DOSEN PENGAMPU :
DESY AFYANTI, M.PD
IRMIAH NURUL RANGKUTI, M.Pd
VITA PUJAWATI DANA, M.Pd
DISUSUN OLEH :
Puja dan puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia
nikmatnya sehingga makalah Tata rias pengantin indonesiayang berjudul “Laporan hasil
observasi pemuka Yogyakarta” ini dapat diselesaikan dengan maksimal, tanpa ada halangan
yang berarti. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas rutin mata kuliah Tata rias
pengantin indonesia yang diampu oleh Bu Desy Afyanti, S.Pd.,M.Pd
Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Untuk itu kami
ucapkan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini,
baik dari segi EYD, kosa kata, tata bahasa, etika maupun isi. Oleh karenanya penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian untuk kami jadikan
sebagai bahan evaluasi untuk kesempurnaan makalah ini. Demikian, semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk penulis sendiri maupun bagi orang yang membacanya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................i
Daftar Isi.............................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan...........................................................................................................1
Latar Belakang..................................................................................................................1
Rumusan Masalah.............................................................................................................2
Tujuan Penulisan...............................................................................................................2
BAB II Metode Penelitian.................................................................................................3
Jenis Penelitian..................................................................................................................3
Teknik Pengumpulan Data...............................................................................................4
BAB III Pembahasan.........................................................................................................5
Sejarah Rias Pengantin Jogja...........................................................................................5
Perbedaan Rias Jogja dengan Jawa yang lain................................................................6
Busana Jogja Putri............................................................................................................14
Langkah-langka Riasan Pengantin..................................................................................15
Daftar Pertanyaan.............................................................................................................23
Biodata Narasumber.........................................................................................................23
BAB IV Penutup................................................................................................................24
Kesimpulan ........................................................................................................................24
Saran ..................................................................................................................................25
BAB V Daftar Pustaka......................................................................................................26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak zaman dahulu, Tata Rias Pengantin merupakan simbol kebanggaan seseorang
yang akan memulai kehidupan berumah tangga. Pernikahan adalah bagian yang normal
dalam suatu kehidupan dan merupakan pertautan dalam dua keluarga besar. Pernikahan selalu
identik dengan Tata Rias Pengantin dan serangkaian upacara adatnya. Salah satu langkah
positif yang ditempuh adalah membina dan memelihara kelestarian warisan budaya baik
budaya tradisional maupun budaya modern.
Rias wajah bukan merupakan suatu hal baru, karena sejak ribuan tahun yang lalu
sudah dikenal dan diterapkan khususnya oleh kaum wanita, di mana setiap bangsa memiliki
standar tertentu akan arti cantik. Tata rias adalah seni menggunakan bahan kosmetika untuk
menciptakan wajah peran sesuai dengan tuntutan lakon. Selain itu tata rias adalah suatu ilmu
yang mempelajari tentang seni mempercantik diri sendiri atau orang lain dengan
menggunakan kosmetika. Pemakaian kosmetika untuk tata rias sendiri telah dikenal sejak
jaman dahulu, di mana kata kosmetikos bearti keterampilan berhias.
Sementara itu di jaman modern seperti sekarang ini konsep cantik dengan make up
sudah bergeser menjadi cantik dengan memiliki tubuh yang sehat, berpenampilan cantik,
menarik serta tampil muda. Fungsi pokok rias adalah mengubah watak seseorang, baik dari
segi fisik, psikis, dan sosial. Fungsi bantuan rias adalah untuk memberikan tekanan terhadap
perannya. Sementara itu tujuan dari tata rias yaitu untuk memperelok dan mempercantik
wajah dan tubuh, baik dengan kosmetik maupun dengan bantuan bedah plastik.
Memang pada era modern ini banyak yang mempertanyakan apakah penting untuk
tetap menjaga tradisi dan adat istiadat atau mengikuti gaya hidup modern yang sedang
berkembang saat ini. Di satu sisi adat istiadat budaya merupakan warisan kekayaan bangsa
yang tidak boleh ditinggalkan dan senantiasa dijaga, di lain sisi modernisasi tidak dapat
dielakan dari gaya hidup manusia saat ini. Kedua hal tersebut memang subyektif, tergantung
pilihan masing-masing individu, walaupun salah satunya memang tidak dapat dihilangkan
karena akan tetap berkembang seiring berkembangnya gaya hidup manusia.
