Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT KEPERAWATAN DIRI


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase Keperawatan Jiwa
Pembimbing : Rizki Muliani, S.Kep., Ners., M.M

Disusun oleh :

Shanti ariani
211FK04024

PROGRAM STUDI PROFRSI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2022
I. Konsep Defisit Perawatan Diri
I. Definisi
Perawatan diri merupakan salah satu kemampuan dasar manusia
dalam memenuhi kebutuhnnya guna mempertahankan kehidupan,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya (
Sulastri, 2012). Menurut Herdman (2012), Defisit perawatan diri
adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktifitas perawatan diri untuk diri sendiri; mandi; berpakaian dan
berhias untuk diri sendiri aktifitas makan sendiri; dan aktifitas
eliminasi sendiri. Herdman (2012) membagi Defisit perawatan diri
menjadi 4 kegiatan; mandi, berpakaian/berhias, makan, dan
toileting.
Menurut Sutejo, (2016) Defisit perawatan diri adalah keadaan
seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
Tidak ada keinginan Pasien untuk mandi secara teratur, tidak menyisir
rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak
rapi. Defist Perawatan Diri merupakan salah satu masalah yang timbul
pada Pasien gangguan jiwa.
II. Tanda dan gejala
Menurut Fitria di dalam buku Mukhripah & Iskandar 2012 defisit
perawatan diri memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:
1. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan
badan, memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur
suhu, atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi,
mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
2. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau
mengambil potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta
memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga memiliki
ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih
pakaian, mnggunakan alat tambahan, menggunakan kancing
tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki,
mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan,
mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.
3. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah
makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan
makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam
mulut, mengambil makanan dari wadah lalu memasukkannya
ke mulut, melengkapi makanan, mencerna makanan menurut
cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas,
serta mencerna cukup makanan dengan aman
4. Eliminasi /BAB/BAK
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit
dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting,
memebersihkan diri setelah BAB/BAKdengan tepat, dan
menyiram toilet atau kamar kecil. Keterbatasan perawatan diri
di atas biasanya diakibatkan karena stressor yang cukup berat
dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami harga diri
rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat
dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian, berhias,
makan, maupun BAB dan BAK. Bila tidak dilakukan
intervensi oleh perawat, maka kemungkinan klien bisa
mengalami masalah risiko tinggi isolasi sosial.
III. Rentang respon

Adaptif Maladaptif

Tidak melakukan
Pola perawatan diri Kadang perawatan diri,
perawatan diri pada
seimbang kadang tidak
saat stres

a.Pola perawatan diri seimbang: saat pasien mendapatkan stressor dan


mampu untuk berperilaku adaptif maka pola perawatan yang
dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.

b. Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak: saat pasien


mendapatan stressor kadang-kadang pasien tidak menperhatikan
perawatan dirinya.

c.Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak pegduli


dan tidak bisa melakukan perawatan saat stress (Direja, 2011).

IV. Faktor predisposisi


1. Biologis: penyakit fisik dan mental yang menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan perawatan diri dan faktor herediter.
2. Psikologis: faktor perkembangan dimana keluarga terlalu melindungi
dan memanjakan pasien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
Kemampuan realitas turun, pasien gangguan jiwa yang kemampuan
realitas kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
3. Sosial: kurang dukungan dan situasi lingkungan mempengaruhi
kemampuan dalam perawatan diri

V. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan defisit perawatan diri
adalah penurunan motivasi, kerusakan kognitif atau persepsi, cemas, lelah,
yang di alami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.Sedangkan menurut Potter dan Perry (di dalam
buku Sutejo 2016), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi personal
hygiene yaitu:
1) Citra tubuh
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersiahan diri. Perubahan fisik akibat operasi bedah, misalnya,
dapat memicu individu untuk tidak peduli terhadap kebersihannya.
2) Status sosial ekonomi
Sumber penghasilan atau sumber ekonomi mempengaruhi jenis dan
tingkat praktik keperawatan diri yang dilakukan. Perawat harus
menentukan apakah pasien dapat mencukupi perlengkapan
keperawatan diri yang penting seperti, sabun, pasta gigi, sikat gigi,
sampo. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah
penggunaan perlengkapan tersebut sesuai dengan kebiasaan sosial
yang diperaktikan oleh kelompok sosial pasien.
3) Pengetahuan
Pengetahuan tentang perawatan diri sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Kurangnya
pengetahuan tentang pentingnya perawatan diri dan implikasinya
bagi kesehatan dapat mempengaruhi praktik keperawatan diri.
4) Variabel kebudayaan
Kepercayaan akan nilai kebudayaan dan nilai diri mempengaruhi
perawatan diri. Orang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda
mengikuti praktik keperawatan yang berbeda pula.
5) Kondisi fisik
Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan memperlukan bantuan. Biasanya Pasien dengan
keadaan fisik yang tidak sehat lebih memilih untuk tidak melakukan
perawatan diri.
VI. Kemungkinan data fokus pengkajian
Adapun konsep asuhan keperawatan jiwa defisit perawatan diri pada
pasien dengan gangguan jiwa (Elvara, 2017).
1. Pengkajian

Adapun yang harus dikaji dalam asuhan keperawatan defisit


perawatan diri yaitu:
1) Identitas yang meliputi: nama, tempat/tanggal lahir, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Alasan masuk

Tanyakan kepada klien dan keluarga

a) Apa yang menyebabkan klien/keluarga datang ke rumah sakit


saat ini?

b) Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi


masalah?

c) Bagaimana hasilnya?

3) Faktor Penyebab
Faktor Penyebab Bagian-Bagian Contoh
Faktor Predisposisi Perkembangan Keluarga terlalu
melindungi dan
memanjakan klien
sehingga
perkembangan inisiatif
terganggu
Biologis Penyakit kronis yang
menyebabkan klien
tidak mampu
melakukan perawatan
diri.
Kemampuan realitas Klien dengan
turun gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas
yang kurang
menyebabkan
ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan
diri.
Sosial Kurang dukungan dan
latihan kemampuan
perawatan diri
lingkungannya. Situasi
lingkungan
mempengaruhi latihan
kemampuan dalam
perawatan diri.
Faktor Presipitasi Body Image Gambaran individu
terhadap dirinya sangat
mempengaruhi
kebersihan diri,
misalnya: dengan
adanya perubahan fisik
sehingga individu
tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
Praktik Sosial Pada anak-anak selalu
dimanja dalam
kebersihan diri, maka
kemungkinan akan
terjadi perubahan pola
personal hygiene.
Status Sosial Ekonomi Personal hygiene
memerlukan alat dan
bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi,
shampoo, alat mandi
yang semuanya
memerlukan uang
untuk
menyediakannya.
Pengetahuan Pengetahuan personal
hygiene sangat penting
karena pengetahuan
yang baik dapat
meningkatkan
kesehatan. Misalnya
pada pasien penderita
diabetes militus dia
harus menjaga
kebersihan kakinya.
Budaya Disebagian masyarakat
jika individu sakit
tertentu tidak boleh
dimandikan.
Kebiasaan Seseorang Ada kebiasaan orang
yang menggunakan
produk tertentu dalam
perawatan diri seperti
penggunaan sabun,
shampoo, pasta gigi.
Kondisi fisik atau Pada keadaan tertentu
psikis atau sakit kemampuan
untuk merawat diri
berkurang dan perlu
bantuan untuk
melakukannya.

4) Pemeriksaan Fisik

a. Rambut: Keadaan kesuburan rambut, keadaan rambut yang


mudah rontok, keadaan rambut yang kusam, keadaan tekstur.

b. Kepala: Adanya botak atau alopesia, ketombe, berkutu,


kebersihan.

c. Mata: Periksa kebersihan mata, mata gatal atau mata merah

d. Hidung: Lihat kebersihan hidung, membran mukosa

e. Mulut: Lihat keadaan mukosa mulut, kelembabannya,


kebersihan

f. Gigi: Lihat adakah karang gigi, adakah karies, kelengkapan


gigi

g. Telinga: Lihat adakah kotoran, adakah lesi, adakah infeksi

h. Kulit: Lihat kebersihan, adakah lesi, warna kulit,


teksturnya, pertumbuhan bulu.

