Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA KONSEP ASUHAN

KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN YANG


MENGALAMI DEFISIT PERAWATAN DIRI

Dosen Pengampu :
Deddy Sapadha Putra Sagala, S. kep., Ns., M. kep

Disusun Oleh:

LUTER KRISTIAN ZAI


214201067

PROGRAM PRODI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MELDA MEDAN

T.A 2023 / 2024


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah AWT atas berkah dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa
pada Pasien yang Mengalami Defisit Perawatan Diri”. Makalah ini disusun
sebagai salah satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa Prodi Sarjana
Keperawatan Universitas Imelda Medan.

Dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini merupakan berkat dari


Allah SWT dan bimbingan serta saran yang telah diberikan dari berbagai pihak
kepada penulis. Tanpa adanya dorongan dan dukungan dari berbagai pihak tersebut
tidak mungkin penulis mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Maka pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak
Deddy Sepadha Sagala, S.Kep.,NS.,M.Kep sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah
Keperawatan Jiwa. Serta kedua orang tua dan orang-orang yang penulis cintai, yang
telah memberikan dorongan dan saran kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan


dan kelemahannya. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi yang berkepentingan.

Medan, 05 Oktober 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut UU Nomor 18 pasal 1 & 3 Tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah


kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual,dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan diri
sendiri, dapat mengatasi tekanan, bekerja secara produktif serta mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU Kesehatan Jiwa, 2014).
Apabila seseorang/individu tersebut mengalami kesehatan jiwa baik fisik,
mental, spiritual, tapi tidak dapat mengendalikan stres dan tidak
ingin bersosialisasi dengan orang lain maka individu tersebut mengalami
gangguan

jiwa.

Data World Health Organization (WHO) menunjukkan, terdapat


sekitar 350 juta orang mengalami depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21
juta orang menderita skizofrenia, serta 47,5 juta orang terkena dimensia.
Karena berbagai faktor biologis, psikologis, sosial dan keanekaragaman
penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah serta memberikan
dampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia
untuk jangka panjang (WHO, 2016).

B. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalh ini yaitu agar mahasiswa keperawtan
mampu membuat rencana keperawatan dan memberikan tindakan keperawatan
jiwa pada pasien yang mengalami Defisit Perawatan Diri.

C. Manfaat

Manfaat bagi mahasiswa keperawatan adalh sebagai acuhan pemberian


tindakan keperawatan jiwa pada pasien yang mengalami Defisit Perawatan
Diri.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP TEORI
1. Pengertian

Pewatan diri adalah salah satu kemampuan manusia dalam


memenuhi kebutuhannya sehari-hari guna mempertahankan kehidupan,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
bisa dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri sendiri (Depkes, 2000 dalam Direja, 2011).

Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul


pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering
mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan
gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam
keluarga maupun masyarakat (Yusuf, 2015).

2. Rentang Respon

Menurut Dermawan (2013), adapun rentang respon defisit


perawatan diri sebagai berikut :

Adatif Maladatif
Pola perawatan diri Kadang perawatan Tidak melakukan
seimbang diri kadang tidak perawatan diri
pada saat stress
a. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu untuk berprilaku adaptif,
maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.

b. Kadang perawatan diri kadang tidak: saat klien mendapatkan stresor kadang – kadang klien tidak
memperhatikan perawatan dirinya,

C. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa melakukan
perawatan saat stresor.
3. Proses Terjadinya Masalah Defisit Perawatan Diri

Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013), penyebab defisit


perawatan diri adalah :

a. Faktor Predisposisi

1) Perkembangan

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif


terganggu.

2) Biologis

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.

3) Kemampuan Realitas Turun

Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

4) Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan
mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

b. Faktor Presipitasi

Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi,
kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan
individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013), faktor-faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:

1) Body Image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan
adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

2) Praktik Sosial

Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi
perubahan pola personal hygiene.

3) Status Sosial Ekonomi


6
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

4) Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang


baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien menderita diabetes melitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.

6) Kebiasaan Seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.

7) Kondisi Fisik Atau Psikis

Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.

