
2) 5 x 5 m untuk pengamatan fase
pancang (sapling);
3) 1 x 1 m untuk pengamatan fase
semai (anakan).
Seedling (semai) : 1 m x 1 m, diameter < 2
cm
Sapling (pancang ) : 5 m x 5 m, diameter 2
cm – 10 cm
Tree (pohon dewasa) : 10 m x 10 m,
F. Metode Sampling ( Pengambilan diameter > 10 cm dan jarak antara plot
Data Contoh) adalah ± 25 m. Contoh Transek
Metode sampling yang digunakan pengukuran komunitas mangrove
untuk mengetahui kondisi mangrove ke diperlihatkan pada gambar berikut:
dalam penelitian adalah dengan
menggunakan Metode Transek Garis dan 110
5 X
Petak Contoh (Line Transect Plot). X10
Metode Transek Garis dan Petak Contoh X52
10 5X 1 5
(Transect Line Plot) adalah metode 8
10X 1
pencuplikan contoh populasi suatu 0
5 X 2m
ekosistem dengan pendekatan petak contoh 110
55 X
yang berada pada garis yang ditarik m
1 X10
melewati wilayah ekosistem tersebut. X5m
Kerapatan jenis dan kerapatan relative
Kerapatan Jenis 1(Di) adalah jumlah
tegakan jenis i dalam suatu unit area:

Keterangan:
Di : Kerapatan jenis ke-i
ni : Jumlah total tegakan ke-i
A : Luas area total pengambilan Dimana : E = Indeks
contoh.
Keseragaman ( Equilibility) jenis
H’ = Indeks
Kerapatan relatif (RDi) adalah Keragaman
Hmaks = Indeks
perbandingan antara jumlah tegakan jenis i Keragaman Jenis maksimum
dan jumlah total tegakan seluruh jenis (Σn) = Log2 S

- Apabila nilai E mendekati 1 ( > 0,5 )


Keterangan: berarti keseragaman organisme dalam
RDi : Kerapatan relatif jenis ke-i suatu perairan berada dalam keadaaan
ni : Jumlah total tegakan dari jenis
ke-i seimbang. Berarti tidak terdapat
Σn : Jumlah total tegakan seluruh jenis persaingan baik dari faktor tempat
ataupun makanan.
Indeks Keanekaragaman (H’) - Apabila nilai E berada dibawah 0,5 atau
Untuk melihat Indeks mendekati 0, berarti keseragaman jenis
Keanekaragaman digunakan metode organisme dalam perairan tersebut tidak
Shannon – Wiener dalam Krebs (1997) di seimbang dan terdapat persaingan baik
setiap stasiun yaitu : dari faktor tempat maupun makanan.
H’ = -∑ ni/N Log2 ni/N
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dimana : N = Jumlah total Individu Parameter Lingkungan
ni = Jumlah Individu dalam setiap
spesies Kondisi lingkungan perairan
pi = Jumlah individu dalam setiap mempengaruhi kehidupan yang ada di
spesies
Jumlah total individu perairan baik secara langsung maupun
Bila : tidak langsung. Karekteristik fisika-kimia
H’< 1 = Keanekaragaman rendah dengan
jumlah individu tidak seragam juga mempengaruhi biota yang hidup
dan salah satu spesiesnya ada yang didalamnya. Nilai-nilai paremeter fisika-
dominan.
1 ≤ H’≤ 3 = Keragaman sedang dengan jumlah kimia menggambarkan kualitas perairan
individu tiap spesies tidak yang dapat mendukung keberadaan
seragam tapi tidak ada yang dominan
H’> 3 =Keragaman tinggi dengan jumlah ekosistem mangrove.
individu setiap spesies seragam dan Parameter lingkungan di perairan Kota
tidak ada yang dominan.
Rebah Sungai Carang
Keseragaman (E) Stasiu Stasiun
Stas
Rera
Parameter iun
Penghitungan mengenai n1 2
3
ta

keseragaman bertujuan untuk melihat Suhu Perairan (°C) 29,87 32,17


31,2
31,09
3
apakah spesies yang ada disuatu ekosistem
Oksigen Terlarut 3,87 5,40 5,87 5,04
berada dalam keadaan seimbang atau tidak
serta bertujuan untuk melihat apakah pH Perairan 7,36 7,69 7,60 7,55

terjadi persaingan pada ekosistem tersebut. Salinitas (‰) 28,13 27,73


28,4
28,11
7
Untuk itu dapat dihitung mengacu pada
Sumber: Hasil penelitian (2014)
Pielou dalam Krebs (1985) dengan rumus :
Theocalyptra
Komposisi Ekosistem Mangrove Heli costomella
Tintinidae Salpingela
Berdasarkan hasil pengamatan Eutinnus
ekosistem mangrove dan identifikasi jenis Jumlah
Annelida
9
Greefia
23
mangrove yang ditemukan di perairan
Kota Rebah, pada ketiga stasiun
pengamatan yang diambil sebagai sampel B. Keberadaan plankton berdasarkan
melalui penarikan garis transek kuadrant waktu siang dan malam di perairan
Pulau Pucung
pada masing – masing plot di setiap Penggol Waktu
Kelas Genus/Jenis
ongan Pengambilan
stasiun. Diketahui bahwa daerah Kota
Siang Malam
Rebah ditumbuhi delapan jenis Mangrove Closterium + -
Cloro
Schroederia + -
yang dapat dijumpai pada titik phyta
Spirogyra + -
pengamatan, dimana kedelapan jenis Fragillaria
Hemiaulus
+
+
-
-
mangrove tersebut antara lain yaitu Bacill
Rhizosolenia + -
Skeletonema + -
aricia
Rhizopora sp, Avicennia sp, Brugueira sp, Fitopla e Diatoma + -
nkton Suriella + -
Waru, Jambuan, Pandan, Kelapa dan Daun Striatella + -
Thalassiothrix + -
berduri (DB). Klasifikasi Sebaran Jenis Dinof
lagell
Mangrove di Kota Rebah Sungai Carang. ata Gyrodinium - +
Cyan
ophyt
a Aphanizomenon + -
Chro
Distephanus
mona
speculum
dea - +
Cope Calanus - +
pod Euchaeta - +
Sethoconus - +
Zoopla Radio
Cyrtocalpis - +
nkton laria
Theocalyptra - +
Heli costomella + -
Tintin
Salpingela + -
idae
Eutinnus + -
Annel
-
ida Greefia +
Sumber : Data Primer (2015)

Ket: + : Ditemukan
- : Tidak ditemukan

C. Jumlah plankton yang


A. Komposisi jenis plankton yang
ditemukan pada waktu siang
ditemukan di perairan Pulau
Pucung sebagai berikut: dan malam di Perairan laut
Penggolongan Kelas Genus/Jenis
Pulau Pucung
Closterium
Clorophyta Schroederia
Spirogyra
Fragillaria
Hemiaulus
Rhizosolenia
Fitoplankton Skeletonema
Bacillariciae
Diatoma
Suriella
Striatella
Thalassiothrix
Dinoflagellata Gyrodinium
Cyanophyta Aphanizomenon
Chromonadea Distephanus speculum
Calanus
Copepod
Zooplankton Euchaeta
Sethoconus
Radiolaria
Cyrtocalpis
Penggo
Kelas Genus/Jenis Jumlah pada waktu siang hari kelimpahan yang
longan
Siang Malam paling banyak adalah kelas Bacillariciae.
Closterium 18 0
Clorophyt
a
Schroederia 20 0 Berdasarkan hasil yang didapatkan
Spirogyra 10 0
Fragillaria 16 0 kelimpahan plankton pada waktu malam
Hemiaulus 17 0
Rhizosolenia 28 0 hari diperairan laut Pulau Pucung sering
Bacillarici Skeletonema 22 0
Fitopla
ae Diatoma 42 0
mengalami perubahan-perubahan yang
nkton
Suriella
Striatella
28
32
0
0
terjadi di lingkungan perairan.
Thalassiothrix 16 0 Kelimpahan plankton pada waktu malam
Dinoflagel
lata Gyrodinium 14 0 di lokasi pengamatan berkisar antara 439,5
Cyanophyt Aphanizomen
a on 31 0 ind/L – 133,8 ind/L, dimana kelimpahan
Chromona Distephanus
dea speculum
0
13 tertinggi pada kelas Radiolaria (439,5
Calanus 0 7
Copepod
Euchaeta 0 12 ind/L) dan yang paling rendah pada jenis
Sethoconus 0 16
Zoopla Radiolaria Cyrtocalpis 0 25 Dinoflagellata (133,8 ind/L).
nkton Theocalyptra 0 5
Heli Kelimpahan tertinggi dari kelas
costomella 42 0
Tintinidae
Salpingela 19 0 Radiolaria, banyak zooplankton yang
Eutinnus 9 0
Annelida Greefia 37 0
melakukan gerakan naik turun secara
Jumlah 9 23 401 57
berkala harian atau dikenal dengan migrasi
vertikal. Pada malam hari zooplankton
naik keatas menuju kepermukaan asal saja
tersedia cukup zat asam dan detritus
(Sachlan, 1982 dalam Wijayanti, 2011). Ini
menunjukkan Radiolaria dari golongan
zooplankton yang paling tinggi pada waktu
malam hari. Nilai kelimpahan tertinggi
Kelimpahan plankton pada waktu pada waktu malam hari pengambilan
siang hari di Perairan laut Pulau Pucung secara vertikal dengan kedalaman 0,5 m
menggambarkan pada waktu penelitian yaitu kelas Radiolaria. Menurut Nontji
kelimpahan invidu pada waktu siang. (2008), hewan Radiolaria ini bersifat
Kelimpahan plankton pada waktu siang kosmopolit dan paling banyak dijumpai
hari kelas yang paling banyak dijumpai dilaut lapisan teratas hingga kedalaman
yaitu kelas Bacillariciae sebanyak 1652,9 beberapa ratus meter. Menurut Hasymi
ind/L dan paling terendah yaitu dari kelas (1986); Hutabarat & Evans (1986);
annelida sebanyak 353,5 ind/L. Michael (1995) dalam Nulya dkk (2011),
Kelimpahan tertinggi dari kelas kelimpahan zooplankton ditemukan pada
Bacillariciae dari golongan fitoplankton. semua kedalaman air karena adanya flagel
Kelas Bacillariciae umumnya di temukan sehingga mereka memiliki kekuatan untuk
laut dalam kondisi cuaca yang berubah- bergerak yang meskipun lemah,
ubah. Ini sesuai pendapat yang membantunya naik ke atas dan ke bawah.
dikemukakan oleh Nontji (2008), bahwa Zooplankton sebenarnya termasuk
diatom (Bacillariciae) merupakan jenis golongan hewan perenang aktif, yang
dari golongan fitoplankton yang paling dapat mengadakan migrasi secara vertikal
umum dijumpai dilaut. Hal ini sesui hasil pada beberapa lapisan perairan laut, tetapi
yang didapat diperairan Pulau Pucung kekuatan berenang mereka sangat kecil
jika dibandingkan dengan gerakan arus itu yang mengindikasikan bahwa jenis
sendiri. Sebagian besar zooplankton di palnkton tidak ada yang mendominansi
perairan bergerak vertikal setiap hari, dari keseluruhan jenis-jenis plankton yang
mereka bergerak ke permukaan pada ditemukan di perairan laut Pulau Pucung.
malam hari dan ke arah dasar siang hari. 3. Indeks Keanekaragaman,
Pergerakan zooplankton tersebut Keseragaman, Dominansi Siang-
dipengaruhi oleh cahaya. Malam Hari
Indeks Ekologi Nilai Kategori
1. Indeks Keanekaragaman, Keanekaragaman 4,36 Sedang
Keseragaman 0,76 Tinggi
Keseragaman, Dominansi Dominasi 0,05 Rendah
Plankton Siang Hari Keanekaragaman plankton pada
Indeks ekologi Nilai Kategori
Keanekaragaman 3,78 Sedang total siang-malam hari dalam kategori
Keseragaman 0,71 Tinggi
Dominansi 0,08 Rendah tinggi dengan nilai 4,36. Perbedaan nilai
Nilai keanekaragaman plankton Indeks Keanekaragaman pada siang hari
tergolong sedang menunjukkan bahwa diduga keanekaragaman pada keseluruhan
kondisi plankton masih dalam kedaan baik jumlah yang ditempati berbeda-beda.
karena jumlah jenis yang ditemukan Keanekaragaman indeks ekologi dalam
cenderung memiliki keanekaragaman kategori sedang membuat nilai indeksn
sedang. Kesearagaman yang tinggi keseragaman tinggi yakni sebesar 0,71
menunjukkan bahwa komunitas plankton yang berarti menunjukkan tidak ada jenis
dalam keadaan baik (stabil). Karena yang mendominasi sedangkan nilai indeks
jumlah dan keseragaman tidak berbeda dominasi sebesar 0,05 menunjukkan nikai
jauh atau tidak ada yang dan dominasi rendah yang ditemukan
mendominansi. Hal ini debuktikan dengan diperairan pulau Pucung pada siang-malam
nilai indeks dominansi yang rendah nilai hari.
yang mengindikasikan bahwa jenis Kondisi Perairan
plankton tidak ada yang mendominansi Pengukuran kondisi fisika-kimia
dari keseluruhan jenis-jenis plankton yang perairan dilakukan sebelum pengambilan
ditemukan. sampel plankton, pada waktu siang dan
2. Indeks Keanekaragaman, malam hari serta pasang dan surut. Sesuai
Keseragaman, Dominansi parameter yang diukur. Pengukuran
Plankton Waktu Malam Hari dilakukan pada pukul 12.00 - Selesai dan
Indeks Ekologi Nilai Kategori
Nilai keanekaragaman plankton Keanekaragaman
Keseragaman
2,82
0,60
Sedang
Sedang
tergolong sedang menunjukkan bahwa Dominasi 0,15 Rendah