i. Genetalia: Lihat kebersihan, keadaan kulit, keadaan lubang


uretra, keadaan skrotum, testis pada pria, cairan yang
dikeluarkan

5) Psikososial

1) Genogram

2) Konsep diri
3) Hubungan sosial
4) Spiritual
6) Status mental
a. Penampilan
b. Pembicaraan
c. Aktivitas motorik
d. Alam perasaan
e. Afek
f. Interaksi selama wawancara
g. Persepsi
h. Proses pikir
i. Isi pikir
j. Tingkat kesadaran
k. Memori
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
m. Kemampuan penilaian
n. Daya tilik diri
7) Kebutuhan persiapan pulang
a. Makan
b. BAB/BAK
c. Mandi
d. Berpakaian
e. Istirahat dan tidur
f. Penggunaan obat
g. Pemeliharaan kesehatan

h. Kegiatan didalam rumah


i. Kegiatan di luar rumah
8) Mekanisme koping
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya.
9) Masalah psikososial dan lingkungan

Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Pada


tiap masalah yang dimilki klien, beri uraian spesifik, singkat dan
jelas.
10) Pengetahuan
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Pada
tiap item yang dimiliki oleh klien simpulkan dalam masalah.
11) Aspek medik
Tuliskan diagnosa medik klien yang telah dirumuskan oleh dokter
yang merawat. Tuliskan obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik,
psikofarmako, dan terapi lainnya.
VII. Masalah keperawatan
Setelah selesai pengkajian dilakukan maka data yang terkumpul
tersebut dianalisa sehingga dapat dirumuskan keperawatan yang ada dan
selanjutnya dibuat rencana keperawatan masalah yang dapat dirumuskan
pada umumnya dari apa yang klien perlihatkan sampai dengan adanya
deficit perawatan diri.

1. Pohon masalah

Gangguan pemeliharaan kesehatan

Defisit perawatan diri

Kehilangan fungsi tubuh, kurangnya


motifasi

Gambar 2.2 Pohon Masalah Defisit perawatan diri (sumber:Sutejo,


2017)

VIII. Analisa data


Data Masalah
Data Subjektif: Defisit Perawatan Diri
1. Mengungkapkan dirinya malas
mandi
2. Tidak menggunakan alat makan
dan minum saat makan dan
minum
3. Mengungkapkan dirinya tidak mau
menyisir rambut
4. Mengungkapkan dirinya tidak mau
menggosok gigi
5. Mengungkapkan dirinya tidak mau
memotong kuku
6. Tidak mau berhias/dandan
7. Tidak bisa/tidak mau menggunakan
alat mandi/kebersihan diri
8. Tidak membersihkan diri dan
tempat BAB dan BAK setelah
BAB dan BAK
9. Tidak mengetahui cara perawatan
diri yang benar

Data Objektif:
1. Tercium aroma tidak sedap dari
tubuh klien,
2. Berdaki
3. Tidak menggunakan alat mandi
4. Tidak mandi dengan benar
5. Pakaian terlihat kotor.
6. Kumis dan jenggot tidak rapi
7. Rambut dan kulit kotor dan rontok
8. Kuku panjang dan kototr.
9. Gigi kotor dan aroma mulut tidak
sedap.
10. Penampilan tidak rapi.
11. Tidak bisa menggunakan alat
mandi.

IX. Diagnosa Keperawatan


Prioritas Diagnosa Keperawatan
Defisit keperawatan Diri:Mandi
Defisit keperawatan Diri:Berpakaian
Defisit keperawatan Diri:Makan
Defisit keperawatan Diri: Eliminasi
X. Rencana tindakan keperawatan
DIAGNOSA PERENCANAAN
Tg
KEPERAW
l TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
ATAN
Defisit Pasien mampu : Setelah …….pertemuan SP. 1 (Tanggal : ……………..)
perawatan  Melakukan pasien dapat menjelaskan  Identifikasi
diri kebersihan diri pentingnya : - Kebersihan diri
secara mandiri  Kebersihan diri - Berdandan
 Melakukan  Berdandan/berhias - Makan
berhias/  Makan - BAB/BAK
berdandan  BAB/BAK  Jelaskan pentingnya kebersihan diri
secara baik  Mampu malakukan cara  Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
 Melakukan merawat diri  Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
makan dengan SP. 2 (Tanggal : ……………..)
baik  Evaluasi SP 1
 Melakukan  Jelaskan pentingnya berdandan
BAB/BAK  Latih cara berdandan
secara madiri - Untuk pasien laki – laki meliputi :
1. Berpakaian
2. Menyisir rambut
3. bercukur
- Untuk pasien perempuan :
1. Berpakaian
2. Menyisir rambut
3. berhias
 Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP. 3 (Tanggal : ……………..)
 Evaluasi SP 1 dan 2
 Jelaskan cara dan alat makan yang benar
- Jelaskan cara mempersiapkan makan
- Jelaskan cara merapihkan peraalatan makan setelah makan
- Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
- Latih kegiatan makan
 Masukan dalam kegiatan pasien

