Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KASUS OVERDOSIS
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KELOMPOK
MATA KULIAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DOSEN PEMBIMBING : DWI NUR RAMANTIKA PUJI .S, S.KEP.,NS.,M.KEP

Bu
Disusun
Kelompok 2

Bernardus Dama Nini 1501070387


R. Bagus Ardainsurya 1601080479
Claudia Betty Atnangar 1601080451
Era Novalyza 1501070392
Lilis Andriyanti 1601080458
Linda Sri Lintang Wijaya 1601080459
Martha Marselina Meme 1501070395
Yayuk Kusmiati 1501070405
Yella Martha Nogita 1501070406

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG
2018-2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah tepat
waktu yang akan membahas tentang ‘’Overdosis ‘’ .Makalah ilmiah ini telah penulis susun
dengan sebaik mungkin dan mendapatkan bantuan dari berbagai media sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini .

Terlepas dari semua itu , penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan . Namun demikian , penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi para pembaca dan dapat bermanfaat serta
menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua .

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ilmiah tentang ‘’ Overdosis‘’ ini dapat
memenuhi tugas kelompok mata kuliah keperawatan gawat darurat I penulis dan dapat
diterima dengan baik. Amin ya Rabbal’alamin.

Malang, 14 Maret 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Parasetamol atau asetaminofen telah ditemukan sebagai obat analgesik yang
efektif lebih dari satu abad yang lalu tepatnya pada tahun 1893, tetapi hingga
sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat tersebut.
Parasetamol adalah obat analgesik dan antipiretik yang populer di masyarakat luas,
bahkan mungkin dapat dikategorikan sangat terkenal. Parasetamol sangat mudah
didapatkan secara bebas di warung-warung, apotek, rumah sakit dan semua sarana
pelayanan kesehatan lainnya. Obat ini terkenal dimasyarakat sebagai pelega sakit
kepala, sakit ringan, serta demam.
Parasetamol adalah metabolit fenasetin yang bertanggung jawab terhadap efek
analgesiknya. Obat ini merupakan penghambat prostaglandin yang lemah pada
jaringan perifer dan tidak memiliki efek antiinflamasi yang bermakna. Parasetamol
umumnya digunakan di masyarakat sebagai penurun demam. Dosis terapi yang
digunakan biasanya 500mg.
Parasetamol juga digunakan dalam dunia kedokteran sebagai obat untuk
meredakan nyeri, yaitu mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Begitu juga dalam
kedokteran anastesi, parasetamol mulai banyak digunakan terutama untuk pereda
rasa nyeri akut pasca operasi. Parasetamol merupakan analgesik yang telah terbukti
efek analgesik dan antipiretiknya, demikian pula dengan keamanannya. Obat ini
mempunyai aktivitas sebagai analgesik, tetapi aktivitas antiinflamasinya sangat
lemah. Pada Cochrane DatabaseSyst Rev (2008) serta Cochrane Database Syst Rev
(2007), telah berhasil dibuktikan secara sistematis dan terstruktur bahwa
parasetamol mampu menekan rasa nyeri pasca operasi dengan baik dengan efek
samping yang jauh lebih rendah dibandingkan Nonsteroidal anti-inflammatory
drugs (NSAID).
Pada sebuah Uji klinis acak telah dibandingkan efikasi dan keamanan tablet
kombinasi tramadol HCl 37,5 mg/parasetamol 325 mg dengan kapsul tramadol HCl
50 mg pada terapi nyeri pascabedah setelah operasi tangan rawat jalan dengan
anestesi regional intravena, ditemukan bahwa parasetamol memberikan efikasi
sebagai analgesik yang sebanding dengan tramadol kapsul, dengan profil keamanan
yang lebih baik, pada pasien yang mengalami nyeri pascabedah operasi tangan
rawat jalan. Sedangkan dalam studi lain, dibandingkan pemberian parasetamol pada
80 pasien yang akan menjalani pembedahan Caesar. Disebutkan pada hasil studi
bahwa pemberian parasetamol intravena pascaoperasi caesar efektif untuk
penanganan nyeri pasca operasi caesar. Pada dosis yang direkomendasikan,
parasetamol tidak mengiritasi lambung, mempengaruhi koagulasi darah, atau
memengaruhi fungsi ginjal.
