Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ANALISIS OBAT, KOSMETIK, DAN MAKANAN

Disusun Oleh :

Kelompok IV

Retno Sitiowati Sariyanti Wagola

Radinasari Sindia Rumasoreng

Rosna Saba Sintia Fhajar Tunny

Rahmawati Sinaria tomia

Hendrik tibalya Rustam Latekay

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MALUKU HUSADA

KAIRATU

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta Ridho-Nya
kepada kita semua, sehingga makalah analisis obat, kosmetik dan makanan dengan judul
“Menganalisis suatu produk kos etika analisis kualitatif dan kuantitatif sediaan kosmetika (krem
dan lotion)” ini dapat terselesaikan dengan lancar.

Mengingat masih kurangnya pengetahuan mahasiswa. Penulis berharap semoga makalah


ini dapat bermanfaat bagi seluruh mahasiswa.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang bersifat membangun
agar makalah ini lebih baik lagi. Penulis megucapkan terima kasih banyak kepada kedua
orangtua yang telah mendukung dalam penyusunan makalah ini, dan berharap semoga
makalah ini dapat menambah wawasan bagi kita semua.

PENYUSUN

Kelompok IV
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah..............................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................

1.3 Tujuan...........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Peranan Kosmetika.....................................................................................................

2.2 Pengertian Kulit..........................................................................................................

2.3 Jenis-jenis Dan warna


Kulit...........................................................................................................................

2.4 Dampak Krim Pemutih Terhadap


Kulit...........................................................................................................................

2.5 Kosmetika..................................................................................................................

2.6 Krim...........................................................................................................................

2.7 Analisis kuantitatif dan kualitatif asam retinoat pada sediaan krim pemutih

2.8 Analisis kandungan merkuri (Hg) dalam hand body lotion whitening

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................

3.2 Saran...........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penampilan fisik seseorang seringkali dipersepsikan sebagai petunjuk mengenai siapa orang
tersebut (identitas sosial) baik dari segi busananya, aksesorisnya, maupun karakteristik
tubuhnya, seperti bentuk tubuh, warna kulit, model rambut dan sebagainya. Setiap manusia
pasti ingin menjadi sempurna, sempurna dibagi menjadi dua yaitu sempurna jasmani dan
rohani. Sempurna jasmani artinya berbadan sehat, kuat, wajah cantik dan berkulit bersih
(Dwikarya, 2003).
Kosmetika adalah setiap bahan atau sediaan dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar
tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh dalam kondisi baik (BPOM
RI, 2008).
Suatu produk kosmetika yang tidak memiliki nomor registrasi, kemungkinan memiliki
kandungan zat – zat yang tidak diizinkan pemakaiannya atau memiliki kadar yang melebihi
ketentuan, sehingga dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. Bahkan ada juga
produsen yang mencantumkan nomor registrasi pada produk kosmetiknya, walaupun nomor
tersebut bukan nomor resmi dari BPOM. Hal yang perlu diperhatikan adalah berkaitan
dengan kandungan bahan-bahan pemutih berbahaya seperti hidrokuinon dan merkuri yang
terdapat pada produk kosmetik (BPOM RI, 2007).

1.2 Rumusan Masalah


 Apakah terdapat hidrokuinon pada sediaan krim pemutih yang beredar di kota
Bandung ?
 Berapa kadar hidrokuinon yang tersedia dalam krim pemutih tersebut ? dan
melanggar batas kadar yang telah ditentukan ?

1.3 Tujuan

 Untuk mengidentifikasi ada tidaknya zat pemutih hidrokuinon dalam krim pemutih yang
beredar di beberapa tempat di kota bandung.
 Untuk mengetahui jumlah kadar hidrokuinon tersebut berada dalam batas kadar yang
diperbolehkan dan tidak melebihi kadar yang ditetapkan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peranan Kosmetika

Dewasa ini, seiring dengan meningkatnya taraf hidup dan tercapainya berbagai kebutuhan primer
masyarakat, maka kebutuhan yang bersifat lebih sekunder seperti hiburan dan kosmetika secara
otomatis akan semakin bertambah. Hal ini dapat dibuktikan dengan mulai maraknya bisnis
kosmetika di Indonesia Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menunjang pertumbuhan
pabrik – pabrik kosmetika, tidak lagi dalam ukuran industri farmasi kuat dengan aset ratusan juta
dolar A.S. Industri ini tidak lagi hanya memproduksi satu jenis produk kosmetika seperti dulu
(bedak, obat jerawat, minyak rambut), tetapi sudah meluas ke semua jenis kosmetika yang
ditujukan untuk semua segmen pasar, yaitu kalangan bawah, kalangan menengah, kalangan atas,
bayi, remaja, dewasa ataupun manula (Draelos, 2005).