1
Masyarakat Indonesia sebelum tahun 1900an biasanya melangsungkan pernikahan
dengan mengikuti tata cara tradisional, namun seiring perkembangan jaman maka pilihan
menikah dengan tata cara tradisional mulai tergantikan dengan pernikahan secara modern,
dimana pernikahan secara modern tidak menuntut adanya prosesi upacara yang terlalu rumit.
Namun tidak berarti pernikahan secara tradisional mulai ditinggalkan. Terutama di Kota
Yogyakarta, dimana pengaruh Kraton Kesultanan Yogyakarta masih mendominasi tradisi
yang sarat akan makna.
Pernikahan secara adat tradisional diyakini penuh dengan makna, simbol, dan doa
dalam setiap upacaranya. Sehingga bagi sebagian masyarakat terutama yang sangat
menjunjung tinggi adat istiadat dan tradisi leluhur, pernikahan harus dilakukan seseai dengan
adat pernikahan yang dimiliki.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penlulisan
4. Untuk dapat mengetahui busana yang digunakan dan makna dari busana
BAB II
2
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kabupaten Siantar, Sumatera Utara. Metode yang dipakai
dalam penelitian ini meliputi observasi, wawancara, dan metode dokumentasi dan deskriptif.
Metode observasi ini di gunakan untuk mengetahui bagiamana adat yang diguanakan pada
pengantin Yogyakarta. Objek observasi dalam penelitian ini meliputi kegiatan menanyakan
langsung pada narasumber yang mengetahui bagaimana jalan nya pernikahan Yogyakarta
dengan menggunakan daftar check list. Wawancara ditujukan kepada bapak Sukirno sebagai
narasumber yang mengetahui adat pernikahan Yogyakarta faktor yang kami lakukan untuk
mewawancari narasumber adalah faktor teknik yang benar, dengan menggunakan tape
recorder, perekam Handphone. Metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data
dengan cara mencatat dokumen guna memperoleh data men-genai obyek penelitian. Metode
ini menggunakan media berupa foto yang nantinya akan menjadi arsip penelitian.
Jenis Penelitian data yang kami gunakan pada wawancara ini adalah jenis penelitian
data secara deskriptif yang merupakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang
berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada adat pernikahan
pada daerah Yogyakarta. Dengan tujuan membuat suatu penelitian secara sistemaatis, faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat yang terjadi padaadat pernikahan Yogyakarta.
Dengan metode deskriptif, peneliti memungkinkan untuk melakukan hubungan
langsung tatap muka kepada narasumber yang telah kami wawancarai. Di samping itu,
penelitian deskriptif juga merupakan penelitian, dimana pengumpulan data untuk mengetes
pertanyaan penelitian dan jawaban apa yang diberikan pada si narasumber tentang adat
penikahan yang digunakan pada daerh Yogyakarta. Mereka melaporkan keadaan objek atau
subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya.
3
Teknik Pengumpalan data yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah teknik
pengumpulan data secara angket. Angket yang saya gunakan pada penelitian ini adalah
angket atau kuesioner yang merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukkan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden yang
mengalami rambut beruban untuk dijawabnya. Angket merupakan teknik pengumpulan data
yang efisien. Angket adalah hal-hal mengenai Sesutu kejadian yang diketahui oleh si
narasumber dengan asumsi bahwa narasumberlah yang paling mengetahui tentang rias
pernikahan Yogyakarta tersebut dan pengalamannya sendiri awal mula nya bagaimana proses
yang yang dilalui sebelum hari H pernikahan adat Yogyakarta, bahwa apa yang dinyatakan
oleh narasumber kepada peneliti adalah benar, bahwa penafsiran subjek terhadap pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan yang dimaksudkan oleh peneliti.
BAB III
4
PEMBAHASAN
5
Paes Solo memiliki ujung yang tumpul dan cenderung membentuk huruf U.
