Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Beberapa anak mengalami kesulitan untuk menjalin interaksi sosial dengan


lingkungan di luar keluarga. Adakalanya seorang anak karena kurang pintar atau
tidak mampu dalam berinteraksi dengan baik atau anak yang pasif, maka mereka
tidak mendapatkan perhatian atau diacuhkan oleh teman-temannya dalam kegiatan-
kegiatan kelompok di sekolah. Sebagian dari mereka memilih untuk terdiam,
membisu dan tidak mau bahkan tidak mampu berkata-kata dengan teman sebaya
atau dengan guru mereka di sekolah, namun mereka mampu berkata-kata ketika di
rumah. Kebisuan mereka biasanya terjadi tidak hanya di lingkungan sekolah,
namun juga di lingkungan sosial lainnya. Anak dengan karakteristik seperti ini
disebut juga dengan Mutisme Selektif.1

Mutisme Selektif atau bisu selektif adalah istilah untuk seorang anak yang
terus-menerus gagal berbicara di situasi sosial spesifik ketika ia diharapkan untuk
berbicara (misalnya di dalam kelas), tetapi konsisten berbicara di situasi sosial lain
(misalnya di rumah dengan ibunya). Prevalensi SM di dunia dalam setting
kesehatan mental dilaporkan rendah, dengan prevalensi kurang dari 1%. Namun
prevalensi dalam setting sekolah terlihat lebih tinggi, karena ruang kelas adalah
tempat dimana gangguan kecemasan ini paling mudah diamati.1

Mutisme Selektif biasanya terjadi sebelum usia 5 tahun, namun sering


belum dapat dideteksi sampai anak memasuki sekolah. Hal tersebut terjadi karena
sebagian besar anak Mutisme Selektif berbicara dengan orangtua di rumah tanpa
ada masalah, namun ketika berada dalam situasi yang asing atau bertemu dengan
orang yang tidak familiar, masalah ini akan muncul. Kondisi demikian membuat
penanganan anak Mutisme Selektif sering terlambat sehingga masalah akan
menjadi lebih besar. Keterlambatan penanganan mungkin terjadi sampai 4 tahun
setelah diagnosis serta ditetapkan, dan para ahli kesehatan anak tidak familiar
dengan kelalaian ini serta memahami cara penanganannya.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFENISI

Mutisme selektif merupakan suatu gejala yang kuat dan resisten, yaitu
pasien tidak mau berbicara dalam keadaan tertentu ( sering di sekolah ) tetapi
berbicara secara normal di tempat lain atau pada saat lain. Tempat dan saat tertentu
ketika si anak tidak mau berbicara secara konsisten dan persisten perlu diketahui
untuk penegakkan diagnosa ini. Walaupun proses wicara yang normal secara sosial
di jumpai, dalam suatu kelompok kecil terdapat atau pernah terjadi kesulitan wicara
dalam artikulasi atau pengucapan kata.2

Mutisme selektif adalah keadaan masa kanak berupa kanak yang tetap
benar-benar diam, atau hampir diam, di dalam situasi sosial, dan paling khas terjadi
di sekolah. Sebagian besar anak dengan gangguan ini benar-benar diam di situasi
yang membuat stres, sedangkan anak lainnya hanya berbisik atau menggunakan
kata-kata dengan satu suku kata. Anak dengan mutisme selektif memiliki
kemampuan penuh untuk berbicara dengan kompeten ketika tidak sedang berada di
dalam situasi sosial yang menekan. Beberapa anak dengan gangguan ini
berkomunikasi dengan kontak mata atau sikap nonverbal. Anak-anak ini berbicara
lancar di situasi lain. Seperti dirumah, dan didalam lingkungan tertentu yang
dikenal baik. Mutisme selektif ini diyakini sebagai suatu bentuk fobia sosial. Akibat
ekspresinya di dalam situasi sosial tertentu.3

Mutisme selektif adalah kelainan pada anak-anak, dimana anak-anak


menolak untuk berbicara pada situasi sosial tertentu, seperti di sekolah. Namun mau
berbicara pada kondisi lain. Faktor predisposisi pada kalinan ini adalah kondisi
overproteksi dari orang tua, etardasi mental, perpidahan tempat tinggal atau
imigrasi sebelum usia 3 tahun.4

Pada umumnya, mutisme selektif ini dapat terjadi dan mulai tampak ketika
mereka telah mulai memasuki lingkungan sosial yang lebih luas, seperti berada di
lingkungan sekolah (preschool; 2-6 tahun), berada pada lingkungan teman sebaya