4. Psikodinamika Terjadinya Defisit Perawatan Diri

Trauma siuasional

- Kecelakaan
Perasaan negatif KPoe rcbearnaipaen Perasan tidak
erhadap diri rkosaan
sendiri
- Puus sekolah

Harga Diri Rendah

Fakor Predisposisi Fakor Presipiasi


Kemampuan
- Perkembangan : - Kurang penurunan
melakukan aktivias
keluarga erlalu motivasi
menurun
memanjakan klien - Kerusakan
- Biologis : penyaki kronis kognisi aau
- Kemampuan realias percepual
menurun : ketidakpedulian
dirinya - Lelah/lemah yang dialami
individu
- Sosial : kurang
dukungan dan latihan

7
Daa Daa
Subyektif Obyektif
Pasien mersa lemah Rambu koor, acak-acakan
Malas unuk Badan dan pakaian koor dan
beraktivias bau
Merasa tidak berdaya Mulu dan gigi bau
Kuli kusam dan koor
Kuku panjang dan tidak erawa

Koping individu
tidak efektif Defisi Perawaan
Diri

Menarik diri,, merasa tidak Ketidakpedulian

berguna, rasa bersalah merawa


diri
Sre
Menghindari
ss
ineraksi
dengan orang lain Kesepian

Koping individu tidak efektif


Isolasi sosial

5. Jenis- jenis Defisit Perawatan Diri

Menurut Nurjannah (2004, dalam Dermawan (2013) Jenis-jenis defisit


perawatan diri terdiri dari:

a. Kurang Perawatan Diri : Mandi / Kebersihan

Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi
/ kebersihan diri.

b. Kurang Perawatan Diri : Mengenakan Pakaian / Berhias Kurang perawatan diri (mengenakan
pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.

c. Kurang Perawatan Diri : Makan

Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas
makan.

d. Kurang Perawatan Diri : Toileting

Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau
8
menyelesaikan.

6. Tanda dan Gejala

Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013) tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah :

a. Fisik

• Badan bau, pakaian kotor.

• Rambut dan kulit kotor.

• Kuku panjang dan kotor.

• Gigi kotor disertai mulut bau.

• Penampilan tidak rapi.

b. Psikososial

• Malas, tidak ada inisiatif.

• Menarik diri, isolasi diri.

• Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

C. Social

• Interaksi kurang.
• Kegiataan kurang.

• Tidak mampu berperilaku sesuai norma. Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di
sembaraang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

Data yang biasa ditemukan dalam defisit perawatan diri adalah :

a. Data Subyektif

• Pasien merasa lemah.

• Malas untuk beraktivitas.

Merasa tidak berdaya.

b. Data Objektif
• Rambut kotor, acak-acakan.

• Bdan dan pakaian kotor dan bau.

• Mulut dan gigi bau.

• Kulit kusam dan kotor.

• Kuku panjang dan tidak terawat.

7. Dampak Defisit Perawatan Diri

Menurut Dermawan (2013) dampak yang sering timbul pada masalah


personal hygiene ialah :
9
a. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan
membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.

b. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa
nyaman , kebutuhan dicintai dan mencinti, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interaksi sosial.

8. Mekanisme Koping

Mekanisme koping pada pasien dengan defisit perawatan diri adalah sebagai berikut:

a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku

kembali, seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses
informasi dan upaya untuk mengulangi ansietas
(Dermawan, 2013).

b. Penyangkalan ( Denial ), melindungi diri terhadap kenyataan yang tak menyenangkan dengan
menolak menghadapi hal itu, yang sering dilakukan dengan cara melarikan diri seperti menjadi
“sakit” atau kesibukan lain serta tidak berani melihat dan mengakui kenyataan yang menakutkan
(Yusuf dkk, 2015).

C. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis, reaksi fisk yaitu
individu pergi atau lari menghindar sumber stresor, misalnya: menjauhi, sumber infeksi, gas beracun
dan lain-lain. Reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan
bermusuhan (Dermawan, 2013).

c. Intelektualisasi, suatu bentuk penyekatan emosional karena beban emosi dalam suatu keadaan yang
menyakitkan, diputuskan, atau diubah (distorsi) misalnya rasa sedih karena kematian orang dekat, maka
mengatakan “sudah nasibnya” atau “sekarang ia sudah tidak menderita lagi” (Yusuf dkk, 2015)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas

Biasanya identitas terdiri dari: nama klien, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan,
tanggal masuk, alasan masuk, nomor rekam medik, keluarga yang dapat dihubungi.

b. Alasan Masuk

Biasanya apa yang menyebabkan pasien atau keluarga datang, atau dirawat dirumah sakit.
Biasanya masalah yang di alami pasien yaitu senang menyendiri, tidak mau banyak berbicara dengan
orang lain, terlihat murung, penampilan acak-acakan, tidak peduli dengan diri sendiri dan mulai
10
mengganggu orang lain.

c. Faktor Predisposisi.