Namun dari semua kelebihan parasetamol obat ini juga memiliki beberapa
kekurangan dan efek samping. Pada dosis yang besar (lebih dari 2000 mg per hari)
dapat meningkatkan risiko gangguan pencernaan bagian atas. Selain itu,
penggunaan parasetamol diatas rentang dosis terapi dapat menyebabkan gangguan
hati. Parasetamol merupakan penyebab utama dari penyakit gagal hati akut di
Amerika Serikat, dan hampir setengah dari kasus tersebut disebabkan oleh
overdosis yang tidak sengaja. Obat ini umumnya dianggap aman, tetapi dosis tinggi
dapat mematikan. Pada tahun 2006, American Association of Poison Control
Centers mencatat hampir 140.000 keracunan dikaitkan dengan parasetamol dimana
lebih dari 100 pasien meninggal. Menurut pernyataan dari American Association
for the Study of Liver Diseases (AASLD), kejadian parasetamol terkait dengan
toksisitas hati menjadi penyebab paling umum dari gagal hati akut. Kasus yang
sama juga dilaporkan terjadi di Inggris. Tercatat keracunan akibat parasetamol terus
meningkat dari tahun 1950 hingga pertengahan 1970-an, sehingga parasetamol
telah menjadi zat yang paling sering untuk percobaan bunuh diri. Di Oxford,
Inggris, proporsi overdosis dengan parasetamol meningkat dari 14,3% pada tahun
1976 menjadi 42% pada tahun 1990. Pada tahun 1993, 47,8% dari semua yang
terlibat overdosis adalah kasus parasetamol.
Hal ini juga semakin umum di Negara Denmark dan Australia. Di skotlandia,
tingkat overdosis parasetamol meningkat hampir 400% antara tahun 1981-1983 dan
1991-1993.10 Pada penelitian sebelumnya, telah dibuktikan bahwa penggunaannya
parasetamol dalam dosis besar dan jangka waktu lama dapat meningkatkan resiko
hepatotoksik. Hasil penelitian yang dilakukakan Heirmayani dalam
“Toksikohepatologi Hati Mencit Pada Pemberian Parasetamol” disebutkan bahwa
pemberian parasetamol dosis normal optimum menyebabkan terjadinya
peningkatan lesio kematian hepatosit berupa nekrosa sementara lesio
degeneratifnya menurun. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Putri Paramita S
dalam “Kadar Serum Aspartat Aminotransferase dan Alanin Aminotransferase Pada
Tikus Wistar Setelah Pemberian Asetaaminofen Per Oral Dalam Berbagai Dosis”
ditemukan bahwa pemberian asetaminofen bervariasi yaitu 1200mg, 2400mg, dan
4800 mg per oral menyebabkan perbedaan kadar serum AST dan ALT.
Berdasarkan latar belakang di atas, menarik untuk diteliti tentang pengaruh
parasetamol pada penanganan nyeri akut pascaoperasi. Pada penanganan nyeri akut
pasca operasi derajat ringan sampai sedang, biasanya dosis analgesik untuk
parasetamol yang diberikan adalah 1000 mg setiap 4-6 jam dengan dosis maksimal
4000 mg/hari. Nyeri akut pasca operasi biasanya tidak lebih dari 4 hari. Sedangkan
hewan coba yang digunakan adalah tikus galur wistar dengan jenis kelamin jantan.
Penggunaannya pada dosis terapi pada jangka waktu singkat masih relatif aman,
tetapi penggunaan pada dosis analgesik yang termasuk dosis besar belum diketahui
lebih lanjut efeknya. Parameter biokimia yang digunakan adalah pemeriksaan kadar
Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) di dalam darah.
Kerusakan sel hati secara jelas akan mempengaruhi kadar SGOT, walaupun
tidak menggambarkan secara spesifik mengenai fungsi hati yang rusak. Tetapi
pengukuran enzim ini merupakan marker sederhana yang dikeluarkan oleh organel-
organel sel hati kedalam sirkulasi darah sebagai respon tubuh terhadap kerusakan
sel-sel hati.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan Overdosis ?
2. Bagaimanakah Etiologi dari Overdosis ?
3. Sebutkan Manifestasi Overdosis ?
4. Bagaimana Penatalaksanaan dari Klien yang mengalami Overdosis ?
5. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Overdosis ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Dan Memahami Definisi Dari Overdosis
2. Mengetahui Dan Memahami Etiologi dari Overdosis
3. Mengetahui Dan Memahami Manifestasi Overdosis
4. Mengetahui Dan Memahami Penatalaksanaan dari Klien yang mengalami
Overdosis
5. Mengetahui Dan Memahami Asuhan Keperawatan Pada Klien Overdosis