2.2 Pengertian Kulit


Kulit adalah jaringan yang meliputi permukaan tubuh yang terdiri dari epidermis dan korium.
Kulit merupakan salah satu alat tubuh manusia yang terpenting, yang paling luas, dan terletak
paling luar (I.S. Tranggono, 1992).
Kulit merupakan organ pada tubuh manusia yang luasnya paling besar dan tersebar hampir
diseluruh tubuh. Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu:
1. Lapisan terluar yang disebut lapisan epidermis (kulit ari).
2. Lapisan di bawahnya disebut epidermis (kulit jangat).
3. Lapisan paling bawah disebut Lapisan hipodermis (subkutis).
(Primadiati, 2001).
Lapisan hipodermis merupakan bantalan lemak berfungsi sebagai bantalan penahan
hantaman dari luar dan penghubung kulit dengan jaringan tubuh di dalamnya. Berdasarkan
uraian di atas menjelaskan bahwa kulit merupakan lapisan paling luar dari tubuh manusia
yang tersebar hampir pada seluruh tubuh. Kulit memiliki tiga lapisan struktur kulit yaitu;
epidermis, dermis, dan subkutis. Kulit

berfungsi sebagai penahan cahaya, kuman, panas, dan zat kimia. Struktur kulit
pada saat bayi dilahirkan sangat halus, lembut, tipis, agak lembab, tidak ada
kerutan dan belum atau tidak ada kelainan.
Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambah usia, struktur kulit mulai
berubah. Perubahan yang sering timbul yaitu ada kerutan, kelembaban kulit yang
mulai berkurang, kulit menjadi tebal dan kasar. Sering kali muncul berbagai
kelainan kulit seperti: jerawat, komedo dan timbulnya flek hitam.

2.3 Jenis-jenis Kulit

Kulit digolongkan menjadi tujuh jenis, yakni; kulit normal, berminyak, berminyak sensitif
(Sensitife oily skin), kombinasi (campuran), kering sensitif dan kulit gersang (Dehydrated
skin), (Yuswati, 1996).
a. Kulit normal
Kulit jenis ini merupakan kulit yang sehat dimana kelenjar lemak memproduksi minyak tidak
berlebihan, sehingga tidak menimbulkan penyumbatan pada pori-pori kulit. Tanda-tanda
kulit normal antara lain: kulit lembut, halus, bercahaya, sehat, pori-pori tidak kelihatan, tonus
(daya kenyal) kulit bagus. Kulit normal biasanya dijumpai pada anak-anak sampai menjelang
remaja.
b. Kulit berminyak
Kulit berminyak disebabkan oleh sekresi kelenjar sebasea yang berlebihan. Tanda-tanda kulit
berminyak adalah kulit kelihatan basah dan mengkilat, pori-pori terlihat jelas, sering
berjerawat, kulit terlihat kusam. Kulit berminyak umumnya terdapat pada usia remaja dan
dewasa.
c. Kulit berminyak sensitif (Sensitive oily skin)
Kulit jenis ini tanda-tandanya sama dengan kulit berminyak hanya terdapat
pembuluh darah yang melebar dan rusak, sehingga terlihat guratan-guratan
merah di sekitar hidung dan pipi. Penyebab kulit berminyak sensitif adalah
kelenjar lemak sangat berlebihan dalam memproduksi lemak sehingga
kadang berkomedo dan bereaksi cepat terhadap panas, dingin dan iritasi.
d. Kulit kombinasi (Campuran)
Kulit Kombinasi merupakan gabungan lebih dari satu jenis kulit seperti
kulit kering dan berminyak. Tanda-tandanya kulit keliatan mengkilat pada
bagian tengah muka, disekitar hidung, pipi dan dagu. Kulit jenis ini
umumnya terdapat pada usia dewasa.
e. Kulit kering
Kulit jenis ini terdapat pada orang dewasa dan lanjut usia. Penyebabnya
adalah akibat ketidak seimbangan sekresi sebum. Tanda-tandanya yaitu
bagian tengah muka normal, disekitar pipi dan dahi kering, tidak lembab
dan tidak berminyak, halus, tipis dan rapuh. Kulit kering cepat menjadi tua
karena kelenjar lemak tidak berfungsi dengan baik.
f. Kulit kering sensitif
Jenis kulit ini sama dengan kulit kering hanya terdapat pembuluh darah
yang melebar disekitar hidung dan pipi sehingga timbul guratan-guratan
didaerah tersebut.
g. Kulit gersang ( Dehydrated skin)
Kulit jenis ini sangat kering. Penyebabnya zat cair atau pelembab didalam kulit sangat
terbatas. Umumnya terdapat pada usia remaja, dewasa dan
usia lanjut