2
maupun dengan orangorang dewasa selain anggota keluarga, dan sebagainya.
Penolakan mereka untuk berbicara seringkali menyebabkan guru mengalami
kesulitan untuk menilai kemampuan membaca maupun kemampuan akademis
lainnya. Anak-anak dengan mutisme selektif kadang menggunakan komunikasi
nonverbal dalam berinteraksi sosial (misalnya menggumam, menunjuk, menulis).
Meskipun demikian, sebagian dari mereka tetap memiliki keinginan untuk terlibat
dalam aktifitas sosial yang tidak memerlukan komunikasi verbal. Misalnya, turut
serta dalam drama sekolah dengan mengambil peran yang tidak memerlukan
kemampuan berbicara.5

Ciri-ciri lain yang ditampilkan oleh anakanak dengan mutisme selektif ini
antara lain seperti kurangnya kontak mata, kurang senyum, tantrums, memerah
karena malu, gelisah, dan gejala umum lainnya yang berhubungan dengan mutisme
selektif. Anak-anak dengan gangguan mutisme selektif seringkali menolak untuk
berinteraksi, berkomunikasi maupun membaur dan menciptakan situasi yang
menyenangkan dengan lingkungan sekitarnya sebagaimana ketika mereka berada
di rumah atau bersama dengan temanteman sebaya yang mereka percaya.6

Hal ini sesuai yang diungkapkan dalam Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder (DSMV, 2013), bahwa saat berada dalam interaksi sosial tertentu,
anakanak dengan SM tidak memberikan respon saat diajak berbicara oleh orang
lain, baik dengan teman sebaya maupun dengan orang dewasa yang mereka anggap
kurang dapat memberikan rasa nyaman. Pada dasarnya, anak-anak mutisme selektif
tersebut memiliki kemampuan untuk berbicara dan berbahasa, namun saat mereka
berada di lingkungan tertentu seperti lingkungan sekolah mereka membisu dan
menarik diri dari lingkungan sekitarnya. Gangguan mutisme selektif ini dapat
menyebabkan anak mengalami hambatan untuk menjalin kontak sosial secara luas,
yang kemudian tanpa disadari juga dapat menghambat proses belajar mereka di
sekolah. .5

3
EPIDEMIOLOGI

Prevalensi mutisme selektif diperkirakan berkisar antar 3 dan 8 per 10.000


anak. Lebih banyak survei terkini menunjukkan bahwa gangguan ini lebih lazim,
muncul dalam lebih dari 0,5 persen anak sekolah didalam komunitas. Anak kecil
lebih rentan terhadap gangguan ini dibandingkan dengan anak yang lebih tua.
Mutisme selektif tampak lebih lazim pada anak perempuan dibandingkan anak laki-
laki.3

Mutisme selektif biasanya jarang ditemui ( kurang dari 0,8 per 1000 anak).
Rasio pada kedua jenis kelamin adalah 1:1. Gangguan kelekatan biasanya lebih
sering dan banyak dilihat di bidang lembaga penelitian perlindungan anak. Anak
yang berespon cepat terhadap stimulasi lingkungan yang normal tidak akan menjadi
perhatian psikiater kecuali jika bukti ahli diperlukan untuk proses peradilan. Angka
yang dapat dipercaya untuk frekuensi gangguan ini sulit diperoleh, sebagian akibat
kontroversi mengenai batas kriteria penegakan diagnosis.2

Pada umunya gangguan mutisme selektif terjadi pada usia yang bervariasi
tetapi terutama pada anak di usia sekolah. Laporan menuliskan bahwa gangguan ini
terjadi paling banyak pada usia 5 atau 6 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada anak
yang lebih muda yakni pada usia 2tahun 7 bulan sampai 5 tahun 4 bulan. Anak yang
berusia 2,5- 6 tahun memiliki kemampuan untuk menggunakan kata untuk
mempengaruhi perilaku, menjadi semakin mantap secara kognitif, mampu
bekerjasama terutama pada permainan sosiodrama. Dalam hubungan dengan
keluarga, teman sebaya dan sekolah, anak-anak pada masa akhir menghabiskan
lebih banyak waktu dengan teman-teman sebayanya. Interaksi tersebut dapat terjadi
disekolah maupun diluar sekolah.7