SP. 4 (Tanggal : ……………..)


 Evaluasi kemampuan pasien yang lalu (SP 1, 2 dan 3)
 Latih cara BAB dan BAK yang baik
- Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
- Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK
Keluarga mampu : Setelah ….pertemuan SP. 1 (Tgl……….)
merawat anggota keluarga mampu :  Identifikasi masalah dalam merawat pasien dengan masalah
keluarga yang  Meneruskan melatih - Kebersihan diri
mengalami pasien dan mendukung - Berdandan
masalah kurang agar kemampuan pasien - Makan
perawatan diri dalam merawat dirinya - BAB/BAK
meningkat  Jelaskan deficit perawatan diri
 Jelaskan cara merawat
- Kebersihan diri
- Berdandan
- Makan
- BAB/BAK
 Bermain peran cara merawat
 RTL keluarga/ jadwal untuk merawat
SP. 2 (Tgl……….)
 Evaluasi Sp 1
 Latih keluarga merawat langsung ke pasien kebersihan diri dan
berdandan
 RTL keluarga/jadwal untuk merawat
SP. 3 (Tgl……….)
 Evaluasi Sp 1 dan 2
 Latih keluarga merawat langsung ke pasien cara makan
 RTL keluarga/jadwal untuk merawat
SP. 4 (Tgl……….)
 Evaluasi kemampuan keluarga
 Evaluasi kemampuan pasien
 RTL keluarga
- Follow up
- Rujukan
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, M. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.


Depkes RI. 2010. Pengertian Gangguan Jiwa. Tersedia di: www.depkes.co.id
(Diakses pada: 10 November 2018).
Direja, Ade H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Elvara, Tiara. 2017. Defisit Perawatan Diri. Tersedia di: www.academia.edu
(Diakses pada: 3 September 2017).
Keliat, Anna dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

17
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase Keperawatan Jiwa


Pembimbing : Rizki Muliani., S.Kep., Ners., M.M

Disusun oleh :

Shanti ariani
211FK04024

PROGRAM STUDI PROFRSI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2022

18
1.2 Konsep isolasi sosial
1.2.1 Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain di sekitarnya. Pasin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
disekitarnya (Keliat, 2011). Isolasi sosial menurut Townsend, dalam
Kusumawati F dan Hartono Y (2010) adalah suatu keadaan kesepian
yang dirasakan seseorang karena orang lain menyatakan negatif dan
mengancam.
1.2.2 Rentang respon
Menurut Stuart (2007). Gangguan kepribadian biasanya dapat
dikenali pada masa remaja atau lebih awal dan berlanjut sepanjang
masa dewasa. Gangguan tersebut merupakan pola respon maladaptive,
tidak fleksibel, dan menetap yang cukup berat menyababkan disfungsi
prilaku atau distress yang nyata.
Respon adaptif respon maladatif

1. Menyendiri 1. Kesepian 1. Manipulasi

2. Otonomi 2. Menarik diri 2. Impulsive

3. Kebersamaan 3. Ketegantungan 3. Narsisme

4. Saling
ketergantungan

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan


dengan cara yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat.
Menurut Riyardi S dan Purwanto T. (2013) respon ini meliputi:
1. Menyendiri

