Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KONSEP KEPERAWATAN PALIATIF DAN MENJELANG AJAL

Disusun Oleh :

Yenni Kristiwati Saragih

042020023

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK JALUR TRANSFER

STIKes Santa Elisabeth Medan

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat tuhan YME, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah tentang “Konsep keperawatan paliatif dan menjelang ajal “Dengan Baik.

Makalah ini disusun sebagai tugas mandiri “keperawatan paliatif dan menjelang ajal .
Adapun makalah ini saya susun berdasarkan pengamatan kami dari yang ada kaitannya dengan
makalah yang buat. Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari adanya bantuan
dari pihak tertentu, oleh karena itu kami tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada
Dosen akademik yang telah membantu hingga selesainya makalah ini. Dalam penyusunan
makalah ini saya menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk para pembaca.

Maret 2021

Yenni saragih
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyakit yang belum bisa disembuhkan adalah kanker, kanker adalah proses
yang bermula ketika abnormal diubah oleh mutase genetic dan DNA seluler. Pada saat stadium
akhir yaitu stdium IV terjadi penurunan yang sangat signifikan di dalam fisik, social dan
spiritual. Salah satu penyakit yang belum bisa diesembuhkan adalah kanker, Knaker adalah
proses yang bermula ketika sel abnormal diubah mutasi genetic dari DNA seluler. Sel abnormal
ini membentuk klo dan mulai berproliferasi secara abnormal, sel-sel dapat terbawa karena lain
dalam tubuh untuk metastase (penyebaran kanker) pada bagian tubuh yang lain (Brunner and
Suddart, 2011).
Salah satunya paliatif yang merupakan bagian penting dalam perawatan pasien terminal
yang dapat dilakukan secara sederhana.metode yang dilkukan adalah mengulas literatur
keperawatan dan kedokteran dengan menggunakan 15 jurnal yang menggunakan pasien kanker
stdiumm IV. Berdasarkan kepeutusan menteri kesehatan RI Nomor :812/kemenkes/SK/VII 2007
meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa
dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degenerative, penyakit paru obstruktif kronis, cytis
fibrosis, stroke, Parkinson gagal jantung, penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti
HIV/AIDS. Salah satu penyakit yang kita ambil sekarang adalah knker karena kanker merupakan
salah satu penyakit yang belum bias disembuhkan, berbgai masalah fisik yang muncul yaitu
sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetai juga mengalami gangguan
psikososial dan spiritual yang mempemgaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya.
Perawatan paliatif merupakan bagian penting dalam perawatan pasien yang terminal yang
dapat dilakukan secara sederhana sering kali prioritas utama adalah kualitas hidup dan bukan
kesembuhan dari penyakit pasien. Tujuan perawatan paliatif adalah meningkatkan kualitas hidup
dan menganggap kematian sebagai prose normal, tidak mempercepat atau menunda keamatian,
menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu, menjaga keseimbangan psikologis dan
spiritual, mengusahakan agar penderita tetap aktif sapai akhir hayatnya dan dan
mengusahakanmembantu mengatasi duka cita pada keluarga. Namun masih jarang terdapat
perawatan paliatif dirumah sakit berfokus kepada kuratif,. Sedangkan perubahan pada fisik social
dan spiritual tidak bisa intervensi . Reaksi emosional tersebut ada lima yaitu denail, anger,
bergaining, depression dan acceptance (Kubler-Ross,2003). Undang-undang Kesehatan No.
36/2009 menyapaikan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental spiritual
maupun sosial dan ekonomis. Sakit adalah gangguan keseimbangan status kesehatan baik secara
fisik, mental, intelektual, sosial dan spiritual (Kozier, 2010).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
mahasiswa dapat memahami dan menerapkan keperawatan paliatif dalam dunia keperawatan.
Mahasiswa mampu menjelaskan perspektif keperawatan dan konsep keperawatan paliatif.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, ruang lingkup dan sasaran keperawatan
paliatif
b. Mahasiswa mampu menjelaskan Etik dan kebijakan keperawatan paliatif sesuai
KepMenKes 812/2007
c. Mahasiswa mampu menjelaskan Prinsip komunikasi dalam keperawatan paliatif
d. Mahasiswa mampu menjelaskan Teknik penyampaian berita buruk