Bersama rekan sebayanya, anak berusaha mengembangkan hubungan


dengan orang baruserta berusaha untuk mengembangkan standar yang dimilikinya
untuk dapat menilai diri sendiri dan memperkaya pengetahuan mereka. Ia juga
mengembangkan keterampilan untuk mendengarkan dan berkomunikasi secara
efektif serta bergembira dan memperlihatkan antusiasme dan kepedulian terhadap

4
orang lain serta memiliki rasa percaya diri dan selama masa bersekolah, mereka
belajar untuk bersosialisasi dan mengikuti aturan yang ditetapkan. Bagi anak
penderita mutisme selektif, mereka menarik dirinya dan bertindak sebagai
pengamat saat teman-temanyya bermain. Dan konsikuensinya adalah mereka
kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi baik
secara verbal maupun non verbal untuk membantu dirinya dalam menghadapi
dunianya.7

Anak menjadi mutistik pada berbagai keadaan, tetapi tidak dalam keadaan
tertentu, lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan (5:1) dan umumnya
juga menunjukkan kelainan dalam bidang kejiwaan yang lain, seperti gejala
penarikan diri, menyendiri, tidak dapat bergaul dengan kawan sebayanya, sangat
bergantung pada orang tua atau anggota keluarga lain. Anak tersebut mungkin
dapat berhubungan dengan gurunya atau temannya hanya melalui gerakan tangan,
menolak membaca secara lantang dikelas. Kadang dia hanya mau bicara dengan
gurunya saja, atau dengan orang tuanya saja atau dengan salah satu saudaranya,
tetapi tidak dengan yang lain.8

ETIOLOGI

Meskipun mutisme selektif adalah suatu inhibisi yang ditentukan secara


psikologis atau penolakan untuk bicara, banyak anak dengan gangguan ini memiliki
riwayat onset bicara yang tertunda atau kelainan bicara yang dapat turut berperan.
Pada survei baru-baru ini 90% dari anak-anak dengan mutisme selektif memenuhi
kriteria diagnostik fobia sosial. Anak-anak ini menunjukkan tingkat ansietas sosial
yang tinggi tanpa psikopatologi yang tampak jelas di area lain, menurut penilaian
orang tua dan guru. Dengan demikian mutisme selektif bisa tidak menunjukkan
suatu gangguan khusus tetapi sebaiknya dapat dikonseptualisasikan sebagai subtipe
dari fobia sosial.

5
Serupa dengan keluarga yang memiliki anak yang memiliki anak yang
menunjukkan ansietas lain, ansietas maternal, depresi, dan meningkatnya
kebutuhan bergantung sering diamati di dalam keluarga dari anak dengan mutisme
selektif. Faktor-faktor ini dapat mengakibatkan proteksi ibu yang berlebihan dan
hubungan yang terlalu dekat tetapi ambivalen antara ibu dan anaknya yang
mengalami mutisme selektif.3

Anak-anak dengan mutisme selektif biasanya bicara dengan bebas di rumah.


Mereka tidak memiliki hendaya biologis yang signifikan. Beberapa anak tampak
memiliki presdiposisi terhadap mutisme selektif setelah trauma fisik atau emosional
dini, dengan demikian, beberapa klinisi menyebut fenomena ini sebagai mutisme
traumatik bukannya mutisme selektif.3

Ada beberapa penyebab dari mutisme selektif ini seperti misalnya kematian
seseorang yang disayangi, perceraian orang tua, kecemasan dalam keluarga seperti
misalnya orang tua yang overprotektif. Ada yang menyatakan karena adanya
trauma pada masa kanak-kanak, atau karena faktor keturunan. Peneliti menemukan
bahwa kebanyakan anak dengan gangguan mutisme selektif juga memiliki
keterkaitan dengan fobia sosial, salah satu tipe kecemasan sosial yang
menyebabkan rasa takut pada seseorang atau lebih atau situasi dimana orang
tersebut diekspose oleh orang yang tidak dikenal. Dapat pula mutisme selektif
disebabkan karena berasal dari keluarga migran, trauma pada masa awal sekolah,
adanya luka /cedera pada mulut atau rahasia dalam keluarga.7

Penyebab mutisme selektif :9

1. Rasa malu yang berlebihan;


2. Gangguan kecemasan atau disebut dengan phobia social;
3. Penarikan diri pada lingkungan social;
4. Adanya perasaan takut;
5. Negativisme

6
Ciri-ciri Selective Mutism Sebagian besar anak dengan sifat bisu selektif
terlihat dan bertindak seperti anak lainnya, ketika mereka berada dalam situasi yang
nyaman. Tetapi ketika mereka berada dalam situasi lain, seperti sekolah atau situasi
yang membuat mereka sangat cemas dan tidak nyaman.9

