KELOMPOK 3 Hukum Adat
KELOMPOK 3 Hukum Adat
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan yang
berjudul “HUKUM PERORANGAN DAN KEKELUARGAAN” ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Hukum Adat.
Maka dengan selesainya pengerjaan laporan ini, kami selaku anggota
kelompok 3 kelas B mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu
mata kuliah Hukum Adat yaitu bapak Dr. Jamaludin, M.Si., bapak Drs. Imran., M.Si,
bapak Roy Kulyawan, S.Pd., M.Pd dan bapak Windy Makmur, S.Pd., M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Hukum Adat yang telah membimbing dalam
menyelesaikan tugas ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Kami selaku penulis menyadari bahwa tugas yang kami tulis ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami
butuhkan demi kesempurnaan laporan ini.
Kelompok 3
iii
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Hasil 3
2.2 Pembahasan 5
2.2.1 Hukum Adat Perorangan 5
2.2.2 Hukum Adat Kekeluargaan 6
DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 14
Lembar Observasi 14
Dokumentasi 17
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hasil
ke status yang baru sehingga anak tersebut perlu diberikan penguatan melalui
lantunan shalawat-shalawat dan puji pujian kepada Nabi Muhamad SAW.
Adapun dalam prosesi adat perkawinan Gorontalo yang biasa disebut
dengan adat motolobalango,dimana prosesi adat ini menjadi sesuatu hal yang
sakral, dan dilaksanakan dengan biaya yang cukup besar, bahkan untuk dapat
melaksanakan secara lengkap biasanya hanya dilakukan oleh orang-orang yang
memiliki biaya yang cukup dalam perkawinan. Dahulupohutu moponika
termasuk pelaksanaan adat motolobalango hanya dilakukan oleh orang-orang
besar saja, dalam hal ini pejabat dan keturunan raja, sementara masyarakat
biasamelaksanakan sesuai dengan kemampuan. Namun saat ini, hampir tidak ada lagi
perbedaan antara masyarakat biasa, pejabat dan keturunan raja- raja di Gorontalo
dalam pelaksanaannya, siapa yang memiliki biaya yang cukup dan mampu maka ia
boleh melaksanakannya. Adat motolobalango atau peminangan merupakan tahapan
awal perkenalan saat seorang laki-laki jatuh hati kepada seseorang perempuan,
maka jika perempuan itu telah dewasa (telah besar) tidak pernah bersuami,
hendaklah dipinang langsung kepadanya sendiri, dan jika perempuan itu masih
kecil, belum pernah bersuami, hendaklah dipinang kepada walinya. Jika dalam
Islam peminangan merupakan tahapan perkenalan dan tahapan meminta restu
orangtua calon perempuan untuk menikahianaknya, tetapi dalami stilaha dat
Gorontalo peminangan atau motolobalango merupakan tahapan adat ke empat
yang menghubungkan keluarga antara pihak laki-laki dan perempuan. Upacara adat
motolabalango dihadiri oleh orang terdekat, baik rombongan keluarga laki-laki yang
dipimpin oleh utolia (penghubung) maupun keluarga perempuan.
Di provinsi Gorontalo tumbilotohe adalah salah satu bagian dari suku
Gorontalo yang hanya berlaku di daerah Gorontalo, sebagai kegiatan menyambut
malam Lailatul Qadar dan menyambut lebaran, tetapi bukan merupakan syariat Islam.
tumbilotohe adalah suatu tradisi suku Gorontalo, sebagai rangkaian kegiatan di bulan
Ramadhan, dan pada malam pertama Tumbilotohe, zakat fitra mulai dihantar oleh
masing-masing diri pribadi kepada yang berhak menerima.
7
2.2 Pembahasan
2.2.1 Hukum Adat Perorangan
Masyarakat Gorontalo yang dikenal sebagai wilayah hukum adat ke 9 dari
19 daerah lingkungan hukum adat di Indonesia tetap memelihara aspek-aspek yang
baku, tumbuh dan berkembang ditengah tengah masyarakat secara turun temurun.
Hukum adat Gorontalo, sebagai adat istiadat daerah Gorontalo adalah
budaya yang ditaati, dilaksanakan dan dipertahankan serta dihormati secara turun
temurun, yang memiliki prinsip “Adat Bersendi Syara, Syara Bersendi Kitabullah”
Atas dasar itulah maka adat istiadat Gorontalo tetap dipelihara oleh
masyarakat Gorontalo dengan tidak menutup kemungkinan terhadap akibat
perkembangan perkembangan karena dampak pesatnya pembangunan.
a Adat istiadat Gorontalo tetap dipelihara dan ditaati oleh warganya serta diadakan
penyesuaian-penyesuaian dengan perkembangan, situasi, dan kondisi sepanjang
tidak mengurangi prinsip-prinsip yang terkandung didalamnya Mengutamakan
hubungan kekeluargaan, kerja sama dan musyawarah mufakat
b Setiap masyarkatnya berpegang teguh pada Agama, Bersifat ramah-tamah penuh
toleran.
c Pengaruh adat yang kuat dalam prilaku kehidupan dengan prinsip “Adat bersendi
syara, syara bersendi Kitabullah”.
d Selalu berfikir yang kritis walaupun menampilkan kesederhanaan.
e Suka menghormati dan menghargai sesamanya dengan dasar pemikiran, bahwa
penghargaan kepada orang merupakan wujud harga diri sendiri. Menurut R.D.
Katili & A. W. Lihu (2002)
Dalam hukum perorangan ada juga hukum adat yang mengatur seperti,
Pertama bagi ibu-ibu yang datang ke acara hajatan mereka harus menggunakan kain
batik tutup sebagaimana mana yang diharuskan dalam adat gorontalo, Kedua bagi
para masyarakat ataupun tokoh adat diharuskan memakai lengan panjang ketika
pergike acara hajatan, Ketiga bagi kepala desa ataupun para pejabat pemerintahan
apabila keluar rumah dianjurkan memakai pakaian lengan panjang. Dalam hukum
8
perorangan didesa Piloliyanga jika ada orang yang berselisih tidak dikenakan sanksi
adat akan tetapi cara penyelesaiannya dengan didamaikan oleh aparat desa dan
keluarga yang bersangkutan. Di suku gorontalo juga jika ada yang meninggal maka
semua orang wajib untuk memakai baju berwarna putih, dan tidak boleh memakai
baju berwarna merah. Pada hari ke- 40 memakai baju berwarna biru hal itu
merupakan ketentuan dari adat yang ada digorontalo.
Gorontalo dipahami sebagai bagian dari pelaksanaan prinsip adat yang dikenal
dengan “adati hula-hula’a to sara’a, sara’a hula-hula’a to kuru;ani atau adat
bersendikan syara, dan syara’ bersendikan al-qur’an, oleh sebab itu setiap anggota
masyarakat suku Gorontalo sebagai Muslim sejati, wajib melaksanakannya. Sebagai
syukuran atas kebahagiaan yang dilimpahkan Allah, dengan menitipkan amanahnya
kepada kedua orang tua, yang ditandai dengan aqiqah.
2. Beat
jalan yang benar. Setelah lantunan doa telah diucapkan, prosesi selanjutnya adalah
prosesi siraman layaknya seorang pengantin yang akan menikah. Prosesi siraman pun
dilakukan dengan menggunakan air yang dicampurkan oleh bermacam bunga dan
dedaunan yang sangat wangi. Lantunan doa kembali dilakukan ketika kedua orang
tua hendak menyiramkan air ke tubuh seorang gadis tersebut.
3. Mandi Lemon
Salah satu upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Gorontalo adalah
Upacara Adat Mandi Lemon. Mandi lemon sudah menjadi adat dan tradisi di
Gorontalo bahwa anak perempuan yang menjelang usia dua tahun akan menjalani
prosesi adat yang biasa dikenal dengan Mo Polihu Lo Limu atau sering juga disebut
Mongubingo. Mandi lemon serupa dengan khitanan yang dimana seorang anak batita
perempuan menjalani prosesi ritual mandi kembang yang bercampur lemon atau jeruk
purut dengan tumbuhan harum lainnya di pangkuan ibu yang melahirkan sebagai
tanda keislaman dari anak tersebut. Salah satu upacara adat yang dilakukan oleh
masyarakat Gorontalo adalah Upacara Adat Mandi Lemon. Mandi lemon sudah
menjadi adat dan tradisi di Gorontalo bahwa anak perempuan yang menjelang usia
dua tahun akan menjalani prosesi adat yang biasa dikenal dengan Mo Polihu Lo Limu
atau sering juga disebut Mongubingo.
Mandi lemon serupa dengan khitanan yang dimana seorang anak batita
perempuan menjalani prosesi ritual mandi kembang yang bercampur lemon atau jeruk
purut dengan tumbuhan harum lainnya di pangkuan ibu yang melahirkan sebagai
tanda keislaman dari anak tersebut. Dijelaskan pula bahwa melalui ritual ini dapat
diramalkan tentang masalah jodoh dan karakter dari anak batita perempuan itu sendiri
saat dewasa melalui petunjuk bahan alam yang digunakan seperti pelepah pinang
muda yang dibelah. Para orangtua di Gorontalo meyakini jika adat ini tidak diadakan
pada anak batita khusunya perempuan, maka turunan yang lahir dari rahimnya tetap
dianggap haram walaupun dari perkawinan yang sah. Pelaksanaan adat mandi lemon
melalui beberapa langkah yang dimana masyarakat Gorontalo percaya bahwa dengan
1
adanya adat mandi lemon terdapat nilai-nilai luhur dan suci yang merupakan cermin
dari segala aktivitas bermasyarakat. Disampingitu masyarakat muslim sebagai
mayoritas menjadi suatu pendorong adat mandi lemon terus dilaksanakan karena
merupakan adat yang dibalut oleh tradisi religius.
4. Motolobalango
Perkataan Tolobalango berasal dari dua kata, tolo yang berarti saling dan
balango yang artinya menyeberang. Motolobalango mengandung pengertian saling
mengunjungi untuk menyampaikan maksud. Dalam kegiatan pernikahan berarti
saling mengunjungi untuk melakukan peminangan dari keluarga pihak lelaki kepada
keluarga pihak perempuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Tolobalango
(Peminangan), adalah penyampaian maksud acara resmi yang dihadiri oleh para
pemangku adat, pembesar negeri dan keluarga melalui juru bicara pihak keluarga
pengantin Putra (Luntu Dulungo Layio) dan juru bicara utusan pihak keluarga
Pengantin Putri (Luntu Dulungo Wulato) untuk melakukan pelamaran. Penyampaian
maksud diungkapkan dengan puisi lisan berbentuk sajak-sajak perumpamaan. Pada
peminangan adat Gorontalo tidak disebutkan biaya pernikahan (Tonelo) oleh pihak
utusan keluarga calon pengantin Putra, namun yang terpenting diungkapkan adalah
Mahar (Maharu) dan garis-garis besar acara yang akan dilaksanakan, termasuk waktu
pelaksanaan tahapan selanjutnya.
Diawali dengan penyerahan adat berjenjang turun (adati Potidungu) dari
pihak Keluarga kepa U lipu lo Hulondhalo. Budaya Tolobalango ini sudah menjadi
adat Gorontalo dari dahulu kala. Pada prosesi tolobalango keluarga dari pihak
perempuan harus dihadirkan karena itu merupakan syarat pada proses Tolobalango.
Lalu menanyakan siapa yang menjadi utoliya walato (wakil dari keluarga
perempuan). Kemudian menyerahkan Tonggu lo tolobalango (pembuka suara) atau
huo lo ngango. Setelah diterima Tonggu lo Tolobalango tersebut maka pihak keluarga
laki-laki akan menyampaikan maksud kedatangan mereka untuk melamar putri dari
pihak perempuan sesudah itu menyerahkan Tonggulo Tolobalango atau Pomama lo
Tolobalango (perlengkapan sirih pinang), kemudian setelah diterima pomama
1
tersebut lalu menentukan adat istadat dilito (payu lo lipu lo Hulonthalo limutu).
Setelah sepakat menyerahkan tapahula (sirih) maka langsung membicarakan biaya
pernikahan, setelah selesai menentukan biaya pernikahan maka menentukan tanggal
pernikahan tersebut.
Budaya ini diwajibkan bagi masyarakat Gorontalo dan kelengkapan atau
persiapan tolobalango itu menjadi adat atau tradisi masyarakat Gorontalo secara turun
temurun sebagai bagian dari prosesi adat kebesaran pernikahan Gorontalo. Setelah
tanggal pernikahan ditentukan pada saat prosesi Tolobalango maka akan dilaksanakan
pernikahan antara pihak laki-laki dan pihak perempuan. Sebelum disahkan
pernikahan, pihak laki-laki mengantarkan harta (dutu atau maharu) kepada pihak
perempuan. Ada orang berpendapat bahwa maharu merupakan perangkat u dutuolo
(hantaran adat). Kata maharu berasal dari bahasa Arab mahar dan dalam bahasa adat
Gorontalo dikenal dengan kata tonelo. Mahar diwajibkan atas suami dengan sebab
nikah yakni memberikan sesuatu kepada calon istri, baik pemberian berupa uang
ataupun benda lainnya. Hal yang paling utama terlihat dalam acara motolobalango ini
adalah permainan kata dan bahasa yang dilakukan oleh pemangku adat kedua belah
pihak yang dalam hal ini dikenal dengan istilah luntu dulungo layio (utusan yang naik
atau dating) dari pihak lelaki dan luntu dulunga wolato (utusan yang menunggu).
Dialog dan ketrampilan bicara diperankan oleh utusan kedua belah pihak itu,
dilakukan oleh pemangku adat (baate). Keindahan dan kehalusan kata dan budi
pekerti yang diperlihatkan dalam dialog itu akan sangat berpengaruh bagi diterima
dan ditolaknya suatu acara pernikahan. Biasanya mereka melakukan dialog dengan
menggunakan kata-kata bijak, perupamaan, peribahasa dan ibarat-ibarat untuk
menarik perhatian, Puteri yang akan dilamar biasanya diumpamakan sebagai emas,
intan permata dan permata berlian.
5. Tumbilotohe
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masyarakat Gorontalo dikenal sebagai masyarakat yang memegang teguh adat
Falsafah Gorontalo "Adat bersendi Syara, Syara bersendi Kitabullah" yang
mengandung makna adat berdasarkan pada syariat. Dan Syariat berdasarkan pada
Kitabullah merujuk kepada Al-Qur'an dan tradisi Nabi (Al-Sunnah). Dalam hukum
perorangan ada juga hukum adat yang mengatur seperti, Pertama bagi ibu-ibu yang
datang ke acara hajatan mereka harus menggunakan kain batik tutup, Kedua bagi para
masyarakat ataupun tokoh adat diharuskan memakai lengan panjang ketika pergi ke
acara hajatan, Ketiga bagi kepala desa ataupun para pejabat pemerintahan apabila
keluar rumah dianjurkan memakai pakaian lengan panjang. Adapun hukum adat
kekeluargaan yaitu : Acara gunting rambut (Mohuntingo), Beat, Mandi Lemon,
Motolobalango, Tumbilotohe.
3.2 Saran
Dari uraian penjelasan diatas ada beberapa saran yang ingin penulis utarakan,
antara lain : para masyarakat harus berpegang teguh hukum adat yang ada di Desa
Piloliyanga, Kecamatan Tilamuta, Kabupaten Boalemo dengan didukung oleh
perangkat adat dan desanya.
1
DAFTAR PUSTAKA
Rugaiah Dai S.Pd. (2022). Hukum Perorangan dan Kekeluargaan, Desa Piloliyanga,
Kecematan Tilamuta, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo.
LAMPIRAN
Lembar Observasi
Nama Narasumber : Rugaiah Dai, S.Pd
Umur : 62 Tahun
1. Mengenai hukum perorangan hak-hak apa saja yang dimiliki oleh masyarakat
adat di desa ini?
Jawab : Kalau masyarakat di desa khususnya Piloliyanga adat istiadat masih
sangat kental, salah satunya masih sangat diterapakn adab-adab dalam majelis
seperti, di dalam majelis baik acara pernikahan ataupun hajatan lainnya ada yang
disebut dengan Bulito yaitu tata cara untuk duduk seseorang itu sudah diatur di
dalam adat.
2. Jika ada orang yang berselisih satu sama lain apakah ada sanksi adat yang
diterapkan didesa ini?
Jawab : Dalam hukum perorangan didesa Piloliyanga jika ada orang yang
berselisih tidak dikenakan sanksi adat akan tetapi cara penyelesaiannya dengan
didamaikan oleh aparat desa dan keluarga yang bersangkutan.
3. Adat apa saja yang ada dalam keluarga di Desa Piloliyanga?
Jawab : Dalam keluarga gorontalo ada namanya acara gunting rambut
(Mohuntingo), Beat, Mandi Lemon, Motolobalango, Tumbilotohe.
4. Bagaimana adat ketika ada tokoh adat maupun masyarakat yang meninggal?
Jawab : Jika ada yang meninggal maka semua orang wajib untuk memakai baju
berwarna putih, dan tidak boleh memakai baju berwarna merah. Pada hari ke- 40
memakai baju berwarna biru.
5. Adakah yang membedakan tentang proses pemakaman seorang tokoh adat atau
masyarakat dengan mereka yang tidak mempunyai kedudukan di masyarakat?
Jawab: Jika tokoh adat atau tokoh masyarakat yang meninggal maka laki-laki
yang melayat menggunakan peci nasional dengan dililitkan kain berwarna putih.
1
Jika masyarakat biasa yang meninggal maka tidak perlu menggunakan peci
nasional tersebut.
6. Bagaimana tata cara duduk dimajelis atau bulito?
Jawab : Untuk para masyarakat tokoh adat yang mempunyai suatu jabatan
didalam struktur adat atau struktur pemerintahan desa maka cara penataan tempat
duduk dalam bulito diatur berdasarkan tokoh adat atau masyarakat yang memiliki
jabatan tertinggi.
7. Bagaimana adat mengatur cara berpakaian perempuan (Ibu-ibu) didalam majelis
maupun hajatan lainnya?
Jawab : perempuan (ibu-ibu) dalam adat diatur cara berpakaiannya menggunakan
kain batik tutu dengan cara pemakaian yang berlaku sesuai adat.
8. Bagaimana proses pelaksanaan acara Beat di Desa Piloliyanga?
Jawab : Perempuan yang di beat menggunakan kain batik tutu kemudian disiram
menggunakan air yang berisikan logam dan beberapa bunga, lalu memakan telur
mentah lalu seorang gadis yang dibeat itu pun berjalan berputar sebanyak 3 kali
dan dipayungi oleh kedua orang tuanya sambil berjalan bagaikan permaisuri dari
kahyangan. Tak lupa diiringi lantunan doa oleh pemuka agama serta tausiah
nasehat-nasehat agar menjalani hidup yang lebih baik di jalan yang benar. Setelah
lantunan doa telah diucapkan, prosesi selanjutnya adalah prosesi siraman
layaknya seorang pengantin yang akan menikah. Prosesi siraman pun dilakukan
dengan menggunakan air yang dicampurkan oleh bermacam bunga dan dedaunan
yang sangat wangi. Lantunan doa kembali dilakukan ketika kedua orang tua
hendak menyiramkan air ke tubuh seorang gadis tersebut.
9. Kapan Tombilotohe dilakukan?
Jawab : Tombilotohe dilakukan untuk menyambut malam lebaran tepatnya
dilakukan pada saat malam 27 Ramadhan.
1
Dokumentasi
2
2