1.2.3 Ruang Lingkup


Dalam makalah ini hanya membatasi bagaimana konsep perawatan paliatif sehingga mahasiswa
mampu menjelaskannya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Paliatif Care


Perawatan paliatif berasal dari kata palliate (bahasa inggris) berarti meringankan, dan
“Palliare” (bahsa latin yang berarti “menyelubungi”-penj), merupakan jenis pelayanan kesehatan
yang berfokus untuk meringankan gejala klien, bukan berarti kesembuhan. Perawatan paliatif
care adalah penedekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang
menghadapi masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, mealaui
pencegahan dan membantu meringankan penderitaan, identifikasi dini dan penilaian yang tertib
serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik, psikososial dan spiritual (WHO 2011).
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban penderita kanker
terutama yang tidak mungkin desembuhkan tetapi juga pada penderita yang mempunyai harapan
untuk sembuh bersama-sama dengan tindakan kuratif (Menghilangkan nyeri dan keluhan lain
serta perbaikan dalam bidang psikologis, sosial dan spiritual). (Depkes Pedoman Knker Terpadu
Paripurna 1997). Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban
penderita, terutama yang tak mungkin disembuhkan. Tindakan kuratif yang dimaksud antara lain
menghilangkan nyeri dan keluhan lain, serta mengupayakan perbaikan dalm aspekpsikologis,
sosial dan spiritual. Paliatif care (Perawatan paliatif) adalah pendekatan yang meningkatkan
kualitas hidup pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah yang terkait dengan
penyakit yang mengancam jiwa, melalui penceghan-pencegahan sempurna dan pengobatan rasa
sakit masalah lain, fisik, psikososial, spirirtual (kemenkes RI Nomor 812, 2007).

2.2 Tujuan Perawatan paliatif


Tujuan dari perawatan palliative adalah untuk mengurangi penderitaan pasien,
memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada
keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia
sudah siap secara psikologis dan spiritual, tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.
Perawatan paliatif meliputi :
1. Menyediakan bantuan dari rasa sakit dan gejala menyedihkan lainnya
2. Menegaskan hidup dan memepercepat atau menunda kematian.
3. Mengntegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual perawatan pasien
4. Tidak mempercepat atau memperlambat kematian
5. Meredakan nyeri dan gejala fisik lain yang mengganggu
6. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga menghadapi penyakit pasien
dan kehilangan mereka.

2.3 Prinsip Perawatan Paliatif Care


Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasien dan keluarga pasien,
Dukungan untuk caregiver, Palliateve care merupakan accses yang competent dan compassionet,
Mengembangkan professional dan social support untuk pediatric palliative care, Melanjutkan
serta mengembangkan pediatrik palliative care melalui penelitian dan pendidikan (Ferrell, &
Coyle, 2007: 52)
Perawatan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis, sosial dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
7. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya
8. Menghindari tindakan yang sia-sia

2.4 Sasaran kebijakan pelayanan paliatif


1. Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang memerlukan
perawatan paliatif di mana pun pasien berada di seluruh Indonesia
2. Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga
terkait lainnya.
3. Institusi-institusi terkait, misalnya:
a. Dinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
b. Rumah Sakit pemerintah dan swasta
c. Puskesmas
d. Rumah perawatan/hospis
e. Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain.

2.5 Lingkup Kegiatan Perawatan Paliatif


Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :
a. Penatalaksanaan nyeri.
b. Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
c. Asuhan keperawatan
d. Dukungan psikologis
e. Dukungan sosial
f. Dukungan kultural dan spiritual
g. Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).