Sebelum atau selama interaksi sosial, anak dengan sifat bisu selektif dapat
dicirikan sebagai berikut :9

1. Menarik diri dari situasi yang membuat mereka begitu cemas


2. Menolak untuk pergi ke suatu tempat yang membuat mereka merasa takut.
3. Menghindari kontak mata atau tidak tersenyum saat diajak berbicara.
4. Memiliki kesulitan mengatakan hal-hal sederhana seperti 'halo', 'selamat
tinggal' atau 'terima kasih' .
5. Kegagalan dalam berbicara bukan disebabkan kurangnya pengetahuan atau
pemahaman terhadap bahasa.
6. Gangguan ini paling tidak muncul sekurang-kurangnya 1 bulan dan ytidak
terbatas pada sebulan pertama masuk sekolah.
7. Mempengaruhi komunikasi sosial dan kurangnya nilai akademisnya
8. Gangguan tidak termasuk dalam gangguan komunikasi misalkan gagap dan
tidak terjadi karena mengalami gangguan seperti skizofrenia .
9. Selama 3 bulan di lingkungan sosial yang sama anak masih tetap saja
membisu dan menyendiri namun ' aktiv ' di rumah tanpa henti.
10. Tidak sekadar membisu, anak pengidap mutisme selektif juga mengalami
debar jantung yang lebih cepat, dan tangan berkeringat, layaknya seseorang
yang mengalami phobia.

Kepastian tentang penyebab dari mutisme selektif sebenarnya masih dalam


penelitian yang terus menerus. Dalam DSMV (2013) dinyatakan bahwa pemicu
utama munculnya mutisme selektif ini adalah terjadinya kecemasan sosial yang
tinggi. Faktor penyebab yang lain adalah trauma, kecemasan akut, dan bahkan
fobia sosial. Beberapa penelitian juga memperoleh hasil bahwa anak yang
diduga mengalami gangguan mutisme selektif memiliki presentase yang sangat
kecil dalam menunjukkan adanya gangguan bicara maupun hambatan

7
berbahasa. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan bicara maupun hambatan
dalam berbahasa bukanlah faktor penyebab terjadinya mutisme selektif.6

Ketidakmampuan berbicara pada mutisme selektif juga tidak dapat


disamakan dengan sifat pemalu dan tidak dapat dikategorikan pula ke dalam
jenis gangguan yang lain seperti gangguan pendengaran, aphasia,
schizophrenia, maupun autisme. Meskipun demikian, ciri-ciri perilaku yang
tampak pada mutisme selektif seringkali membingungkan bagi sebagian orang,
sehingga gangguan ini masih sangat sedikit mendapatkan tanggapan maupun
penanganan secara tepat. Mereka sering diabaikan ataupun dianggap sebagai
gangguan psikologis yang kompleks. Hal ini menyebabkan anak-anak dengan
gangguan mutisme selektif ketika berada di lingkungan pendidikan seringkali
ditempatkan dalam kelas khusus.6

KLASIFIKASI

Menurut Utnick, Mutisme Selektif dapat dibagi menjadi 4 tahap yakni:10

1. Mild  berkomunikasi dengan keluarga atau yang dianggap dekat


dengannya, sedikit menggunakan simbol nonverbal untuk berkomunikasi
dengan orang luar.
2. Moderate  mampu memproduksi suara tanpa kata
3. Moderate Severe  berkomunikasi dengan non verbal ( dengan gesture, dll)
4. Severe  tidak berkomunikasi secara verbal maupun non verbal

Lebih lanjut lagi, Utnick juga menjelaskan mengenai ciri-ciri anak Mutisme
Selektif di sekolah yakni:10

1. Jika ia merasa cemas, maka ia akan duduk ataupun berdiri tanpa bergerak
ataupun berekspresi
2. Menatap langit-langit apabila mendapat pertanyaan
3. Meningkatkan sensitivitas sensory termasuk pada saat di keramaian

8
4. Kesulitan untuk mengikuti kegiatan sosial yang melibatkan bahasa yang
ekspresif
5. Kesulitan untuk melakukan kontak mata
6. Sulit baginya ketika ia menjadi pusat perhatian, padahal mereka merasa
mereka adalah pusat perhatian
7. Jika tidak tertangani, maka mutisme selektif dapat memicu masalah lain
termasuk rendah diri, dan phobia pada sekolah dan pada teman lain.

