Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia beriman selalu mengetahui bahwa semua di dunia ini


diciptakan tidak dengan sia-sia, dan manusia adalah ciptaan Allah yang
paling sempurna dibandingkan makhluk-Nya yang lain. Hal itu ditegaskan
dalam firman-Nya di dalam kitab suci al-Qur’an surat At-Tiin yang berbunyi
:

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang


sebaik- baiknya. “ (QS.at-Tiin : 4)

Islam mengajarkan, kesempurnaan fisik ini tidak menjadi nilai utama,


walaupun kesempurnaan tubuh adalah sebuah anugrah dari Allah SWT.
Semua yang kita nikmati sekarang ini dan yang telah kita saksikan di bumi,
langit dan semua yang di antara keduanya adalah perwujudan kesempurnaan
dari ciptaan Allah SWT. Terkait dengan manusia ciptaan Allah SWT yang
memiliki kekurangan (berkebutuhan khusus), anak autis adalah salah satu di
antara sekian banyak syndrome yang menyerang sel saraf motorik. Dengan
kata lain terdapat gangguan perkembangan yang mempengaruhi beberapa
aspek bagaimana anak melihat dunia dan belajar dari pengalamannya
(Yuwono, 2009: 15).

Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang berhubungan


dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas tentang imajinasi. Gejala
autis tampak pada sebelum usia 3 tahun. Autis adalah salah satu gangguan
dari tiga gangguan yaitu Autism spectrum disorder, dua di antaranya adalah
sindrom Asperger dan PDD-NOS (pervasive developmental disorder, not
otherwise specified). Autism berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua
kata yaitu “aut” yang berarti “diri sendiri dan “ism” yang secara tidak
langsung menyatakan orientasi atau arah atau keadaan (state). Sehingga
autism sendiri dapat didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar biasa
asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam trevarthen dkk,1998).
Dengan demikian pada penyandang autis diperlukan penanganan yang tepat
untuk perkembangannya, yaitu dengan dilakukan terapi yang tepat untuk
membantu memberikan stimulus (rangsangan).

Pada realitanya, di masyarakat fenomena anak autis kurang


diperhatikan. Banyak yang memandang sebelah mata dan tak sedikit pula
yang beranggapan bahwa anak autis adalah sama dengan orang gangguan
jiwa dan penyandang autis sering dianggap menjadi beban bagi keluarganya
dan lingkungan sekitarnya. Tidak keseluruhan anak autis menyulitkan orang-
orang yang berada di sekitarnya, (Kartono,2000: 45). Banyak juga dari
penyandang autis yang memiliki kemampuan akademik ataupun non-
akademik yang tak terduga dan dapat juga melebihi orang yang normal.
Dengan pendidikan yang benar, maka proses mempengaruhi anak agar dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Oleh karena itu, pengenalan serta
pembelajaran bagi penderita autis sangat penting berkaitan dengan
perkembangan sel motorik serta psikis mereka yang lemah dan tidak stabil.
Perkembangan anak autis di Indonesia menemui persoalan-persoalan
mendasar dan sangat krusial untuk diatasi lebih dahulu (Yuwono, 2009: 24).
Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, ada beberapa fakta yang dianggap
relevan dengan persoalan penanganan masalah autisme di Indonesia
diantaranya adalah kurangnya terapis dan belum adanya petunjuk treatment
yang formal di Indonesia, dan tidak cukup jika hanya mengimplementasikan
treatment dari luar yang penerapannya belum tentu tepat dengan kultur di
Indonesia.

Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


telah diamanatkan pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka
peluang yang besar bagi para penyandang autisme untuk masuk dalam
sekolah-sekolah umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah
diarahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi.

Sistem pendidikan yang diajarkan kepada anak autis sangat berbeda


dengan anak-anak pada umumnya. Dari metode pengajaran sampai dengan
kurikulum yang disampaikan membutuhkan penanganan khusus, sesuai
dengan tingkat kemampuan otak mereka. Adanya metode terapi Snoezelen
yang digunakan sebagai salah satu metode dalam membantu menumbuhkan
ketenangan psikis bagi anak autis, dalam arti psikis yang tidak stabil dirubah
menjadi lebih stabil.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas maka


rumusan permasalahan dalam penelitian ini yaitu apakah ada pengaruh terapi
Snoezelen terhadap ketenangan psikis pada penderita autis?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi snoezelen terhadap ketenangan psikis


pada penderita autis.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui ketenangan psikis pada penderita autis sebelum


dilakukan terapi snoezelen.

2. Untuk mengetahui ketenangan psikis pada penderita autis sesudah


dilakukan terapi snoezelen.

3. Menganalisis pengaruh terapi snoezelen terhadap ketenangan psikis pada


penderita autis.
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Menjadi pengalaman berharga bagi penulis dan menambah pengalaman


tentang pengaruh terapi snoezelen terhadap ketenangan psikis pada penderita
autis

1.4.2 Bagi Istitusi Pendidikan

Menambah referensi perpustakaan dan sebagai sumber bacaan tentang


pengaruh terapi snoezelen terhadap ketenangan psikis pada penderita autis.

1.4.3 Bagi Perawat

Perawat dapat menenangkan penderita autis dengan terapi snoezelen


sehingga mengurangi dalam penggunaan terapi farmakologi

1.4.4 Bagi Penderita Autis

Penderita autis akan lebih tenang setelah dilakukan terapi snoezelen

1.4.5 Bagi lembaga YPAC

Dapat dijadikan masukan kepada guru pembimbing mengenai terapi


snoezelen khususnya dilembaga YPAC.

Anda mungkin juga menyukai