2.6 Prinsip Asuhan Perawatan Paliatif


1. Melakukan pengkajian dengan cermat, mendengarkan keluhan dengan sungguh-sungguh
2. Menetapkan diagnosa / masalah keperawatan dengan tepat
3. Merencanakan asuhan keperawatan
4. Melaksanakan tindakan / asuhan keperawatan
5. Mengevaluasi perkembangan pasien secara cermat

2.7 Dasar Hukum Keperawatan Paliatif


Dasar hukum keperawatan paliatif diantanya meliputi :
1. Aspek Medikolegal dalam perawatan paliatif ( Kep. Menkes NOMOR :
812/Menkes/SK/VII/2007 )
a) Persetujuan tindakan medis/infomed consent untuk pasien paliatif. Pasien harus
memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan paliatif.
b) Resusitasi/Tidak resisutasi pada pasien paliatif.
Keputusan dilakukan atau tidak dilakukan tindakan resusitasi dapat dibuat oleh pasien yang
kompeten atau oleh Tim perawatan paliatif. Informasi tentang hal ini sebaiknya telah di
informasikan pada saat pasien memasuki atau memulai perawatan paliatif.
c) Perawatan pasien paliatif di ICU
Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan umum yang berlaku.
d) Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif.
Tindakan yang bersifat kedokteran harus dkerjakan oleh tenaga medis, tetapi dengan
pertimbangan yang mempertimbangkan keselamatan pasien tindakan tindakan tertentu dapat
didelegasikan kepada tenaga kesehatan yang terlatih.
2. Medikolegal Euthanasia
Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup
seseorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untukmemperpendek hidup atau mengakhiri
hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri.

2.8 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 812/Menkes/Sk/Vii/2007


Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Menimbang :
a. bahwa kasus penyakit yang belum dapat disembuhkan semakin meningkat jumlahnya
baik pada pasien dewasa maupun anak;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien dengan
penyakit yang belum dapat disembuhkan selain dengan perawatan kuratif dan rehabilitatif juga
diperlukan perawatan paliatif bagi pasien dengan stadium terminal;
c. bahwa sesuai dengan pertimbangan butir a dan b di atas, perlu adanya Keputusan Menteri
Kesehatan tentang Kebijakan Perawatan Paliatif.
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun
1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-undang Nomor 29 tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988
tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medik;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006
tentang Pedoman Organisasi RS di Lingkungan Departemen Kesehatan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 0588/YM/RSKS/SK/VI/1992 tentang Proyek
Panduan Pelaksanaan Paliatif dan Bebas Nyeri Kanker;
7. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 319/PB/A.4/88 tentang
Informed Consent;
8. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 336/PB/A.4/88 tentang
MATI.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
1. Kesatu :keputusan menteri kesehatan tentang kebijakan perawatan paliatif
2. Kedua Keputusan Menteri Kesehatan mengenai Perawatan Paliatif sebagaimana
dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.
3. Ketiga : Surat Persetujuan Tindakan Perawatan Paliatif sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II Keputusan ini
4. Keempat : Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan ini dilakukan
oleh Menteri Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai
dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.
5. Kelima : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan;
6. Keenam : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini, akan
dilakukan perbaikan-perbaikan sebagaimana mestinya.