Warna kulit manusia dipengaruhi oleh ras atau keturunannya. Misalnya,


orang negro memiliki kulit hitam legam, bangsa eropa memiliki kulit putih,
bangsa polynesia berkulit merah, orang cina berkulit kuning langsat, dan orang
asia umumnya berwarna sawo matang. Warna kulit ditentukan oleh pigmen kulit
yaitu eumelanin adalah pigmen hasil oksidasi yang berwarna coklat tua dan
feomelanin adalah pigmen hasil reduksi yang berwarna kuning krem
(Dwikarya, 2002).
Kinkin S, Basuki, (2003) menjelaskan bahwa meskipun jenisnya berbeda,
setiap kulit yang sehat biasanya ditandai dengan:
1. Memiliki kelembaban yang cukup dengan pH 4,5 - 6,5
2. Senantiasa kenyal dan kencang
3. Menampilkan kecerahan warna kulit yang sesungguhnya
4. Bersih dari noda, jerawat, penyakit kulit dan jamur
5. Segar dan bercahaya
6. Memiliki sedikit kerutan sesuai usia
Seringkali seseorang mengabaikan kesehatan kulit, padahal kulit penting
dalam menghadapi segala ancaman dari luar tubuh. Usaha yang dapat dilakukan
dalam rangka menjaga kesehatan kulit salah satunya melalui pemilihan kosmetika
yang sesuai dengan jenis kulit yang dimilikinya.
Keadaan kulit mencerminkan kesehatan umum tubuh secara keseluruhan sebagai suatu organ,
Kulit tidak hanya menutupi tubuh tetapi memberi sistem
kekebalan. Sehingga sangat penting untuk menjaga kesehatan kulit dan faktor –
faktor yang mempengaruhi kesehatan kulit, antara lain
1. Pola makan dan diet tidak benar
2. Kosmetika yang tidak cocok dengan jenis kulit
3. Penyakit kulit dan jamur
4. Sinar matahari dan polusi udara
5. Hormon yang tidak seimbang, misalkan saat haid, hamil atau stress
6. Kebiasaan tertentu seperti merokok atau minum minuman keras
(S. Basuki, 2003).

2.4 Dampak Krim Pemutih Terhadap Kulit.

Produk pemutih kulit adalah salah satu jenis produk kosmetik yang
mengandung zat aktif yang dapat menekan atau menghambat pembentukan
melanin atau menghilangkan melanin yang sudah terbentuk sehingga akan
memberikan warna kulit yang lebih putih. Dampak positif yang dapat diperoleh
dari pemakaian kosmetika pemutih adalah kulit menjadi lebih putih dan bersinar.
Keterbatasan pengetahuan tentang berbagai poduk kosmetika pemutih banyak
yang tidak tahu dampak negatif yang timbul jika tidak berhati-hati. Kesalahan
yang dilakukan dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan kulit.
Penggunaan kosmetik khususnya pemutih secara berlebihan dapat membahayakan
kesehatan kulit. Kosmetika pemutih biasanya mengandung zat aktif pemutih
seperti hidrokuinon (Dwikarya, 2002).
Hidrokuinon yang banyak dipakai sebagai penghambat pembentukan melanin yang dapat
menyebabkan hiperpigmentasi, padahal melanin berfungsi
sebagai pelindung kulit dari sinar ultraviolet, sehingga terhindar dari resiko
terkena kanker kulit.