BAB Il
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalami keracunan
akibat obat. OD sering terjadi bila menggunakan narkoba dalam jumlah banyak
dengan rentang waktu terlalu singkat, biasanya digunakan secara bersamaan antara
putaw, pil, heroin digunakan bersama alkohol. Atau menelan obat tidur seperti
golongan barbiturat (luminal) atau obat penenang (valium, xanax, mogadon/BK).
Overdosis adalah keadaan dimana seseorang mengalami ketidaksadaran akibat
menggunakan obat terlalu banyak, Ketika batas toleransi tubuh dalam mengatasi zat
tersebut terlewati (melebihi toleransi badan) maka hal ini dapat terjadi.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam
tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakalnnya.
Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai
manusia untuk membasmi hama yang merugikan manusia.Termasuk peptisida ini
adalah insektisida. Ada 2 macam insektisuda yang paling benyak digunakan dalam
pertanian :
1. Insektisida hidrokarbon khorin ( IHK=Chlorinated Hydrocarbon )
2. Isektida fosfat organic ( IFO =Organo Phosphatase insectisida )
Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus
meningkat. Sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak digunakan
dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun
dan Sarin. Bahan ini dapat menembusi kulit yang normal (intact) juga dapaat
diserap diparu dan saluran makanan,namun tidak berakumulasi dalam jaringan
tubuh seperti golongan IHK. Macam-macam IFO adalah malathion ( Tolly )
Paraathion,diazinon,Basudin,Paraoxon dan lain-lain. IFO ada 2 macam adalah
IFO Murni dan golongan carbamate.Salah satu contoh gol.carbamate adalah
baygon.

2.2 Etiologi
1) Penggunaan obat yang tidak sesuai dosis atau berlebihan dosis.
2) Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya mengkonsumsi putaw
hamper bersamaan dengan alcohol atau obat tidur seperti valium, megadom/ BK,
dll.
3) Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya, misalnya jika
seseorang memakai narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi apabilah dia
memakai lagi dengan takaran yang sama seperti biasanya kemungkinan besar
terjadi OD.
4) Kualitas barang dikonsumsi berbeda.
2.3 Patofisisologi
IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetikolinesterase
tubuh (KhE).Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis
arakhnoid(AKH) dengan jalan mengikat Akh –KhE yang bersifat inaktif.Bila
konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi.
Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga
timbul gejala gejala ransangan Akh yang berlebihan,yang akan menimbulkan
efek muscarinik, nikotinik dan SSP(menimbulkan stimulasi kemudian depresi
SSP ) Pada keracunan IFO,ikatan Ikatan IFO – KhE bersifat menetap
(ireversibel),sedangkan keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara
(reversible).Secara farmakologis efek Akh dapat dibagi 3 golongan :

1. Muskarini,terutama pada saluran pencernaan,kelenjar ludah dan


keringat,pupil,bronkus dan jantung.
2. Nikotinik,terutama pada otot-otot skeletal,bola mata,lidah,kelopak
mata dan otot pernafasan.
3. SSP, menimbulkan nyeri kepala,perubahan emosi,kejang-
kejang(Konvulsi) sampai koma.