19
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan
apa yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi
diri dalam menentukan rencana-rencana.
2. Otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial,
individu mamapu menetapkan untuk interdependen dan pengaturan
diri.
3. Kebersamaan
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling
member, dan menerima dalam hubungan interpersonal.
4. Saling ketergantungan
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling
tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma
agama dan masyarakat. Menurut Riyardi S dan Purwanto T. (2013)
respon maladaptive tersebut adalah:
1. Manipulasi
Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang
lain sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan
orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri.
Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap
kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada
orang lain.
2. Impulsif
merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai
subyek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu
merencanakan tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan
miskin penilaian
3. Narsisme

20
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku
ogosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat
dukungan dari orang lain
4. Isolasi sosial
Adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain
1.2.3 Faktor predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang mempengaruhi
masalah isolasi sosial yaitu:
1. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas tugas
perkembangan yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan
dalam hubungan sosial. Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka
akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya dapat
menimbulkan suatu masalah.
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam
teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan
dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang
tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk hubungan dengan
lingkungan diluar keluarga.
3. Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan dapat
menyebabkan hubungan sosial, dimana setiap anggota keluarga

21
yang tidak produktif seperti lanjut usia, berpenyakit kronis dan
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang
dapat mempengaruhi gangguan hubungan sosial adalah otak,
misalnya pada klien skizfrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi
otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan
daerah kortikal.
1.2.4 Faktor presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial
juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor
stressor presipitasi dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
2. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi
akibat kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk
mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhi kebutuhan
individu.
1.2.5 Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi sosial
menurut Dermawan D dan Rusdi (2013) adalah sebagai berikut:
1. Gejala Subjektif
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Respon verbal kurang atau singkat
d. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain

22
e. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
f. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
2. Gejala objektif
a. Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak”
dengan pelan
b. Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
c. Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
d. Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
e. Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan
secara berulang-ulang
f. Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
g. Ekspresi wajah tidak berseri
h. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
i. Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
j. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
(Trimelia, 2011: 15)
1.2.6 Mekanisme koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah
regresi, represi, isolasi. (Damaiyanti, 2012: 84)
1) Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
2) Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak
dapat diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di
kesadaran.
3) Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan
timbulnya kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku
dengan motivasi atau bertentangan antara sikap dan perilaku.
Mekanisme koping yang muncul yaitu:
1. Perilaku curiga : regresi, represi
2. Perilaku dependen: regresi
3. Perilaku manipulatif: regresi, represi

23
4. Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi (Prabowo, 2014:113)
1.2.7 Sumber koping
Strategi koping yang digunakan misalnya keterlibatan dalam
hubungan yang lebih luas seperti dalam keluarga dan teman, hubungan
dengan hewan peliharaan, menggunakan kreativitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, music atau
tulisan (Stuart, 2006)
1.2.8 Penatalaksanaan
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam
kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis
penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah:
1. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada
otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian
temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut
menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik
dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak
menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.
2. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian
penting dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini
meliputi: memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan
lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa
adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada
pasien.
3. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja
dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat, dan
meningkatkan harga diri seseorang. (Prabowo, 2014: 113)
1.2.9 Konsep Asuhan isolasi sosial

24
1. Pengkajian
a. Identitias klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian, No
Rumah klien dan alamat klien.
b. Alasan masuk
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang
lain), komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar,
menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan
sehari-hari.
c. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari
kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi,
kecelakaan, bercerai dengan suami, putus sekolah, PHK,
perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan,
dipenjara tiba-tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai
klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung
lama.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB,
BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek Psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
1. Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian
tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh
yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak
penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif tentang
tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang,

25
mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan
ketakutan.
2. Identitas diri : Ketidak pastian memandang diri, sukar
menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan.
3. Peran : Perubah atau berhenti fungsi peran yang
disebabkan penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.
4. Ideal diri : Mengungkapkan keputusasaan karena
penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu
tinggi.
5. Harga diri : Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa
bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial,
merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang
percaya diri.
c) Klien mempunyai gangguan/hambatan dalam melakukan
hubunga sosial dengan orang lain/terdekat, kelempok
masyarakat.
d) Kenyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah
(spiritual).
f. Status Mental
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak
mata, kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri
dan kurang mampu berhubungan denga orang lain, Adanya
perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
g. Kebutuhan persiapan pulang.
Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan. Klien
mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
membersikandan merapikan pakaian. Pada observasi mandi dan
cara berpakaian klien terlihat rapih. Klien dapat melakukan
istirahat dan tidur, dapat beraktivitas didalam dan diluar rumah.
Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
h. Mekanisme Koping