Sedangkan paes ageng Jogya memiliki ujung yang cenderung runcing; seperti perpaduan
antara huruf U dan V. Perbedaan kedua dalam paes Solo dan paes Ageng itu adalah bentuk
sanggul. Sederhananya, sanggul pernikahan adat Solo terlihat lebih lebar. Salah satu artis
Indonesia yang menikah denga menggunakan paes Solo ini adalah Dian Sastrowardoyo.
Sedangkan untuk sanggul untuk paes ageng, semua rambut diikat kebelakang untuk di cepol.
Anisa Pohan dan Siti Ruby Aliya Rajasa adalah dua public figure yang menikah dengan
menggunakan paes ageng.
Disisi lain, ada beberapa pihak yang menyebutkan bahwa perbedaan kedua paes
ternyata tidak hanya sesederhana itu, Ladies, Situs krisnawedding.blogspot.com, contohnya,
menyebutkan bahwa kedua corak juga dibedakan berdasarkan fungsinya. Dua riasan ini wajar
terlihat mirip karena memiliki akar kebudayaan yang sama. Namun, sebenarnya perbedaan
ini bisa dilihat dari bentuk cengkorongan paes, mulai dari
bentuk penunggul atau gajahan, pengapit, penitis, dan godheg. Pertama yang membuat kedua
paes ini beda adalah bagian tengahnya. Pada pengantin Yogyakarta pola riasan di tengah dahi
memiliki bentuk yang mirip dengan daun sirih, titik tengahnya runcing. Sedangkan pada
pengantin Solo, bentuknya setengah bulatan telur bebek, biasanya disebut dengan gajahan.
Pengapit pada pola rias baik ala Solo maupun Yogya berbentuk sama yaitu ngundup kanthil,
namun penitis dua tradisi ini ternyata berbeda. Di Yogyakarta, penitis memiliki bentuk seperti
potongan daun sirih, namun volumenya lebih kecil daripada penunggul, ujungnya juga
runcing layaknya pada bagian tengah. Sedangkan di Solo bentuknya mirip dengan setengah
bulatan telur ayam.
Godheg pada pengantin Yogyakarta memiliki bentuk seperti pada ujung mata pisau
sedangkan pada pengantin Solo bentuknya layaknya kuncup turi atau ngundup turi. Hal lain
yang sebenarnya paling menyolok adalah penggunaan serbuk emas atau biasa disebut dengan
prada yang ditaburkan di tepian paes. Hal ini bisa ditemui di beberapa riasan Yogyakarta
seperti Paes Ageng Jangan Menir dan Paes Ageng Kanigaran.
Sanggul ukel tekuk dengan sunggar dan lungsen (sambungan) dari rambut depan untuk
mengikat sanggul. Bunga untaian melati (roncen usus), ceplok (bunga mawar bahan beludru
warna merah) di sanggul dan sepasang jebehan (3 rangkaian mawar bahan beludru warna
merah) di kanan kiri yang tampak dari depan, dan sebaran pelik (guntingan kertas putih
dengan kelopak empat, yang ditusukkan dengan jarum pentul ke sanggul) menyebar di
sanggul. Perhiasan berupa satu buah sisir gunungan, satu buah mentul besar, dan satu pasang
subang ceplik.
Busana berupa kebaya beludru panjang tanpa bef atau kutu baru, dengan perhiasan bros 3
susun. Sedangkan jarik (kain batik) yang digunakan adalah dengan corak Sidomukti,
Sidoasih, Sidaluhur, Simbar Lintang, Parangkusuma, Semen Rama, Gandasuli, atau Semen
Raja.
7
Gaya pengantin Yogyakarta Puteri modifikasi diterapkan melalui penambahan hiasan di
sanggul berupa cunduk menthul menjadi tiga buah.Hiasan dahi berupa paes cengkorongan
Pengantin Yogyakarta maupun bentuk sanggul tekuk beserta hiasan jebehan dari mawar
beludru merah tetap mengikuti tradisi pakemnya.
Penampilan modifikasi juga diterapkan pada busana, kebaya pakem beludru hitam berhias
benang sulam gym digantikan dengan kebaya modifikasi lace putih panjang hingga bawah
lutut, dengan model kerah kutubaru modifikasi.Kain jarik tetap memakai batik motif
tradisional pakem. Sesuai tema warnanya, gaya rias pengantin Yogyakarta Puteri modifikasi
8
dengan busana kebaya lace putih seperti ini cocok dikenakan untuk penampilan pengantin
saat acara akad nikah.