2.4 Manifestasi Klinis


Yang paling menonjol adalah kelainan visus,hiperaktifitas kelenjar
ludah,keringat dan gangguan saluran pencernaan,serta kesukaran bernafas. Gejala
ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut,tremor pada
lidah,kelopak mata,pupil miosis.Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah,
kejang atau kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis,fasikulasi otot dan bradikardi.
Keracunan berat : diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif,sesak nafas,
sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi,koma, blokade
jantung akhirnya meningal.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


1. Laboratorik.
Pengukuran kadar KhE dengan sel darah merah dan plasma, penting untuk
memastikan diagnosis keracunan IFO akut maupun kronik (Menurun sekian
% dari harga normal ). Kercunan akut : Ringan : 40 - 70 %, Sedang : 20 - 40
%, Berat : < 20 %.Keracunan kronik bila kadar KhE menurun sampai 25 - 50
% setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segara
disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kemballi kadar KhE telah meningkat
> 75 % .
2. Patologi Anatomi ( PA ).
Pada keracunan acut,hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas.sering
hanya ditemukan edema paru,dilatsi kapiler,hiperemi paru,otak dan organ-
oragan lainnya.

2.6 Mekanisme Toksisitas


Pada dosis terapi, salah satu metabolit Parasetamol bersifat hepatotoksik,
didetoksifikasi oleh glutation membentuk asam merkapturi yang bersifat non
toksik dan diekskresikan melalui urin, tetapi pada dosis berlebih produksi
metabolit hepatotoksik meningkat melebihi kemampuan glutation untuk
mendetoksifikasi, sehingga metabolit tersebut bereaksi dengan sel-sel hepar dan
timbulah nekrosis sentro-lobuler. Oleh karena itu pada penanggulangan
keracunan Parasetamol terapi ditujukan untuk menstimulasi sintesa glutation.
Dengan proses yang sama Parasetamol juga bersifat nefrotoksik.

2.7 Penatalaksanaan
1. Tindakan emergensi
 Airway : Bebask an jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
 Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas
spontanatau pernapasan tidak adekuat.
 Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki
perfusi jaringan.

1) Identifikasi penyebab keracunan.


Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknya usahamencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda
usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
2) Eliminasi racun.
Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara:
a. Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan
dalam 1 jam pertama sesudah menelanbahan beracun, bila
sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan rangsangmuntah
kecuali bila bahan beracun tersebut mempunyai efek yang
menghambatmotilitas (memperpanjang pengosongan)
lambung. Rangsang muntah dapat dilakukan secara mekanis
dengan merangsang palatum mole atau dinding belakang
faring,atau dapat dilakukan dengan pemberian obat- obatan :
Sirup Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan.
Apomorphine Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan
hampir 100%,dapat menyebabkanmuntah dalam 2 - 5 menit.
Dapat diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg BB secara subkutan.
b. Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon tersebut
mengandungbahan-bahan yang berbahaya seperti camphor,
produk-produk yang mengandunghalogenat atau
aromatik,logam berat dan pestisida. Keracunan bahan
korossif Keracunan bahan - bahan perangsang CNS ( CNS
stimulant, seperti strichnin) Penderita kejang Penderita dengan
gangguan kesadaran.
c. Kumbah Lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam
sesudah menelan bahan beracun, kecuali bila menelan bahan
yang dapat menghambat pengosonganl ambung. Kumbah
lambung seperti pada rangsang muntah tidak boleh dilakukan
pada :
 Keracunan bahan korosif
 Keracunan hidrokarbon
Kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau
penderita- penderita dengan resiko aspirasi jalan nafas harus
dilindungi dengan cara pemasangan pipa endotracheal. Penderita
diletakkan dalam posisi trendelenburg dan miring kekiri, kemudian di
masukkan pipa orogastrik dengan ukuran yang sesuai dengan pasien,
pencucian lambung dilakukan dengan cairan garam fisiologis
( normal saline/ PZ ) atau ½ normal saline 100 ml atau kurang
berulang-ulang sampai bersih
Pemberian Norit ( activated charcoal )Jangan diberikan bersama
obat muntah, pemberian norit harus menunggu paling tidak 30 - 60
menit sesudah emesis. Indikasi pemberian norit untuk keracunan :
Obat2 analgesik/ antiinflammasi : acetamenophen,
salisilat,antiinflamasi non steroid,morphine,propoxyphene.· Jangan
diberikan bila ada gagal ginjal,diare yang berat ( severe diarrhea ),
ileus paralitik atau trauma abdomen.
d. Diuretika paksa ( Forced diuretic )Diberikan pada keracunan dan
phenobarbital ( alkalinisasi urine ).Tujuan adalah untuk mendapatkan
produksi urine 5,0 ml/kg/jam,hati-hatijangan sampai terjadi overload
cairan. Harus dilakukan monitor dari elektrolit serum pada pemberian
diuresis paksa.Kontraindikasi : udema otak dan gagal ginjal

2. Pemberan antidotum
Pengobatan SupportifPemberian cairan dan elektrolit Perhatikan nutrisi
penderitaPengobatan simtomatik (kejang, hipoglikemia, kelainan elektrolit
dsb.)

