Manusia beriman selalu mengetahui bahwa semua di dunia ini
diciptakan tidak dengan sia-sia, dan manusia adalah ciptaan Allah yang paling sempurna dibandingkan makhluk-Nya yang lain. Hal itu ditegaskan dalam firman-Nya di dalam kitab suci al-Qur’an surat At-Tiin yang berbunyi :
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik- baiknya. “ (QS.at-Tiin : 4)
Islam mengajarkan, kesempurnaan fisik ini tidak menjadi nilai utama,
walaupun kesempurnaan tubuh adalah sebuah anugrah dari Allah SWT. Semua yang kita nikmati sekarang ini dan yang telah kita saksikan di bumi, langit dan semua yang di antara keduanya adalah perwujudan kesempurnaan dari ciptaan Allah SWT. Terkait dengan manusia ciptaan Allah SWT yang memiliki kekurangan (berkebutuhan khusus), anak autis adalah salah satu di antara sekian banyak syndrome yang menyerang sel saraf motorik. Dengan kata lain terdapat gangguan perkembangan yang mempengaruhi beberapa aspek bagaimana anak melihat dunia dan belajar dari pengalamannya (Yuwono, 2009: 15).
Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang berhubungan
dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas tentang imajinasi. Gejala autis tampak pada sebelum usia 3 tahun. Autis adalah salah satu gangguan dari tiga gangguan yaitu Autism spectrum disorder, dua di antaranya adalah sindrom Asperger dan PDD-NOS (pervasive developmental disorder, not otherwise specified). Autism berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu “aut” yang berarti “diri sendiri dan “ism” yang secara tidak langsung menyatakan orientasi atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism sendiri dapat didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam trevarthen dkk,1998). Dengan demikian pada penyandang autis diperlukan penanganan yang tepat untuk perkembangannya, yaitu dengan dilakukan terapi yang tepat untuk membantu memberikan stimulus (rangsangan).
Pada realitanya, di masyarakat fenomena anak autis kurang
diperhatikan. Banyak yang memandang sebelah mata dan tak sedikit pula yang beranggapan bahwa anak autis adalah sama dengan orang gangguan jiwa dan penyandang autis sering dianggap menjadi beban bagi keluarganya dan lingkungan sekitarnya. Tidak keseluruhan anak autis menyulitkan orang- orang yang berada di sekitarnya, (Kartono,2000: 45). Banyak juga dari penyandang autis yang memiliki kemampuan akademik ataupun non- akademik yang tak terduga dan dapat juga melebihi orang yang normal. Dengan pendidikan yang benar, maka proses mempengaruhi anak agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Oleh karena itu, pengenalan serta pembelajaran bagi penderita autis sangat penting berkaitan dengan perkembangan sel motorik serta psikis mereka yang lemah dan tidak stabil. Perkembangan anak autis di Indonesia menemui persoalan-persoalan mendasar dan sangat krusial untuk diatasi lebih dahulu (Yuwono, 2009: 24). Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, ada beberapa fakta yang dianggap relevan dengan persoalan penanganan masalah autisme di Indonesia diantaranya adalah kurangnya terapis dan belum adanya petunjuk treatment yang formal di Indonesia, dan tidak cukup jika hanya mengimplementasikan treatment dari luar yang penerapannya belum tentu tepat dengan kultur di Indonesia.
Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
telah diamanatkan pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi para penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi.
Sistem pendidikan yang diajarkan kepada anak autis sangat berbeda
dengan anak-anak pada umumnya. Dari metode pengajaran sampai dengan kurikulum yang disampaikan membutuhkan penanganan khusus, sesuai dengan tingkat kemampuan otak mereka. Adanya metode terapi Snoezelen yang digunakan sebagai salah satu metode dalam membantu menumbuhkan ketenangan psikis bagi anak autis, dalam arti psikis yang tidak stabil dirubah menjadi lebih stabil.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas maka
rumusan permasalahan dalam penelitian ini yaitu apakah ada pengaruh terapi Snoezelen terhadap ketenangan psikis pada penderita autis?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi snoezelen terhadap ketenangan psikis
pada penderita autis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui ketenangan psikis pada penderita autis sebelum
dilakukan terapi snoezelen.
2. Untuk mengetahui ketenangan psikis pada penderita autis sesudah
dilakukan terapi snoezelen.
3. Menganalisis pengaruh terapi snoezelen terhadap ketenangan psikis pada
penderita autis. 1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Menjadi pengalaman berharga bagi penulis dan menambah pengalaman
tentang pengaruh terapi snoezelen terhadap ketenangan psikis pada penderita autis
1.4.2 Bagi Istitusi Pendidikan
Menambah referensi perpustakaan dan sebagai sumber bacaan tentang
pengaruh terapi snoezelen terhadap ketenangan psikis pada penderita autis.
1.4.3 Bagi Perawat
Perawat dapat menenangkan penderita autis dengan terapi snoezelen
sehingga mengurangi dalam penggunaan terapi farmakologi
1.4.4 Bagi Penderita Autis
Penderita autis akan lebih tenang setelah dilakukan terapi snoezelen
1.4.5 Bagi lembaga YPAC
Dapat dijadikan masukan kepada guru pembimbing mengenai terapi