A. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari hari
secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir
rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam: kebersihan diri, makan,
berpakaian, berhias diri, makan sendiri, buang air besar atau kecil sendiri (toileting)
(Keliat B. A, dkk, 2011).
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul pada pasien gangguan
jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidak pedulian merawat diri.
Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan
baik dalam keluarga maupun masyarakat (Yusuf, Rizky & Hanik,2015:154)
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri
secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan, dan BAB
atau BAK (toileting) (Fitria, 2009).
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan
diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat
kebersihan diri diantaranya mandi, makan dan minum secara mandiri, berhias secara
mandiri, dan toileting.
B. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kurang perawatan diri
adalah, Perkembangan. Dalam perkembangan, keluarga yang terlalu
melindungi dan memanjakan klien dapat menimbulkan perkembangan inisiatif
dan keterampilan. Lalu faktor predisposisi selanjutnya adalah Faktor Biologis,
beberapa penyakit kronis dapat menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri secara mandiri. Faktor selanjutnya adalah kemampuan realitas
yang menurun. Klien dengan gangguan jiwa mempunyai kemampuan realitas
yang kurang, sehingga menyebabkan ketidak pedulian dirinya terhadap
lingkungan termasuk perawatan diri. Selanjutnya adalah faktor Sosial, kurang
dukungan serta latihan kemampuan dari lingkungannya, menyebabkan klien
merasa malu.
b. Faktor Presipitasi
Yang merupakan factor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurangnya atau penurunan motivasi, kerusakan kognisi, atau perseptual, cemas,
lelah / lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri. Sedangkan menurut Depkes tahun 2000
faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah body Image, praktik
social, status sosial ekonomi, pengetahuan, budaya, kebiasaan dan kondisi
fisik.
Berikut penjabarannya. gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak perduli dengan dirinya. Pada anak anak selalu dimanja
dalam kebersihan diri maka, kemungkinan akan terjadi perubahan pola
personal hygiene.
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan, seperti sabun, sikat gigi,
shampoo dan alat mandi lainnya yang membutuhkan uang untuk
menyediakannya.
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan, misalnya pada pasien penderita DM yang
harus menjaga kebersihan kakinya. Pada factor Budaya, terdapat budaya di
sebagian masyarakat tertentu jika individu sakit tidak boleh dimandikan. Ada
pula kebiasaan seseorang yang enggan menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri, missal sabun, shampoo, dan lain-lain.
Sedangkan, untuk factor kondisi fisik, pada keadaan tertentu / sakit
kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukan
nya.
C. Jenis-Jenis Defisit Perawatan Diri
Menurut Nanda (2012), jenis perawatan diri terdiri dari :
1. Defisit perawatan diri: mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi/beraktivitas
perawatan diri untuk diri sendiri.
2. Defisit perawatan diri: berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri
3. Defisit perawatan diri: makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas makan
secara mandiri
4. Defisit perawatan diri: eliminasi / toileting
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi
sendiri.
D. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009) adalah
sebagai berikut:
1) Mandi/Hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,memperoleh
atau mendapatkan sumber air,mengatur suhu atau aliran air mandi,mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi
2) Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakaian,serta memperoleh atau menukar pakaian.Klien
juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih
pakaian,mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
3) Makan
Klien mempunyai ketidak mampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, melengkapi makanan, mencerna makanan menurut cara yang diterima
masyarakat,serta mencerna cukup makanan dengan aman.
4) Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban
atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk
toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram
toilet atau kamar kecil.
E. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
b) Data Objektif:
Rambut kotor acak-acakan,badan dan pakaian kotor serta bau, mulut dan
gigi bau,kulit kusam dan kotor,kuku panjang dan tidak terawat.
c) Mekanisme Koping:
A. Proses Keperawatan
1. Deskripsi Pasien
Tn. D umur 38 tahun masuk ke rumah sakit jiwa tanggal 4 Mei 2018. Pasien
tidak mau mandi dan gosok gigi sejak kejadian gagal dalam pemilu DPRD. Tanggal
5 Mei 2014 perawat melakukan pengkajian dan melakukan intervensi hari pertama.
Dari hasi pengkajian didapat klien mengatakan tubuhnya gatal dan bau, belum
mandi, dan terlihat kotor.
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri: Kebersihan diri
3. Tujuan Keperawatan pada Klien
a. Pasien mampu mandi secara mandiri
b. Pasien mampu membersihkan rambut/keramas secara mandiri
c. Pasien mampu gosok gigi secara mandiri
d. Pasien mampu memotong kuku secara mandiri
4. Rencana Tindakan Keperawatan Pada Pasien Defisit Perawatan Diri
SP 1: Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri (pengkajian dan
melatih cara menjaga kebersihan diri: mandi
a. Identifikasi masalah perawatan diri: kebersihan diri: mandi
b. Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri: mandi
c. Menjelaskan alat-alat untuk mandi
d. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri: mandi dan ganti pakaian,
sikat gigi, cuci rambut, potong kuku
e. Melatih pasien mempraktekkan cara mandi.
f. Memasukkan dalam jadwal kegiatan.
B. Rencana Komunikasi Keperawatan Pada Pasien Defisit Perawatan Diri
1. Fase Orientasi:
a. Salam Terapeutik
“Suster lihat dari tadi Bapak menggaruk badannya. Kenapa, pak?” “Bapak,
apa tadi pagi bapak sudah mandi?”
“Kenapa, Bapak belum mandi?”
c. Kontrak Kerja
“Kalau begitu kita sekarang bicara tentang pentingnya mandi. Coba bapak
pikirkan, kalau bapak mandi, apa yang bapak rasakan?”
“Nah, sekarang suster akan menyebutkan gunanya jika bapak mandi.
Pertama, Bapak bersih. Kalau, yang kedua apa Bapak?”
“Coba, Bapak ingat-ingat dulu”
“Iya, Bapak bagus sekali. Terus, kalau kita tidak mandi apa akibatnya?”
“Iya, Bapak bagus sekali”
c. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
“Baiklah pak, Sekarang coba bapak sebutkan dulu alat-alat yang biasanya
digunakan bapak untuk mandi”
“Suster sebutkan dulu ya pak.. pertama sabun.. lalu apa lagi pak?”
“Benar pak, lalu apa lagi pak?”
“Benar sekali bapak”
d. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri: mandi dan ganti
pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong kuku dan melatih pasien
mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
“Nah bapak sudah tahu kan alat-alat untuk mandi. Sekarang suster akan
menjelaskan cara-cara mandi, sikat gigi, cuci rambut, dan potong kuku,”
“Kita mulai dengan mandi ya pak, pertama kita guyur seluruh tubuh, ambil
sabun, tuangkan sabun ke telapak lalu gosok-gosok, pak Donny. Kemudian
usapkan keseluruh tubuh.”
“Sekarang pakai shampoo pak, pertama tuangkan sedikit shampoo di
telapak tangan, lalu gosok-gosok, lalu gosokkan di kepala”
“Terakhir kita guyur seluruh badan sampai shampoo dan sabunnya hilang,
ya Pak.”
“Kemudian pakai handuk. Selanjutnya gosok gigi.”
“Pertama beri pasta gigi di atas sikat gigi, beri sedikit air lalu digosokkan ke
mulut dan gigi, setelah itu kumur-kumur dan buang airnya.”
“Kalau sudah ganti baju dulu, terus kita lanjutkan dengan memotong kuku”
“Kalau pak Donny melakukan kegiatan ini nanti badannya tidak gatal sama
bau lagi, pak. Tiap hari bapak jadi wangi, pak.”
“Sekarang suster praktekkan dulu, pak Donny lihat ya.”
a. Evaluasi Subjektif
b. Evaluasi Objektif
Bapak masih ingat apa yang kita lakukan tadi?”
c. Tindak Lanjut
“Bapak Donny, tadi kan sudah dibuat jadwal kapan pak Donny mau
melakukannya, besok suster cek ya sudah dilakukan apa belum. Kalau pak
Donny sudah melakukan sendiri tanpa diingatkan, nanti dijadwal suster tulis
M ya, kalau masih perlu diingatkan nanti suster tulis B ya.”
d. Kontrak Yang Akan Datang
“Kalau begitu Pak, Saya akan kembali ke ruang perawat, besok saya akan
menemui bapak lagi jam 09.00 pagi untuk latihan berdandan, tempatnya di
ruangan ini saja. Bagaimana, pak?”
DAFTAR PUSTAKA
Ade Herman Surya Direja, 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta:
Nuha Medika.
Dermawan, R., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Friedman, M. 2010. Buku Ajar Keperawatan keluarga : Riset, Teori, dan Praktek. Edisi
ke-5. Jakarta: EGC.