2.9 Kajian Etik Tentang Perawatan Paliatif


1. Prinsip Dasar Dari Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif terkait dengan sluruh bidang perawatan mulai dari medis, perawatan,
psikologis sosial, budaya dan spiritual, sehingga secara praktis, prinsip dasar perawatan paliatif
dapat dipersamakan dengan prinsip pada praktek medis yang baik.
Prinsip dasar perawatan paliatif : ( Rasjidi,2010 )
a) Sikap peduli terhadap pasien
Termasuk sensifitas dan empati. Perlu dipertmbangkan segala aspek dari penderitaan pasien,
bukan hanya masalah kesehatan. Pendekatan yang dilakukan tidak boleh bersifat menghakimi
.Faktor karakteristik, kepandaian, suku, agama, atau faktor induvidal lainnya tidak boleh
mempengaruhi perawatan.
b) Menganggap pasien sebagai seorang individu.
Setiap pasien adalah unik. Meskipun memiliki penyakit ataupun gejala-gejala yang sama, namun
tidak ada satu pasienpun yang sama persis dengan pasien lainnya. Keunikan inilah yang harus
inilah yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan perawatan paliatif untuk tiap individu.
c) Pertimbangan kebudayaan
Faktor etnis, ras, agama, dan faktor budaya lainnya bisa jadi mempengaruhi penderitaan pasien.
Perbedaan ini harus diperhatikan dalam perencanaan perawatan .
d) Persetujuan
Persetujuan dari pasien adalah mutlakdiperlukan sebelum perawatan dimulai atau diakhiri.
Pasien yang telah diberi informasi dan setuju dengan perawatan yang akan diberikan akan lebih
patuh mengikuti segala usaha perawatan.
e) Memilih tempat dilakukannya perawatan
Untuk menentukan tempat perawatan, baik pasien dan keluarganya harus ikut serta dalam diskusi
ini. Pasien dengan penyakit terminal sebisa mungkin diberi perawatan di rumah.
f) Komunikasi
Komunikasi yang baik antara dokter dan pasien maupun dengan keluarga adalah hal yang sangat
penting dan mendasr dalam pelaksanaan perawatan paliatif.
g) Aspek klinis :
Perawatan yang sesuaisemua perawatan paliatif harus sesuai dengan stadium dan prognosis dari
penyakit yang diderita pasien .hal ini penting karena karena pemberian pareawatan yang tidak
sesuai, baik itu lebih maupun kurang, hanya akan menambah penderitaan pasien. Pemberian
perawatn yang berlebihan beresiko untuk memberikan harapan palsu kepada pasien.Hal ini
berhubungan dengan masalah etika yang akan dibahas kemudian. Perawatan yang diberikan
hanya karena dokter merasa harus melakukan sesuatu meskipun itu sia sia adalah tidak etis.

h) Perawatan komprehensif dan terkoordinasi dari berbagai bidang profesi


perawatan palitif memberikan perawtan yang bersifat holistik dan intergratif sehingga
dibutuhkan sebuah tim yang mencakup keseluruhan aspek hidup pasien serta koordinasi yang
baik dari masing masing anggota tim tersebut untuk memberikan hasil yang maksimal kepada
pasien dan keluarga .
i) Kualitas perawatan yang ebaik mungkin
Perawatan medis secara konsisten, terkoordinasi dan berkelanjutan. Perawatn medis yang
konsisten akan mengurangi kemungkinan terjadinya perubahan kondisi yang tidak terduga,
dimana hal ini akan sangat mengganggu baik pasien maupun keluarga.
j) Perawatan yang berkelanjutan.
Pemberian perawtan simtomatis dan suportif dari awal hingga akhir. merupakan dasr tujuan
dari parawtan paliatf.Masalah yang sering terjadi adalah pasien dipindahkan dari satu tempat
ketempat lain sehingga sulit untuk mempertahankan komunitas perawatan .
k) Mencegah terjadinya kegawatan
Perwatan paliatif yang baik mencakup perencanaan teliti untuk mencegah terjadinya kegawatan
fisik dan emosional yang mungkin terjadi dalam perjalanan penyakit. Pasien dan keluarga harus
diberituaukan sebelumnya mengenai masalah yang sering terjadi dan membentuk rencana untuk
meminimalisasi stress fisik dan emosional.
l) Bantuan kepada sang perawat
Keluarga pasien dengan penyakit lanjut sering kali rentan terhadap stress fisik dan emosianal
terutama apabila pasien dirawat di rumah sehingga perlu diberikan perhatian khusus kepada
mereka, mengingat keberhasilan dari perawatan paliatif tergantung dari pemberi perawatan.
m) Pemeriksaan ulang
Perlu dilakukan pemeriksaan mengenai kondisi pasien secara terus menerus mengingat pasien
dengan penyakit lanjut karen
2. Prinsip otonomi
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikirlogis dan mampu
membuat keputusan sendiri.prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang atau
dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
a. Non maleficienci (tidak merugikan )
Prinsip ini berati tidak menimbulkan bahya / cedera fisik dan psikologis pada klien. Prinsip tidak
merugikan, bahwa kita berkwaiban jika melakukan suatu tindakan agar jangan sampai merugikan
orang lain.
b. Veracity ( kejujuran )
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran .Nilai ini diperlikan oleh pemberi layanan
kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk menyakinkan bahwa
pasien sangat mengerti.
c. Beneficienec ( berbuat baik )
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang yang baik. Kebaikan memerlukan
pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.Terkadang dalam situsi pelayanan kesehatan,
terjadi konflikantara prinsip ini dengan otonomi.
d. Justice ( keadilan )
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang enjunjung
prinsip–prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional
ketika tim perawatan paliatif bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum,standar praktek dan
keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
e. Kerahasiaaan ( Confidentiality )
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang pasien harus dijaga
privasinya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan pasien hanya boleh
dibacadalam rangka pengobatan pasien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi
tersebut kecuali diijinkan oleh pasien dengan bukti pesetujuannya.
f. Akuntabilitas (accountability )
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti pada
setiap tindakan dan dapat digunakan untuk enilai orang lain.Akuntabilitas merupakan standar
yang pasti yang man tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas
atau tanpa terkecuali.

