Anda di halaman 1dari 19

KETERAMPILAN KOMUNIKASI, KETERAMPILAN PSIKOSOSIAL, DAN

KETERAMPILAN BEKERJA OLEH TIM PERAWAT YANG BEKERJA DI AREA


PERAWATAN PALIATIF

Dosen Pengampu :
Yuni Shanti Ritonga, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh
Kelompok 7
Luter Kristian Zai 2114201067
Nur Indah Laras Hati Hia 2114201072
Army Deby Pasaribu 2114201057
Renata Irna Wau 2114201074

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS IMELDA MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
Keperawatan menjelang ajal dan Paliatif dengan judul “Keterampilan Komunikasi,
Keterampilan Psikososial, Dan Keterampilan Bekerja Oleh Tim Perawat Yang
Bekerja Di Area Perawatan Paliatif ”.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Medan, Oktober 2023

Kelompok VII
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pelayanan perawatan paliatif pada pasien dengan penyakit kronis


dan stadium lanjut atau akhir dapat dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan atau di rumah pasien. Beberapa model pelayanan perawatan
paliatif yang biasa dilakukan seperti perawatan di rumah, rawat inap
maupun rawat jalan di rumah sakit yang menyediakan layanan dan
konsultasi, dan hal terseut telah dilakukan lebih dari 30 tahun di negara
yang telah menyediakan pelayanan perawatan paliatif. Sekitar 50 negara di
dunia telah menyediakan pelayanan perawatan paliatif, terutama di
negara maju seperti, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Belanda. Beberapa
Negara di benua Eropa turut mengembangkan pelayanan paliatif seperti
Austria, Finlandia, Itali, Irlandia, Jerman, Perancis, Polandia, Spanyol,
Swiss, Slovakia, Swedia, dan Yunani. Sedangkan dibelahan dunia yang
lainnya beberapa Negara telah menyediakan dan mengintegrasikan
pelayanan perawatan paliatif dalam sistem pelayanan kesehatan seperti
Selandia baru, beberapa negara Asia (Jepang, India, Singapura, Korea dan
Cina), dan beberapa negara di Afrika dan Amerika Latin.

Pelayanan perawatan paliatif yang diberikan memiliki beberapa


aspek yaitu fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Aspek fisik dalam
perawatan meliputi pemberian asuhan terhadap reaksi patofisiologis
seperti nyeri, gejala lain dan efek samping yang dialami pasien.
Aspek social dalam perawatan yaitu memberikan pemahaman kepada
pasien dan keluarga tentang penyakit dan komplikasinya, gejala, efek
samping dari pengobatan seperti kecacatan yang berpengaruh terhadap
hubungan interpersonal, kapasitas pasien untuk menerima dan kapasitas
keluarga untuk menyediakan kebutuhan perawatan. Aspek psikologis yaitu
memberikan asuhan terhadap reaksi seperti depresi, stress, kecemasan,
serta pelayanan terhadap proses berduka dan kehilangan. Aspek spiritual
dalam perawatan meliputi pemberian asuhan terhadap masalah keagamaan
seperti harapan dan ketakutan, makna, tujuan, kepercayaan
tentang kehidupan setelah kematian, rasa bersalah, pengampunan dan
kehadiran rohaniawan sesuai keinginan pasien dan keluarga.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja kompetensi perawat di area perawatan paliatif ?

2. Bagaimana model pelayanan keperawatan paliatif ?


3. Apa saja prinsip pelayanan keperawatan paliatif ?

4. Bagaimana bekerja secara interprofesional dalam pelayanan paliatif ?

5. Apa saja peran dalam tim paliatif ?

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui model pelayanan keperawatan paliatif.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui kompetensi perawat di area perawatan paliatif.


b. Untuk mengetahui model pelayanan keperawatan paliatif.
c. Untuk mengetahui prinsip pelayanan keperawatan paliatif.
d. Untuk mengetahui bekerja secara interprofesional dalam
pelayanan paliatif.
e. Untuk mengetahui peran dalam tim paliatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Palliative Care


Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada
penderita yang sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang
dideritanya. Pasien sudah tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif yang
disebabkan oleh keganasan ginekologis. Perawatan ini mencakup penderita serta
melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, & Rasjidi, 2008).

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas


hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta
masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health
Organization (WHO) 2016).

Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan


keluarga dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah,
dan menghilangkan penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian
penyakit termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta
untuk memfasilitasi otonomi pasien, mengakses informasi, dan pilihan (National
Consensus Project for Quality Palliative Care, 2013). Pada perawatan paliatif ini,
kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang harus di hindari tetapi kematian
merupakan suatu hal yang harus dihadapi sebagai bagian dari siklus kehidupan
normal setiap yang bernyawa (Nurwijaya dkk, 2010).

Permasalahan yang sering muncul ataupun terjadi pada pasien dengan


perawatan paliatif meliputi masalah psikologi, masalah hubungan sosial, konsep diri,
masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual (Campbell, 2013).
Perawatan paliatif ini bertujuan untuk membantu pasien yang sudah mendekati
ajalnya, agar pasien aktif dan dapat bertahan hidup selama mungkin. Perawatan
paliatif ini meliputi mengurangi rasa sakit dan gejala lainnya, membuat pasien
menganggap kematian sebagai proses yang normal, mengintegrasikan aspek-aspek
spikokologis dan spritual (Hartati & Suheimi, 2010). Selain itu perawatan paliatif
juga bertujuan agar pasien terminal tetap dalam keadaan nyaman dan dapat
meninggal dunia dengan baik dan tenang (Bertens, 2009).

Diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak memperdulikan pada


stadium dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan atau tidak, mutlak Palliative Care
harus diberikan kepada penderita itu. Palliative Care tidak berhenti setelah penderita
meninggal, tetapi masih diteruskan dengan memberikan dukungan kepada anggota
keluarga yang berduka. Palliative Care tidak hanya sebatas aspek fisik dari penderita
itu yang ditangani, tetapi juga aspek lain seperti psikologis, sosial dan spiritual.
Titik pusat dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya, bukan
hanya penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak dibatasi pada pasien secara
individu, namun diperluas sampai mencakup keluarganya. Untuk itu metode
pendekatan yang terbaik adalah melalui pendekatan terintegrasi dengan
mengikutsertakan beberapa profesi terkait. Dengan demikian, pelayanan pada pasien
diberikan secara paripurna, hingga meliputi segi fisik, mental, social, dan spiritual.
Maka timbullah pelayanan palliative care atau perawatan paliatif yang mencakup
pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas social-medis, psikolog,
rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan. Lebih lanjut, Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa pelayanan paliatif berpijak pada
pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang
normal.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Palliative Care adalah
untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan
kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Meski pada
akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara
psikologis dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.

B. Elemen dan Prinsip Palliative Care

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES, 2013)dan


Aziz, Witjaksono, dan Rasjidi (2008) priinsip pelayanan perawatan paliatif yaitu
menghilangkan nyeri dan mencegah timbulnya gejala serta keluhan fisik lainnya,
penanggulangan nyeri, menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai
proses normal , tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian,
memberikan dukungan psikologis, sosial dan spiritual, memberikan dukungan agar
pasien dapat hidup seaktif mungkin, memberikan dukungan kepada keluarga sampai
masa dukacita, serta menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien
dan keluarganya
Elemen dalam perawatan paliatif menurut National Consensus Project dalam
Campbell (2013), meliputi :
1. Populasi pasien.
Dimana dalam populasi pasien ini mencangkup pasien dengan semua usia,
penyakit kronis atau penyakit yang mengancam kehidupan.
2. Perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga.
Dimana pasien dan keluarga merupakan bagian dari perawatan paliatif itu sendiri.
3. Waktu perawatan paliatif.
Waktu dalam pemberian perawatan paliatif berlangsung mulai sejak
terdiagnosanya penyakit dan berlanjut hingga sembuh atau meninggal sampai
periode duka cita.
4. Perawatan komprehensif.
Dimana perawatan ini bersifat multidimensi yang bertujuan untuk menanggulangi
gejala penderitaan yang termasuk dalam aspek fisik, psikologis, sosial maupun
keagamaan.
5. Tim interdisiplin.
Tim ini termasuk profesional dari kedokteran, perawat, farmasi, pekerja sosial,
sukarelawan, koordinator pengurusan jenazah, pemuka agama, psikolog, asisten
perawat, ahli diet, sukarelawan terlatih.
6. Perhatian terhadap berkurangnya penderitaan
Tujuan perawatan paliatif adalah mencegah dan mengurangi gejala penderitaan
yang disebabkan oleh penyakit maupun pengobatan.
7. Kemampuan berkomunikasi
Komunikasi efektif diperlukan dalam memberikan informasi, mendengarkan aktif,
menentukan tujuan, membantu membuat keputusan medis dan komunikasi efektif
terhadap individu yang membantu pasien dan keluarga.
8. Kemampuan merawat pasien yang meninggal dan berduka
9. Perawatan yang berkesinambungan.
Dimana seluru sistem pelayanan kesehatan yang ada dapat menjamin koordinasi,
komunikasi, serta kelanjutan perawatan paliatif untuk mencegah krisis dan rujukan
yang tidak diperukan.
10. Akses yang tepat.
Dalam pemberian perawatan paliatif dimana tim harus bekerja pada akses yang
tepat bagi seluruh cakupan usia, populasi, kategori diagnosis, komunitas, tanpa
memandang ras, etnik, jenis kelamin, serta kemampuan instrumental pasien.
11. Hambatan pengaturan. Perawatan paliatif seharusnya mencakup
pembuat kebijakan, pelaksanaan undang-undang, dan pengaturan yang dapat
mewujudkan lingkungan klinis yang optimal.
12. Peningkatan kualitas.
Dimana dalam peningkatan kualitas membutuhkan evaluasi teratur dan sistemik
dalam kebutuhan pasien.