Untuk riasan wajah, makeup dapat disesuaikan dengan warna kebaya, khususnya pada
penerapan palet warna untuk hiasan mata, dapat dapat disesuaikan dengan warna kebaya
yang digunakan. Meski demikian, sebaiknya hindari aplikasi warna-warna terlalu soft,
khususnya pada aplikasi warna pemulas bibir, karena akan berimbas pada aura penampilan
pengantin menjadi ‘pucat’ dan terbanting dengan hiasan paes yang warna hitamnya cukup
kuat dan menonjol.
Rias mata dan alis diawali dengan membuat “jahitan mata” yang bentuknya melingkari mata
dan pada ujung luar menyatu, untuk kemudian ditarik kearah pelipis. Dari bentuk dasar itu
baru diisi dengan warna lain, disesuaikan warna baju, namun dengan menggunakan
garis eyelinner yang tegas, agar seimbang dengan warna paes yang hitam. Lisptik dan blush-
on menggunakan warna kuat, dan cenderung menghindari palet warna terlalu lembut
atau nude.
Kali ini menggunakan campuran warna maroon, ungu, emas, dan hitam. Sedangkan alisnya
berbentuk ‘’menjangan ranggah” –bentuknya dibuat bercabang seperti tanduk rusa.
9
Tatanan rambut tanpa sasak, dibentuk sanggul bokor yang terbuat dari rajut pandan yang
diisi dengan potongan daun pandan, kemudian ditutup dengan rambutnya sendiri, dan
terakhir dibungkus dengan rajut melati.Rangkaian melati panjang dipasang melingkar di
sanggul sisi atas, kemudian dipasang gajah ngolig –berupa rangkaian bunga melati yang
panjang, diletakkan di bawah sanggul sedikit agak ke kanan. Tetap menggunakan satu ceplok
mawar di tengah sanggul dan jebehan sritaman warna merah kuning dan hijau di kanan kiri
sanggul
Perhiasan berupa sepasang centhung secara asimetris di perbatasan dahi dan rambut, sumping
pupus daun kates (daun papaya muda) di atas telinga (bisa diganti dengan sumping
perhiasan), sisir gunungan yang diletakkan antara sanggul dan kepala, dua buah bros yang
diletakkan di kanan kiri ceplok pada sanggul, serta lima buah cunduk menthul di sanggul.
Untuk kebaya, sama dengan model Yogyakarta Puteri, namun kain yang digunakan motif
cinde, serta ditambah udet cinde (selendang) yang dibentuk pita ke atas, kemudian ditutup
dengan pendhing (ikat pinggang) emas, kemudian dipasang buntal (rangkain daun dan bunga
yang berbentuk memanjang) dipasang melingkar di pinggang dan sisa kedua sisi menjutai di
depan. Di lengan dipasang kelat bahu, untuk kalung digunakan kalung tiga susun, serta
subang bumbungan/ronyok.
10
1. Ratusan
Pemberian wewangian tradisional pada rambut dan kadang bagian intim kewanitaan agar
harum.
3. Cengkorongan
Pembuatan pola wajah Paes Ageng gaya Yogyakarta. Penentuan bentuk dan pembuatan
cengkorong ini dikerjakan dengan pensil yang hasil akhirnya berupa gambar samar-samar /
tipis.
Cengkorong meliputi:
Citak pada dahi, yaitu bentuk belah ketupat kecil dari daun sirih pada pangkal hidung di
antara dua alis yang memiliki makna bahwa citak sebagai reflesi mata Dewa Syiwa yang
merupakan pusat panca indra sehingga menjadi pusat keseluruhan ide atau
pikiran. Panunggul, pangapit, panitis, godeg.