2.5 KOSMETIKA
Kosmetika berasal dari kata kosmetikos (Yunani) yang berarti
keterampilan menghias, mengatur. Definisi kosmetik dalam Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. HK.00.05.42.1018 adalah setiap
bahan atau sediaan dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia
(epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital luar lainnya) atau gigi dan
mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik (BPOM RI, 2008).
Definisi kosmetika dalam peraturan menteri kesehatan RI No.
445/MENKES/PERMENKES/1998 Tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat
Pengawet dan Tabir Surya pada Kosmetik adalah sebagai berikut : Kosmetika
adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar
badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi dan
rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah
penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau
badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu
penyakit (Rostamailis et al., 2008).
Definisi tersebut jelas menunjukkan bahwa kosmetika bukan satu obat
yang dipakai untuk diagnosis, pengobatan maupun pencegahan penyakit. Obat
bekerja lebih kuat dan dalam, sehingga dapat mempengaruhi struktur faal tubuh
(Wasitaatmadja, 1997).
Ilmu yang mempelajari tentang kosmetika disebut dengan “cosmetology”,
yaitu ilmu yang berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan, aplikasi
penggunaan, efek khasiat dan efek samping kosmetika. Dalam kosmetologi
berperan berbagai disiplin ilmu terkait yaitu: teknik kimia, farmakologi, farmasi,
biokimia, mikrobiologi, ahli kecantikan, dan dermatologi. Dalam disiplin ilmu
dermatologi yang menangani khusus peranan kosmetika disebut “dermatologi
kosmetik” (cosmetic dermatology) (Wasitaatmadja, 1997 ).
Penggunaan kosmetik harus disesuaikan dengan aturan pakainya.
Misalkan harus sesuai jenis kulit, warna kulit, iklim, cuaca, waktu penggunaan,
umur, dan jumlah pemakaiannya sehinggan tidak menimbulkan efek yang tidak
diinginkan. Sebelum mempergunakan kosmetik, sangatlah penting untuk
mengetahui lebih dulu apa yang dimaksud kosmetik, manfaat dan pemakaian yang
benar. Maka dari itu perlu penjelasan lebih detail mengenai kosmetik tersebut
(Djajadisastra, 2005).
Efek kosmetika terhadap kulit merupakan sasaran utama dalam menerima
berbagai pengaruh dari penggunaan kosmetika terhadap kulit, yaitu efek positif
dan efek negative. Tentu saja yang diharapkan adalah efek positifnya sedangkan
efek negatifnya tidak diinginkan karena menyebabkan kelainan – kelainan pada
kulit (Retno I.S Tranggono, 1996).
Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI yang dikutip dari berbagai
karangan ilmiah tentang kosmetika, membagi kosmetika dalam:
1. Preparat untuk bayi
2. Preparat untuk mandi
3. Preparat untuk mata
4. Preparat wangi-wangian
5. Preparat untuk rambut
6. Preparat untuk rias (make up)
7. Preparat untuk pewarna rambut
8. Preparat untuk kebersihan mulut
9. Preparat untuk kebersihan badan
10. Preparat untuk kuku
11. Preparat untuk cukur
12. Preparat untuk perawatan kulit
13. Preparat untuk proteksi sinar matahari (Wasitaatmadja, 1997).
Kosmetika dikenakan pada kulit manusia untuk membersihkan,
memelihara, menambah daya tarik serta mengubah rupa. Karena terjadi kontak
antara kosmetika dengan kulit, maka ada kemungkinan kosmetika diserap oleh
kulit dan masuk ke bagian yang lebih dalam dari tubuh. Jumlah kosmetika yang
terserap kulit bergantung pada beberapa faktor, yaitu keadaan kulit pemakai,
keadaan kosmetika yang dipakai, dan kondisi kulit pemakai. Kontak kosmetika
dengan kulit menimbulkan akibat positif berupa manfaat kosmetika, dan akibat
negatif atau merugikan berupa efek samping kosmetika (Wasitaatmadja, 1997).
Penghentian pemakaian kosmetik baik secara keseluruhan atau hanya terhadap
kosmetika yang diduga sebagai penyebab harus dilakukan sebelum pengobatan.