2.10 Prinsip komunikasi dalam keperawatan paliatif


a. Komunikasi pada pasien dengan penyakit kronis Penyakit kronik adalah suatu penyakit
yang perjalanan penyakit berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat,
menetap dan sering kambuh. (Purwaningsih dan Karbina, 2009)
Berdasarkan pengertian diatas kelompok menyimpulkan bahwa penyakit kronik yang
dialami oleh seorang pasien dengan jangka waktu yang lama dapat menyebabkan seorang
klien mengalami ketidakmampuan contohnya saja kurang dapat mengendalikan kondisi
tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. Contoh : penyakit diabetes militus, penyakit
cord pulmonal deases, penyakit arthritis. Tiap fase yang di alami oleh psien kritis
mempunyai karakteristik yang berbeda. Sehingga perawat juga memberikan respon yang
berbeda pul. Dalam berkomonikasi perwat juga harus memperhatikan pasien tersebut
berada di fase mana, sehingga mudah bagi perawat dalam menyesuaikan fase kehilangan
yang di alami pasien.
1. Fase Denial ( pengikraran )
Reaksi pertama individu ketika mengalami kehilangan adalah syok. Tidak percaya atau
menolak kenyataan bahwa kehlangn itu terjadi dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak
percaya bahwa itu terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit kronis,
akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase
pengikraran adalah letih,lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung
cepat, menangis, gelisah dan tidak tau harus berbuat apa. Reaksi tersebut di atas cepat
berakhir dlam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.
Teknik komunikasi yang di gunakan :
- Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang kontruktif dalam
menghadapi kehilangan dan kematian
- Selalu berada di dekat klien
- Pertahankan kontak mata
2. Fase anger ( marah )
Fase ini di mulai dari timbulnya kesadaran akan kenyataan yang terjadinya kehilangan.
Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering di proyeksikan kepada
orang yang ada di sekitarnya, orang –orang tertentu atau di tunjukkan pada dirinya
sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan prilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan,
dan menuduh perawat ataupun dokter tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada
fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan menggepai.
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:
- Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya, hearing..
hearing.. dan hearing..dan menggunakan teknik respek
3. Fase bargening ( tawar menawar )
Apabila individu sudah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia
akan maju pada fase tawar menawar dengan memohon kemurahan tuhan. Respon ini
sering di nyataka dengan kata kata “ kalau saja kejadian ini bisa di tunda, maka saya akan
selalu
berdoa “ . apabila proses berduka ini di alami keluarga, maka pernyataan seperti ini
sering di jumpai “ kalau saja yang sakit bukan anak saya
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:
- Memberi kesempatan kepada pasien untuk menawar dan menanyakan kepada pasien
apa yang di ingnkan
4. Fase depression
Individu fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mau berbicara,
kadang kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut atau dengan
ungkapAn yang menyatakan keputus asaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang
sering di perlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libugo menurun
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:
- Jangan mencoba menenangkan klien dan biarkan klien dan keluarga mengekspresikan
kesedihannya.
5. Fase acceptance ( penerimaan )
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Fase menerima ini biasanya
di nyatakan dengan kata kata ini “ apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh?”
Apabila individu dapat memulai fase fase tersebut dan masuk pada fase damai atau
penerimaan, maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan
kehilnagannya secara tuntas. Tapi apabila individu tetep berada pada salah satu fase dan
tidak sampai pada fase penerimaan. Jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk
pada fase penerimaan.
Teknik komunikasi yang di gunakan perawat adalah:
- Meluangkan waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan
keluarga terhadap kematian pasien
b. Komunikasi pada pasien yang tidak sadar
Komunikasi dengan pasien tidak sadar merupakan suatu komunikasi dengan
menggunakan teknik komunikasi khusus/teurapetik dikarenakan fungsi sensorik dan
motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat
diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut. Pasien yang
tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan gangguan kesadaran
merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat dan dapat membahayakan
kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi utamanya
mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan oleh beragam
penyebab, yaitu baik primer intrakranial ataupun ekstrakranial, yang mengakibatkan
kerusakan struktural atau metabolik di tingkat korteks serebri, batang otak keduanya. Ada
karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita tidak menemukan
feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini dikarenakan klien tidak dapat
merespon kembali apa yang telah kita komunikasikan sebab pasien sendiri tidak sadar.
Nyatanya dilapangan atau di banyak rumah sakit pasien yang tidak sadar ini atau pasien
koma di ruangan-ruangan tertentu seperti Intensif Care Unit (ICU), Intensif Cardio Care
Unit (ICCU) dan lain sebagainya, sering mengabaikan komunikasi terapeutik dengan
pasien ketika mau melakukan sesuatu tindakan atau bahkan suatu intervensi.
Hal ini yang menjadi banyak perdebatan sebagaian kalangan ada yang
berpendapat dia adalah pasien tidak sadar mengapa kita harus berbicara, sedangkan
sebagian lagi berpendapat walau dia tidak sadar dia juga masih memiliki rasa atau masih
mengatahui apa yang kita perbuat, maka kita harus berkomunikasi walau sebagian orang
beranggapan janggal. Maka dari itu kita sebagai perawat diajarkan komunikasi terapeutik
untuk menghargai perasaan pasien serta berperilaku baik terhadap pasien sekalipun dia
berada dalam keadaan yang tidak sadar atau sedang koma. Fungsi Komunikasi Dengan
Pasien Tidak Sadar. Menurut Pastakyu (2010), Komunikasi dengan klien dalam proses
keperawatan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
- Mengendalikan Perilaku
Pada klien yang tidak sadar, karakteristik pasien ini adalah tidak memiliki respon
dan klien tidak ada prilaku, jadi komunikasi dengan pasien ini tidak berfungsi sebagai
pengendali prilaku. Secara tepatnya pasien hanya memiliki satu prilaku yaitu pasien
hanya berbaring, imobilitas dan tidak melakukan suatu gerakan yang berarti. Walaupun
dengan berbaring ini pasien tetap memiliki prilaku negatif yaitu tidak bisa mandiri.
- Perkembangan Motivasi
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi utama mempertahankan kesadaran,
tetapi klien masih dapat merasakan rangsangan pada pendengarannya. Perawat dapat
menggunakan kesempatan ini untuk berkomunikasi yang berfungsi untuk pengembangan
motivasi pada klien. Motivasi adalah pendorong pada setiap klien, kekuatan dari diri
klien untuk menjadi lebih maju dari keadaan yang sedang ia alami. Fungsi ini akan
terlihat pada akhir, karena kemajuan pasien tidak lepas dari motivasi kita sebagai
perawat, perawat yang selalu ada di dekatnya selama 24 jam. Mengkomunikasikan
motivasi tidak lain halnya dengan pasien yang sadar, karena klien masih dapat
mendengar apa yang dikatakan oleh perawat.
- Pengungkapan Emosional
Pada pasien tidak sadar, pengungkapan emosional klien tidak ada, sebaliknya
perawat dapat melakukannya terhadap klien. Perawat dapat berinteraksi dengan klien.
Perawat dapat mengungkapan kegembiraan, kepuasan terhadap peningkatan yang terjadi
dan semua hal positif yang dapat perawat katakan pada klien. Pada setiap fase kita
dituntut untuk tidak bersikap negatif terhadap klien, karena itu akan berpengaruh secara
tidak langsung/langsung terhadap klien. Sebaliknya perawat tidak akan mendapatkan
pengungkapan positif maupun negatif dari klien. Perawat juga tidak boleh
mengungkapkan kekecewaan atau kesan negatif terhadap klien. Pasien ini
berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak dapat menyimpulkan situasi yang sedang
terjadi, apa yang dirasakan pada klien pada saat itu. Kita dapat menyimpulkan apa yang
dirasakan klien terhadap apa yang selama ini kita komunikasikan pada klien bila klien
telah sadar kembali dan mengingat memori tentang apa yang telah kita lakukan
terhadapnya.
- Informasi
Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan keperawatan pada proses keperawatan yang
akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan keperawatan harus dikomunikasikan untuk
menginformasikan pada klien karena itu merupakan hak klien. Klien memiliki hak penuh
untuk menerima dan menolak terhadap tindakan yang akan kita berikan. Pada pasien
tidak sadar ini, kita dapat meminta persetujuan terhadap keluarga, dan selanjutnya pada
klien sendiri. Pasien berhak mengetahui apa saja yang akan perawat lakukan pada klien.
Perawat dapat memberitahu maksud tujuan dari tindakan tersebut, dan apa yang akan
terjadi jika kita tidak melakukan tindakan tersebut kepadanya.