Panunggul dibuat di atas citak, ditengah-tengah dahi, berbentuk meru (gunung)
melambangkan Trimurti (tiga kekuatan dewa yang manunggal). Ditengah-tengah panunggul
diisi hiasan berbentuk capung atau kinjengan, yaitu seekor binatang yang selalu bergerak
tanpa lelah dengan harapan agar pengantin selalu ulet dalam menjalani
hidup.Panunggul berasal dari kata tunggal, yaitu terkemuka atau tertinggi, mengandung
makna dan harapan agar seorang wanita ditinggikan atau dihormati
Pengapit terletak di kiri kanan panunggul berbentuk seperti meru (gunung) namun langsing
Penitis terletak di antara pengapit dan godheg.
Pengapit, penitis, godheg dibuat sebagai keseimbangan wajah, maka diletakkan simetris
dengan panunggul.
Alis dibuat berbentuk menjangan ranggah (tanduk rusa). Rusa merupakan simbol kegesitan,
dengan demikian kedua pengantin diharapkan dapat bertindak cekatan, trampil, dan ulet
dalam menghadapi persoalan rumah tangga
11
Daerah sekeliling mata dibiarkan tidak terjamah oleh boreh, diberi gambaran yang disebut
jahitan. Untuk membentuk mata lebih tajam dan anggun sehingga orang-orang akan
mengaguminya.
4. Kandelan
Setelah cengkorongan selesai dibuat sesuai pola dasar dan tampak pantas (layak), baru
kemudian paes wajah diselesaikan dengan menebalkan garis-garis yang samar menjadi
paesan dadi (paes jadi)
5. Dandos
Selesai kandelan, dilanjutkan dengan dandos jangkep pengantin (pengantin berdandan
lengkap) yang meliputi sanggul pengantin, perhiasan pengantin, kain pengantin, baju
pengantin, dan dandosan (berbusana) lain selengkapnya
a. Hiasan Sanggul.
Tata rambut pengantin dibuat seperti bokor tengkurap sehingga dinamakan bokor mengkurep.
Sanggul rambut diisi dengan irisan daun pandan dan ditutup rajut bunga melati. Perpaduan
daun pandan dan bunga melati memancarkan keharuman yang berkesan religius, sehingga
pengantin diharapkan dapat membawa nama harum yang berguna bagi masyarakat.
Gelung bokor mengkurep disempurnakan lagi dengan jebehan, yaitu 3 bunga korsase warna
merah-kuning-biru (hijau) yang dirangkai menjadi satu dan dipasang di sisi kiri - kanan
gelung. Tiga warna bunga itu melambangkan Trimurti (dewa Syiwa-Brahma-Wisnu).
Ditengah sanggul dihias dengan bunga merah disebut ceplok, dan di kiri – kanan ceplok itu
disematkan masing-masing satu bros emas permata
Pada bagian bawah agak ke arah kanan sanggul dipasang untaian melati berbentuk belalai
gajah sepanjang 40 cm, diberi nama gajah ngoling. Hiasan ini bermakna bahwa pemakainya
menunjukkan kesucian/kesakralan baik sebagai putri maupun kesucian niat dalam menjalani
hidup yang sakral.
b. Asesoris Paes Ageng
12
Perhiasan yang dipergunakan pengantin putri disebut pula dengan nama raja keputren. Semua
terbuat dari emas bertahtakan berlian yang dirancang dengan seni tinggi dan sangat halus.
Satu set perhiasan ini berupa :
Cunduk Menthul
5 tangkai bunga dipasang di atas sanggul menghadap belakang, menggambarkan sinar
matahari yang berpijar memberi kehidupan, sering juga dikaitkan dengan lima hal yang
menjadi dasar kerajaan Mataram Islam saat itu, yaitu sholat 5 waktu seperti yang tercantum
dalam Al-Quran
Pethat/sisir berbentuk gunung
Hiasan berupa sisir terbuat dari emas diletakkan di atas sanggul berbentuk seperti gunung,
sebagai simbol kesakralan. Sehingga Pengantin diharapkan dapat menunjukkan kesakralan/
kesucian. Dalam mitologi Hindu, gunung adalah tempat bersemayam nenek moyang dan
tempat tinggal para dewa serta pertapa.