Pengobatan efek samping ditujukan terhadap jenis efek samping yang terjadi :
1. Dermatitis kontak alergik/iritan, maka pengobatan diberikan sesuai dengan
prinsip dalam dermatologi, yaitu kompres bila basah, krim atau salep bila
kering. Terapi sistemik dengan kortikosteroid, antigatal dan antihistamin.
2. Akne kosmetika, pengobatan sesuai dengan pengobatan pada akne tidak
beradang pada umumnya yaitu asam salisilat, sulfur, resorsin, asam
vitamin A topical, sedangkan secara sistemik dapat diberikan antibiotik
(tetrasiklin HCl) (Wasitaatmadja, 1997).
3. Fotosensitivitas, dapat diberikan tabir surya yang mengandung PABA
(para amino benzoic acid) atau non-PABA, misalnya titanium oksida.
Kortikosteroid topical diberikan pula sebelumnya sedangkan
kortikosteroid sistemik dapat dipertimbangkan diberikan pada keadaan
berat.
4. Pigmented cosmetic dermatitis, dapat diberikan aplikasi topikal
hidrokuinon dan vitamin C dosis tinggi.
5. Bentuk-bentuk efek samping lain pengobatannya sesuai dengan kelainan
yang terjadi. Kelainan yang terjadi pada rambut, kuku, mata dan lainnya
menjadi pangkal pemikiran pengobatan yang akan diberikan
(Wasitaatmadja, 1997).

2.6 KRIM
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini
secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak
dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri
dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau
alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim juga dapat digunakan
untuk pemberiaan obat secara vaginal (Departemen Kesehatan RI, 1995).
Istilah krim secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik,
dan banyak produk dalam perdagangan disebut sebagai krim tetapi tidak sesuai
dengan bunyi definisi diatas. Banyak hasil produk yang nampaknya seperti krim
tetapi tidak mempunyai dasar dengan jenis emulsi, biasanya disebut krim
(Ansel, 1989)