Cara Berkomunikasi Dengan Pasien Tak Sadar


Menurut Pastakyu (2010), Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses keperawatan
adalah berkomunikasi terapeutik. Pada klien tidak sadar perawat juga menggunakan komunikasi
terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Dalam berkomunikasi kita dapat
menggunakan teknik-teknik terapeutik, walaupun pada pasien tidak sadar ini kita tidak
menggunakan keseluruhan teknik. Teknik terapeutik, perawat tetap dapat terapkan. Adapun
teknik yang dapat terapkan, meliputi:
- Menjelaskan
- Memfokuskan
- Memberikan Informasi

Prinsip-Prinsip Berkomunikasi Dengan Pasien Yang Tidak Sadar


Menurut Pastakyu (2010), Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak sadar, hal-hal
berikut perlu diperhatikan, yaitu:
- Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada keyakinan bahwa organ
pendengaran merupakan organ terkhir yang mengalami penurunan penerimaan, rangsangan pada
klien yang tidak sadar. Klien yang tidak sadar seringkali dapat mendengar suara dari lingkungan
walaupun klien tidak mampu meresponnya sama sekali.
- Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat.
Usahakan mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi ucapan
yang perawat sampaikan dekat klien.
- Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien.
Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien
dengan penurunan kesadaran.
- Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu klien fokus
terhadap komunikasi yang perawat lakukan.
 2.11 Tahap-Tahapan Saat Menyampaikan Berita Buruk
1.      Memulai wawancara
a. Menyapa pasien dengan memberikan salam terlebih dahulu
b. Mempersilahkan pasien duduk terlebih dahulu sebelum anda duduk. Usahakan
jarak    antara dokter pasien tidak terlalu jauh saat melakukan wawancara dan juga
tidak ada pembatas yang membatasinya sehingga pasien merasa nyaman saat proses
wawancara.
c. Menanyakan identitas pasien (Nama, Umur, Alamat, Pekerjaan, dan Status bila perlu)
d. Menyakan keperluan datang hari ini / menetapkan agenda.
2.      Mendapatkan informasi
a. Menanyakan keluhan pasien selama beberapa hari setelah pertemuan pertama (jika
sudah ada pertemuan sebelumnya).
b. Menanyakan bagaimana respon obat yang telah diberikan sebelumnya.
3.      Membangun hubuungan
a. Menangkap respon verbal dan non-verbal dari pasien.
b. Memberikan respon emphati kepada pasien.
c. Prilaku non-verbal yang sesuai.
d. Copartnership dan advocacy
4.      Penjelasan dan rencana
a. Meringkas kondisi linis pasien sebelumnya.
b. Memberikan tanda terlebih dahulu saat akan menyampaikan berita buruk
c. Memberikan jeda waktu untuk ekspresi dan emosi pasien saat akan menerima berita
buruk.
d. Informasi diberikan dalam bagian2 kecil dan berikan pasien waktu untuk
memahaminya.
e. Menanyakan pemahaman pasien.
f. Menanyakan informasi lain yang dibutuhkan.
g. Memberikan saran  dan melibatkan pasien tentang rencana dan pemilihan terapi.
h. Negosiasi.
i. Tidak memberikan harapan palsu.
5.      Menutup pembahasan/wawancara
a. Memberikan kesimpulan akhir.
b. Menanyakan kepada pasien apakah ada yang ditanyakan atau pasien sudah mengerti.
c. Menginformasikan apa tindakan selanjutnya yang akan dilakukan.
d. Cek kembali apabila masih ada yang ditanyakan.