Kalung Sungsun (kalung terdiri 3 susun)
Melambangkan 3 tingkatan kehidupan manusia dari lahir, menikah, meninggal. Hal ini
dihubungkan dengan konsepsi Jawa tentang alam baka, alam antara, dan alam fana
Cincin
13
Menurut beberapa serat yang ditulis sejak jaman Sultan Agung seperti serat Centhini, serat
Wara Iswara (Sunan PB IX) ditulis bahwa para putri tidak diperkenankan memakai cincin di
jari tengah. Karena sebagai simbol satu perintah untuk diunggulkan, yaitu milik Tuhan.
Cincin di jari manis sebagai simbol untuk senantiasa bertutur kata manis. Cincin di jari
kelingking simbol untuk selalu trampil dan giat dalam mengerjakan pekerajaan rumah tangga.
Cincin di ibu jari sebagai simbol untuk senantiasa melakukan pekerjaan dengan ikhlas dan
terbaik
Kain Dodot/Kampuh berukuran 4 – 5 meter dengan lebar 2-3 meter.Motif batik yang sering
digunakan adalah Sido Mukti, Sido Asih, Semen Rama, Truntum. Motif -motif tersebut
mempunyai makna filosofi yang sangat bagus berupa harapan akan berlangsungnya
kehidupan rumah tangga yang kekal, saling berbagi dan mengisi dengan cinta kasih dan
harapan akan dikaruniai hidup sejahtera.
Selain kain panjang, pengantin putri memakai pakaian dalam dan selendang kecil
(udet) berupa kain sutra motif cinde. Konon motif ini merupakan lambang sisik naga, yaitu
simbol kekuatan. Sumber lain mengatakan bahwa motif cinde sebagai penghormatan kepada
Dewi Sri, dewi kesuburan dan kemakmuran (dewi padi).
14
1. Oleskan bedak warna kuning kehijau-hijauan ke seluruh wajah, termasuk bawah mata
dan bibir, dan di samping tulang hidung. Setelah itu, aplikasikan bedak padat dan
bedak tabor ke seluruh wajah. Tepuk-tepuk hingga halus dan rata.
4. Aplikasikan eyeliner membentuk segi tiga di sudut mata, lalu teruskan hingga garis
kelopak mata
8. Dengan menggunakan spons, berikan perona mata warna ungu di bagian bawah mata
10. Aplikasikan perona mata coklat tua, lalu baurkan warna di ujung mata. Setelah, itu,
aplikasikan lem bulu mata pada kelopak mata warna perona mata lebih menempel
11. Aplikasikan perona mata warna coklat tua pada kelopak mata
16
12. Lukis alis membentuk busur melengkung
13. Baurkan warna dari sudut dalam ke arah bawah hidung untuk membentuk bayangan
hidung
15. Aplikasikan lem bulu mata di atas garis bulu mata atas
16. Pasang bulu mata imitasi
17. Aplikasikan eye liner cair di atas garis bulu mata imitasi. Setelah itu, aplikasikan
perona pipi pada tulang pipi.
17
18. Membentuk segi tiga, aplikasikan perona mata warna perak di sudut dalam mata
19. Aplikasikan eye liner warna hijau di garis bulu mata atas dan bawah dan eye liner cair
di sudut dalam atas mata
18
22. Sapukan lipstick warna merah sirih di bagian dalam atas dan bawah bibir. Gunakan
kuas bibir agar terlihat rapi.
Membuat penitis. Penitis terletak di sebelah luar pengapit dan tepat di atas godheg.
Bentuknya seperti potongan daun sirih, lebih kecil dari pada penunggul, dengan ujung yang
runcing dan sedikit melengkung. Cara membuatnya :
1. Sebelum membuat penitis, ukur 3 jari membujur ke kiri dan kanan penunggul. Beri
tanda.
2. Dari titik tersebu, ukur masing-masing 2,5 jari membujur untuk menentukan lebar
penitis. Beri tanda
3. Dari ujung hidung, tarik garis ke atas menuju ke titik tengah ukuran 2,5 jari. Beri
tanda
19
4. Untuk menentukan ujung penitis ukur 1 ibu jari di atas lengkungan alis. Beri tanda.
Hubungkan ujung penitis dengan tanda di kiri dan kanan pada pertumbuhan rambut
yang telah dibuat sebelumnya
Membuat pengapit. Pengapit bentuknya seperti kudup kantil. Bagian ujungnya sedikit
runcing. Cara membuatnya :
1. Dari ujungnya hidun, tarik garis ke atas menuju ke tengah-tengah bagian kosong
antara penunggul dan penitis. Beri tanda
2. Letakkan 1 jari membujur di antara tanda tersebu. Beri tanda di kiri dan kanannya
3. Untuk menentukan ujung pengapit, beri titik di tengah-tengah ujung penunggul dan
penitis, lalu tarik sedikit ke dalam
4. Hubungkan ujung pengapit dengan tanda di kiri dan kanan pertumbuhan rambut yang
telah di buat sebelumnya
Membuat godheg. Godheg berbentuk mangot (ujung pisau dapur), semakin ke bawah
semakin mengecil. Cara membuatnya:
1. Dari titik pangkal penitis, letakkan 1 jari membujur, lalu beri tanda di sisi kirinya
2. Dari tanda tersebut, ukur 1,5-2 jari untuk lebar pangkal godheg. Beri tanda
3. Dari depan telinga, ukur 2 jari. Beri tanda. Untuk menentukan ujung godheg, ukur 1-2
jari dari depan telinga, lalu beri tanda. Dari tanda ini, ukur 1 jari ke bawah, lalu beri
tanda
4. Hubungkan ujung godheg ke tanda-tanda di garis pertumbuhan rambut yang telah di
buat sebelumnya
5. Pasang jebehan. Cara pemasangan :
Pasang jebehan sritaman di kiri dan kanan sanggul
Letak jebehan kiri dan kanan harus seirama dengan bentuk sanggul sehingga
terlihat sepi
Pangkal bunga bagian atas diletakkan di bawah sunggar dan diusahakan hanya
terlihat sedikit dari depan
6. Pasang sisir gunungan. Cara pemasangan :
Pasang sisir gunungan tegak lurus, tepat berada di tengah-tengah antara kepala
dari sanggul
Sisir gunungan dipasang menghadap ke arah belakang
Letaknya berada di atas sanggul. Jarak antara pangkal sisir gunungan dengan
pangkal jebehan lebih kurang 2 jari.
7. Pasang sebuah mentul. Cara pemasangan :
Pasang mentul (1 buah) di atas sanggul, tepat di depan sisir gunungan
Mentul dipasang menghadap ke arah belakang
Letak mentul di depan sisir gunungan
Karena hanya berjumlah satu buah, ukuran mentul harus besar
8. Setelah memasang subang, pasang roncen usus-usus di bagian samping kiri dan kanan
sanggul. Cara pemasangan :
Pangkal roncen usus-usus berada di bagian atas
Dipasang membujur ke bawah secara simetris kiri dan kanan
20
9. Pasang jala rambut pada sanggul menutupi rancen usus-usus, agar sanggul rapi
10. Pasang sebuah ceplok. Cara pemasangan :
Pasang ceplik di tengah-tengah sanggul, agak ke atas sedikit
Ceplok dipasang di atas jala rambut
11. Pasang pelik. Cara pemasangan :
Awali dengan pemasangan pelik di kanan kiri lungsen dan lekukan ukel
Pemasangan pelik dilakukan dengan cara menyebar rata mengikuti irama
sanggul, tidak simetris, dan acak
Arah mekar pelik ke belakang sanggul
Pengantin putri. Perlengkapan busana untuk Pengantin Putri Corak Yogya Puteri :
a. Kain pradan
b. Kebaya
c. Selop atau alas kaki
21
1. Satu pasang suweng tretes permata untuk dipakai pada telinga
2. Satu buah kalung tretes permata untuk dipakai sebagai kalung pada leher
3. Satu pasang gelang permata untuk dipakai pada pergelangan tangan
4. Satu pasang cincin permata untuk dipakai pada jari manis kanan dan kiri
5. Tiga buah bros utuk dipakai pada kebaya
6. Satu buah sisir gunungan untuk dipakai di atas sanggul
7. Sebuah mentul untuk dipakai di atas sanggul
8. Ceplok untuk dipasang di tengah-tengah sanggul
9. Jebehan untuk dipasang di kiri dan kanan sanggul
10. Pelik sebagai hiasan sanggul
Perhiasan yang harus disediakan untuk pengantin puteri corak Kesatrian Ageng Malem
Selikuran:
1. Satu pasang suweng tretes permata untuk dipakai pada telinga
2. Satu buah kalung tretes permata untuk dipakai sebagai kalung pada leher
3. Satu pasang gelang permata untuk dipakai pada pergelangan tangan
4. Satu pasang cincin permata untuk dipakai pada jari manis kanan dan kiri
5. Tiga buah bros untuk dipakai pada kebaya
6. Satu buah sisir gunungan untuk dipakai pada sanggul
7. Sebuah mentul untuk dipakai di atas sanggul
8. Ceplok untuk dipasang di tengah-tengah sanggul
9. Jebehan untuk dipasang di kiri dan kanan sanggul
10. Pelik sebagai hiasan sanggul
Pengantin Pria Perlengkapan busana untuk Pengantin Pria Corak Yogya Puteri :
a. Kain yang coraknya sama dengan pengantin puteri
b. Baju sikepan bordiran/bludiran
c. Lonthong, kamus timang, dan lerep.