2.8 Komplikasi
1) Gagal ginjal
2) Kerusakan hati
3) Gangguan pencernaan
4) Gangguan pernafasan

2.9 Algoaritma
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H
DENGAN DIAGNOSA MEDIS OVERDOSIS PARASETAMOL

a. Identitas pasien
Nama : Tn. H
Umur : 31 Tahun
Tanggal Lahir :-
Agama : Islam
Tanggal masuk : 14 Maret 2019 11.00
Tanggal pengkajian : 14 Maret 2019 11.00
No RM : 12123
Diagnosa Medis : Overdosis Paracematol
b. Keluhan Utama
Tidak dapat dikaji, pasien tidak sadarkan diri
c. Riwayat kesehatan
Keluarga mengatakan klien sebelum mulai mengalami penurunan kesadaran
klien sempat mengeluh sakit perut, mual saat pagi dan muntah sekitar jam 10
sebanyak 3 kali, muntah berisi makan dan air lalu jam 11 mulai tidak sadarkan
diri. Hari ini pasien tidak mengkonsumsi makanan yang menucurigakan. 2 hari
yang lalu klien mengkonsumsi obat sakit kepala (parasetamol 12 g) karena
beberapa hari klien mengeluh pusing, tapi karena tidak kunjung mereda klien
mengkonsumsi 3 tablet sekaligus.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tidak diketahui riwayat penyakit terdahulu
e. Primary Survey
Danger : sebelum pasien mengalami penurunan kesadaran, pasien muntah
sebanyak 3 kali, bahaya bagi perawat adalah resiko penularan penyakit melalui
cairan yang keluar dari pasien, karena riwayat penyakit menular tidak
diketahui.
Response : Allert (-), respon terhadap verbal (-), respon terhadap nyeri (-),
tidak ada respon/unresponsive (+).
Airway : gurgling (+), terdapat sisa muntahan
Breathing : ventilasi tidak adekuat
Circulation : Nadi lemah, capirally refil time 2 detik, akral dingin, edema (-),
TD 100/80 mmHg

f. Secondary survey
1) SAMPLE
Berdasarkan keterangan dari keluarga, pasien muntah 3 kali dan
mengalami penurunan kesadaran, Keluarga mengatakan tidak ada alergi
obat atau makanan, Tidak ada pengobatan yang dijalani. 1 jam setelah
muntah pasien mengalami penurunan kesadaran.
2) Tanda Vital
TD 100/80 mmHg
3) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Bentuk bulat, benjolan (-), Kesadaran GCS 8 E2M3V3, reflek cahaya
(+), kaku kuduk (-), benjolan (-), perdarahan hidung mulut telinga (-),
racoon eyes (-).
b) Dada paru
Bentuk dada simetris, pernafasan spontan, lesi (-), jejas (-), perkusi
pekak, krepitasi (-), retraksi interkosta (-).
c) Abdomen
Distensi abdomen (-), cembung supel (-), lesi (-), masa (-)
d) Ekstremitas
Kekuatan otot tidak dapat dikaji, fraktur (-).
e) Kulit
Kulit pucat (+), kulit lembab dingin, edema (-).
f) Genitalia
Hemoroid (-), perdarahan (-)

g. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil


Urea 8 – 20 8
Natrium (Na) 135 – 145 121
Glukosa 70 – 130 65

h. Penatalaksanaan/terapi
Terapi kepatenan jalan nafas
Suction, Oksigen
Terapi Obat-obatan
 Asetilsistein
Dapat diberikan secara intravena dengan dosis dewasa :