Diperoleh 4 tipe mutisme selektif yang tampak secara jelas :6

1. Symbiotic mutism mutisme selektif tipe ini ditandai dengan adanya


ketergantungan yang berlebihan terhadap figur pengasuh dan sikap tunduk
yang berlebihan pada orang lain namun bersifat manipulatif. Anak-anak ini
cenderung berusaha mengendalikan lingkungannya terutama orang tua
dengan menampilkan perilaku negative terhadap nilai-nilai sosial maupun
kontrol orang tua. Secara umum, mutisme selektif tipe ini dipicu oleh
adanya ketergantungan yang tinggi pada figur pengasuh terutama ibu serta
sikap dominan yang berlebihan dari orang tua terutama figur ibu.
2. Speech phobic mutism mutisme selektif tipe ini menampilkan adanya
ketakutan pada suara bising dan keras. Ketakutan ini selalu terjadi berulang
kali. Suara bising dan keras ini dapat menyebabkan mereka ketakutan dan
berhenti berbicara. Hal ini akan berlangsung lama dan dibutuhkan banyak
motivasi agar mereka mau berbicara kembali. Reaksi fisik yang secara
umum menyertai adalah detak jantung yang semakin cepat, nafas yang
pendek, berkeringat, dan tubuh yang gemetar. Mereka sering berkomunikasi
menggunakan metode nonverbal seperti pemberian isyarat, menulis pesan,
dan menggunakan bahasa isyarat. Penyebab mutisme selektif jenis ini
belum dapat ditemukan secara jelas.
3. Reactive mutism Anak dengan mutisme selektif tipe ini tampak menarik
diri dari lingkungan bahkan depresi sebagai akibat dari satu atau lebih
rangkaian peristiwa traumatis. Tipe ini diduga disebabkan oleh adanya

9
perlakuan kasar dari keluarga terutama orang tua, seperti tamparan pada
wajah atau ungkapan katakata kasar yang memerintahkan anak untuk
menutup mulut, diam, atau larangan berbicara. Jika hal ini tidak segera
mendapatkan penanganan secara tepat maka dapat menyebabkan depresi
berat, termasuk percobaan bunuh diri dan ketergantungan obat.
4. Passive – aggressive mutism Pada tipe ini anak menampilkan sikap diam
sebagai bentuk permusuhan. Mereka menolak untuk berbicara. Pada
umumnya mutisme selektif tipe ini disebabkan oleh adanya situasi yang
mengancam bagi anak. Mereka merasa terancam dan pada akhirnya tumbuh
keinginan kuat untuk menggunakan perilaku diamnya sebagai alat untuk
mengontrol dan memanipulasi lingkungan di sekitar mereka.

DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIS

Sebagai langkah diagnosis awal bagi anakanak dengan kemungkinan mutisme


selektif, diperlukan adanya informasi umum seperti bagaimana orang tua
memperlakukan anak saat di rumah, bagaimana orang tua mengajarkan kedisiplinan
dan penyelesaian tugas, apa yang dilakukan orang tua saat anak melakukan
kesalahan, riwayat perkembangan anak dan kondisi kesehatannya, perasaan anak
terhadap lingkungan sekolah mereka, bagaimana perilaku anak saat di sekolah, dan
sebagainya.6

Sebelum atau selama dalam interaksi sosial, anak dengan mutisme selektif
memungkinkan menampilkan:6

1. Menarik atau menutup diri saat berada dalam situasi yang membuat mereka
sangat cemas;
2. Menolak untuk mengikuti petunjuk orang dewasa dan tampak tidak patuh
atau melawan (contohnya, menolak untuk pergi ke suatu tempat yang
membuat mereka merasa cemas);
3. Menghindari situasi atau kegiatan yang dapat memicu stres;
4. Mengeluh sakit kepala atau sakit perut;

10
5. Menatap ke arah lain, menghindari kontak mata atau tidak tersenyum;
6. Sulit mengatakan halhal sederhana seperti halo, selamat tinggal, atau ucapan
terima kasih.

Anak-anak dengan gangguan mutisme selektif mungkin juga mengalami:6

1. Social anxiety disorder (9 dari 10 anak dengan selective mutism memiliki


hal tersebut);
2. Kesulitan untuk berada jauh dari orang tua;
3. Memiliki beberapa masalah bicara atau bahasa;
4. Mengompol saat siang atau malam hari (enuresis).