Pada pasien yang mengalami defisit perawatan diri ditemukan adanya faktor herediter
mengalami gangguan jiwa, adanya penyakit fisik dan mental yang diderita pasien sehingga
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan perawatan diri. Ditemukan adanya faktor
perkembangan dimana keluarga terlalu melindungi dan memanjakan pasien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu, menurunnya kemampuan realitas sehingga menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri serta didapatkan kurangnya dukungan
dan situasi lingkungan yang mempengaruhi kemampuan dalam perawatan diri.

d. Pemeriksaan Fisik

Biasanya pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan tanda- tanda vital (TTV), emeriksaan
secara keseluruhan tubuh yaitu pemeriksaan head to toe yang biasanya penampilan klien yang kotor
dan acak-acakan.

e. Psikososial

1) Genogram

Biasanya menggambarkan pasien dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
dilihat dari pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.

2) Konsep Diri

 Citra Tubuh

Biasanya persepsi pasien tentang tubuhnya, bagian tubuh yang disukai, reaksi pasien terhadap
bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.

 Identitas Diri

Biasanya dikaji status dan posisi pasien sebelum pasien dirawat, kepuasan pasien terhadap
status dan posisinya, kepuasan pasien sebagai laki-laki atau perempuan , keunikan yang dimiliki
sesuai dengan jenis kelamin dan posisinnya.

 Peran Diri

Biasanya meliputi tugas atau peran pasien dalam keluarga/ pekerjaan/ kelompok/
masyarakat, kemampuan pasien dalam melaksanakan fungsi atau perannya, perubahan
yang terjadi saat pasien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan pasien akibat perubahan tersebut.

 Ideal Diri

Biasanya berisi harapan pasien terhadap kedaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran dalam
keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan pasien terhadap lingkungan sekitar, serta harapan pasien
terhadap penyakitnya.

 Harga Diri

Biasanya mengkaji tentang hubungan pasien dengan orang lain sesuai dengan kondisi,
dampak pada pasien berubungan dengan 11
orang lain, fungsi peran tidak sesuai harapan, penilaian
pasien terhadap
pandangan atau penghargaan orang lain.

 Hubungn Sosial

Biasanya hubungan pasien dengan orang lain sangat terganggu karena penampilan pasien
yang kotor sehingga orang sekitar menghindari pasien. Adanya hambatan dalam behubungan
dengan orang lain, minat berinteraksi dengan orang lain.

 Spiritual


Nilai Dan Keyakinan

Biasanya nilai dan keyakinan terhadap agama pasien terganggu karna tidak
menghirauan lagi dirinya.


Kegiatan Ibadah

Biasanya kegiatan ibadah pasien tidak dilakukan ketika


pasien menglami gangguan jiwa.

 Status mental

□ Penampilan

Biasanya penampilan pasien sangat tidak rapi, tidak tahu cara berpakaian, dan
penggunaan pakaian tidak sesuai.

□ Cara Bicara/ Pembicaraan

Biasanya cara bicara pasien lambat, gagap, sering terhenti/bloking, apatisserta tidak
mampu memulai pembicaraan.
□ Aktivitas Motorik

Biasanya klien tampak lesu, gelisah, tremor dan kompulsif.

□ Alam Perasaan

Biasanya keadaan pasien tampak sedih, putus asa, merasa tidak berdaya, rendah diri dan
merasa dihina.

□ Afek

Biasanya afek pasien tampak datar, tumpul, emosi pasien berubah-ubah, kesepian,
apatis, depresi/sedih dan cemas.

□ Interaksi Selama Wawancara

Biasanya respon pasien saat wawancara tidak kooperatif, mudah tersinggung, kontak
kurang serta curiga yang menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada pewawancara atau
orang lain.
□ Persepsi

Biasanya pasien berhalusinasi tentang ketakutan terhadap hal- hal kebersihan diri baik
halusinasi pendengaran, penglihatan serta halusinasi perabaan yang membuat pasien tidak mau
membersihkan diri dan pasien mengalami depersonalisasi.
□ Proses piker
12
Biasanya bentuk pikir pasien otistik, dereistik, sirkumtansial, kadang tangensial,
kehilangan asosiasi, pembicaraan meloncat dari topik satu ke topik lainnya dan kadang
pembicaraan berhenti tiba- tiba.
 Kebutuhan Pasien Pulang

Makan
Biasanya pasien kurang makan, cara makan pasien terganggu

serta pasien tidak memiliki kemampuan menyiapkan dan membersihkan


alat makan.