Infus initial Dosis awal 150 mg/kg BB dilarutkan dalam 200


mL larutan glukosa 5%, dihabiskan dalam 60
menit
Infus kedua Infus intial diikuti dengan infus continue dosis
50mg/kg BB dilarutkan dalam 500 mL larutan
glukosa 5%, dihabiskan dalam 4 jam
Infus ketiga Infus kedua diikuti dengan infus continue dosis
100 mg/kg BB dilarutkan dalam 1000 mL larutan
glukosa 5% dihabiskan dalam 16 jam

 PP100-01 (Calmangafodipir)
i. Penatalaksanaan keperawatan
 Mengkaji TD, HR, suhu, RR
 Menjaga kebersihan jalan nafas (suctioning)
 Oksigenasi
 Monitoring kesadaran dan reflek pupil

I. ANALISA KASUS

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS: Overdosis Bersihan jalan
DO: paracetamol nafas tidak efektif
- Keluarga pasien mengatakan pasien
Muntah
muntah 3 x, muntah berisi makanan dan
air penumpukan cairan
- Gurgling (+)
dan muntah

gurgling

bersihan jalan
napas tidak efektif
DS : overdosis obat Risiko gangguan
DO :
fungsi hati
- Keluarga pasien mengatakan pasien absorbsi di hepar
muntah 3 x sebelum penurunan
toksisitas
kesadaran
- Keluarga mengatakan pasien gangguan fungsi
mengkonsumsi obat parasetamol 3 tablet hati
sekaligus
- Glukosa : 65 mg/dl
- Natrium : 121 mmol/L

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi
muntahan
2. Risiko gangguan fungsi hati
II. PERENCANAAN KEPERAWATAN

DX TUJUAN INTERVENSI RASIONALISASI


1 Setalah dilakukan tindakan 1. Buka jalan napas dengan
keperawatan 1 x 10 menit head tilt chin lift 1. Menghindari
2. Tentukan perlunya suction
bersihan jalan nafas teratasi terjadinya
mulut dan trakea
dengan kriteria hasil : hipoventilasi dan
3. Aspirasi nasoparing
1. Tidak ada suara
aspirasi
dengan kanul suction
gurgling 2. Menjaga bersihan
2. Bersihan jalan napas sesuai dengan kebutuhan
jalan nafas
4. Masukan nasoparingeal
kembali efektif 3. Mengurangi
airway untuk melakukan
sumbatan jalan nafas
suction nasotrakeal sesuai
kebutuhan
5. Monitor status oksigenasi (
niali SAO3/ SFO2, Status
neurologis ) misalnya
status mental, TIK ,
tekanan perfusi serbral dan
stastus hemodinamik
( mis : nilai MAP dan
irama jantung ) segera
sebelumnya, selama dan
setelah melakukan suction
6. Pasang O2
2 Setalah dilakukan tindakan 1. Kolaborasi pemasangan 1. Menentukan tindakan
keperawatan 1 x 8 jam dapat infus sesuai perubahan
2. Kolaborasi pemberian obat
meminimalisir risiko gangguan kondisi
asetilsistein melalui 2. Menghindari
fungsi hati dengan kriteria hasil
intravena 110mg/kg kerusakan hati
:
1. Mual dan muntah selama 5 jam pertama stadium lanjut
3. Memenuhi kebutuhan
teratasi (22mg/kg/jam)
2. Glukosa dalam batas 3. Kolaborasi pemberian obat cairan yang hilang
normal antidotum N-asetilsistein
3. Natrium dalam batas
melalui oral
normal
(12,5mg/kg/jam untuk 4
jam kemudian
(NANDA, 2018)
6,25mg/kg/jam untuk 16
jam kemudian) dan
metionin
4. Lakukan skrining yang
diperlukan terkait dengan
toksikologi dan fungsi
sistem (skrining urin dan
serum obat, gas dara arteri,
level elektrolit, enzim
liver, blood urea nitrogen,
dan kreatinin).
5. Monitor tanda-tanda
spesifik terkait obat yang
dikonsumsi (misalnya
mual, munta, berkeringat,
dan nyeri 48-72 jam
setelah overdosis
acetaminophen)
6. Monitor intake dan output

III. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN CATATAN PERKEMBANGAN

Tgl DX Implementasi Evaluasi


14 1 1. Membuka jalan napas dengan S :
O:
Maret head tilt chin lift
1. Tidak ada suara gurgling
2. Melakukan suction mulut dan
2019 2. Bersihan jalan napas
trakea
kembali efektif
3. Melakukan aspirasi nasoparing
dengan kanul suction
4. Memasukan nasoparingeal
airway untuk melakukan
suction nasotrakeal
5. Memonitor status oksigenasi
( niali SAO3/ SFO2, Status
neurologis ) status mental,
tekanan perfusi serbral dan
2
stastus hemodinamik
S:
6. Memasang O2
O:
1. Mual dan muntah teratasi
2. Glukosa : 80 mg/dl
1. Berkolaborasi pemasangan infus
3. Natrium : 140 mmol/L
2. Berkolaborasi pemberian obat
asetilsistein melalui intravena
110mg/kg selama 5 jam pertama
(22mg/kg/jam)
3. Berkolaborasi pemberian obat
antidotum N-asetilsistein melalui
oral (12,5mg/kg/jam untuk 4 jam
kemudian 6,25mg/kg/jam untuk 16
jam kemudian) dan metionin
4. Melakukan skrining yang
diperlukan terkait dengan
toksikologi dan fungsi sistem
(skrining urin dan serum obat, gas
dara arteri, level elektrolit, enzim
liver, blood urea nitrogen, dan
kreatinin).
5. Memonitor tanda-tanda spesifik
terkait obat yang dikonsumsi
(misalnya mual, munta,
berkeringat, dan nyeri 48-72 jam
setelah overdosis acetaminophen)
6. Memonitor intake dan output
EVALUASI SUMATIF
No Diagnosa Evaluasi
1 Bersihan jalan nafas tidak S :
efektif berhubungan O : Jalan nafas paten
dengan adanya akumulasi A : Masalah teratasi
muntahan P : Lanjutkan intervensi diagnose ke-2
2 Risiko gangguan fungsi S :
hati O:
1. Mual dan muntah teratasi
2. Glukosa : 80 mg/dl
3. Natrium : 140 mmol/L

A : Masalah teratasi sebagian.


P : Lanjutkan intervensi, tetap di pasang
infus IV line dan oksigen, monitoring
kesadaran, monitoring tanda-tanda vital,
mengkaji input dan output,

BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
OD (Over Dosis) adalah mengkonsumsi obat berlebihan. OD sering
disangkutan dengan terjadinya bila heroin digunakan bersama alkohol, obat
tidur misalnya golongan barbiturat (luminal) atau penenang (valium, xanax,
mogadon/BK dan lain-lain). Jangan mengonsumsi heroin bersama alkohol
atau obat tersebut dengan gejala klinis penurunan kesadaran, frekuensi
pernapasan kurang dari 12 kali/menit, pupil miosis, adanya riwayat
pemakaian obat-obat terlarang. kombinasi dosis tinggi benzodiazepine untuk
terjadinya OD adalah dengan alkohol , barbiturat , opioid sangat berbahaya,
dan dapat mengakibatkan komplikasi berat seperti koma atau kematian.
Overdosis obat ini dapat menyebabkan kerusakan hati dengan gejala yang
termasuk kehilangan nafsu makan, mual, kelelahan, dan muntah, pucat, dan
berkeringat. Tahap berikutnya menunjukkan gejala kegagalan hati dan
termasuk sakit perut dan nyeri tekan, pembengkakan hati, dan tes darah
abnormal untuk enzim hati. Pada tahap terakhir dari keracunan, kemajuan
gagal hati dan pasien menjadi kuning, dengan menguningnya kulit dan putih
mata. Mereka juga mungkin mengalami gagal ginjal, gangguan perdarahan,
dan ensefalopati (pembengkakan otak).

DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/238210589/Askep-Overdosis-Jadi
http://id.wikipedia.org/wiki/Overdosis
http://health.detik.com/read/2012/10/04/130910/2054473/1407/pertolongan-
pertama-pada-overdosis-penyalahgunaan-
obathttp://health.detik.com/read/2012/10/04/130910/2054473/1407/pertolongan-
pertama-pada-overdosis-penyalahgunaan-obat

Anda mungkin juga menyukai