2.12 Teknik Menyampaikan Berita Buruk


Klien menghadapi masa terminal, berbeda-beda, bergantung pada kepribadian dan cara
klien menghadapi hidup.  tetapi bagaimana pun keadaan, situasi dan kondisinya perawat harus
dapat menguasai keadaan terutama terhadap keluarga pasien. Seseorang dengan penyakit
kronis/dengan penyakit terminal akan mengalami rasa berduka & kehilangan. Sebagai seorang
perawat harus mampu memahami hal tsb. Komunikasi dengan klien penyakit kronis dan terminal
tidak mudah. Perawat harus memilki pengetahuan tentang penyakitnya dan proses berduka &
kehilangan. Saat berkomunikasi dengan klien dalam kondisi seperti itu bisa jadi timbul
penolakan dari klien, dalam hal ini perawat dengan komunikasi terapeutik.
1. Membangun hubungan saling percaya & caring dengan klien & keluarga melalui
penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar bagi intervensi pelayanan paliatif
(Mok & Chiu, 2004 dikutip dari Potter & Perry, 2010).
2. Gunakan komunikasi terbuka & jujur, tunjukkan rasa empati.
3. Dengarkan dengan baik, tetap berpikiran terbuka, amati respon verbal & non verbal klien,
keluarga.
4. Saat berkomunikasi mungkin saja klien akan menhindari topik pembicaraan, diam atau
menolak untuk berbicara.
5. Saat berkomunikasi mungkin saja klien akan menhindari topik pembicaraan, diam atau
menolak untuk berbicara. respon umum yang mungkin terjadi. Respon berduka yang
normal : kesedihan, mati rasa, penyangkalan,marah, membuat komunikasi menjadi sulit.
Jika klien tidak mau mendiskusikan penyakitnya saat ini, perawat harus mengijinkan dan
katakan bahwa klien bisa kapan saja mengungkapkannya. Beberapa klien tidak akan
mendiskusikan emosi, karena alasan pribadi / budaya, dan klien ragu-ragu untuk
mengungkapkannya, karena takut orang lain akan meninggalkannya (Buckley & Hert,
2004 dikutip dari Potter dan Perry, 2010).
BAB III
PENUTUP

Dari kesimpulan makalah ini pembahasan tentang konsep keperawatan paliatif dan
menjelang ajal, maka dapat di ambil kesimpulan dan saran.
3.1 Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah penedekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien
dan keluarga yang menghadapi masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam
jiwa, mealaui pencegahan dan membantu meringankan penderitaan, identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik, psikososial dan
spiritual.

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka kami memberi saran sebagai berikut.
1. Diharapkan mahasiswa mampu memahami dan memperhatikan perawatan pada
pasien paliatif dan menjelang ajal.
2. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien paliatif dan
menjelang ajal.
DAFTAR PUSTAKA

Doyle, Hanks and Macdonald, 2003. Oxford Textbook of Palliative Medicine. Oxford Medical
Publications (OUP) 3 rd edn 2003

Ferrell, B.R. & Coyle, N. (Eds.) (2007). Textbook of palliative nursing, 2nd ed. New York, NY:
Oxford University Press

KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan Perawatan


Palliative Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Woodruff Asperula Melbourne 4th edn 2004. Standards for Providing Quality Palliative Care for
all Australians. Palliative Care Australia.Palliative Medicine.

Anda mungkin juga menyukai