Terdapat 5 kriteria diagnostik yang disajikan dalam DSMV (2013) tentang mutisme
selektif:5

1. Adanya kegagalan yang terjadi secara konsisten untuk berbicara dalam


situasi sosial tertentu, di mana berbicara dibutuhkan (misalnya di sekolah)
meskipun mampu berbicara dalam situasi yang lain;
2. Gangguan tersebut dapat mengganggu prestasi akademis, pekerjaan,
maupun komunikasi sosial;
3. Gangguan tersebut berlangsung minimal satu bulan (tidak terbatas pada
bulan pertama sekolah);
4. Kegagalan berbicara tidak disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, atau
kenyamanan dengan, dan bahasa lisan yang dibutuhkan dalam situasi sosial;
5. Gangguan tersebut tidak dapat disejajarkan dengan gangguan komunikasi
(misalnya childhoodfluency disorder) dan tidak terjadi secara khusus seperti
pada autism spectrum disorder, schizophrenia, atau gangguan psikotik
lainnya.

11
Gambaran klinis gangguan kelekatan masa kanak-kanak:2

Gangguan kelekatan reaktif


1. Kewaspadaan yang kaku
2. Ketakutan
3. Kewaspadaan yang berlebihan
4. Kurangnya respons terhadap rasa nyaman
5. Tatapan radar
6. Nestapa
7. Menarik diri
8. Respons agresif terhadap kekecewaan yang dialami sendiri atau orang
lain
9. Kemungkinan tanda penganiayaan
10. Membaik dengan pola asuh “normal”

Gangguan kelekatan yang tak terkendali

1. Kelekatan berlebih
2. Attachment diffuse
3. Mencari perhatian
4. Terlalu mudah akrab
5. Modulasi yang buruk pada interaksinya dengan teman sebaya

Mutisme ini dapat berkembang bertahap atau tiba-tiba setelah suatu pengalaman
yang mengganggu. Onset usia dapat berkisar dari 4 hingga 8 tahun. Periode
mutisme paling lazim ditunjukkan di sekolah atau di luar rumah. Pada kasus yang
jarang, seorang anak akan diam dirumah tetapi tidak di sekolah. Anak-anak yang
menunjukkan mutisme selektif juga dapat memiliki gejala gangguan ansietas
perpisahan, penolakan sekolah, dan pencapaian bahasa yang terlambat. Karena
ansietas sosial hampir selalu ada pada anak dengan mutisme selektif, gangguan
perilaku, seperti ledakan kemarahan dan perilaku oposisional juga dapat terjadi
dirumah.3

12
DIAGNOSIS BANDING3

Anak yang pemalu dapat menunjukkan mutisme sementara di dalam situasi


baru yang mencetuskan ansietas. Anak ini sering memiliki riwayat tidak bicara saat
adanya orang asing atau riwayat sangat lengket dengan ibunya. Sebagian besar anak
yang mengalami mutisme saat memasuki sekolah membaik secara spontan dan
dapat dikatakan memiliki malu adaptasional sementara. Mutisme selektif juga harus
dibedakan dengan retardasi mental, gangguan pervasif, dan gangguan bahasa
ekspresif.

Pada gangguan-gangguan ini, gejalanya tersebar luas dan tidak ada satu situasi
pun saat anak dapat berkomunikasi dengan normal, anak dapat memiliki
ketidakmampuan bukannya penolakan untuk bicara. Di dalam mutisme akibat
gangguan konversi, sifat mutisme ini pervasif. Anak-anak yang dikenalkan dengan
lingkungan yang berbicara dengan bahasa yang berbeda bisa menjadi enggan untuk
mulai menggunakan bahasa baru tersebut. Mutisme selektif harus didiagnosis
hanya jika anak juga menolak untuk bercakap-cakap dalam bahasa asalnya dan jika
mereka mendapatkan kompetensi komunikatif di dalam bahasa baru tetapi menolak
untuk mengucapkannya.