C. Definisi Komunikasi
Definisi Komunikasi Istilah ‘komunikasi’ (communication) berasal dari
Bahasa Latin ‘communicatus’ yang artinya berbagi atau menjadi milik bersama.
Dengan demikian komunikasi menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi
untuk mencapai kebersamaan. Secara harfiah, komunikasi berasal dari Bahasa Latin:
“Communis” yang berarti keadaan yang biasa, membagi. Dengan kata lain,
komunikasi adalah suatu proses di dalam upaya membangun saling pengertian. Jadi
kominukasi dapat diartikan suatu proses pertukaran informasi di antara individu
melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku. (Riswandi, 2009).
Proses komunikasi merupakan aktivitas yang mendasar bagi manusia sebagai
makhluk sosial. Setiap proses komunikasi diawali dengan adanya stimulus yang
masuk pada diri individu yang ditangkap melalui panca indera. Stimulus diolah di
otak dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki individu.
(Wiryanto, 2004) Sosiologi menjelaskan komunikasi sebagai sebuah proses
memaknai yang dilakukan oleh seseorang terhadap informasi, sikap, dan perilaku
orang lain yang berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak-gerik, atau sikap,
perilaku dan perasaan-perasaan, sehingga seseorang membuat reaksi-reaksi terhadap
informasi, sikap dan perilaku tersebut berdasarkan pada pengalaman yang pernah
dialami. (Mungin, 2008)
Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang
menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua
tujuan, yaitu : mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan
tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan
atau berguna (berbagi informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak
memiliki kegunaan atau tidak berguna (menghambat/ blok penyampaian informasi
atau perasaan). Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki
oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik itu hubungan yang kompleks
maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya sekedar senyuman.
Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan secara
utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi
seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan merasakan
kebahagiaan. (Pendi, 2009)

D. Pengertian Psikososial

Psikososial adalah perkembangan manusia dalam bentuk tingkah laku,


hubungan dan interaksi, serta bagaimana pikiran, perasaan, emosi, dan tindakan
tersebut dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang lain, pengalaman sosial atau
situasi sosial yang ada di sekitarnya.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kompetensi Perawat di Area Perawatan Paliatif

Begitu banyak definisi untuk menjelaskan makna kata


tentang“Kompetensi.” Namun untuk di area perawatan paliatif definisi
kompetensi diadopsi dari Royal College of Nursing (RCN) tahun 2002.
Dimana kompetensi di definisikan sebagai; “keterampilan, pengetahuan,
pengalaman, kualitas dan karakteristik, serta perilaku yang menjadi syarat
pada seseorang untuk melakukan kerja atau tugasnya secara efektif.” Berikut
ini, akan di jelaskan beberapa komptensi perawat yang bekerja di area
paliatif yang didesain oleh Becker, 2000.