2.7 Analisis kuantitatif dan kualitatif asam retinoat pada sediaan krim pemutih
Kosmetik merupakan suatu komponen sandang yang sangat penting peranannya
dalam kehidupan masyarakat, dimana masyarakat tertentu sangat bergantung pada
sediaan kosmetika pada setiap kesempatan. Di pasaran pada umumnya, banyak beredar
sediaan kosmetika yang berperan untuk keindahan kulit wajah. Dalam
perkembangan selanjutnya, suatu sediaan kosmetika akan ditambahkan suatu zat
ikutan atau tambahan yang akan menambah nilai artistik dan daya jual produknya,
salah satunya dengan penambahan bahan pemutih (Widana & Yuningrat, 2007).
Produk pemutih kulit sendiri terbagi menjadi 3 golongan yaitu kosmetik,
kosmetisikal dan kosmetomedik. Golongan pertama disebut kosmetik, jika produk
itu mempengaruhi fisiologi kulit dan dapat dibeli secara bebas, contohnya sabun.
Golongan kedua disebut kosmetisikal, jika produk itu mempengaruhi fisiologi kulit
tapi masih boleh dibeli secara bebas-terbatas tanpa harus memakai resep dokter,
contohnya produk yang mengandung Alpha Hydroxy Acid (AHA), asam glikolat,
arbutin dan hidrokuinon. Golongan ketiga disebut kosmetomedik, produk-produk ini
mempengaruhi fisiologi kulit dan hanya boleh dibeli dengan resep dokter, contohnya
hidrokuinon di atas 2% dan asam retinoat (Andriyani, 2011). Menurut Menaldi
(2003), asam retinoat merupakan zat peremajaan non peeling karena merupakan iritan
yang menginduksi aktivitas mitosis sehingga terbentuk stratum korneum yang
kompak dan halus, meningkatkan kolagen dan glikosaminoglikan dalam dermis
sehingga kulit menebal dan padat, serta meningkatkan vaskularisasi kulit sehingga
menyebabkan kulit memerah dan segar Sediaan topikal dalam bentuk krim, salep, dan
gel yang mengandung asam retinoat dosis yang digunakan dalam konsentrasi 0,001-
0,4%, umumnya 0,1% (Menaldi, 2003). Asam retinoat mampu mengatur
pembentukan dan penghancuran sel-sel kulit. Kemampuannya mengatur siklus hidup
sel ini juga dimanfaatkan oleh kosmetik anti aging atau efek-efek penuaan (Badan
POM, 2008). Asam retinoat atau tretinoin juga mempunyai efek samping bagi kulit
yang sensitif, seperti kulit menjadi gatal, memerah dan terasa panas serta jika
pemakaian yang berlebihan khususnya pada wanita yang sedang hamil dapat
menyebabkan cacat pada janin yang dikandungnya (Badan POM, 2008). METODE
Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer,
gelas kimia, labu ukur, corong, pipet volume, pipet tetes, pipa kapiler, batang
pengaduk, kertas saring Whatman no.41, alumunium foil, timbangan analitik, lampu
UV254, bejana kromatografi, silika gel 60F254, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu
UV-1800) dan kuvet silika. Bahan Penelitian Semua bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metanol, aseton, n-heksan, asam retinoat dan sampel krim
pemutih. Sampel yang digunakan adalah krim pemutih yang terdapat di kota Bandung.
Pengambilan sampel didasarkan atas pertimbangan bahwa sampel yang diambil
sudah mewakili sampel yang beredar di kota Bandung. Sampel krim pemutih
kemudian diambil sebanyak 15 sampel yaitu sampel A, sampel B, sampel C, sampel
D, sampel E, sampel F, sampel G, sampel H, sampel I, sampel J, sampel K yang
di ambil dari beberapa pasar tradisional di kota Bandung. Sampel L, sampel M, dan
sampel N di ambil dari salah satu swalayan yang ada di kota Bandung. Sampel O
di ambil dari salah satu klinik kecantikan yang ada di kota Bandung. Metode Penelitian
Pembuatan larutan uji sampel yang mengandung asam retinoat Ditimbang 3,0 g
sampel uji. Masukkan kedalam gelas kimia, bungkus dengan alumunium foil.
Tambahkan 10 mL metanol dan kocok hingga homogen. Dinginkan dalam es selama
15 menit dan saring melalui kertas saring Whatman no.41 (BPOM, 2011)

Analisis asam retinoat dengan metode KLT Identifikasi analisis kualitatif dengan
menggunakan metode KLT, berikut langkah pengerjaannya : 1. Pembuatan larutan
pengembangMasukan larutan n-heksan - aseton (6:4) v/vke dalam chamber lalu tutup
dengan plat kacalalu di diamkan hingga eluen tersebut jenuh(BPOM, 2011).2.
Identifikasi sampel dengan KLTLempeng KLT yang telah diaktifkan dengancara
dipanaskan di dalam oven pada suhu105°C selama 30 menit dengan membuatbatas
penotolan dan batas elusi 7 cm. Larutanuji ditotolkan secara terpisah
denganmenggunakan pipa kapiler dengan jarak 1,5cm dari bagian bawah lempeng.
Kemudiandibiarkan beberapa saat hingga mengering.Lempeng KLT yang telah
mengandungcuplikan dimasukkan kedalam bejana KLTyang terlebih dahulu
dijenuhkan dengan fasegerak berupa n-heksan dan aseton (6:4).Dibiarkan fasa
bergerak naik sampaimendekati batas elusi. Kemudian lempengKLT diangkat dan
dibiarkan kering diudara.Diamati di bawah sinar UV254 berfluoresensimemberikan
bercak gelap (BPOM, 2011).Analisis kualitatif asam retinoat dengan metode
spektrofotometri UV Analisis kualitatif menggunakan metode spektrofotometri uv
dengan langkah pengerjaan seperti dibawah ini : 1. Penentuan panjang gelombang
maksimumasam retinoatDiambil 2 mL larutan asam retinoat 500 ppm dan dimasukan
ke dalam labu ukur 10 mL (konsentrasi 100 ppm). Tambahkan metanol hingga
garis batas dan homogenkan. Diukur serapan maksimum pada panjang gelombang
200-400 nm dengan menggunakan blanko. Blanko digunakan metanol. 2. Menentukan
spektrum masing-masing sampel Ditimbang 3,0 g sampel masukkan kedalam gelas
kimia, bungkus dengan alumunium foil, tambahkan 10 mL metanol dan kocok hingga
homogen. Dinginkan dalam es selama 15 menit dan saring melalui kertas saring
Whatman no.41. Dan kadar masing-masing sampel diukur serapannya pada panjang
gelombang 200-400 nm (BPOM, 2011)