PENATALAKSANAAN

Pendekatan multimodal yang menggunakan intervensi individual, kognitif-


perilaku. Perilaku dan intervensi keluarga dianjurkan. Anak-anak prasekolah juga
bisa mendapatkan keuntungan dari perawatan terapeutik. Untuk anak-anak usia
sekolah, terapi perilaku-kognitif individual dianjurkan sebagai terapi lini-pertama.
Edukasi dan kerjasama keluarga memberikan keuntungan . obat Selective Serotonin
Reuptake Inhibitor (SSRI) sekarang merupakan komponen terapi yang diterima
ketika intervensi psikososial tidak cukup untuk menangani gejala.3

Untuk penatalaksanaan mutisme selektif suatu kombinasi pendekatan perilaku


untuk mengurangi kesulitan bicaranya dan untuk “keluar” dari keadaan tersebut
(misalnya miriman pesan melalui telepon atau alat rekam) dapat berhasil pada

13
beberapa anak. Sebagian lain dapat memperoleh manfaat dengan terapi non verbal
seperti terpai bermain atau terpi seni. Perhatian perlu ditunjukkan pada adanya
kelainan proses wicaranya. Bila terdapat masalah interaksi keluarga, hal ini dapat
diatasi dengan terapi keluarga.2

Gangguan kelekatan dapat ditangani dengan upaya terapi pada hubungan antara
pengasuh dan sang anak, dengan penekanan pada konsistensi, tegas, sikap yang
baik dan interaksi positif. Hal ini dapat dilaksanakan pada keluarga atau kelompok
tertentu dapn dapat membentuk bagian suatu program pusat keluarga, yang juga
berguna bagi para pengasuh dalam mengatasi masalah lainnya. Anak ini mungkin
membutuhkan psikoterapi individual untuk memperoleh loncatan perkembangan
yang lebih normal, walaupun hal ini hanya dapat berguna bila lingkungannya
cocok. Suatu kemajuan dalam hubungan terkadang tidak terjadi tepat waktu untuk
memenuhi kebutuhan perkembangan anak, dan penempatan keluarga alternatif
dibutuhkan, yang diatur oleh hukum atau atas kemauan sendiri.2

Tes Mutisme Selektif7

Untuk mengetahui apakah anak atau siswa menderita mutisme selektif,


Selective Mutisme Foundation telah membuat serangkaian pertanyaan tes yang
merujuk pada diagnosa dalam DSM IV maka ada beberapa pertanyaan yang harus
dijawab yakni:

1. Apakah anak anda memiliki ketakutan tanpa alasan untuk berbicara di


depan kelas atau dengan anak lain atau orang dewasa saat disekolah,
restauran, atau toko?
2. Apakah kegelisahan itu mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka?
3. Apakah anak tampak cemas ketika berinteraksi dengan sebaya?
4. Ketika anak diharapkan untuk berbicara, apakah anak tersebut bereaksi
dengan memberi ekspresi kosongh pada wajahnya?
5. Apakah anak tersebut melekat pada orang tua atau bersembunyi di kamar
ketika ada orang datang berkunjung?

14
6. Apaka anak tersebut tersenyum ketika sedang di foto oleh fotografer
profesional ( selain foto yang diambil di rumah)
7. Apakah anak tersebut memiliki kekuatiran secara berlebihan untuk
berbicara di depan umum?
8. Apakah anak tersebut memiliki kekuatiran secara berlebihan ketika
dipanggil dengan guru di kelas untuk respon verbal?
9. Apakah anak tersebut mengalami kesulitan pada performance non verbal di
kelas?
10. Apakah anak enggan untuk kesekolah atau menghindari kegiatan sosial
yang sesuai dengan usianya?
11. Apakah anak mengalami sakit kepala atau sakit perut saat datang ke
sekolah?
12. Apakah anak berbicara dirumah dengan menggunakan suara normal tetapi
tidak berkata apapun saat di depan umum?
13. Apakah komunikasi non verbal disekolah atau tempat umum itu
berlangsung lebih dari 1 tahun?

PROGNOSIS

Prognosis jangka panjang untuk mutisme selektif cukup baik, walaupun adanya
gangguan penyerta lain akan mengubah kondisi ini. Masalah perilaku lain ternyata
dapat membaik juga dengan meredanya mutisme selektif.2

Gangguan kelekatan dapat mengganggu hubungan pada masa depan sampai


satu taraf ketika kondisi tersebut berlanjut pada generasi berikutnya. Kurangnya
rangsangan dan konsistensi yang sesuai akan menimbulkan abnormalitas perilaku,
yang dapat berinteraksi dengan harga diri yang rendah pada anak yang rentan
sehingga menimbulkan kegagalan demi kegagalan ( Spiral of Failures) yang
bermanifestasi menjadi gangguan psikiatri dan gangguan kepribadian pada masa
dewasa.2