1. Keterampilan komunikasi

Keterampilan berkomunikasi merupakan hal yang terpenting


dalam pelayanan perawatan paliatif. Perawat mengembangkan
kemampuan berkomunikasinya untuk dapat meningkatkan hubungan
yang lebih baik dengan pasien dan keluarga. Sehingga perawat dapat
memberikan informasi yang penting dengan cara yang lebih baik saat
pasien membutuhkannya, atau menjadi pendengar yang baik saat pasien
mengungkap keluhannya tanpa memberikan penilaian atau stigma yang
bersifat individual. Komunikasi menjadi keterampilan yang sangat
dasar pada perawat paliatif, dimana dengan keterampilan tersebut
perawat akan mampu menggali lebih dalam mengenai perasaan pasien,
keluhan pasien tentang apa yang dirasakannya. Selain itu dengan
keterampilan berkomunikasi tersebut maka perawat dapat
mengidentifikasi untuk memenuhi kebutuhan pasien, kapan saja, atau
bahkan di saat pasien mengajukan pertanyaan yang rumit seperti
tentang kehidupan dan kematian. Kemampuan berkomunikasi juga akan
membantu membangun kepercayaan diri perawat, tahu kapan
mengatakan tidak terhadap pasien, dan dengan komunikasi
yang disertai dengan sentuhan,maka hal tersebut dapat menjadi
terapi bagi pasien.

2. Keterampilan psikososial

Untuk dapat bekerja sama dengan keluarga pasien dan


mengantisipasi kebutuhannya selama proses perawatan pasien, maka
pelibatan keluarga dalam setiap kegiatan akan dapat membantu dan
mendukung keluarga untuk mandiri. Elemen psikososial merupakan
bagian dari proses perawatan yang biasanya di delegasikan ke pekerja
social medic.karena pekerja social medic memiliki wawasan dan akses
yang lebih luas keberbagai macam organisasi atau instansi yang dapat
diajak bekerja sama untuk memberikan dukungan kepada pasien.
karena mengingat peran perawat dalam tim paliatif begitu banyak
sehingga tidak memungkin untuk melakukannya. Akan tetapi bila,
dalam tim interprofesional tidak ada tenaga pekerja social media,
maka perawatlah yang akan melakukannya. Membangun rasa percaya
dan percaya diri selama berinteraksi dengan pasien dan dengan
menggunakan diri sendiri sebagai bentuk terapeutik melalui proses
komunikasi terapeutik maka hal tersebut merupakan inti dari
pendekatan psikososial dalam perawatan paliatif.

3. Keterampilan bekerja tim

Bekerja bersama dalam tim sebagai bagian dari tim


interprofesional merupakan hal yang sangat vital untuk dapat
melakukan praktik atau intervensi yang baik terhadap pasien.
Mengingat layanan perawatan paliatifsaat ini tidak hanya tersedia di
fasilitas rumah sakit, namun juga tersedia dirumah hospis, rumah
perawatan maupun di rumah pasien. Seiring dengan meningkat peran
perawata di area paliatif sehingga keterampilan untuk dapat bekerja
dalam tim menjadi suatu keharusan dan keniscayaan.

4. Keterampilan dalam perawatan fisik

Untuk area ini, perawat di tuntut memiliki pengetahuan


danketerampilan yang baik untuk dapat melakukan asuhan keperawatan
secaralangsung pasien dalam kondisi apapun dan kapanpun, sehingga
perawatdapat bertindak dan mengambil keputusan yang tepat sesuai
kondisi pasien.Pengkajian nyeri secara akurat dan holistic dengan
menggunakan berbagai macam bentuk metode menjadi hal yang dasar.
Pemilihan metode yang tepat untuk mengkaji pasien seperti nyeri,
menjadi hal yang penting, mengingat kondisi pasien yang kadang
berubah dan tidak memungkin merespon beberapa pertanyaan yang di
ajukan. Sehingga keterampilan observasi dan kemampuan intuisi
perawat yang dapat digunakan untuk mengenali tanda atau gejala yang
mana boleh jadi pasien tidak dapat atau mampu untuk melaporkannya.
Dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perawatmaka
perawat dapat memberikan masukan kepada anggota tim untuk tidak
lebih fokus pada pemberian obat-obatan berdasarkan
perkembangan kondisi pasien.
5. Keterampilan intrapersonal