d. Dua buah bara
e. Blangkon dengan aksen bulu burung kuntul (bangau putih)
f. Kuluk kanigaran (sejenih kopiah berwana hiam dengan pelisir atau garis-garis warna
keemasan)
g. Selop atau alas kaki
Pengantin Pria Perlengkapan busana untuk Pengantin Pria Corak Kasatriyan Ageng Malem
Selikuran :
a. Kain yang coraknya sama dengan pengantin puteri
b. Baju sikepn bordiran/bludiran
c. Lonthong, kamus timang, dan lerep
d. Dua buah bara
e. Kuluk kanigaran
f. Selop atau alas kaki
22
b. Satu buah cincin
c. Satu pasang sumping
d. Satu buah keris bronggoh
DAFTAR PERTANYAAN :
BIODATA NARASUMBER
NAMA : SINGGIH
UMUR : 48 TAHUN
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kontinuitas yang terjadi karena adanya keinginan dan rasa kebangaan untuk
menunjukkan identitas sebagai orang Jawa pada acara pernikahan oleh para pengantin. Faktor
yang mempengaruhi terjadinya kontinuitas dan perubahan pada busana pengantin Yogyakarta
ialah, kesadaran dan keinginan pelaku budaya, khususnya juru rias untuk menjaga dan
melanjutkan keberadaan busana adat sangat tinggi. Hal ini terlihat dari bagaimana perias
menawarkan paket pernikahan pengantin adat Yogyakarta sebagai suatu yang adiluhung
namun menarik. Keberadaan keraton sebagai sebagai institusi warisan budaya yang
dilingkupi hal- hal mitologis didalamnya yang masih eksis berperan terhadap kesinambungan
busana pengantin adat Yogyakarta di kalangan masyarakat umum.
24
B. Saran
Busana pengantin gaya Yogyakarta merupakan produk budaya yang bernilai tinggi
bagi masyarakat pendukungnya. Perubahan kondisi sosial budaya masyarakat memancing
tumbuhnya kreatifitas pelaku budaya, khususnnya juru rias yang menghasilkan beragam
modifikasi busana pengantin. Pemahaman mengenai pakem busana pengantin adat
Yogyakarta pada juru rias seharusnya dimengerti dengan baik sebelum melakukan modifikasi
supaya terjadi keberlanjutan pemahaman untuk generasi penerusnya.
Penelitian mengenai busana pengantin adat Yogyakarta masih perlu dilakukan dengan
lebih mendalam, sehingga masih ada banyak celah yang dapat dikaji oleh peneliti
selanjutnya.
25
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Bapak senggih
2. Tienuk riefki,2013 corak adat jogya
3. https://tradisidanbudaya.wordpress.com/2009/03/25/upacara-perkawinan-yogyakarta/
4. http://eprints.uny.ac.id/15868/1/Nanang%20Muji%20Sunarno%2010207244012.pdf
5. https://budayanusantara2010.wordpress.com/upacara-adat-perkawinan-khas-
nusantara/pernikahan-adat-yogyakarta/
6. https://www.weddingku.com/blog/prosesi-pernikahan-adat-jawa-yogya
26