kondisi plankton masih dalam kedaan baik waktu malam hari pukul 21.00 – Selesai.
karena jumlah jenis yang ditemukan 1. Hasil Pengukuran Parameter
Fisika Dan Kimia pada Waktu
cenderung memiliki keanekaragaman Siang-Malam di titik
sedang. Keseragaman yang tinggi Pengambilan Sampel
menunjukkan bahwa komunitas plankton
dalam keadaan baik karena jumlah dan Waktu
Parameter Satuan
keseragaman atau tidak ada yang dan
Siang Malam
mendominansi. Hal ini dibuktikan dengan FISIKA
 Suhu 0
C 29,0 26,1
nilai indeks dominansi yang rendah nilai  Salinitas 0
/00 35,7 38,8
 Kecepatan m/dtk 0,017 0,018
Arus
 Kecerahan Meter 100
sebesar 0,1-1 m/dtk tergolong kecepatan
 Intensitas arus yang sedang, kecepatan arus > 1
Lux 53.972 108,6
Cahaya
KIMIA m/dtk tergolong kecepatan arus yang kuat
 pH - 7,3 8,4 (Wijayanti, 2007 dalam Putra, 2014).
 DO mg/l 8,6 6,8
Dengan demikian kondisi arus di perairan
Suhu perairan laut Pulau Pucung laut Pulau Pucung tergolong kecepatan
siang antar 29,0 0C dan waktu malam 26,1 arus lemah. Arus yang lemah sangat
0
C, menandakan nilai pada waktu siang mendukung kehidupan plankton karena
dan malam hari, menunjukkan nilai arus yang terlalu kuat dapat menyebabakan
perbedaan yang signifikan. Suhu optimum sebaran plankton tidak merata.
untuk pertumbuhan plankton berkisar antar Hasil pengukuran kecerahan pada
25 0C sampai 32 0C (Wyrtki, 1961 dalam waktu siang hari 100% (tampak dasar), hal
Asih, 2014). Dengan demikian, kondisi ini dapat dikaitkan dengan intensitas
suhu perairan laut Pulau Pucung masih cahaya pada waktu siang hari dengan nilai
layak untuk kehidupan plankton karena 53.972 Lux dan pengukuran pada waktu
masih dalam batas optimal yang malam hari dengan intensitas cahaya
ditentukan. 108,6. Dengan hasil yang didapatkan
Salinitas pada kedua waktu yang diperairan laut Pulau Pucung kecerahan
berbeda menunjukkan perbedaan yang pada waktu siang hari sama dengan
signifikan berkisar antara 35,5 0/00 sampai kedalaman hingga tampak dasar. Hal ini
38,8 0/00, Salinitas tertinggi terdapat pada dapat dikaitkan dengan nilai intensitas
waktu malam yaitu 38,8 0/00 dan terendah cahaya yang berkisar 53.972 Lux
pada waktu siang terdapat pada siang hari Sedangkan untuk malam hari kecerahan
yaitu 35,5 0/00. Menurut Nontji, (2008), tidak diukur.
bahwa salinitas di perairan laut berkisar Nilai intensitas cahaya yang
antara 24 0/00 – 35 0/00. Sebaran salinitas didapatkan pada waktu malam hari sangat
dilaut dipengaruhi oleh berbagai faktor rendah yaitu 108,6 ini disebabkan pada
seperti faktor seperti sikrkulasi air, waktu malam tidak adanya cahaya
penguapan, curah hujan dan aliran sungai. matahari sehingga sedikitnya nilai
Secara keseluruhan salinitas yang ada intensitas cahaya yang masuk dipermukaan
diperairan laut Pulau Pucung masih perairan laut Pulau Pucung. Menurut
tergolong layak. Tingginya salinitas pada Wijayanti (2011), antara penetrasi cahaya
waktu malam hari dibandingkan waktu dan intensitas cahaya dan intensitas cahaya
siang diduga pada saat pengukuran saling mempengaruhi. Semakin maksimal
salinitas perairan laut Pulau Pucung dalam intensitas cahaya, maka semakin tinggi
kondisi surut. Kecepatan arus pada waktu penetrasi cahaya. Jumlah yang mencapai
siang 0,017 m/det dan waktu malam yaitu permukaan perairan sangat dipengaruhi
0,018 m/det. Adapun nilai kecepatan arus oleh awan, ketinggian dari permukaan air
diperairan laut Pulau Pucung pada waktu laut, letak geografis dan musiman.
siang dan malam tidak ada perbedaan yang Nilai pengukuran pH tertinggi
mencolok, relatif sama. Arus dari 0,1 terdapat pada waktu malam hari dengan
m/dtk termasuk kecepatan arus yang nilai 8,4 dan pada waktu siang yaitu 7,3.
sangat lemah, sedangkan kecepatan arus Menurut Swingle, 1996 dalam Handayani
(2009), kisaran normal pH plankton adalah ditemukan 9 kelas golongan
6,5-8,5. Berdasarkan hasil pengukuran fitoplankton yang di temukan 4 kelas
nilai pH pada waktu siang dan malam terdiri dari kelas Clorophyta
perairan laut Pulau Pucung ditemukan (3 jenis) yaitu Closterium,
mengindikasikan nilai pH dalam keadaan Schroederia, Spirogyra. Kelas
normal. Nilai pengukuran pH yang Bacillariciae ditemukan (8 jenis) yaitu
didapatkan Perairan laut Pulau Pucung Fragillaria, Hemiaulus, Rhizosolenia,
masih dalam kedaan baik sehingga hal ini Skeletonema, Diatoma, Suriella,
mendukung kehidupan plankton dengan Striatella, dan Thalassiothrix. Kelas
baik. Dinoflagellata ditemukan (1 jenis)
Berdasarkan pengukuran oksigen yaitu Gyrodinium. Kelas Cyanophyta
terlarut (Dissolved Oxygen =DO). Nilai ditemukan (1 jenis) yaitu
Do tertinggi pada waktu siang yaitu 8,6 Aphanizomenon. Dan golongan
ml/l dan waktu malam 6,8 ml/l. Menurut zooplankton yang ditemukan 5 kelas
Handayani (2009), DO terendah umumnya terdiri dari kelas Chromonadea
terjadi pada saat pasang maksimum ditemukan (1 jenis) yaitu Distephanus
(malam hari) dimana proses biota perairan Speculum, kelas Copepod ditemukan 2
membutuhkan oksigen lebih sehingga DO jenis antara lain Calanus, Euchaeta.
dalam perairan pada saat pasang Kelas Radiolaria ditemukan (3 jenis)
maksimum relatif rendah, sedangkan DO yaitu Sethoconus, Cyrtocalpis,
tertinggi umumnya terjadi pada saat surut Theocalyptra. Kelas Tintinidae
maksimum dan pasang minimum (siang ditemukan (3 jenis) yaitu
hari) saat proses fotosintesis sedang Heli Costomella, Salpingela,
berlangsung. Kandungan oksigen terlarut Eutinnus. Kelas Annelida ditemukan
selama penelitian pada waktu siang dan (1 jenis) yaitu Greefia.
malam masih mendukung kehidupan 2. Keanekaragaman plankton dekat
plankton. Menurut Wijayanti (2011), permukaan Perairan laut Pulau Pucung
plankton dapat hidup baik pada pada siang hari keanekaragaman
konsentrasi oksigen lebih dari 3 mg/1.g plankton pada waktu siang hari dalam
PENUTUP kategori sedang yaitu 3,78,
Kesimpulan keseragaman Tinggi yaitu 0,71 dan
Berdasarkan penelitian yang telah dominansi rendah yaitu 0,08
dilakukan yaitu untuk mengetahui sedangkan,
keanekaragaman plankton dekat 3. Keanekaragaman plankton dekat
permukaan perairan laut Pulau Pucung, permukaan Perairan Pulau Pucung
mengetahui indeks keanekaragaman, pada waktu malam hari dalam
keseragaman dan dominasi plankton serta kategori sedang yaitu 2,82,
mengetahui kondisi fisika-kimia keseragaman sedang yaitu 0,60 dan
berdasarkan waktu di Perairan pulau dominansi rendah yaitu 0,15.
Pucung diperoleh informasi sebagai 4. Nilai kualitas perairan laut Pulau
berikut : Pucung yang didapatkan pada lokasi
1. Plankton yang dijumpai dekat penelitian masih berada dalam kisaran
permukaan perairan laut Pulau Pucung normal bagi pertumbuhan plankton
sehingga masih dapat mendukung Nontji A. 2008. Plankton Laut. LIPI Press
kehidupan plankton baik pada waktu : Jakarta
siang hari maupun pada saat malam Nontji A. 2007. Laut Nusantara.
hari. Djambatan : Jakarta
Saran Sujarta, P., H. L. Ohee, dan E. Rahareng.
Berdasarkan hasil penelitian yang 2011. Kajian Keragaman Plankton
telah dicapai penulis menyarankan yaitu dan Ikan di Perairan Teluk Tanah
Perlu dilakukan penelitian mengenai Merah Distrik Depapre, Kabupaten
Jayapura, Papua. Jurnal Biologi
produktivitas primer plankton pada waktu
Papua. Jurusan Biologi FMIPA :
siang dan malam hari di perairan laut Universitas Cenderawasih Jayapura–
Pulau Pucung. Papua