Analisis kuantitatif asam retinoat dengan metode spektrofotometri UV 1. Pembuatan


larutan baku 1000 ppm AsamretinoatDitimbang 0,1 g asam retinoat baku,
dimasukan ke dalam gelas kimia, kemudian dilarutkan dan diencerkan dengan 100
mL metanol (BPOM, 2011). 2. Pembuatan larutan baku 500 ppm
AsamretinoatDiambil 25 mL larutan asam retinoat 1000 ppm dimasukan ke dalam
labu ukur 50 mL, ditambahkan metanol hingga tanda batas (BPOM, 2011). 3.
Penentuan kurva kalibrasiDipipet larutan asam retinoat 500 ppm kedalam labu ukur
10 mL berturut-turut 0,25mL, 0,5 ml, 1,0 mL, 1,25 mL, 1,5 mL dan 2,0mL (12,5 ppm,
25 ppm, 50 ppm, 62,5 ppm, 75ppm dan 100 ppm). Kedalam masing-masinglabu ukur
tersebut dimasukan kedalam labuukur tambahkan metanol hingga tanda
batas.Dikocok homogen, kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang
maksimum yang diperoleh serta menggunakan larutan blanko. 4. Uji Kuantitatif Pada
SampelTimbang 3,0 g sampel uji. masukan ke dalamgelas kimia, bungkus dengan
alumunium foil.Ditambahkan 10 mL metanol dan kocokhingga homogen. Dinginkan
dalam es selama15 menit dan saring melalui kertas saringwhatman no.41. Dipipet
1 mL kemudiandimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.Ditambahkan metanol
sampai tanda batas danhomogenkan. Diukur serapannya padapanjang gelombang 352
nm (Siti dkk., 2013).HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel yang di ambil
sebanyak 15 sampel berasal dari pasar tradisional, pasar swalayan Borma dan klinik
kecantikan (racikan dokter), semua sampel diberi kode sampel A, B, C, D, E, F, G, H,
I, J, K, L, M, N dan O

Tabel 1.
Hasil Analisis Kualitatif Asam Retinoat dengan Metode KLT Analisis kualitatif asam
retinoat pada sampel krim pemutih wajah secara metode KLT, terdapat 4 sampel
yang positif mengandung asam retinoat yaitu sampel K, sampel M, sampel N dan
sampel O dimana sampel tersebut yang memberikan nilai Rf yang berdekatan
dengan sampel pembanding. Dengan hasil Rf yang dapat dilihat dari tabel dibawah ini

Tabel 2.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara menotolkan sampel pada plat KLT kemudian di
elusi dengan menggunakan n-heksan - aseton (6:4). Noda hasil KLT dilihat di
bawah penyinaran lampu UV254. Suatu senyawa yang mengandung asam retinoat
akan mudah diamati dibawah penyinaran lampu UV dan akan berfluorensi
memberikan bercak gelap (BPOM, 2011)

litatif asam retinoat dengan metode KLT bahwa sampel K, M, N dan O


mengandung asam retinoat dan pada sampel A, B, C, D, E, F, G, H, I, J dan L tidak
mengandung asam retinoat. Hal ini dapat dilihat dari hasil kromatografi lapis tipis
dengan adanya bercak gelap pada lempeng KLT.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Hasil


kualitatif hanya sampel K, M, N danO yang positif mengandung asam retinoatdengan
memberikan bercak gelap dibawahlampu UV254 dan memiliki panjanggelombang
yang sama dengan bakustandar asam retinoat yaitu pada panjanggelombang
maksimum 352 nm

2.8 Analisis kandungan merkuri (Hg) dalam hand body lotion whitening

Angka kejadian efek samping kosmetik cukup tinggi terjadi di Indonesia.