15
Meskipun anak-anak dengan mutisme selektif sering malu berlebihan selama
bertahun-tahun prasekolah, onset gangguan ini biasanya pada usia 5 sampai 6 tahun.
Pola yang paling lazim adalah anak-anak berbicara hampir hanya dirumah dengan
kelurga inti, tetapi tidak ditempat lain terutama disekolah. Akibatnya mereka
memiliki kesulitan akademik dan bahkan gagal. Anak-anak dengan mutisme
selektif biasanya malu, cemas, rentan terhadap timbulnya depresi. Sebagian besar
anak dengan bentuk ringan gangguan ansietas, termasuk mutisme selektif pulih
dengan atau tanpa terapi. Dengan data terkini mengesankan bahwa fluoxetine dapat
mempengaruhi perjalanan gangguan mutisme selektif, pemulihan dapat
ditingkatkan .3

Sebagian besar kasus hanya berlangsung selama beberapa minggu atau bulan,
tetapi ada kasus yang berlangsung selama bertahun-tahun. Anak-anak yang tidak
membaij usia 10 tahun tampak memiliki perjalanan gangguan yang lama dan
prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang membaik pada usia
10 tahun. Sebanyak sepertiga anak dengan mutisme selektif, dengan atau tanpa
terapi dapat mengalami gangguan psikiatrik lain, terutama gangguan ansietas lain
dan depresi.3

16
BAB III

KESIMPULAN

Dapat diketahui bahwa sangat penting bagi kita untuk dapat memahami
perbedaan antara rasa “malu” dengan mutisme selektif pada anak-anak. Melalui
deteksi dini kita akan mampu menerapkan pencegahan dan penanganan secara tepat
sehingga mereka memiliki keterampilan psikososial yang matang sesuai
perkembangan usia. Beberapa hal yang harus diingat ketika dihadapkan pada anak-
anak dengan gangguan mutisme selektif adalah bahwa sistem penghukuman,
penekanan, atau pemaksaan bicara terhadap anakanak tersebut bukanlah solusi
yang tepat. Mereka akan semakin merasa terancam dan cemas sehingga pada
akhirnya kondisi mereka semakin memburuk.

Hal ini sebagaimana tercantum dalam DSMV (2013), bahwa gangguan mutisme
selektif tergolong dalam anxiety disorder, sehingga semakin mengalami tekanan
maka kecemasan anak semakin meningkat dan semakin menarik diri dari interaksi
sosial. Sangat penting membantu anak-anak dengan mutisme selektif secara
konsisten dan bertahap. Selain itu penerapan pola asuh juga memiliki peran bagi
terjadinya gangguan mutisme selektif. mutisme selektif yang berkepanjangan akan
berdampak pada kemampuan dan prestasi akademis mereka. Guru akan mengalami
banyak kesulitan melakukan penilaian terhadap kemampuan mereka terutama pada
pelajaran-pelajaran yang memerlukan keaktifan verbal, seperti membaca dan
menjawab pertanyaan secara lisan. Pada usia yang lebih dewasa, mutisme selektif
dapat menghambat untuk menjalin persahabatan, pekerjaan, dan sebagainya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Laela,Wina. 2016. Studi Kasus Tentang Perilaku Selective Mutism Pada Seorang Siswa
Di Suatu Sekolah Dasar Negeri Cidadap Kota Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.
Universitas Pendidikan Indonesia

Puri, Basant K. Laking, Paul J. Treasaden, Ian H. 2011. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2.
Jakarta : EGC

Sadock, Benjamin James. Sadock, Virginia Alcott.2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi
2. Jakarta : EGC

Widyastuti, Ketut. Dirasandhi, Putri. 2017. Mutisme. Program Studi Neurologi Fk


Unud/Rsup Sanglah : Denpasar

American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorders. Fifth edition. Washington, DC & London, England: American
Psychiatric Publishing.

Anggraheni, Dwi Astary.2016. Meningkatkan Kematangan Psikososial Padaanak Dengan


Gangguan Selective Mutism. Universitas Muhammadiyah Malang.

Yanuarini, Shanti. 2018. Kajian Tentang Mutisme Selektif Pada Siswa di Sekolah Umum.
Program Studi Megister Sains Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Surabaya.

Roan, Witjaksana Martin. 2017. Psikopatologi dan Fenomenologi. Penerbit Buku


Kedokteran : EGC. Jakarta

Wahyudiana, E. 2015. Konseling Behavior dan Selective Mutism. Universitas Islam


Negeri Surabaya

Utnick, Graciela Elizalde, Behavioral Intervention with Selective Mute Students :


Strategies and Symptom Severity, Booklyn College, New York.

18

Anda mungkin juga menyukai