Daftar Pustaka Wijayanti. 2011. Keanekaragaman Jenis


Asih P. 2014. Produktivitas Primer Plankton Pada Tempat Yang
Fitoplankton Di Perairan Desa Berbeda Kondisi Lingkungannya Di
Malang Rapat Kabupaten Bintan. Rawa Pening Kabupaten Semarang.
Skripsi. FIKP. Universitas Maritim Skripsi. IKIP. PGRI Semarang
Raja Ali Haji
Davis. C. C. 1955. The Marine And Fresh
Water Plankton. Michigan state
university press : Michigan

Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling


Bioekologi. Bumi Aksara : Jakarta

Handayani D. 2009. Kelimpahan Dan


Keaneragaman Plankton Di
Perairan Pasang Surut Tambak
Blanakan Subang. Skripsi. Fakultas
Sains Dan Teknologi : Universitas
Negeri Syarif Hidayatullah
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
(KepMen LH) No.51.2004. Baku
Mutu Air Laut Untuk Biota Laut.
Jakarta
Nulya, S., E. A. Lestari, dan S. W. Arsyad.
2001. Keanekaragaman Dan
Kemelimpahan Zooplankton Di
Kolam Jorong Barutama Greston
Kecamatan Jorong Kabupaten
Tanah Laut Provinsi Kalimantan
Selatan. Jurnal Wahana-Bio.
Halaman : 42
J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 100-115
Perhimpunan Entomologi Indonesia

Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang dan


Kerabatnya (Orthoptera) pada Dua Ekosistem
Pegunungan di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak
NETY VIRGO ERAWATI1) DAN SIH KAHONO2)
1)
Alumni Jurusan Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor
2)
Laboratorium Ekologi, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi – LIPI

(diterima April 2010, disetujui Juli 2010)

ABSTRACT
Diversity and Abundance of Grasshopper and Its Relatives
(Orthoptera) on Two Mountainous Ecosystems of Gunung Halimun-
Salak National Park. A study on diversity and abundance of grasshopper
and its relatives (Orthoptera) was conducted at two mountainous rainforest
ecosystems (Mounts Kendeng and Botol) of Gunung Halimun-Salak
National Park. A hundred meters of a line transect was used to sample and
set up several insect traps (yellow pan, malaise, pit fall, bait pit fall, sweep
net, and light traps), and insect sweepings as well. The light traps were set
up at about fifty meters distance from the end of the sampling sites. A total
individual collected by traps was combined on every comparable sampling
site. Total individuals of the Orthoptera captured were 414; consisted of 25
species of 9 families. Both species diversity and number of families were
higher at Mount Kendeng rather than Mount Botol. Number of species of
each family usually similar except on family of Grillidae was much higher
at Mount Kendeng. Species belong to Phasmidae was not recorded at Mount
Kendeng, while species belong to both families of Gryllotalpidae and
Tettigonidae were not captured at Mount Botol as well. Overal there was a
difference in the species richness at each between. Shannon Diversity Index
(H’) and evenness (E) were higher at Mount Kendeng (2.44 and 0.81) rather
than Mount Botol (1.80 and 0.66). Similarity Index of Jaccard (Cj) and
Sorenson (Cn) of both localities were similar (0.40 and 0.32). Herbivores
were most dominant at both localities (Phasmidae, Tetrigidae, Acrididae,
Gryllidae, dan Gryllotalpidae), followed by omnivores (Blattidae),
scavenger (Gryllacrididae), and predator (Mantidae).
KEY WORDS: diversity, grasshopper, mountainous ecosystems, Gunung
Halimun-Salak National Park

misalnya belalang, jangkrik, dan


PENDAHULUAN kecoa. Nama belalang sudah sangat
terkenal dalam sejarah kuno sebagai
Belalang dan kerabatnya ordo makanan manusia dan penghancur
Orthoptera merupakan salah satu tanaman pertanian (LAI 2007), dan
anggota dari kelompok serangga (kelas makanan bagi satwa liar (Kahono &
Insecta). Jenis-jenisnya mudah dikenal Amir 2003). Jenis belalang yang
karena memiliki bentuk yang khusus terkenal di Nusa Tenggara Timur,

100
Nety Virgo Erawati dan Sih Kahono: Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang

Lampung (Sumatera Selatan) dan naik-turunnya populasi dan outbreak.


beberapa daerah lainnya di Indonesia Untuk memantau keanekaragaman ha-
adalah Locusta migratoria atau yati perlu dilengkapi informasi jumlah
belalang kembara, memiliki ke- individu (kelimpahan) dan fungsi atau
mampuan melakukan peledakan popu- peranannya pada suatu habitat dan
lasi (outbreak) yang dapat meng- ekosistem (Primack et al. 1988; Oliver
hancurkan ribuan hektar tanaman & Beatti 1992, 1996). Kelimpahan
pertanian terutama padi dan jagung. jenis serangga sangat ditentukan oleh
Jenis-jenis belalang lainnya yang aktifitas reproduksinya yang didukung
dikenal di Indonesia adalah belalang oleh lingkungan yang cocok dan ter-
kayu (Valanga nigricornis), belalang cukupinya kebutuhan sumber makan-
ranting (Phobaeticus chani), belalang annya. Kelimpahan dan aktifitas repro-
daun (Phyllium fulchrifolium), bela- duksi serangga di daerah tropik sangat
lang sembah (Hierodula vitrea), kecoa dipengaruhi oleh musim (Wolda &
(Periplaneta americana), dan jangkrik Wong 1988), karena musim ber-
(Gryllus mitratus) (Koleksi MZB). pengaruh kepada ketersediaan sumber
Belalang dan kerabatnya hidup di pakan dan kemampuan hidup serangga
berbagai tipe lingkungan atau eko- yang secara langsung mempengaruhi
sistem antara lain hutan, semak/ kelimpahan.
belukar, lingkungan perumahan, lahan Ekosistem merupakan lingkungan
pertanian, dan sebagainya (Kalshoven biologi yang berisi organisme hidup,
1981; Meyer 2001; Erniwati 2003). Di non-biotik, dan komponen fisik yang
alam, belalang berperan sebagai saling berinteraksi (Cambell & Neil
pemangsa, pemakan bangkai, pengurai 2009). Perbedaan struktur dan
material organik nabati dan hewani, komposisi penyusun suatu ekosistem
pemakan bagian tumbuhan hidup dan menyebabkan perbedaan karakter
mati, dan musuh alami dari berbagai ekosistem yang mempengaruhi ke-
jenis serangga lainnya (Borror et al. anekaragaman dan kelimpahan biota
1992; Gwynne et al. 1996; Meyer yang tinggal di dalamnya. Dataran
2001; Kahono & Amir 2003). tinggi biasanya mempunyai keane-
Permasalahan pada penelitian bela- karagaman dan kelimpahan yang lebih
lang dan kerabatnya ordo Orthoptera rendah jika dibandingkan dengan data-
adalah rendahnya pengetahuan keane- ran rendah (Wolda 1983). Di daerah
karagaman, sebaran, populasi dan as- padang rumput, kelimpahan dan bio-
pek biologi dasar lainnya. Penelitian masa belalang berkurang pada musim
ekologi populasi termasuk monitoring semi (Porter & Redak 1996). Setiap
fluktuasinya secara sistematis akan kelompok serangga mempunyai respon
dapat meramalkan terjadinya regulasi yang berbeda terhadap perubahan

101
J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 100-115

musim dan iklim (Wolda 1978, 1983; BAHAN DAN METODE


Kahono 2006). Belalang dan kerabat- Taman Nasional Gunung Halimun-
nya ordo Orthoptera sangat penting Salak (TNGH-S) secara geografis
peranan dan fungsinya dalam menjaga terletak antara 106o21”-106o38”BT
keseimbangan ekosistem hutan (Gwy- dan 6o37”-6o51”LS (Djuwarsah 1997).
nne et al. 1996; Erniwati 2003). Rata-rata curah hujan mencapai 4,181
Hutan di kawasan Taman Nasional mm per tahun (Kahono & Noerdjito
Gunung Halimun-Salak (TNGH-S) 2002) dan kelembaban rata-rata 80%.
merupakan salah satu hutan tropik Musim kering terjadi sekitar bulan
basah yang terdiri atas gugusan bukit Juni-Agustus (Manikam 1998). Rata-
dan pegunungan. Sampai saat ini, rata suhu maksimum bervariasi antara
penelitian tentang kelompok belalang 31o-34,5oC dan suhu minimum antara
dan kerabatnya ordo Orthoptera di 18,3oC-23,4oC, sedangkan variasi suhu
Indonesia masih terbatas jumlah dan hariannya berkisar antara 24,7oC-
aspek penelitiannya (Kalshoven 1981; 26,6oC (Djuwarsah 1997).
Erniwati 2003). Penelitian keaneka- Pengambilan sampel Orthoptera
ragaman dan kelimpahan Orthoptera dilakukan pada Januari, Februari, dan
dilakukan di dua ekosistem pegu- Maret 2003 di Gunung Kendeng (GK)
nungan yang berbeda yaitu Gunung (1.050-1.400 m dpl.) dan Gunung
Kedeng (GK) dan Gunung Botol (GB), Botol (GB) (1.500-1.800 m dpl.).
dengan maksud untuk mengetahui Pengambilan sampel dilakukan dengan
keanekaragaman dan kelimpahan jenis membuat garis transek utama dengan
belalang dan kerabatnya ordo Orthop- panjang seratus (100) meter mengikuti
tera yang menempati dua ekosistem jalur jalan setapak. Setiap sepuluh (10)
tersebut. Kajian terhadap peran setiap meter pada transek utama dibuat
jenis belalang dan kerabatnya dapat transek sekunder tegak lurus sepanjang
memberikan pengetahuan tentang lima (5) meter ke kanan dan kiri. Pada
fungsi kelompok ini di lingkungannya. titik-titik yang telah dibuat pada tran-
Hasil penelitian ini akan bermanfaat sek utama maupun transek sekunder
untuk penelitian monitoring terhadap dipasang secara acak perangkap se-
perubahan iklim dan ekosistem di rangga. Khusus pemasangan light trap
waktu yang akan datang, yang juga dilakukan dengan jarak kira-kira lima
akan berguna bagi penyusunan ber- puluh (50) meter dari ujung transek
bagai kebijakan perlindungan dan utama, untuk mengurangi pengaruhnya
pemanfaatan yang lestari sumber daya terhadap perangkap lainnya.
hayati khususnya jenis-jenis Orthop- Pengumpulan spesimen dilakukan
tera di TNGH-S. dengan menggunakan enam alat pe-
nangkap serangga, yaitu jaring se-

102
Nety Virgo Erawati dan Sih Kahono: Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang

rangga (sweep net) yang diayun ekosistem dan bagaimana kemerataan


sebanyak 15 ayunan, dengan ulangan jumlah individu yang tersebar di antara
sebanyak 5 kali; yellow pan trap jenis tersebut (evenness) (Magurran
sebanyak 10 buah yang dipasang 1987). Pada penelitian keaneka-
selama 24 jam, malaise trap sebanyak ragaman hayati ini menampilkan daftar
2 buah yang dipasang selama 2 hari, jenis dan informasi lainnya, misalnya
pitfall trap sebanyak 10 buah yang jumlah individu, fungsi, dan habitat
dipasang selama 2 hari, bait pitfall trap tempat hidupnya. Dipilih cara meng-
dengan umpan ayam busuk sebanyak ukur keanekaragaman dengan meng-
10 buah yang dipasang selama 24 jam, gunakan Indeks Keanekaragaman Sha-
dan perangkap cahaya 100 watt (light nnon (Indeks Keanekaragaman Sha-
trap) sebanyak 1 buah yang dipasang nnon-Wienner) memakai jumlah jenis,
dari jam 18:30-21:30 WIB. Beberapa kelimpahan atau jumlah individu setiap
metode pengambilan sampel tersebut jenis, dan menggabungkan keduanya.
digunakan dalam penelitian ini agar Nilai keanekaragaman bervariasi, se-
kesempatan menangkap menjadi lebih makin tinggi nilainya berarti keaneka-
tinggi. Beberapa penelitian memodifi- ragaman jenis semakin tinggi. Sebaran
kasi beberapa metode yang sudah ada keanekaragaman (evenness) merupa-
agar hasil tangkapan dapat diperoleh kan perbandingan antara nilai keaneka-
secara optimal dan dapat dibandingkan ragaman yang diperoleh dengan nilai
dan dianalisis secara kuantitatif (Toda keanekaragaman maksimum. Nilai
& Kitcing 1999; Borror et al. 1992). evenness berkisar antara 0 dan 1. Nilai
Identifikasi spesimen dilakukan secara 1 apabila antar species mempunyai
morfospecies, dibandingkan dengan kelimpahan sama atau seragam. Untuk
spesimen ilmiah yang telah teridentifi- mengetahui kesamaan jumlah species
kasi di Laboratorium Entomologi, yang ditemukan pada dua lokasi, atau
Pusat Penelitian Biologi-LIPI dan me- dua bulan yang berbeda pada lokasi
nggunakan beberapa referensi ilmiah. yang sama, atau bulan yang sama pada
Untuk mempermudah dalam analisis lokasi yang berbeda menggunakan
data maka hasil tangkapan dikelom- Indeks Kesamaan Sorenson, nilainya 0
pokkan menurut waktu (Januari, sampai dengan 1, nilai 1 berarti jumlah
Februari, dan Maret) serta tempat (GK species yang ditemukan di dua lokasi
dan GB). adalah sama dan nilai 0 berarti jumlah
Keanekaragaman hayati (biodiver- species yang ditemukan di dua lokasi
sity) sebagai kegiatan yang meng- adalah berbeda sama sekali. Per-
ungkapkan jumlah jenis (kekayaan hitungan lain, kesamaan/kemiripan
jenis atau species richness) yang komposisi spesies antar lokasi (pro-
ditemukan pada suatu komunitas/ porsi species yang sama antar lokasi)

103
J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 100-115

dapat dihitung dengan menggunakan bN = jumlah individu pada lokasi b


Indeks Kesamaan Jaccard, nilainya 0
sampai dengan 1, nilai 1 atau 100% HASIL DAN PEMBAHASAN
berarti species yang ditemukan di dua Keanekaragaman
lokasi memiliki kesamaan/kemiripan Dari data penelitian diperoleh 414
sempurna, dan nilai 0 atau 0% berarti individu Orthoptera yang termasuk
tidak ada kemiripan sama sekali. dalam 9 famili dan 25 jenis. Jumlah
Sampel yang diperoleh dihitung individu di GB lebih tinggi daripada
jumlah individu (N), jumlah famili (F), GK, tetapi jumlah famili dan jenis
dan jumlah jenisnya (S). Keaneka- lebih tinggi di GK daripada GB. Di
ragaman Orthoptera dihitung berdasar- GK diperoleh 136 individu yang
kan indeks keanekaragaman Shannon termasuk dalam 8 famili dan 20 jenis
(H’), sebaran keanekaragaman Sha- dan GB diperoleh 278 individu yang
nnon (E), indeks kesamaan Jaccard termasuk dalam 7 famili dan 15 jenis.
(Cj), indeks kesamaan Sorenson (Cn), Jumlah individu, famili, dan jenis di
serta kelimpahan relatif (KR) GB lebih banyak pada Februari
(Magurran 1987). Persamaan dalam dibandingkan dengan Januari dan
perhitungan indeks tersebut adalah Maret. Di GK, jumlah individu lebih
sebagai berikut: banyak pada Februari (53 individu)
H’ = -∑ni/N ln ni/N tetapi jumlah famili dan jenis lebih
E = H’ ln S banyak pada Maret daripada bulan
Cj = j/(a+b-j) lainnya (Tabel 1).
Cn = 2jN/(aN+bN) Walaupun dalam penelitian ini
KR = ni/N x 100% memiliki jumlah jenis Orthoptera lebih
Keterangan: sedikit dibandingkan yang dilakukan
ni = jumlah individu pada i jenis oleh Erniwati (2003), namun mem-
j = jumlah jenis yang ditemukan punyai informasi baru tentang per-
pada lokasi a dan b bedaan keanekaragaman dan kelimpa-
a = jumlah jenis yang ditemukan an Orthoptera pada dua ekosistem
pada lokasi a yang berbeda di TNGH-S, antara GK
b = jumlah jenis yang ditemukan dan GB. Keanekaragaman Orthoptera
pada lokasi b yang tertinggi di GK ditunjukkan oleh
jN = jumlah kelimpahan terendah banyaknya jumlah jenis yang ditemu-
yang terdapat pada lokasi a dan kan. Jumlah jenis Orthoptera di GK
lokasi b (20 jenis) lebih tinggi dibandingkan
aN = jumlah individu pada lokasi a dengan GB (15 jenis).

104
Nety Virgo Erawati dan Sih Kahono: Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang

Tabel 1. Jumlah individu (N), famili (F), jenis (S), indeks keanekaragaman
Shannon (H’), dan sebaran keanekaragaman Shannon (E) jenis
Orthoptera di GK dan GB, TNGH-S
Lokasi
Januari Februari Maret Subtotal Total

GK
N 34 53 49 136
F 5 6 8 8
S 10 12 14 20
H’ 2,09 1,99 2,08 2,44
E 0,91 0,80 0,79 0,81
GB
N 78 117 83 278
F 5 6 5 7
S 10 12 10 15
H’ 1,62 1,77 1,47 1,80
E 0,70 0,71 0,64 0,66
Subtotal
N 112 170 132 414
F 6 6 9 9
S 14 18 19 25
H’ 1,99 2,09 2,10 2,72
E 0,76 0,72 0,71 0,71
Keterangan : GK = Gunung Kendeng; GB = Gunung Botol

Indeks keanekaragaman Shannon Lebih rendahnya keanekaragaman


dan sebaran keanekaragaman Shannon Orthoptera di GB belum diketahui
(evenness) di GK (H’ = 2,44 dan E = secara jelas. Tidak diukur curah hujan
0,81) lebih tinggi dibandingkan di GB di kedua Gunung tersebut, hanya dari
(H’ = 1,80 dan E = 0,66). Ada korelasi perkebunan teh terdekat (Malasari)
positif antara hasil penelitian Ortho- curah hujan tidak menunjukkan
ptera dan kerabatnya ini dengan perbedaan selama pengamatan. Curah
penelitian Atmowidi (2000), Suantara hujan bulanan selalu di atas 100 mm
(2000), dan Utomo (2001) yang mengindikasikan rendahnya musim
menyatakan bahwa keanekaragaman kering (Whitmore 1984).
dan sebaran keanekaragaman serangga Dari data vegetasi menunjukkan
(Hymenoptera, Lepidoptera, dan Dip- bahwa keanekaragaman flora di GK
tera) di GK lebih tinggi dibandingkan lebih tinggi daripada GB (Manikam
di GB. 1998; Atmowidi 2000; Suantara 2000).
Literatur umum mengatakan bahwa

105
J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 100-115

keanekaragaman serangga berkorelasi turut pada Februari dan Maret. Belum


positif dengan tingkat kompleksitas cukup data yang dapat menerangkan
lingkungannya. Hutan yang lebih secara jelas mengapa keanekaragaman
komplek (jenis tumbuhannya, iklim, pada Januari lebih tinggi daripada di
ekosistemnya, dan landscape) biasanya bulan lainnya. Hal ini dapat disebab-
memiliki keanekaragaman serangga kan karena Januari lebih ‘favorable’
yang lebih tinggi. Sejak tahun 2000 dilihat dari lebih banyaknya daun-daun
hutan di GB telah mengalami berbagai muda (Apud, komunikasi pribadi)
kemunduran karena penebangan dan yang disukai oleh Orthoptera pada
alih fungsi hutan yang memicu umumnya.
tumbuhnya tumbuhan sekunder
Kesamaan
(semak, rumput, dan belukar) yang
Kesamaan jenis Orthoptera ber-
mengundang berbagai jenis serangga
dasarkan indeks kesamaan Jaccard
pendatang setelah suatu lingkungan
antara GK dan GB sebesar 0,40 (Tabel
baru terjadi. Jadi, lingkungan GB
2). Berdasarkan pada bulan peng-
sebagai lingkungan hutan primer plus
ambilan sampel, kesamaan jenis
lingkungan baru. Keanekaragaman
Orthoptera pada Januari, Februari, dan
Orthoptera di GK (2,44) lebih tinggi
Maret di GK berkisar antara 0,29-0,40,
dari pada di GB (1,80) yang berbeda
sedangkan di GB berkisar antara 0,47-
dengan keanekaragaman kumbang di
0,82. Indeks kesamaan jenis Orthop-
GB sedikit lebih tinggi daripada di
tera antar lokasi (GK dan GB) pada
GK, GB (3,59) dan GK (3,55)
ketiga bulan tersebut berkisar antara
(Maulinda 2003). Fenomena keaneka-
0,22-0,44.
ragaman yang demikian banyak terjadi
Kesamaan jenis berdasarkan indeks
pada lingkungan tropis (Wolda 1978).
kesamaan Sorenson di GK dan GB
Berdasarkan waktu pengambilan
sebesar 0,32 (Tabel 3). Berdasarkan
sampel, keanekaragaman tertinggi ter-
bulan pengambilan sampel, kesamaan
jadi pada Maret (H’ = 2,10), disusul
jenis pada Januari, Februari, dan Maret
Februari (H’ = 2,09), dan Januari (H’ =
di GK berkisar antara 0,30-0,53;
1,99). Sebaran indeks keanekaragaman
sedangkan di GB berkisar antara 0,59-
Orthoptera tertinggi terjadi pada
0,71. Indeks kesamaan Sorensen
Januari (E = 0,76), disusul Februari (E
Orthoptera antar lokasi (GK dan GB)
= 0,72), dan Maret (E = 0,71) (Tabel
pada ketiga bulan tersebut berkisar
1). Hal ini menunjukkan bahwa pada
antara 0,15-0,36. Kesamaan Sorrensen,
Januari sebaran jumlah individu
menunjukkan bahwa proporsi jumlah
masing-masing jenis adalah tinggi
spesies Orthoptera yang ditemukan di
(kelimpahan jumlah individu antar
jenis paling tinggi), disusul berturut-