26
Apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan
nya pada orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik
diri.
i. Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi,
ECT, Psikomotor, therapy okopasional, TAK, dan rehabilitas.
2. Diagnosa keperawatan
Isolasi Sosial

27
28
3. Intervensi keperawatan
Tgl Diagnosa Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Isolasi Sosial Pasien mampu : Setelah pertemuan pasien Sp 1 (tgl )
 Menyadari mampu:  Indentifikasi penyebab
penyebab isolasi  Membina hubungan  Siapa yang satu rumah dengan pasien?
social saling percaya  Siapa yang dekat dengan pasien? Apa
 Berinteralsi dengan  Menyadari penyebab sebabnya
orang lain isolasi social keuntungan  Siapa yang tidak dekat dengan pasien
dan kerugian berinteraksi apa sebabnya?
dengan orang lain  Tanyakan ke untungan dan kerugian
 Melakukan interaksi berinteraksi dengan orang lain
dengan orang lain secara
 Tanyakan pendapat pasien tentang
bertahap
kebiasaan berinteraksi dengan orang
lain
 Tayakan apa yang menyebabkan pasien
tidak ingin berinteraksi dengan orang
lain
 Diskusikan ke untungan bila pasien
memiliki banyak teman dan bergaul
akrab dengan mereka
 Diskusikan kerugian bila pasien hanya

29
mengurung diri dan tidak bergau
dengan orang lain
 Jelaskan pengaruh isolasi social
terhadap kesehatan fisik mereka
 Latih berkenalan
 Jelaskan kepada klien cara berinteraksi
dengan orang lain
 Berikan contoh cara beriteraksi dengan
orang lain
 Beri kesempatan pasien
memperaktekkan cara berinteraksi
dengan orang lain yang dilakukan di
hadapan perawat
 Mulailah bantu pasien berinteraksi satu
oarnag teman /anggota keluarga
 Bila pasien sudah menunjukkan
kemajuan tingkat jumlah interaksi
dengan 2,3,1, orang dan seterusnya.
 Beri pujian untuk setiap kemajuan
interaksi yang telah di lakukan oleh
pasien.

30
 Siap mendengarkan ekspresi perasaan
pasien setelah berinteraksi dengan
orang lain, mungkin pasien akan
mengkungkapkan keberhasilan atau
kegagalan, beri dorongan terus menerus
agar pasien tetap semangat
meningkatkan interaksinya
 Masukkan jadwal kegiatan pasien.
Sp 2 (tgl )
 Evaluasi sp 1
 Latih berhubungan social secara
bertahap
 Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien
Sp 3 (tgl )
 Evaluasi sp 1dan 2
 Latih cara berkenalan dengan 2orang
atau lebih
 Masukkan jadwal kegiatan pasien
Keluarga mampu : Setelah x pertemuan keluarga SP 1
Merawat pasien mampu :  Identifikasi masalah yang dihadapi

31
isolasi sosial di rumah  Masalah isolasi sosial keluarga dalam merawat pasien
dan dampaknya pada  Penjelasan isolasi sosial
pasien  Cara merawat pasien isolasi sosial
 Penyebab isolasi sosial  Latih (simulasi)
 Sikap keluarga untuk  RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
membantu pasien merawat pasien.
mengatasi isolasi
sosialnya
 Pengobatan yang
berkelanjutan dan
mencegah putus obat
 Tempat rujukan dan
fasilitas kesehatan yang
tersedia bagi pasien.
SP 2
 Evaluasi SP1
 Latih langsung ke pasien
 RTL keluarga / jaddwal keluarga untuk
merawat pasien
SP 3
 Evaluasi SP1 dan SP2

32
 Latih langsung ke pasien
 RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk
merawat pasien
SP 4
 Evaluasi kemampuan keluarga
 Evaluasi kemampuan pasien
 Rencana tindak lanjut keluarga
 Follow up
 Rujukan

33
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.


Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan
Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan
Jiwa (Terjemahan). Jakarta:EGC

34

Anda mungkin juga menyukai