Salah satu area yang menjadi komponen kunci untuk dapat


bekerja dengan baik dan sukses dalam area perawatan paliatif adalah
keterampila intrapersonal. karena kematangan secara pribadi dan
professional akan dapat membantu perawat dalam mengatasi masalah
yang terkait dengan isu intrapersonal yang bersifat intrinsic terutama
saat melayani atau melakukan asuhan keperawatan pasien yang
menjelang ajal dan keluarganya. Perawat harus dapat mengenali dan
memahami reaksi dan perasaan pasien yang merupakan konsekuensi
alamiah dari bekerja dengan pasien sekarat atau keluarga yang
mengalami kedukaan, sehingga perawat mampu menentukan sikap dan
menyesuaikan diri dengan kondisi atau situasi yang sarat dengan
emosi dan perasaan sensitive. Jika dibandingkan dengan keterampilan
kompetensi lainnya, maka keterampilan intrapersonal merupakan hal
yang sangat menantang. Dan hal ini juga memiliki andil yang besar
untuk membantu membangun keribadian yang lebih baik. Akan tetapi,
kondisi tersebut juga mambawa perawat dalam posisi dilematis, karena
terkadang perawat terlalu terbawa emosi dengan perasaan yang di alami
pasien.

B. Model Pelayanan Keperawatan Paliatif

1. Perawatan di Rumah

Di beberapa Negara maju seperti Australia, Inggris, Amerika


Serikat, dan Belanda petugas kesehatan di pelayanan primer
(puskesmas) merupakan tim utama dalam penyediaan layanan terhadap
pasien yang mengalami sakit stadium akhir. Dokter memiliki peran
dalam menentukan rencana pengobatan pada pasien sedangkan
perawat merencanakan tindakan keperawatan berbasis kebutuhan dasar
pasien. Beberapa tenaga kesehatan lainya yang dapat berkontribusi
dalam pelayanan perawat paliatifseperti pekerja social media,
fisioterapi, psikolog. Rohaniawan dan relawan. Model terbaru
perawatan rumah yang di kembangkan di Inggris dikenal dengan istilah
rapid response team dan respite care team. Tim cepat tanggap (rapid
response team) seperti layanan gawat darurat yang menyediakan
layanan kondisi kritis, di mana dokter dan perawat akan di
panggil ke rumah pasien di saat pasien mengalami kondisi kritis.
Sedangkan respite care tim, merupakan tim yang menyediakan layanan
sebagai pengganti peran keluarga pasien dalam mengurusi pasien di
saat keluarga pasien beristritahat sejenak. Tujuan dari pelayanan paliatif
di rumah adalah untuk meyediakan pelayanan yang lebih nyaman bagi
pasien, sehingga pasien mampu mempersiapkan diri menghadapi
kematian yang pasti akan terjadi.

2. Pelayanan Rawat Inap

a. Rumah Hospital
St Cristopher merupakan rumah hospis pertama yang
didirikan di Inggris di tahun 1960an. Rumah hopis
menyediakan tim perawatan multi disiplin hal ini bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan yang begitu kompleks atau adanya
perubahan kebutuhan dasar dari pasien dengan kondisi dimana
hidup terbatas akibat penyakit yang di derita, serta kebutuhan
keluarga pasien. Bebrapa bentuk layanan yang diberikan di rumah
hospis yaitu berupa pengontrolan gejala atau keluhan, rehabilitasi,
perawatan akhir kehidupan atau perawatan menjelang
ajal/kematian, dukungan rawat jalan, konseling keluarga,
perawatan sehari dan dukungan masa berduka.

b. Perawatan Paliatif di Rumah Sakit


Penyediaan layanan di perawatan paliatif di rumah sakit lebih
menguntungkan jika di bandingkan dengan layanan paliatif lainya.
Hal tersebut di akibatkan komposisi petugas di pelayanan perawatan
paliatif memiliki standar dan kualifikasi yang tinggi serta peluang
untuk melibatkan tenaga professional lainya seperti fisioterapi,
rohaniawan, pekerja social medic, okupasi terapi menjadi lebih
memungkinkan terutama di saat pasien dalam kondisi terminal.
Beberapa ruang perawatan paliatif di rumah sakit didesain
menyerupai suasana rumah dimana keluarga dan kerabat diijinkan
untuk tetap berada menemani pasien hingga malam.