Reaksi efek samping kosmetik yang terjadi disebabkan karena penambahan bahan
aditif yakni merkuri untuk meningkatkan efek pemutih dalam penggunaan kosmetik
termasuk dalam handbody lotion whitening dan cream bleaching yang banyak
dijual kepada masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan merkuri (Hg)
pada handbody lotion whitening dan cream bleaching yang di jual di Pasar Sambas
Kota Medan 2017.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey bersifat
deskriptif dengan pendekatan observasional dan uji laboratorium. Responden dalam
penelitian ini berjumlah 96 orang yang didapatkan dengan metode Accidental
Sampling dan sampel handbody lotion whitening dan cream bleaching masingmasing sebanyak 5
buah produk. Analisis kandungan merkuri (Hg) menggunakan
metode Inductively Couple Plasma (ICP), yang dilakukan di Laboratorium
Kesehatan Daerah (Labkesda) Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil uji laboratorium diketahui bahwa seluruh produk
handbody lotion whitening dan cream bleaching yang dijual di Pasar Sambas Kota
Medan yang dijadikan sampel penelitian tidak mengandung merkuri (Hg), sehingga
seluruh sampel produk memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden yakni sebanyak 44 orang
responden (45,8%) memiliki pengetahuan terhadap kandungan merkuri (Hg) pada
handbody lotion whitening dan cream bleaching dalam kategori yang kurang baik
baik.
Diharapkan kepada instansi terkait agar melakukan pengawasan terhadap
kosmetik yang dijual di pasaran dan melakukan penyuluhan kepada masyarakat
mengenai cara pemilihan kosmetik yang baik dan benar agar tidak beresiko
mengalami gangguan kesehatan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kosmetika adalah setiap bahan atau sediaan dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar
tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh dalam kondisi baik (BPOM
RI, 2008).
Suatu produk kosmetika yang tidak memiliki nomor registrasi, kemungkinan memiliki
kandungan zat – zat yang tidak diizinkan pemakaiannya atau memiliki kadar yang melebihi
ketentuan, sehingga dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. Bahkan ada juga
produsen yang mencantumkan nomor registrasi pada produk kosmetiknya, walaupun nomor
tersebut bukan nomor resmi dari BPOM. Hal yang perlu diperhatikan adalah berkaitan
dengan kandungan bahan-bahan pemutih berbahaya seperti hidrokuinon dan merkuri yang
terdapat pada produk kosmetik (BPOM RI, 2007).

3.2 Saran
Saran kepada pembaca adalah agar pembaca tidak hanya mengacu pada materi didalam
makalah ini melainkan mencari refrensi lain diluar makalah, dan diharapkan adanya
pengembangan lebih lanjut atas kekurangan dari makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI. 2007. Kenalilah Kosmetika anda, Sebelum Menggunakannya. In: Info POM,
Vol.VII1 No.4. Edisi Juli 2007. Jakarta.

Badan POM RI. 2008. Bahan Berbahaya Dalam Kosmetik. IN: Kosmetik Pemutih (Whitening),
Naturakos, Vol.II1 No. 8.Edisi Agustus 2008. Jakarta.

Dwikarya, Maria,. 2002. Perawatan Kulit dan Wajah. Cet.1,. Penerbit Kawan Pustaka. Jakarta.
Hal 4-5.

Draelos ZD. 2005. Cosmeticeuticals, Elsevier. USA. 215-235, 163, 1-2.


Dwikarya, Maria,. 2002. Perawatan Kulit dan Wajah. Cet.1,. Penerbit Kawan Pustaka. Jakarta. Hal 4-5.

Kinkin S.Basuki,. 2003. Tampil Cantik dengan Perawatan Sendiri. Jakarta. Penerbit Gramedia
pustaka Utama.

Yuswati. 1996. Tata Rias Kulit. Yogyakarta. FPTK IKIP Yogyakarta

Rostamailis. 2008. Tata Kecantikan Rambut Jilid 3. Jakarta : Pusat Pembukuan Departemen
Pendidikan Nasional.

Wasiaatmadja, SM,. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medika. Jakarta : Universitas Indonesia
Press.

Depkes, RI. 1995. Farmakope Indonesia. ed 4. Dirjen POM. Jakarta

Ansel HC, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 551.

Widana dan Yuningrat. 2007. Bahan Pewarna Berbahaya pada Sediaan Kosmetika.
Departemen Kesehatan, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai