Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENELITIAN

BUDAYA TOLOBALANGO : WARISAN BUDAYA GORONTALO

DOSEN PENGAMPUH :
Frahmawati Bumulo SE.M.Si

PENELITI :
Nama : Adinda Lailu
Nim : 912420008
Kelas : C

JURUSAN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
TAHUN AJARAN 2022-2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini saya membahas mengenai salah satu budaya
yang ada di daerah Goronalo.
Makalah ini dibuat dengan berbagai bantuan dari beberapa referensi untuk membantu
menyelesaikan berbagai hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu saya berharap pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun. Krikit konstuktif dari pembaca sangat saya harapkan untuk penyempurnaan
makalah ini.

GORONTALO, Maret 2022

ADINDA LAILU
PENYUSUN
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………...……………i


Daftar Isi ………………………………………………..……………ii

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………....1

BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Sejarah Motolobalango …………....…….…………2
2.2 Prosesi Adat Motolobalango ……………..….……..……...3
2.3 Simbol-simbol dalam Adat Motolobalang……..…………..4
2.4 Nilai Ekonomi ……………………………………………....5

BAB III : PENUTUP


3.1 Kesimpulan ………………………………………………..7
3.2 Saran ………………………………………………………7

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………11


BAB 1
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Indonesia adalah Negara yang kaya akan kebudayaan, dengan keanekaragaman
budaya disetiap daerah dan wilayah yang dimiliki bangsa Indonesia. Adalah suatu
kebanggaan bagi bangsa Indonesia yang dengan keanekaragaman budaya tersebut
masyarakatnya tetap bersatu tanpa memandang perbedaan antar budaya. Koentjaraningrat
(2009: 144) mengemukakan bahwa “ kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar”.
Budaya dalam suatu masyarakat  tertentu merupakan akal budi, pikiran manusia, cipta
karsa, dan hasil karya yang diciptakan oleh kelompok masyarakat atau para nenek moyang
kelompok masyarak tersebut. Dengan adanya budaya, masyarakat dapat menetukan hukum-
hukum yang berlaku di suatu kelompok yang merupakan nilai moral suatu etnis tertentu yang
akhirnya menjadi kebiasaan-kebiasaan entis atau suku tertentu, termasuk juga budaya adat
istiadat daerah Gorontalo. Gorontalo yang merupakan provinsi ke-32 di Indonesia yang
sebelumnya merupakan wilayah kabupaten Gorontalo dan kota Madya di Provinsi Sulawesi
Utara, Masyarakat Gorontalo dikenal dengan masyarakat yang berpegang teguh pada adat
falsafah gorontalo “Adat bersendi syara, syara bersendi kitabullah’’  tidak salah provinsi
Gorontalo dijiluki sebagai kota “Serambi Madinah”. Provinsi kedua terbungsu di pulau
sulawesi (setelah sulawesi Barat ) ini, merupakan suatu kelompok etnik diantara suku bangsa
di indonesia, memiliki adat istiadat yang sangat banyak, yang dipelihara dan dipertahankan
secara turun temurun.
Salah satu adat yang masih berkembang di masyarakat Gorontalo adalah adat
Motolobalonga dimana adat ini akan dilakukan bagi setiap orang yang akan melakukan
pelamaran kepada pihak wanita dengan membawa utusan (pemangku adat) Mahar,
seperangkat alat shalat dan beraneka ragam buah-buahan,Namun, Adat Gorontalo ini semakin
hari semakin terkontaminasi dengan perubahan zaman. Terlihat dimana–mana pernikahan di
Gorontalo tanpa melewati lagi prosesi adat gorontalo. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor. Diantaranya, banyak pemuda zaman sekarang yang enggan mempelajari adat
pernikahan gorontalo. Sehingga warisan leluhur ini semakin terlupakan, karena tidak adanya
regenerasi penerus Adati lo Hulondhalo. Pernikahan Adat Gorontalo memiliki ciri khas
tersendiri. Karena penduduk Provinsi Gorontalo memiliki penduduk yang hampir seluruhnya
memeluk agama Islam, sudah tentu adat istiadatnya sangat menjunjung tinggi kaidah-kaidah
Islam. Untuk itu ada semboyan yang selalu dipegang oleh masyarakat Gorontalo
yaitu, “Adati hula-hula’a to Syara’a, wau Syara’a hula-hula’a to kuru’ani” yang artinya, Adat
Bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah.[1] Pengaruh Islam menjadi hukum tidak
tertulis di Gorontalo sehingga mengatur segala kehidupan masyarakatnya dengan bersendikan
Islam. Termasuk adat Motolobalango di Gorontalo. Prosesi pernikahan dilaksanakan menurut
Upacara adat yang sesuai tahapan atau Lenggota Lo Nikah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Sejarah Motolobalango


Adat ini dipercaya bermula dari kisah dua orang pasangan yang disatukan
pihak  keluarga melalui perkawinan dan  Adat  Motolobalango sendiri merupakan acara resmi
yang dihadiri oleh sebagian besar keluarga dari kedua belah pihak serta disaksikan oleh
Pemerintah (Kepala Desa/Lurah), Tolobalango adalah peminangan secara resmi yang dihadiri
oleh pemangku adat Pembesar Negeri dan keluarga Walato, melalui juru bicara pihak
keluarga pria atau Lundthu Dulango Layio (laki) dan juru bicara utusan keluarga wanita
atau Lundthu Dulango walato (perempuan) Penyampaian maksud peminangan dilantunkan
melalui pantun-pantun yang indah. Dalam Peminangan Adat Gorontalo tidak menyebutkan
biaya pernikahan (Tonelo) oleh pihak utusan keluarga calon pengantin pria, namun yang
terpenting mengungkapkan Mahar atau Maharu dan penyampaian acara yang akan
dilaksanakan selanjutnya. Pada waktu yang telah disepakati dalam acara Tolobalango maka
prosesi selanjutnya adalah mengantar harta atau antar mahar, di daerah gorontalo disebut
Depito Dutu yang terdiri dari 1 paket mahar, sebuah paket lengkap kosmetik tradisional
Gorontalo dan kosmetik modern, ditambah seperangkat busana pengantin wanita, serta
bermacam buah-buahan dan bumbu dapur atau dilonggato. Semua mahar ini dibawa dalam
sebuah kendaraan yang didekorasi menyerupai perahu yang disebut Kola–Kola.
Arak-arakan harta dari calon pengantin pria itu akan di bawa ke rumah calon
pengantin wanita dengan kendaraan yang telah dihiasi dengan janur kuning, diiringi pukulan
rebana dan lagu-lagu tradisional Gorontalo berisi pantun, doa dan harapan kebahagian dalam
berumah tangga nantinya. Kendaraan yang membawa hantaran ini diikuti oleh iring-iringan
kendaraan yang mengangkut keluarga besar calon pengantin pria.
Di rumah calon pengantin wanita, telah bersiap menyambut kedatangan tamu,
sejumlah kerabat dan keluarga besar calon pengantin wanita. Penganan yang manis-manis
telah disiapkan untuk menjamu tamu yang datang. Calon mempelai wanita pun telah
didandani untuk dipamerkan kepada keluarga besar calon mempelai pria. Dalam acara ini
calon mempelai pria tidak ikut datang ke rumah calon mempelai wanita.
Acara motolobalango ini lazimnya diadakan pada waktu sore hari. Pada acara ini
orang tua sang calon  pengantin pria mengutus beberapa orang pemangku adat (utolia layio)
dengan berpakaian adat didampingi oleh keluarga terbatas yang berpakaian baju lengan
panjang dan songkok, sedang ibu-ibu Memakai kebaya dan sarung/batik. Demikian pula
orang tua sang gadis mewakilkan kepada kompisisi yang sama dengan personilyang berbeda.
Istilahmotolobalangodimaksud adalah tahap menghubungkan keluarga antara pihak laki-laki
dengan pihak perempuan.
2.2  Prosesi Adat Motolobalango
Pada dasarnya adat motolobalango ini merupakan salah satu adat atau rangkaian yang
harus dilakukan sepasang kekasih yang ingin menikah dalam adat gorontalo, motolobalango
sendiri merupakan tahapan ke-5, berikut tahapan-tahapannya :
1.    Mongilalo (Mengenal/menilik calon menantu)
2.    Molenilo / Mohabari (memperlancar jalan/mencari kepastian)
3.    Moduulohupa (musyawarah orang tua kedua belah pihak)
4.    Baalanga (penyampaian hari pelaksanaan peminangan)
5.    Tolobalango (Peminangan)
6.    Dutu (Hantaran adat harta pernikahan)
7.    Dilonggato (mengantarkan konsumsi pesta pernikahan)
8.    Mopotilantahu (malam pertunangan)
9.    Akaji (Aqad Nikah)
10.  Mopopiipidu (sanding pengantin)
11.  Modelo (membawa pengantin ke rumah orang tua mempelai pria)
12.  Mopotuluhu (menidurkan mempelai wanita / Mohuopo)
13.  Mopo’a / Mopelu (mengantarkan makanan dan minumankepada kedua
dari rumah orang tua mempelai pria)
15.  Mohama (menjemput kedua mempelai untuk tidur di rumah orang tua
mempelai pria).
Tahapan-tahapan di atas erat hubungannya dengan sistem norma yang masih tetap
dipertahankan meskipun telah terjadi penyesuaian dengan perkembangan pemikiran
masyarakat Gorontalo. Kita kembali pada pembahasan awal yakni motolobalango tahapan-
tahapan adat yakni sebahai berikut:
Rombongan dari calon mempelai laki-laki bersama keluarga datang kerumah calon
mempelai wanita dengan membawa hal-hal yang menjadi persyaratan pelaksanaan adat
motolobalango (pelamaran).
Utolia dari pihak laki-laki disebut utolia lundu dulungo lai’o (huhuluta) dan dipihak
perempuan ti utolialundu dulungo wolato. Pihak laki-laki membawa pinang, gambir, sirih dan
tembakau yang diisi di tapahula dan dibungkus dengan kain warna adat yang selanjutnya
diterima oleh keluarga perempuan. Kedua belah pihak duduk beralaskan tikar/permadani
sambil duduk berhadap-hadapan.
        Pada pelaksanaan musyawarah motolobalango ini berlangsung percakapan antar juru
bicara pihak keluarga laki-laki dan perempuan berkaitan dengan keberadaan jati diri sang
gadis dan kesepakatan-kesepakatan waktu pelaksanaan pernikahan sekaligus pembiayaan
pernikahan. Percakapan ini berbalas pantun yang panjang  dalam syair tujai-tujai.
Pada akhir kesepakatan pembicaraan,juru bicara keluarga pria mengungkapkan :
“Ito wau watotiya, huhuluta utoliya, malodaadaatiya, topiduduto loiya, lo taa
kohuuwaliya, humaya delo hutiya, buta’o didu motiya, tonulalo uyilo’iya, diila bolo
mukiriya meyambula mohuliya”.
  Maksudnya : Saudara dan saya, keduanya sebagai juru bicara, kini berjabatan tangan,
apa yang telah dituturkan, kedua belah pihak, andai kata laksana rotan, dibelah tak akan
terpisah, apa yang telah dibicarakan, jaga jangan sampai putus atau terbelah.
 Juru bicara keluarga Perempuan membalas percakapan  :
“Watotiya wao ito, ode tola ngobotu layito, made pilutu lo pito, lalango de
molonito, tonulalo uyilulito, diila pomukiri ito”.
Maksudnya : Saya dan saudara laksana seekor ikan yang utuh, dipotong dengan pisau,
dibakar berbau sedap, apa yang diungkapkan Insya Allah tidak dipungkiri.
 Pembicaraan dalam acara peminangan telah usai, para tamu dari kedua belah pihak
keluarga disuguhi minum dengan mendahulukan Taa Tobuluwo dan tamu dari pihak keluarga
pria. Setelah minum, kaum ibu yang menyertai rombongan keluarga pria melalui juru bicara
memohon izin untuk menengok calon pengantin wanita  (dalam bahasa adat “molile”) yang
disampaikan kepada juru bicara keluarga wanita dengan ungkapan :
“Owuluwo lo mongotilandlo wolo monguwutatondlo wolamiyatiya mayi botiya,
ohila molile to banda molehile–molile molilo’o alihu didulu taa molulo’o-donggo
tilaoolo–potala maatiyo–tiyolo–donggo bilohelo potala maa taa boti-botiyelo.
Maksudnya : Para kaum Ibu yang menyertai rombongan, kami ingin menengok calon
mempelai wanita. Menengok dan melihat agar jangan ada yang menukar akan dilihat dengan
teliti untuk meyakinkan akan diperhatikan dengan seksama untuk memastikan orangnya. Juru
bicara kaum wanita menjawab :“ Toduwolo ito molilooti yalaondlo mayito hulohuloo wawu
amiyatiya mohe molulo’obolopo’obilohelo debo maa taa tobotiyelobolo po’otilo’alo debo
maa taa tabotiyalo”. Maksudnya: Silahkan saudara menengok, calon mempelai duduk dan
siap, kamipun tak berani mengganti. Perhatikanlah dengan seksama untuk meyakinkan serta
pandanglah dengan teliti sudah dialah orangnya.

2.3  Simbol-simbol dalam Adat Motolobalango


Pada dasarnya semua adat mempunyai aturan dan simbol-simbol yang berbeda-beda,
yang didalamnya ada  makna dan harapan yang hendak disampaikan, tolobalango merupakan
adat pelamaran dimana ketika melakukan adat ini harus membawa gambel, sirih, temabakau,
tebu, nanas, lemon dan kelapa dll. Berikut makna-maknya :
1.  Gambel (Gambele) Benda ini diyakini oleh masyarakat gorontalo sebagai bagian dari
diri kita yang dilambangkan sebagai darah manusia, maknanya adalah dalam kehidupan
sangat diperlukan perjuangan atau kerja keras dalam mencapai segala sesuatu.
2.  Daun Sirih (Tembe) Daun sirih yang dilambangkan sebagai Urat manusia atau suatu
organ dimana darah mengalir. perumpamaan ini bagi adat gorontalo artinya adat
gorontalo mengutamakan hubungan-hubungan silaturahmi, karena dengan hubungan
silaturahmi yang terjalin baik akan menciptakan kedamaian bagi suatu bangsa.
3. Tembakau (Taba’a) Tembakau yang dilambangkan sebagai bulu roma manusia. Bisa
dimaknai dengan tenggang rasa, karena dengan ini kita akan mampu merasakan situasi
dan kondisi orang lain sehingga terjalinlah rasa kasih sayang dan saling membantu
diantara kita.
4.  Tebu (Patodu) Tebu yang melambangkan Tulang. Artinya suatu bangsa akan kuat dan
kokoh jikalau pemuda dan masyatrakatnya memiliki tulang dan badan yang sehat
sehingga terciptalah kekuatan untuk membangun bangsa menjadi lebih baik.
5.  Lemon (limu bongo) Lemon yang melambangan Otak. artinya otak sangat diperlukan
oleh manusia karena dengan otak seseorang dapat membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk.
6.  Nangka (Langge) Buah nangka yang melambangkan Perut. artinya dalam adat
gorontalo mengisyaratkan bahwa perut harus diisi dengan hal-hal yang halal.
sebagaimana buah nangka yang enak rasanya dan harum baunya.
7.  Nanas (Nanati) Nanas yang berarti Jantung. artinya jantung melambangkan kehidupan
manusia.
8.  Kelapa (Bongo) Kelapa bertunas dilambangkan sebagai Pertumbuhan artinya penting
bagi kita untuk mempersiapkan generasi yang kuat dan bermanfaat bagi bangsa karena
kelapa dari akar hingga daun bermanfaat. Selain itu tunas kelapa juga melambangkan
tumbuhnya dua kehidupan baru antara pengantin pria dan wanita yang sudah siap
membina kehidupan rumah tangga yang baru.
Adapun hal-hal lain yang di tambahkan dalam pelaksanaan adat ini seperti buah-buahan
yang tidak tercantum diatas atau memakai hiasan pada tempat buah adalah tambahan saja dan
bukan termasuk hal-hal yang diwajibkan  dalam acara ini.

2.4 Nilai Ekonomi


Bangsa Indonesia memiliki aset kebudayaan yang bagitu kaya. Hal tersebut perlu
didukung secara gotong-royong. Perlu ada kesadaran dari masyarakat sehingga kebudayaan
dapat memiliki nilai ekonomi untuk mendung jalannya kehidupan masyarakat itu sendiri.
Menilik salah satu kebudayaan masyarakat Gorontalo yakni Motolobalango, kegiatan
kebudayaan tersebut yang masih dipertahankan oleh masyarakat Gorontalo memiliki nilai
ekonomi yang dapat diperhitungkan. Masyarakat dapat berkonstribusi/ menawarkan barang
dan jasa untuk melengkapi kebutuhan acara Motolobalango tersebut. Dalam hal ini
masyarakat dituntut menjadi orang-orang yang kreatif untuk menaikan nilai peran individu.
Kreatifitas sangat dibutuhkan di era modern sekarang ini. Jika dulunya kebudayaan
Motolobalango hanya menggunakan peralatan seadanya maka di era sekarang ini masyarakat
harus lebih kreatif dalam menyediakan barang dan jasa untuk ditawarkan kepada orang yang
akan melaksanakan acara/ hajatan Motolobalango tersebut. Misalnya, dulunya buah-buahan
yang akan dihantarkan kepada keluarga mempelai wanita hanya dibeli dan diletakan pada
wadah biasa maka pada saat ini masyarakat dituntut kreatif untuk membuat dan
mengkreasikan tempat-tempat buah tersebut menjadi lebih menarik dipandang. Begitu juga
dengan hantaran-hantaran lain, seperti tempat mahar, tempat pakaian, tempat alat-alat mandi,
dan alat-alat lain yang menjadi tanggungjawab mempelai lelaki dapat dikreasikan menjadi
lebih menarik.
Hal tersebut menjadi salah satu faktor pendukung perekonomian bagi masyarakat
yang bergerak di bidang penyediaan barang dan jasa. Jika tindakan tersebut dikembangkan
secara terus menerus, maka kebudayaan tersebut dapat menjadi sektor penggerak yang dapat
mencipakan daya saing bagi manusia. Karena, dalam hajatan seperti itu saja, masyarakat
dapat melihat peluang untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Mulai dari menyewaan
gedung tempat acara, pemesanan ketring untuk melancarkan acara, penyewaan pakaian dan
peralatan lain dan masih banyak lagi. Dari seluruh hal-hal yang perlu ada untuk mendukung
jalannya hajatan tersebut membutukan pelaku usaha yang dapat membatu terciptanya suasana
hajatan yang diinginkan keluarga mempelai pria dan wanita. Dari semua yang perlu disiapkan
untuk hajatan Motolobalango tersebut tetntu dapat memberikan penghasilan untuk para
pelaku usaha. Sehingganya dapat dikatakan bahwa kebudayaan Motolobalango memiliki nilai
ekonomi untuk membatu perekonomian masyarakat.
Kemajuan zaman tidak mengakibatkan kebudayaan itu ditinggalkan malah
menyebabkan kemajuan kebudayaan dengan munculnya pemikiran-pemikiran baru yang
dapat disandingan dengan kebudayaan yang sudah ada sejak zaman dulu. Semakin maju
zaman masyarakat semakin dituntut untuk kreatif sehingganya kemajuan zaman, kebudyaan,
dan kehidupan masyarakat dapat berjalan secara beriringan tanpa meninggalkan atau
mengenyampingkan salah satunya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Upacara adat tolobalango di kota Hulandtalo, merupakan suatu acara adat sebagai
salah satu rangkaian pelaksanaan pesta perkawinan, tolobalangos endiri adalah peminangan
secara resmi yang dihadiri oleh pemangku adat pembesar negeri dan keluarga melalui juru
bucara pihak keluarga pria (lundthu dulango laiyo) dan juru bicara pihak keluarga wanita
(lundthu dulango walato) dengan maksud menyampaikan peminangan dengan dilantunkan
melalui pantun-pantun yang indah. Serta membawa mahar yang terdiri dari seperangkat alat
sholat, gambela, lemon, nanas, tembakau, tebu, lemon dan tunas kelapa.
Prosesi adat Motolobalango berawal rombongan dari calon mempelai laki-laki
bersama keluarga datang kerumah calon mempelai wanita dengan membawa hal-hal yang
menjadi persyaratan pelaksanaan adat motolobalango (pelamaran). Utolia dari pihak laki-laki
disebut utolia lundu dulungo lai’o (huhuluta) dan dipihak perempuan ti utolialundu dulungo
wolato. Pihak laki-laki membawa pinang, gambir, sirih dan tembakau yang diisi di tapahula
dan dibungkus dengan kain warna adat yang selanjutnya diterima oleh keluarga
perempuan. Kedua belah pihak duduk beralaskan tikar/permadani sambil duduk berhadap-
hadapan.

3.2 Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca khususnya teman-teman agar dapat lebih
memahami kebudayaan-kebudayaan Gorontalo. Karena mempelajari budaya daerah lain akan
membuat kita memperoleh tambahan ilmu baik dari sisi sosiologis maupun segi budaya.
DAFTAR PUSTAKA

http://ayyuprastika13.blogspot.com/2019/01/tolobalango-peminangan-di-daerah.html?m=1
http://budaya-indonesia.Org/Pernikahan-Adat-Gorontalo
http://perempuan.com/wedding/nilai-nilai-budaya-pada-pernikahan-pada-adat-gorontalo

Anda mungkin juga menyukai