Berpakaian
Biasanya pasien tidak mau mengganti pakaian, tidak bisa menggunakan pakaian yang
sesuai dan tidak bisa berdandan.

Mandi
Biasanya pasien jarang mandi, tidak tahu cara mandi, tidak gosok gigi, tidak mencuci
rambut, tidak menggunting kuku, tubuh
pasien tampak kusam dan bdan pasien mengeluarkan aroma bau.

BAB/BAK
Biasanya pasien BAB/BAK tidak pada tempatnya seperti di tempat tidur dan pasien tidak
bisa membersihkan WC setelah BAB/BAK.

Istirahat
Biasanya istirahat pasien terganggu dan tidak melakukan aktivitas apapun setelah bangun
tidur.

Penggunaan Obat
Apabila pasien mendapat obat, biasanya pasien minum obat tidak teratur.
Aktivitas Dalam Rumah
Biasanya pasien tidak mampu melakukan semua aktivitas di dalam maupun diluar rumah
karena pasien selalu merasa malas.
Mekanisme Koping

□ Adaptif

Biasanya pasien tidak mau berbicara dengan orang lain, tidak

13
bisa menyelesikan masalah yang ada, pasien tidak mampu
berolahraga karena pasien selalu malas.

□ Maladaptif

Biasanya pasien bereaksi sangat lambat atau kadang


berlebihan, pasien tidak mau bekerja sama sekali, selalu menghindari orang lain.
□ Masalah Psikososial Dan Lingkungan

Biasanya pasien mengalami masalah psikososial seperti


berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Biasanya disebabkan oleh kurangnya dukungan
dari keluarga, pendidikan yang kurang, masalah dengan sosial ekonomi dan pelayanan
kesehatan.

□ Pengetahuan
Biasanya pasien defisit perawatan diri terkadang mengalami gangguan kognitif sehingga
tidak mampu mengambil keputusan.
 Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang.
Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan sumber koping yang ada di
lingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah.
Dukungan sosial dan keyakinan

budaya dapat membantu seorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stressdan


mengadopsi strategi koping yang efektif.
2. Pohon Masalah

Efek Isolasi sosial

Defisit Perawatan Diri


Core problem

Cause Har a Diri Rendah Kronis

3. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan defisit perawatan diri menurut
Fitria (2012), adalah sebagai berikut:
a) Defisit perawatan diri
b) Harga diri rendah
c) Isolasi sosial

4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan intervensi
SLKI SIKI
Defisit perawatan diri Setelah diberikan intervensi 1. Melatih pasien cara-cara perawatan
(mandi, berpakaian,
keperawatan selama 1x 40 menit. kebersihan diri (mandi dan
makan,toilet, berhias).
Diharapkan : Perawatan Diri berpakaian)
Data subjektif :
Meningkat. Dengan Tujuan: ❑ Menjelasan pentingnya menjaga
Menolak melakukan
TUM : kebersihan diri.
perawatan diri
❑ Pasien tidak mengalami ❑ Menjelaskan alat-alat untuk
Data objektif :
defisit menjaga kebersihan diri
Tidak mampu mandi,
perawatan diri ❑ Menjelaskan cara-cara melakukan
mengenakan pakaian,
TUK : kebersihan diri
makan, ke toilet,
❑ Pasien mampu ❑ Melatih pasien mempraktekkan
berhias secara mandiri.
melakukan kebersihan cara menjaga kebersihan diri
Minat melakukan
diri (mandi dan 2. Melatih pasien berdandan/berhias
perawatan diri kurang
berpakaian) secara mandiri. a.Untuk pasien laki-laki
❑ Pasien mampu latihan
melakukan
meliputi :
berhias/berdandan secara baik
❑ Berpakaian
❑ Pasien mampu melakukan
❑ Menyisir rambut
makan dengan baik
❑ Pasien mampu
melakukan

BAB/BAK secara mandiri ❑ Bercukur


b. Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
Berpakaian
Menyisir rambut
Berhias
Melatih pasien makan secara mandiri
Menjelaskan cara mempersiapkan makan
Menjelaskan cara makan yang tertib
Menjelaskan cara merapihkan
peralatan makan setelah makan
Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

4. Mengajarkan pasien melakukan


BAB/BAK secara mandiri
Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai

21

Anda mungkin juga menyukai