106
Nety Virgo Erawati dan Sih Kahono: Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang

Tabel 2. Indeks kesamaan Jaccard (Cj) Orthoptera pada bulan Januari, Februari,
dan Maret
GK GK GK GB GB GB Total
Lokasi
Januari Februari Maret Januari Februari Maret GK
GK
Januari 1
GK
Februari 0,29 1
GK
Maret 0,50 0,44 1
GB
Januari 0,36 0,22 0,33 1
GB
Februari 0,38 0,33 0,44 0,47 1
GB
Maret 0,33 0,22 0,30 0,82 0,57 1

Total GB 0,40
Keterangan: GB = Gunung Botol; GK = Gunung Kendeng

Tabel 3. Indeks kesamaan Sorenson (Cn) Orthoptera pada bulan Januari,


Februari, dan Maret
GK GK GK GB GB GB Total
Lokasi
Januari Februari Maret Januari Februari Maret GK
GK
Januari 1
GK
Februari 0,30 1
GK
Maret 0,53 0,35 1
GB
Januari 0,32 0,15 0,21 1
GB
Februari 0,21 0,36 0,19 0,59 1
GB
Maret 0,29 0,15 0,18 0,65 0,71 1

Total GB 0,32
Keterangan : GB = Gunung Botol; GK = Gunung Kendeng

107
J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 100-115

GK dan juga di GB adalah sebanyak KR = 16,18%), Rhaphidophora sp. 1


32%. Kesamaan Jaccard, proporsi (Gryllacrididae) (16 individu; KR =
species Orthoptera yang ditemukan di 11,76%), dan Pycnocelus sp. (Blat-
GK dan juga ditemukan di GB tidae) (15 individu; KR = 11,03%)
sebanyak 40%. (Tabel 4 dan Tabel 5).
Jenis yang lebih melimpah di GB
Kelimpahan Jenis
adalah Nemobius sp. (Gryllidae) (101
Nilai kelimpahan relatif (KR) di
individu; KR = 36,33%), kemudian
GK yang paling tinggi adalah famili
disusul berturut-turut oleh Rhaphido-
Blattidae (73 individu; KR = 53,68%),
phora sp. 1 (Gryllacrididae) (87 indi-
kemudian disusul berturut-turut oleh
vidu; KR = 31,29%), Pycnocelus sp.
Gryllidae (20 individu; KR = 14,71%),
(Blattidae) (20 individu; KR = 7,19%)
dan Gryllacrididae (19 individu; KR =
dan Captotetrix interuptus (Tetrigidae)
13,97%). Sedangkan KR di GB yang
(17 individu; KR = 6,12%). Empat
paling tinggi adalah famili Gryllidae
jenis yang lebih melimpah dari pada
(101 individu; KR = 36,33%), ke-
yang lainnya di kedua lokasi tersebut
mudian disusul berturut-turut oleh
adalah Nemobius sp. (106 individu;
Gryllacrididae (92 individu; KR =
KR = 25,60%), Rhaphidophora sp. 1
33,09%), dan Blattidae (52 individu;
(103 individu; KR = 24,88%), Blatta
KR = 18,71%) (Tabel 4 dan Tabel 5).
orientalis (39 individu; KR = 9,42%),
Jenis yang lebih melimpah di GK
dan Pycnocelus sp. (35 individu; KR =
adalah Blatta orientalis (Blattidae) (28
8,45%) (Tabel 4 dan Tabel 5).
individu; KR = 20,59%), kemudian
disusul berturut-turut oleh Grapto-
blatta sp. 1 (Blattidae) (22 individu;

Tabel 4. Jumlah individu (N), jenis (S), dan kelimpahan relatif (KR) masing-
masing famili Orthoptera di TNGH-S
GK GB
Famili (F) Jumlah Jumlah
Jumlah Jumlah
Individu KR (%) Individu KR (%)
Jenis (S) Jenis (S)
(N) (N)
Acrididae 13 3 9,56 8 3 2,88
Tetrigidae 3 1 2,21 17 1 6,12
Gryllacrididae 19 2 13,97 92 2 33,09
Blattidae 73 4 53,68 52 5 18,71
Gryllidae 20 6 14,71 101 1 36,33
Mantidae 6 2 4,41 1 1 0,36
Gryllotalpidae 1 1 0,74 0 0 0
Tettigoniidae 1 1 0,74 0 0 0
Phasmidae 0 0 0 7 2 2,52
Keterangan: GK = Gunung Kendeng; GB = Gunung Botol; KR = Kelimpahan Relatif

108
Nety Virgo Erawati dan Sih Kahono: Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang

Tabel 5. Jumlah individu (N) dan kelimpahan relatif (KR) jenis* Orthoptera di
GK dan GB, TNGH-S
GK GB Total
Famili Jumlah Jumlah Jumlah
Jenis individu KR (%) individu KR (%) individu KR (%)
(N) (N) (N)
Acrididae
Phlaeoba sp. 11 8,09 2 0,72 13 3,14
Erucius sp. 1 0,74 1 0,36 2 0,48
Trilophidia sp. 1 0,74 5 1,80 6 1,45
Tetrigidae
Captotetrix
3 2,21 17 6,12 20 4,83
interuptus
Gryllacrididae
Rhaphidophora sp. 1 16 11,76 87 31,29 103 24,88
Rhaphidophora sp. 2 3 2,21 5 1,80 8 1,93
Blattidae
Rhicnoda rugosa 8 5,88 0 0 8 1,93
Blatta orientalis 28 20,59 11 3,96 39 9,42
Graptoblatta sp. 1 22 16,18 9 3,24 31 7,49
Graptoblatta sp. 2 0 0 1 0,36 1 0,24
Pycnocelus sp. 15 11,03 20 7,19 35 8,45
Epilampra sp. 0 0 11 3,96 11 2,66
Gryllidae 0 0 0 0 0 0
Trydactilus sp. 1 0,74 0 0 1 0,24
Itara microcephala 10 7,335 0 0 10 2,42
Nemobius sp. 5 3,68 101 36,33 106 25,60
Muctibulus sp. 2 1,47 0 0 2 0,48
Cyclopaglum sp. 1 0,74 0 0 1 0,24
Gymnogryllus
1 0,74 0 0 1 0,24
elegans
Mantidae
Gonypeta punctata 5 3,68 0 0 5 1,21
Ceratocrania macra 1 0,74 0 0 1 0,24
Hierodula vitrea 0 0 1 0,36 1 0,24
Gryllotalpidae
Gryllotalpa africana 1 0,74 0 0 1 0,24
Tettigoniidae
Paragraecia sp. 1 0,74 0 0 1 0,24
Phasmidae
Phasmidae sp. 1 0 0 1 0,36 1 0,24
Phasmidae sp. 2 0 0 6 2,15 6 1,69
Keterangan:
* = Penamaan jenis secara morfospecies
GK = Gunung Kendeng
GB = Gunung Botol
KR = Kelimpahan Relatif

109
J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 100-115

Beberapa jenis yang hanya ditemu- omnivora, predator, dan pemakan


kan di GK adalah Rhicnoda rugosa bangkai (scavenger). Orthoptera yang
(Blattidae), Trydactilus sp., Itara berperan sebagai herbivora lebih
microcephala, Muctibulus sp., Cyclo- dominan daripada kelompok lainnya.
paglum sp., Gymnogryllus elegans Orthoptera herbivora terdiri dari famili
(Gryllidae), Gonypeta punctata, Cera- Acrididae, Tetrigidae, Tettigoniidae,
tocrania macra (Mantidae), Gryl- Gryllotalpidae, dan Gryllidae. Orthop-
lotalpa africana (Gryllotalpidae), dan tera omnivora adalah famili Blattidae,
Paragraecia sp. (Tettigoniidae). Jenis scavenger famili Gryllacrididae, dan
yang hanya ditemukan di GB adalah predator famili Mantidae.
Graptoblatta sp. 2, Epilampra sp. Dari 171 individu (14 jenis)
(Blattidae), Hierodula vitrea (Manti- Orthoptera herbivora yang tertangkap,
dae), Phasmidae sp. 1, dan Phasmidae walaupun hanya 38 individu terdapat
sp. 2 (Phasmidae) (Tabel 4 dan Tabel di GK namun keanekaragamannya
5). sangat tinggi yaitu 12 jenis, sebaliknya
Penelitian komunitas serangga sela- dari 133 individu yang tertangkap di
ma setahun lebih oleh Kahono & Woro GB hanya terdiri dari 7 jenis. Dari 125
(2002) menunjukkan adanya sinkroni- individu (6 jenis) Orthoptera omnivora
sasi antara hujan dan populasi se- yang tertangkap, jumlah individu dan
rangga, namun dalam penelitian ini jumlah jenisnya di GK dan GB tidak
hanya dilakukan dalam waktu tiga terlalu berbeda 73 individu (4 jenis) di
bulan, maka tidak jelas apakah naik- GK dan 52 individu (5 jenis) di GB.
turunnya populasi selama pengamatan Dari 111 individu (2 jenis) Orthoptera
berkaitan dengan naik-turunnya curah scavenger yang tertangkap, keduanya
hujan. dijumpai di GK dan GB. Jumlah indi-
Kelimpahan jumlah individu antar vidu di GB (92 individu) jauh lebih
spesies Orthoptera di GK lebih banyak daripada di GK (19 individu).
seragam (0,81) dari pada di GB (0,66). Dari 7 individu (3 jenis) Orthoptera
Hal yang mirip pada kelimpahan predator yang tertangkap, dua jenis (6
jumlah individu antar spesies kumbang individu) hanya dijumpai di GK, satu
di GK sedikit lebih seragam (0,76) dari jenis (1 individu) hanya dijumpai di
pada di GB (0,72) (Maulinda 2003). GB (Tabel 6).
Belalang dan kerabatnya ordo
Peranan Orthoptera
Orthoptera yang paling banyak
Berdasarkan peranannya di alam,
ditemukan di TNGH-S (GK dan GB)
jenis-jenis dari ordo Orthoptera di
berperan sebagai herbivora sebesar
TNGH-S berperan sebagai herbivora,

110
Nety Virgo Erawati dan Sih Kahono: Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang

(41%) yang terdiri dari famili Acridi- (Mantidae). Orthoptera yang berperan
dae, Tetrigidae, Tettigoniidae, Gryl- sebagai herbivora mendominasi di
lotalpidae, dan Gryllidae, yang diikuti TNGH-S (Gambar 1). yang dilakukan
berturut-turut oleh kelompok omnivora oleh Rizali et al. (2002) yang
30% (Blattidae), scavenger 27% mengemukakan bahwa serangga yang
(Gryllacrididae), dan predator 2% ditemukan di lahan persawahan tepian

Tabel 6. Pembagian peranan pada kelompok Orthoptera yang ditemukan di GK


dan GB, TNGH-S
GK GB Total
PERAN Jml. jenis Jml. indiv. Jml. jenis Jml. indiv. Jml. jenis Jml. indiv.
Herbivora 12 38 7 133 14 171
Omnivora 4 73 5 52 6 125
Scavenger 2 19 2 92 2 111
Predator 2 6 1 1 3 7
TOTAL 20 136 15 278 25 414

60
48
40
%
20

0 16 17,6
9,2 8 8
4, 1, 4

Herbivora Omnivora Scavenger Predator


60

50

40
32,1
% 28
30
20 22,2
20
12,6
8
10 4
0,2
0
Herbivora Omnivora Scavenger Predator
Gambar 1. Persentase dari total jumlah jenis (biru) dan kelimpahan individu
(merah) Orthoptera yang dijumpai dalam penelitian berdasarkan
peranannya di GK (kiri) dan GB (kanan)

111
J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 100-115

hutan dalam wilayah TNGH-S dido- Gunung Kendeng (136 individu). Jenis
minasi oleh serangga herbivora. Se- yang melimpah di Gunung Kendeng
rangga herbivora merupakan pemakan adalah Blatta orientalis, Rhaphido-
tumbuhan dan dapat menempati ham- phora sp 1, Pycnocelus sp., Phlaeoba
pir semua tipe habitat, baik pada sp., dan Itara microchepala, sebalik-
kanopi atau tajuk pohon dan belukar. nya di Gunung Botol adalah Nemobius
Orthoptera omnivora sebagai pemakan sp., Rhaphidophora sp 1, dan Pycno-
segala jenis makanan, biasanya lebih celus sp. Jenis-jenis yang termasuk
dikenal sebagai perombak yang me- famili Phasmidae tidak ditemukan di
nempati hampir semua tipe habitat Gunung Kendeng, sebaliknya yang
hutan seperti serasah dan material termasuk Gryllotalpidae dan Tetti-
organik tumbuhan. Orthoptera sca- gonidae tidak ditemukan di Gunung
venger merupakan pemakan bangkai, Botol. Sepuluh jenis (Rhicnoda
biasanya hidup pada permukaan tanah rugosa, Trydactilus sp., Itara micro-
dan serasah (Meyer 2001). cephala, Muctibulus sp., Cyclopaglum
Kecuali scavenger, persentase jenis sp., Gymnogryllus elegans, Gonypeta
Orthoptera yang bersifat herbivora, punctata, Ceratocrania macra, Gryllo-
omnivora, dan predator di GK lebih talpa africana, and Paragraecia sp.)
tinggi daripada yang terdapat di GB. hanya ditemukan di Gunung Kendeng.
Hal demikian juga terjadi pada Lima jenis (Graptoblatta sp. 2,
kelimpahan individu omnivora dan Epilampra sp., Hierodula vitrea, Phas-
predator. Sebaliknya, kelimpahan indi- midae sp. 1, and Phasmidae sp. 2)
vidu herbivora, scavenger di GB lebih hanya ditemukan di Gunung Botol.
tinggi daripada di GK (Gambar 1). Kelompok belalang dan kerabatnya
Walaupun tidak begitu jelas alasannya yang dominan di Gunung Kendeng dan
namun kondisi ini menunjukkan bahwa Botol adalah jenis-jenis yang berperan
lingkungan di GK lebih baik daripada sebagai herbivora daripada omnivora,
GB (Simbolon & Mirmanto 1997). scavenger, dan predator.

KESIMPULAN UCAPAN TERIMA KASIH


Berdasarkan hasil yang telah Saudara Sarino (teknisi Labo-
diperoleh dapat disimpulkan bahwa. ratorium Entomologi, Bisang Zoologi)
Keanekaragaman belalang dan ke- dan Hendi (Citalahab, Malasari) yang
rabatnya di Gunung Kendeng lebih telah membantu pelaksanaan penelitian
tinggi (20 jenis dan 8 famili) daripada di lapangan. Dra. Erniwati dan teknisi
Gunung Botol (15 jenis dan 7 famili), laboratorium Entomologi, Bidang
tetapi kelimpahannya lebih tinggi di Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI
Gunung Botol (278 individu) daripada yang telah membantu sorting,

112
Nety Virgo Erawati dan Sih Kahono: Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang

mounting, dan identifikasi. Kepala Erniwati. 2003. Belalang (Orthoptera)


Balai Taman Nasional Gunung dan kekerabatannya. Di dalam:
Halimun atas ijin yang telah diberikan. Amir M, Kahono S (ed.). Serangga
Dr. Tri Atmowidi, M.Si. atas Taman Nasional Gunung Halimun
bimbingannya yang telah dilakukan. Jawa Barat. Biodiversity Conser-
Kepada mereka semua kami meng- vation Project. Hal. 63-76.
ucapkan banyak terima kasih. Gwynne DT, DeSutter L, Flook P,
Rowell H. 1996. Orthoptera. Cric-
DAFTAR PUSTAKA kets, katydids, grasshoppers, etc.
Version 01 January 1996.
Atmowidi T. 2000. Keanekaragaman Kahono S. 2006. Respon adaptif
morfospesies Hymenoptera para- kumbang lembing pemakan daun
sitoid dan senyawa Antiherbivora Henosepilachna vigintictopuchtata
di Taman Nasional Gunung Hali- (Fabricius) (Coleoptera: Coccinel-
mun, Jawa Barat [tesis]. Bogor: lidae: Epilachninae) dan tumbuhan
Institut Pertanian Bogor. inangnya terhadap musim kemarau
Borror DJ, Triplehorn CA, Johson NF. di daerah beriklim tropis kering
1992. Pengenalan Pelajaran Se- Pasuruan dan Malang – Jawa
rangga. Partosoedjono S, Timur. Berita Biologi 8(3): 193-
penerjemah. Yogyakarta: Gadjah 200.
Mada University Press. Terjemah- Kahono S, Amir M. 2003. Ekosistem
an dari: An Introduction to Study of dan khasanah serangga Taman
Insect. Nasional Gunung Halimun. Di
Borror DJ, White RE. 1970. Field dalam: Amir M & Kahono S. (ed.),
Guide Insects. New York: Serangga Taman Nasional Gunung
Houghton Mifflin Company. Halimun Jawa Barat. Biodiversity
Campbell, Neil A. 2009. Biology Conservation Project. Hal. 1-22.
concepts and connections. 6th (ed.), Kahono S, Noerdjito WA. 2002.
Benjamin-Cummings Pub Co. Fluctuation of Rainfall and Insect
Djuwarsah M. 1997. The Soil of Community in Gunung Halimun
Gunung Halimun National Park. National Park, West Java.
Reasearch and Conservstion of Research and Conservation of
Biodiversity in Indonesia. In: The Biodiversity in Indonesia, Vol. IX,
Inventory of Natural Resources in 157-169.
Gunung Halimun National Park. Kalshoven LGE. 1981. Pests of Crops
Vol. II. Biodiversity Conservation in Indonesia. Laan PA van der,
Project. penerjemah. Jakarta : PT Ichtiar
Baru-van Hoeve. Terjemahan dari

113
J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 100-115

: De Plagen van de Cultuur- species: a case of study. Conser-


gewassen in Indonesie. vation Biology 10 (1): 99-109.
LAI. 2007. Holy Bible. New Inter- Primack RB, Supriatna J, Indrawan M,
national Version. Jakarta: Lembaga Kramadibrata P. 1988. Biologi
Alkitab Indonesia.. Konservasi. Jakarta: Yayasan Obor
Magurran AE. 1987. Ecological Indonesia.
Diversity and Its Measurement. Porter EE, Redak RA. 1996. Short-
London: Chapman and Hill. term recovery of grasshopper
Makihara H, Noerdjito WA, Sugiarto. communites (Orthoptera: Acridi-
2002. Longicorn Beetles from dae) of a California native gras-
Gunung Halimun National Park, sland after prescribe burning.
West Java, Indonesia from 1997- http://www.ags.uci.edu/eporter/res
2002 (Coleoptera, Disteniidae and earch.html. [diakses 3 Februari
Cerabycidae). Bulletin of Forestry 2003].
and Forest Products Research Rentz DCP. 1996. Grasshopper
Institute 1 (3, 384): 189-223. Country. Australia: CSIRO.
Manikam PJ. 1998. Gunung Halimun Rizali A, Buchori D, Triwidodo H.
National Park Plan Book I. 2002. Keanekaragaman serangga
Research and Conservation of pada lahan persawahan-tepian
Biodiversity in Indonesia. Vol III. Hutan: Indikator kesehatan ling-
Bogor: Information System and kungan. Hayati 9(2):41-47.
Park Management of Gunung Simbolon H & Mirmanto E. 1997.
Halimun National Park. Altitudinal zonation of the forest
Maulinda D. 2003. Keragaman vegetation in GHNP, West Java.
Kumbang di Taman Nasional Gu- In: Research and Conservation of
nung Halimun, Jawa Barat [skrip- Biodiversity in Indonesia vol. II.
si]. Bogor: IPB. The Inventory of Natural
Meyer JR. 2001. Orthoptera. http: Resources in GHNP. p. 14-35.
//www. cals. nscuedu/ course/ Suantara IN. 2000. Keragaman kupu-
ent425/ compendium/ orthop.htmal kupu (Lepidoptera) di Taman
[diakses 22 Maret 2002]. Nasional Gunung Halimun, Jawa
Oliver L, Beatti AJ. 1992. A possible Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas
method for the rapid assesment of Pertanian IPB.
biodiversity. Conservation Biology Toda MJ, Kitcing RL. 1999. Forest
7: 562-568. Ecosystem: the assessment of plant
Oliver L, Beatti AJ. 1996. Invertebrate and animal biodiversity in forest
morphospecies as surrogates for ecosystem. International Biodiver-
sity Observation Year.

114
Nety Virgo Erawati dan Sih Kahono: Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang

Utomo S. 2001. Keanekaragaman Wolda H. 1978. Seasonal fluctuation


Ordo Diptera (Insecta) di Gunung in rainfall, food and abundance of
Kendeng dan Gunung Botol, tropical insects. Journal of Animal
Taman Nasional Gunung Halimun, Ecology 47:369-381.
Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Wolda H. 1983. Diversity, diversity
Institut Pertanian Bogor, Fakultas indices and tropical cockroaches.
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Oecologia 58:290-298.
Alam. Wolda H, Wong H. 1988. Tropical
Whitmore TC. 1984. Tropical rain insect diversity and seosonality
nd
Forests of the Far East. 2 ed. Sweep samples vs Light trap.
Oxford: Clarendon Press. Prociding Entomology 91(2):203-
Willemse LPM. 2001. Fauna Ma- 216.
lesiana Guide to Pest Orthoptera
of Indomalayan Region.
Netherlands: Buckhuy Publiser.
_____________________

115
Journal Of Marine Research.
Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 16-22
Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

Struktur Komunitas Zooplankton di Ekosistem Lamun Alami dan


Berbagai Lamun Buatan Perairan Teluk Awur, Jepara

Tasa Hibatul W*), Ita Riniatsih, Ria Azizah TN

Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Dipenogoro
Kampus Tembalang, Semarang 50275 Telp/Fax. 024-7474698
email:hiibatulwafi@gmail.com

Abstrak

Zooplankton adalah salah satu komponen dalam rantai makanan yang diukur dalam
kaitannya dengan nilai produktivitas suatu ekosistem. Hal ini dikarenakan zooplankton
merupakan rantai penghubung utama diantara plankton dan nekton. Perairan Teluk Awur
merupakan perairan dangkal dengan kedalaman kurang dari 10 meter. Perairan ini juga
mengalami tekanan dari berbagai aktivitas manusia. Penelitian ini dilakukan di perairan Teluk Awur,
Kecamatan Tahunan, Jepara. Metode yang digunakan adalah metode studi kasus dengan sifat eksploratif
dengan pengumpulan data menggunakan metode Sample Survey Method. Stasiun yang ditetapkan
sebagai lokasi penelitian yaitu Stasiun 1 merupakan ekosistem lamun alami, sedangkan untuk Stasiun 2,
3, dan 4 merupakan ekosistem lamun buatan. Pengambilan sampel dilakukan setiap 2 minggu sekali
sebanyak 4 kali sampling masing-masing 3 kali pengulangan menggunakan planktonnet dengan ukuran
mata jaring 45 µm. Pengambilan sampel dilakukan secara horizontal pada pagi hari dimulai pada bulan
Juli 2012 hingga bulan September 2012. Hasil penelitian diperoleh 37 genus pada ekosistem lamun
alami, sedangkan pada ketiga ekosistem lamun buatan total diperoleh 51 genus. Kelimpahan zooplankton
pada ekosistem lamun alami memiliki nilai 3845,482 ind/l sedangkan pada ekosistem lamun buatan rata-
rata 3146,303 ind/l. Indeks Keanekaragaman zooplankton menunjukkan kanekaragaman yang sedang,
diperoleh rata-rata 2,08 pada ekosistem lamun alami dan diperoleh rata-rata 2,15 pada ekosistem lamun
buatan. Indeks Keseragaman diperoleh hasil rata-rata 0,48 pada ekosistem lamun alami, sementara
pada ekosistem lamun buatan diperoleh hasil rata-rata 0,50 menunjukkan bahwa tingkat keseragaman
sedang. Indeks Dominansi pada ekosistem lamun alami memiliki nilai rata-rata 0,51 menunjukkan bahwa
tingkat dominasi sedang dan ekosistem lamun buatan memiliki nilai rata-rata 0,49 menunjukkan bahwa
tingkat dominasi rendah.

Kata kunci : Zooplankton; Struktur Komunitas; Ekosistem Lamun Alami dan Buatan

Abstract

Zooplankton are one component in the food chain as measured in relation to the productivity
value of an ecosystem. This is because the zooplankton is a major connecting link between plankton and
nekton. Teluk Awur Waters are shallow waters with depths less than 10 meters. These waters are also
under pressure from various human activities. The aim of this research were to find out the community
structure of Zooplankton on native and artificial seagrass ecosystems in Teluk Awur waters, Jepara. The
method of this research was a case study method with the exploratory nature of data collection used
Sample Survey Method. The location was set as a research Station was the Station 1, as the native
seagrass, and Station 2, 3, and 4 as the artificial seagrass. Sampling was conducted every 2 weeks for 4
times of sampling of each 3 times making use planktonnet with mesh size 45 µm. Sampling was carried
out horizontally in the morning on July 2012 to September 2012. The results obtained 37 genera on
native seagrass, while on the third of artificial seagrass was obtained 51 genera. Abundance obtained on
the native seagrass was an average of 3845,482 specs/L and on the artificial seagrass was an average of
3146,303 specs/L. Diversity of zooplankton showed the medium diversity, an average of 2,08 obtained
on the native seagrass and an average of 2,15 obtained on the artificial seagrass. Homogenity obtained
average of 0,48 on the native seagrass and 0,50 on the artificial seagrass which is showed that the level
of homogeneity is in medium range. The index of domination on the native seagrass was obtained an
average 0,51 which is showed that the level of dominance is in medium range and on the artificial was
obtained an average 0,49 which is showed that the level of dominance is in low range.

Keywords : Zooplankton; Community Structure; Native and Artificial Seagrass

*) Penulis penanggung jawab


16
Journal Of Marine Research.
Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 16-22
Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

PENDAHULUAN mempengaruhi produktivitas perairan dan


secara tidak langsung dapat mempengaruhi
Sebagian besar wilayah dunia kondisi ekosistem lamun di perairan ini.
merupakan laut. Meskipun demikian hanya
sebagian kecil merupakan wilayah yang Dampak yang nyata dari degradasi
produktif yaitu wilayah laut dangkal. padang lamun mengarah pada penurunan
Wilayah laut dangkal merupakan tempat keragaman biota laut sebagai akibat hilang
beberapa ekosistem bahari yang produktif atau menurunnya fungsi ekologi dari
seperti mangrove, estuaria, terumbu ekosistem ini. Berdasarkan dari kondisi
karang, dan padang lamun (Hutomo dan lamun diatas, maka perlu dilakukan
Azkab, 1987). penelitian untuk melihat struktur komunitas
zooplankton pada ekosistem lamun
Lamun adalah tumbuhan air tersebut. Pembuatan padang lamun buatan
berbunga yang mempunyai kemampuan dimaksudkan untuk studi hunian
adaptasi untuk hidup pada lingkungan laut. penciptaan habitat baru bagi organisme
Lamun mempunyai kemampuan untuk laut di perairan tersebut.
hidup di media air asin, mampu berfungsi
normal dalam keadaan terbenam, Penelitian ini bertujuan untuk
mempunyai sistem perakaran yang mengetahui kelimpahan, indeks
berkembang dengan baik, mempunyai keanekaragaman, indeks keseragaman,
kemampuan berkembang biak secara indeks dominasi dan komposisi jenis
generatif dalam keadaan terbenam, dan zooplankton pada ekosistem lamun alami
dapat berkompetisi dengan organisme lain dan buatan di perairan Teluk Awur,
dalam keadaaan kondisi stabil atau tidak Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara.
pada lingkungannya (Hutomo dan Azkab,
1987).
MATERI DAN METODE
Zooplankton adalah salah satu
komponen dalam rantai makanan yang Materi yang digunakan dalam
diukur dalam kaitannya dengan nilai penelitian ini adalah zooplankton yang
produksi suatu ekosistem. Hal ini diambil dari Perairan Teluk Awur,
dikarenakan zooplankton merupakan rantai Kabupaten Jepara.
penghubung utama diantara plankton dan Metode yang digunakan dalam
nekton (Odum, 1971 dalam Endrawati et penelitian ini adalah studi kasus dengan
al., 2000). sifat eksploratif. Studi kasus merupakan
metode penelitian terhadap suatu kasus
Perairan Teluk Awur merupakan secara mendalam yang berlaku pada
perairan dangkal dengan kedalaman kurang waktu, tempat dan populasi yang terbatas,
dari 10 meter. Dasarnya melandai ke arah sehingga memberikan gambaran tentang
barat laut, kondisi perairannya pada lokasi situasi dan kondisi secara lokal dan
tertentu sangat keruh. Perairan ini juga hasilnya tidak dapat digeneralisasikan pada
mengalami tekanan dari berbagai aktivitas waktu dan tempat yang berbeda (Hadi,
manusia. Perairan tersebut merupakan 1993). Metode eksploratif adalah metode
jalur transportasi kapal para nelayan yang bertujuan untuk menggali secara luas
setempat dalam mencari ikan. Keadaan tentang sebab atau hal yang
yang demikian dikhawatirkan akan
17
Journal Of Marine Research.
Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 16-22
Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

mempengaruhi terjadinya sesuatu zooplankton hanya dilakukan sampai


(Arikunto, 1993). genus dengan buku pustaka Yamaji (1996).
Pengambilan sampel dilakukan pada
tanggal 7 Juli 2012 – 9 September 2012.
Pengambilan sampel dilakukan 2 minggu
Kelimpahan Zooplankton
sekali sebanyak 4 kali sampling.
Pengambilan sampel dilakukan pada empat Menurut Arinardi et al., (1996),
tempat, yaitu stasiun 1, stasiun 2, stasiun kelimpahan zooplankton dihitung
3, dan stasiun 4. Stasiun 1 merupakan menggunakan rumus berikut:
padang lamun alami yang tumbuh di
perairan Teluk Awur, sedangkan stasiun 2,
3, dan 4 merupakan padang lamun buatan, , di mana: V = π r2 t
yaitu semak plastik untuk stasiun 2,
transplantasi lamun untuk stasiun 3, dan
K = kelimpahan (ind/l)
tali kalas untuk stasiun 4 (Rani et al.,
n = jumlah individu dalam satu fraksi
2010). Pengambilan sampel zooplankton
V = volume air tersaring (m3)
menggunakan planktonnet ukuran mesh
π = 3,14
size 45 µm secara horizontal dengan sistem
r = jari-jari (m)
aktif yaitu menarik planktonnet.
t= kedalaman

Metode yang digunakan dalam


Indeks Keanekaragaman
penentuan lokasi sampling adalah
purposive sampling method yaitu
Menurut Arinardi et al., (1996)
mengambil beberapa lokasi dengan
indeks keanekaragaman zooplankton
pertimbangan keadaan lingkungan yang
dihitung berdasarkan rumus Shanon &
ada di lapangan dengan kelompok kunci
Weaver:
yang mewakili keseluruhan (Sudjana,
1996).
, di mana:
Pengukuran parameter lingkungan
meliputi suhu, salinitas, kecepatan arus, H’ = Indeks keanekaragaman
kedalaman, kecerahan, nitrar, fosfat, DO, Pi = kelimpahan relatif dari jenis biota ke-i
dan kandungan bahan organik. Pengukuran = jumlah individu suatu jenis
kadar nutrien dan kandungan bahan
= jumlah sel dari seluruh jenis
organik dilakukan dengan membawa air
sampel dari lapangan dianalisakan di s = jumlah jenis biota dalam contoh
Wahana laboratorium Semarang.
Kisaran kriteria indeks keanekaragaman
Identifikasi sampel dilakukan dengan menurut Wilhm (1975) adalah:
bantuan mikroskop perbesaran 40x dan
sedgwick rafter yang volumenya 1000 H’ ≤ 1 : keanekaragaman rendah
mm3. Sampel zooplankton diambil dengan 1 < H’ ≤ 3 : keanekaragaman sedang
menggunakan pipet kemudian dimasukkan H’ > 3 : keanekaragaman tinggi
ke sedgwick rafter. Sampel kemudian
diamati jumlah dan diidentifikasi genusnya. Indeks Keseragaman
Dengan segala keterbatasan yang ada dan
tingkat ketelitian alat maka identifikasi Rohmimohtarto dan Juwana (1999)
mengemukakan bahwa indeks
18
Journal Of Marine Research.
Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 16-22
Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

keseragaman menunjukan pola sebaran


biota, yaitu merata atau tidak. Rumus yang
digunakan adalah rumus (Krebs, 1985):

e = H' / H maks

e = indeks keseragaman
H’ = indeks keanekaragaman
H maks = ln s (s=jumlah spesies yang
ditemukan)
Kisaran untuk indeks kesergaman menurut
Krebs (1985) adalah: Gambar 1. Kelimpahan Zooplankton (ind/l)
e > 0,6 = Keseragaman jenis tinggi Pada Ekosistem Lamun alami
0,4 < e < 0,6 = Keseragaman jenis sedang dan Berbagai Lamun Buatan di
Perairan Teluk Awur, Jepara
e < 0,4 = Keseragaman jenis rendah
Berdasarkan Stasiun.

Indeks Dominansi Hasil pengamatan terhadap rata-


rata indeks keanekaragaman zooplankton
Menurut Odum (1993), indeks menunjukkan kisaran tertinggi berada di
dominasi dinyatakan dengan rumus: stasiun 3 yaitu 2,26 dan terendah di stasiun
2 yaitu 2,05. Sedangkan untuk stasiun 1
.
dan 4 memiliki nilai rata-rata 2,08 dan 2,50
(Gambar 2).
Kisaran indeks dominansi menurut Krebs
(1985) adalah:
D < 0,5 : dominansi rendah
0,5 < D < 1 : dominansi sedang
D>1 : dominansi tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian di


ekosistem padang lamun perairan Teluk
Awur Kabupaten Jepara secara keseluruhan
ditemukan 71 genus yang termasuk Gambar 2. Indeks Keanekaragaman
kedalam 7 filum. Filum tersebut adalah Zooplankton Pada Ekosistem
Annelida, Arthropoda, Chaetognatha, Lamun alami dan Berbagai
Chordata, Cnidaria, Moluska, dan Protozoa. Lamun Buatan di Perairan Teluk
Hasil pengamatan terhadap Awur, Jepara Berdasarkan
Stasiun.
kelimpahan Zooplankton pada stasiun 1
memiliki nilai rata-rata 3845,482 ind/l.
Hasil pengamatan terhadap rata-rata
Untuk stasiun 2 memiliki nilai rata-rata
indeks keseragaman zooplankton
2718,056 ind/l. Untuk stasiun 3 memiliki
menunjukkan kisaran tertinggi berada di
nilai rata-rata 3303,618 ind/l, sedangkan
stasiun 3 yaitu 0,52 dan terendah di stasiun
untuk stasiun 4 memiliki nilai rata-rata
1 dan 2 yaitu 0,48. Sedangkan untuk
3417,235 ind/l (Gambar 1).
stasiun 4 memiliki nilai rata-rata 0,50
(Gambar 3).

19
Journal Of Marine Research.
Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 16-22
Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

Crustacea pada perairan berkaitan dengan


sifat omnivora atau pemakan segala
(fitoplankton, zooplankton, detritus),
sehingga mudah untuk mendapatkan
makanan.
Menurut Arinardi et al., (1997)
komposisi dan kelimpahan plankton sangat
dipengaruhi oleh kondisi perairan setempat
seperti pola sirkulasi air dan tingkat
kekeruhan. Ditambahkan oleh Basmi
(1995) cahaya merupakan suatu faktor
pembatas utama terhadap distribusi
Gambar 3. Indeks Keseragaman tumbuhan termasuk fitoplankton di
Zooplankton Pada Ekosistem perairan.
Lamun alami dan Berbagai
Lamun Buatan di Perairan Kelimpahan rata-rata zooplankton
Teluk Awur, Jepara pada ekosistem lamun alami dan berbagai
Berdasarkan Stasiun. lamun buatan di perairan Teluk Awur,
Jepara berdasarkan stasiun pengamatan
Hasil pengamatan terhadap rata-rata
menunjukkan kisaran tertinggi terdapat
indeks dominasi zooplankton menunjukkan
pada stasiun 1 yang merupakan ekosistem
kisaran tertinggi berada di stasiun 1 dan 2
lamun alami dan terendah pada stasiun 2
yaitu 0,51 dan terendah di stasiun 3 yaitu
yang merupakan ekosisteam lamun buatan
0,47. Sedangkan untuk stasiun 4 memiliki
yang terbuat dari semak plastik. Stasiun 1
nilai rata-rata 0,49 (Gambar 4).
merupakan ekosistem lamun alami yang
meiliki kerapatan cukup tinggi. Azkab
(2000) menjelaskan bahwa salah satu sifat
dari ekosistem lamun yaitu sebagai
pendaur zat hara. Zat hara tersebut
dimanfaatkan oleh fitoplankton yang
mengakibatkan tingginya nilai kelimpahan
zooplankton, karena zooplankton
memanfaatkan fitoplankton sebagai
makanannya.

Indeks keanekaragaman pada


Gambar 4. Indeks Dominansi Zooplankton ekosistem lamun alami dan buatan
Pada Ekosistem Lamun alami termasuk kedalam kategori sedang.
dan Berbagai Lamun Buatan di Menurut Odum (1993), hal ini berhubungan
Perairan Teluk Awur, Jepara dengan genus zooplankton yang tidak
Berdasarkan Stasiun. merata, selain itu dikaitkan dengan
lemahnya suatu organisme dalam bersaing
Hasil komposisi zooplankton
dengan organisme lain yang lebih adaptif.
menunjukkan bahwa Filum Arthropoda
terutama kelas crustacea dan subkelas Indeks keseragaman pada ekosistem
Copepoda merupakan jumlah yang paling lamun alami dan berbagai lamun buatan
banyak ditemukan. Hal ini sesuai dengan termasuk kedalam kategori sedang. Hal ini
pendapat Arinardi (1996) bahwa dominasi menunjukan kondisi habitat yang dihuni
20
Journal Of Marine Research.
Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 16-22
Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

relatif baik untuk perkembangan dan UCAPAN TERIMA KASIH


pertumbuhan masing-masing spesies.
Penulis menyampaikan terima kasih
Indeks dominasi yang diperoleh kepada semua pihak yang telah membantu
setelah dilakukan pengamatan pada dalam penyusunan artikel ini.
ekosistem lamun alami termasuk kedalam
kategori sedang, sedangkan untuk lamun DAFTAR PUSTAKA
buatan termasuk kedalam kategori rendah.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Odum Arikunto, S. 1993. Prosedur Penelitian :
(1993) menjelaskan bahwa kriteria indeks Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.
dominasi dikatakan rendah apabila nilai Jakarta. 337 hlm.
indeks dominasi kurang dari 0,5 dikatakan
sedang apabila nilai indeks dominasi berada Arinardi, O. H., Trimaningsih, S. H. Riyono,
antara 0,5-1 dan dikatakan tinggi apabila dan Elly Asnaryati. 1996. Kisaran
nilai indeks dominasi lebih dari 1. Hal ini Kelimpahan dan Komposisi Plankton
menunjukan bahwa struktur komunitas Predominan di Kawasan Tengah
dalam keadaan stabil dan tidak terjadi Indonesia. P3O-LIPI. Jakarta.
tekanan ekologis terhadap biota di habitat
tersebut. Arinaridi O.H., A.B. Sutomo, S.A. Yusuf,
Trimaningsih, A. Elly, dan S.H. Riyono.
1997. Kisaran Kelimpahan Dan Komposisi
KESIMPULAN Plankton Predominan Di Perairan Kawasan
Timur Indonesia. LIPI. Jakarta.
Komposisi zooplankton yang
ditemukan selama penelitian yaitu 71 Azkab, M.H. 2000. Struktur dan Fungsi
genus yang termasuk kedalam 7 filum. Pada Komunitas Lamun. Oseana, Volume
Jenis zooplankton yang paling sering XXV, Nomor 3, 2000: 9-17. ISSN 0216-
ditemukan yaitu Larva Polychaeta, Acartia, 1877.
Calanus, Macrosetella, Oikopleura,
Hippopodius, Larva Bivalvea, Limacina, Basmi, J. 1995. Planktonologi: Produksi
Globigerina, dan Tintinopsis. Kelimpahan Primer. Fakultas Perikanan Institut
zooplankton pada lamun alami rata-rata Pertanian Bogor, Bogor.
3845,482 ind/l sedangkan pada lamun
buatan rata-rata 3146,303 ind/l. Endrawati, H., M. Zainuri, dan Hariyadi.
Keanekaragaman pada lamun alami dan 2000. The Abundance of zooplankton as
lamun buatan termasuk ke dalam kategori Secondary Producer at Awur Bay in the
sedang. Begitu juga untuk keseragaman, Northern Central Java Sea. Journ. Coast.
padang lamun alami dan lamun buatan Dev. 4 (1) : 481 – 489.
termasuk ke dalam kategori sedang,
sedangkan untuk dominasi pada lamun Hadi, S. 1993. Metodologi Research,
alami termasuk kategori sedang dan pada Penulisan Paper, Skripsi, Thesis dan
lamun buatan termasuk kategori rendah. Disertasi. Yayasan Penerbit Fakultas
Hal ini menunjukan bahwa tidak ada jenis Psikologi Universitas Gajah Mada.
zooplankton yang mendominasi secara Yogyakarta. 218 hal.
ekstrim.
Hutomo, M., dan M.H. Azkab. 1987.
Peranan Lamun di Lingkungan Laut

21
Journal Of Marine Research.
Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 16-22
Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

Dangkal. Oseana, Volume XXII, Nomor 1:


13-23. ISSN 0216-1877.

Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi.


Penerjemahan: Samingan, T dan
B.Srigandono. Gajahmada University
Press. Yogyakarta. 697 p.

Rani, C., Budimawan, dan M. Yamin. 2010.


Keberhasilan Ekologi Dari Penciptaan
Habitat Dengan Lamun Buatan (Artifical
Seagrass): Penilaian Pada Komunitas
Ikan. Ilmu Kelautan, Volume 2, Edisi
Khusus: 244-255.

Riniatsih, I., Widianingsih, S. Redjeki, H.


Endrawati, dan J. Suprijanto. 2013.
Keberhasilan Penciptaan Habitat
Fitoplankton Pada Padang Lamun Buatan
(Artificial Seagrass Bed). Ilmu Kelautan,
Volume 2 (18): 86-91.

Romimohtarto, K., dan S. Juwana. 1999.


Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang
Biologi Laut. P3O-LIPI. Jakarta.527 Hal.

Sudjana. 1996. Teknik Analisis Regresi Dan


Korelasi. Tarsito: Bandung.

Yamaji, I. 1996. Illustration of The Marine


Plankton of Japan. Hoikusha Publishing
Co. Japan.

22

Anda mungkin juga menyukai