c. Rumah Perawatan

Di Amerika Serikat beberapa rumah perawatan memiliki


kerja sama dengan program rumah hospis, dan kerja sama tersebut
dituangkan dalam sebuah kontrak kerjasama. Ansurasi kesehatan
bidang paliatif berkontribusi secara signifikan terhadap layanan
paliatif pada para pasien di rumah perawatan yang diidentifikasi
memiliki keterbatasan harapan hidup. Selain itu Asuransi kesehatan
tersebut juga menjadi pelayanan perawatan di rumah hospis,
layanan social, konsultasi melalui rumah hospis, pelayanan
konselin atau pastoral care (layanan kerohanian). Beberapa
rumah perawatan menyediakan unit perawatan khusus untuk pasien
yang menjelang ajal/kematian, akan tetapi kebanyakan fasilitas
rumah perawatan mengijinkan pasien untuk menjalani perawatan
menjelang

C. Prinsip Pelayanan Keperawatan Paliatif

1. Perilaku dalam Merawat

Perilaku caring meliputi kepekaan, simpati, dan iba. Hal


tersebut menunjukan sebagai bentuk perhatian terhadap
pasien, simana perhatian tersebut ditunjukan untuk semua aspek
yang menyebabkan timbulnya masalah keluhan pada pasien yang
bukan hanya pada aspek medis saja. Selain itu, pendekatan tersebut
juga harus dapat menghargai pasien sebagai individu yang unik, dan
juga hal yang lainya seperti etnis, kemampuan intelektual, agama
dan kepercayaanya. Perilaku caring merupakan hal yang mendasar
dalam pelayanan pasien di perawatan paliatif. Penetapan diagnosis
dengan benar dan pemberian obat-obatan yang sesuai pada kondisi
pasien mungkin tidak akan efektif bila aspek yang lain pada pasien
di abaikan.

2. Komunikasi

Komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga adalah


hal vital. Komunikasi antara pasien dan perawat akan menjadi lebih
terbuka bila pasien menginginkan informasi yang lebih detail mengenai
penyakitnya.

3. Perawat

Perawat paliatif yang baik yaitu mencangkup proses


perencanaan yang di susun secara teliti, cermat dan berate-hati.
Dimana aspek-aspek seperti pencegahan akan terjadinya kondisi kritis
baik secara fisik berdasarkan progress penyakit pasien maupun secara
emosional, hal tersebut sering terjadi pada kasuspenyakit kanker yang
bersifat progresif. Pelibatan pasien dan keluarga menjadi hal
penting dalam proses perawatan paliatif karena dapat membantu
meminimalisir stress fisik dan emosional. Selain itu juga
membantu pasien atau keluarga untuk melakukan pencegahan
kejadian krisis selama masa perawatan di rumah.

D. Bekerja Secara Interprofesional dalam Pelayanan Paliatif

Beberapa terminology yang sering digunakan untuk


menggambaarkan makna bekerja bersama dalam satu tim yang terdiri dari
berbagai latar belakang disiplin ilmu yang interprofesional, interagency,
dan multidisciplinary. Terma tersebut kadang digunakan secara
bertukaran, dimana secara harfiah dari terma tersebut mengisyaratkan akan
makna bekerja bersama. Namun, maksud utama yang diinginkan adalah
bagaimana para tenaga profesional dengan beragam latar belakang tersebut
dapat bekerja sama dalam sebuah tim (interprofesinal). Hal ini akan
berbeda dengan makna multidisiplin dimana mengacu pada jumlah
dari para tenaga profesional yang terlibat dalam pelayanan yang boleh jadi
mereka tidak bekerja secara tim. Berdasarkan makna di atas maka dapat
disimpulkan bahwa interprofesional berarti bekerja dengan berbagai tenaga
profesional dengan mengedepankan kolaborasi dalam tim. Sedangkan
multidisiplin tidak selalu bermakna para tenaga profesional melakukan
kolaborasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam proses
perawatan pasien. Dimana diketahui bahwa kolaborasi merupakan hal
terpenting dalam proses pelayanan perawatan, termasuk dalam perawatan
paliatif. Seorang perawat memiliki tanggung jawab secara profesional
untuk memastikan dan bekerja secara kolaboratif dengan tenaga
profesional lainnya. Sehingga, kegagalan dalam memenuhi kebutuhan
dasar pasien boleh jadi karena kurangnya kolaborasi yang dilakukan oleh
para tenaga profesional yang berdampak terhadap layanan pada pasien
yang berujung pada kerugian terhadap pasien dan keluarganya.
Membangun tim yang baik dan berkualitas membutuhkan perangkat nilai,
nilai-nilai tersebut terperinci sebagai berikut:

1. Humor
Rasa humor atau humor selalu dihubungkan kondisi kesehatan
yang baik, sehingga saat ini menjadi bagian dari terapi karena humor
dapat mengurangi stres sekaligus meningkatkan kreatifitas. Humor di
tempat kerja dapat bermanfaat untuk meningkatkan produktifitas
kerja, pelayanan dan moral; mengurangi perasaan sakit atau
stres; meningkatkan kreatifitas; meningkatkan dan menguatkan
kebersamaan diantara anggota tim, sekaligus meningkat interaksi dan
komunikasi. Sehingga humor memiliki kekuatan untuk mengajarkan
sesuatu, menginspirasi, dan memotivasi. Akan tetapi perlu untuk
selalu memperhatikan situasi kerja kapan saatnya melakukan humor
sehingga tidak terjadi kesalahpahaman diantara anggota tim.
2. Mudah Untuk Berkomunikasi
Sangat penting untuk setiap anggota tim merasa lebih
mudah berkomunikasi dan diajak komunikasi. Sehingga mudah
membangun budaya diskusi sesama anggota tim terutam di saat
menghadapi situasi kritis dimana kondisi pasien memburuk.

3. Memahami Kebutuhan Orang Lain


Setiap anggota tim harus memiliki pandangan dan wawasan
yang luas serta sikap terbuka dengan hal-hal baru. Selain itu juga
harus mampu memahami kondisi setiap anggota tim karena setiap
anggota kemungkinannya memiliki keahlian atau keterampilan dan
pengalaman yang berbeda. Menawarkan bantuan, atau bimbingan dan
dukungan sebelum diminta merupakan keterampilan yang sangat
penting dalam bekerja tim.

4. Percaya Diri Dan Saling Percaya


Percaya diri dan saling percaya merupakan hal yang sulit untuk
dilakukan, akan tetapi kedua hal tersebut menjadi dasar sebagai
karakteristik individu dalam kesuksesan kelompok atau tim. Setiap
anggota harus menjadikan hal tersebut sebagai prinsip dalam bekerja
tim.

5. Menikmati Pekerjaan

Menikmati pekerjaan sekalipun dalam kondisi sulit seperti


bekerja di area paliatif yang menghadapi pasien menjelang
ajal/kematian akan menimbulkan kepuasan. Kepuasan tersebut
membuat seseorang akan merasa lebih nyaman.

6. Kepedulian

Kepedulian terhadap sesama anggota dan tim merupakan hal


yang bersifat dasar dalam membangun tim yang baik. Setiap anggota
harus merasa dirinya berharga dan peduli.

E. Peran dalam Tim Paliatif

Secara umum tim perawatan paliatif, perawat merupakan tulan


punggung dalam pelayanan. Dokter, pekerja sosial medik, psikolog,
rohaniawan, dan relawan kemungkinannya dapat bekerja sebagai bagian
yang terintegral dengan anggota tim lainnnya. Berikut ini akan
dijalaskan peran perawat, dokter, pekerja sosial medik, fisioterapis,
okupasi terapis, dietician nutrisionist dan rohaniawan.

1. Peran Perawat

Beberapa bentuk peran perawat di area perawatan paliatif yang


didefinisikan sebagai satu dukungan untuk berbagai hal menurut
Davies dan Oberie (1990), yaitu:
a. Valuing, memiliki kemampuan untuk menghargai terhadap nilai
dan keyakinan seseorang.
b. Connecting, menunjukkankemampuan untuk selalu dapat
berinteraksi dengan pasien dan keluarga, dan mencoba
memahami pengalaman yang dialami oleh mereka.
c. Empowering, memberdayakan pasien dan keluarga untuk
mendapat melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan mereka
dan untuk mereka sendiri sesuai dengan harapan yang mereka
inginkan.
d. Doing for, selain memberikan pelayanan akan kebutuhan pasien
secara fisik, perawat juga harus memaksimalkan kemampuan
pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah atau keluhan yang
dialami oleh pasien, seperti bagaimana pasien mampu mengatasi
nyeri yang dirasakan dengan mengelola nyeri secara mandiri
melalui teknik relaksasi.
e. Finding meaning, dalam pelayanan perawatan paliatif
mendorong pasien untuk menemukan makna dari
kondisi sakitnya atau kondisi kekiniannya merupakan hal yang
penting dalam membantu menentukan tata kelola keluhan yang
dirasakan oleh pasien. Sehingga dengan menemukan makna dari
suatu penderitaan atau sakit dapat memberikan kekuatan.
Sebagai contoh dalam perspektif Islam, sakit dapat dimaknai
sebagai salah jalan Allah untuk mengingatkan manusia akan
pentingnya menjaga kesehatan atau sakit dapat pula menjadi
jalan untuk menggugurkan dosa-dosa.
f. Preserving own integrity, menjaga dan
mempertahankan integritas diri merupakan hal yang terpenting
untuk mempertahankan harga diri, keyakinan diri serta
semangat atau spirit sehingga mampu menjalankan peran dan
fungsi sebagai anggota tim secara selektif.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kompetensi di definisikan sebagai; “keterampilan, pengetahuan,


pengalaman, kualitas dan karakteristik, serta perilaku yang menjadi syarat
pada seseorang untuk melakukan kerja atau tugasnya secara efektif.”
Model pelayanan keperawatan paliatif terdiri dari perawatan di rumah
Pelayanan Rawat Inap. Prinsip pelayanan keperawatan paliatif terdiri dari
perilaku dalam merawat, komunikasi, dan perawat.

Interprofesional berarti bekerja dengan berbagai tenaga profesional


dengan mengedepankan kolaborasi dalam tim. Sedangkan multidisiplin
tidak selalu bermakna para tenaga profesional melakukan kolaborasi dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya dalam proses perawatan pasien.
Dimana diketahui bahwa kolaborasi merupakan hal terpenting
dalam proses pelayanan perawatan, termasuk dalam perawatan paliatif.
Seorang perawat memiliki tanggung jawab secara profesional untuk
memastikan dan bekerja secara kolaboratif dengan tenaga profesional
lainnya.

Secara umum tim perawatan paliatif, perawat merupakan tulan


punggung dalam pelayanan. Dokter, pekerja sosial medik, psikolog,
rohaniawan, dan relawan kemungkinannya dapat bekerja sebagai bagian
yang terintegral dengan anggota tim lainnnya.

B. Saran

Perawatan paliatif ini sangat diperlukan untuk orang-orang dengan


tahap terminal sehingga bisa lebih mempersiapkan diri dengan tujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Semoga makalah ini memberi
manfaat pada pembaca dan dapat digunakan sebagai referensi bacaan yang
mendidik.
DAFTAR PUSTAKA

Abu-Saad, H. H. (2008). Evidence-based palliative care: across the lifespan.


John Wiley & Sons.
Aitken, S. (2009). Community palliative care: the role of the clinical nurse
specialist. John Wiley & Sons.
Becker, R. (2015). Fundamental Aspects of Palliative Care Nursing 2nd
Edition: An Evidence-Based Handbook for Student Nurses
(Vol.3). Andrews UK Limited.
Brown, M. (Ed.). (2015). Palliative Care in Nursing and Healtcare. SAGE.
Bruera, E., & Yennurajalinggam, S. (2016). The palliative
care team. Oxford
American Handbook of Hospice and Palliative Medicine and Supportive
Care. Oxford University Press. USA.
Cooper, J. (2006). Stepping into palliative care 1: Relationships and responses
(Vol.1). Radcliffe Publishing.
Ise, Y., Morita, T., Maehori, N., Kutsuwa, M., Shiokawa, M., & Kizawa, Y.
(2010). Role of the community pharmacy in palliative care: A
nationwide survey in Japan. Journal of Palliative Medicine, 13(6),
733-737.
Klarare, A., Hagelin, C, L., Furst, C. J., & Fossum, B. (2013). Team
interactions specialized palliative care teams: a qualitative study.
Journal of Palliative Medicine, 11(5), 677-681.
Preedy, V. R. (Ed.). (2011). Diet and Nutrition in palliative care. CRC Press.
Walker, K. A., Scarpaci, L., & McPherson, M. L. (2010). Fifty reasons to love
your palliative care pharmacist. American journal of Hospice and
Palliative Medicine.
Woodruff, R. (2004). Palliative medicine: symptomatic and supportive care
for patients with advanced cancer and AIDS fourth edition.
Oxford University Press, USA.

Anda mungkin juga menyukai