Anda di halaman 1dari 23

KIMIA MEDISINAL

HUBUNGAN KUANTITATIF STRUKTUR


AKTIVITAS GOLONGAN OBAT
SALURAN PENCERNAAN ANTAGONIS-H2

Dosen Pengampu Triyani Sumiati, M.Si,Apt

Disusun Oleh :
Silvia Hasanah (16010058)
Jubair Putra H (16010032)

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI BOGOR


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sifat kimia fisika dapat


mempengaruhi aktivitas biologis Hubungan kuantitatif struktur
obat karena dapat mempengaruhi kimia dan aktivitas biologis obat
distribusi obat dalam tubuh dan (HKSA) merupakan bagian
proses interaksi reseptor. Aktivitas penting rancangan obat, dalam
senyawa bioaktif disebabkan oleh
usaha mendapatkan suatu obat
interaksi antara molekul obat
dengan bagian molekul dari obyek baru dengan aktivitas yang lebih
biologis. Dasar dari aktivitas obat besar, keselektifan yang lebih
adalah proses-proses kimia yang tinggi, toksisitas atau efek
kompleks mulai dari saat obat samping yang sekecil mungkin
diberikan sampai terjadinya respon dan kenyamanan yang lebih
biologis. besar.
Aktivitas Senyawa

Studi Kasus

Perhatikan Gambar
Disamping

Hubungan
struktur aktivitas
senyawa obat
Bagaimana hubungan struktur kimia dengan
Rumusan Masalah aktivitas biologis suatu senyawa ?

Untuk mengetahui hubungan


struktur kimia dengan aktivitas
biologis suatu senyawa
Tujuan Untuk mengetahui parameter
sifat kimia fisika dalam HKSA
Untuk mengetahui modifikasi
struktur molekul obat saluran
pencernaan reseptor antagonis H-2
PEMBAHASAN

1. Model Pendekatan HKSA Free-Wilson


Free dan Wilson (1964) mengembangkan suatu konsep hubungan struktur dan
aktivitas biologis obat yang dinamakan model de novo atau model matematik
Free-Wilson. Bahwa respon biologis merupakan sumbangan aktivitas dari
gugus-gugus substituent terhadap aktivitas senyawa induk, yang dinyatakan
dengan persamaan :

Log 1/C = Σ S + µ
Log 1/C = logaritma aktivitas biologis
ΣS = total sumbangan substituen terhadap aktivitas biologis senyawa
induk
µ = aktivitas biologis senyawa induk
 Kekurangan Model Free-Wilson
 Tidak dapat digunakan bila efek substituen bersifat tidak linier atau bila
ada interaksi antar substituent.
 Memerlukan banyak senyawa dengan kombinasi substituen bervariasi
untuk dapat menarik kesimpulan yang benar.

 Kelebihan Model Free-Wilson


 Dapat menghubungkan secara kuantitatif antara struktur kimia dan
aktivitas biologis dari turunan senyawa dengan bermacam-macam
gugus substitusi pada berbagai zona.
 Model ini digunakan bila tidak ada data tetapan kimia fisika dari
senyawa-senyawa yang diteliti dan uji aktivitas lebih lambat dibanding
dengan sintesis turunan senyawa.
2. Model Pendekatan HKSA Hansch
Hansch (1963) mengemukakan konsep bahwa hubungan struktur
kimia dengan aktivitas biologis (log1/C) suatu turunan senyawa
dapat dinyatakan secara kuantitatif melalui parameter-parameter
sifat kimia fisika dari substituent yaitu parameter hidrofobik (π),
elektronik dan sterik. Model ini disebut model hubungan energy
bebas linier atau penekatan ekstratermodinamik.

Konsep Hansch berdasarkan persamaan Hammett :


Log (kx/kH) = ρ σ
kx dan kH : tetapan kesetimbangan reaksi dari senyawa tersubstitusi
dan senyawa induk
ρ : tetapan yang tergantung pada tipe dan kondisi reaksi serta jenis
senyawa
σ : tetapan yang tergantung pada jenis dan kedudukan substitusi
Parameter Sifat Kimia Fisika Dalam HKSA

Parameter Hidrofobik
Parameter hidrofobik (lipofilik) yng sering digunakan dalam HKSA antara lain
logaritma koefisien partisi (log P), tetapan π Hansch, tetapan fragmentasi f
Rekker-Mannhold dan tetapan kromatografi Rm.

Parameter Elektronik
Tetapan elektronik yang sering digunakan dalam hubungan struktur-aktivitas
adalah tetapan σ Hammet, tetapan σi Charton, tetapan σ* Taft, dan tetapan
F, R Swain-Lupton.

Parameter Sterik
Tetapan sterik substituen dapat diukur berdasarkan sifat meruah gugus-
gugus dan efek gugus pada kontak obat dengan sisi reseptor yang
berdekatan.
HISTAMIN

• Senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh yaitu pada jaringan sel
mast dan peredaran basofil
• Mediator kimia yang dikeluarkan pada fenomena alergi
• Histamin atau 2-(4 imidazol)-etilamin dihasilkan dengan cara
dekarboksilase asam amino l-histidin yang dikatalisasi oleh enzim Histidin
dekarboksilase. Reaksi ini juga terdapat dalam sel-sel tubuh yang
reaksinya sama dengan vang terjadi dalam lumen usus.
Mekanisme Kerja Histamin

• Menimbulkan efek ketika berinteraksi dengan reseptor


histaminergik, yaitu reseptor H1, H2, dan H3
• Histamin berinteraksi dengan H1 menyebabkan sembab,
pruritik, dermatis, dan urtikaria.
• Histamin berinteraksi dengan H2 menyebabkan peningkatan
sekresi asam lambung yang menyebabkan tukak lambung
• Reseptor H3 yang terletak pada ujung syaraf jaringan otak dan
jaringan perifer mengontrol sintesis dan pelepasan histamin,
mediator alergi, dan perdangan.
OBAT ANTAGONIS-H2

- Simetidin
- Ranitidin
- Famotidin
- Roksatidin
- Tiotidin
- Lamtidin
- Nizatidin
- Etinidin
Antihistamin
Obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam
tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi reseptor
H1, H2 dan H3.

Antagonis H-2
Menghambat interaksi histamin dengan reseptor H2

Reseptor H2 menghambat sekresi asam menghambat sekresi asam lambung


Digunakan : untuk pengobatan tukak lambung dan usus

Antagonis H2 terbukti dapat mengontrol sekresi asam lambung secara


fisiologis. Dua antagonis H2 pertama yang ditemukan adalah burinamid dan
simetidin. Simetidin diketahui mempunyai cincin imidazol, dan dengan
perkembangannya, cincin ini diganti dengan senyawa furan (ranitidin) atau
dengan tiazol (famotidin, nizatidin).
MEKANISME KERJA ANTAGONIS-H2

Sekresi as. Lambung


(histamin, gastrin, asetilkolin)

Secara langsung menghambat Menghambat kerja potensiasi


kerja histamine pada sekresi histamin yang dirangsang oleh
asam (efikasi intrinsik) gastrin atau asetilkolin (efikasi
potensiasi)
FARMAKOKINETIK
Antagonis H2 diabsorpsi secara cepat dan baik setelah pemberian oral.
Konsentrasi puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam. Waktu paruh
eliminasi ranitidin, simetidin, dan famotidin kurang lebih 2-3 jam sedangkan
nizatidin lebih pendek yaitu 1,3 jam.

INDIKASI KLINIK
 Ulkus lambung dan duodenal
Sindrom Zollinger Ellison
Penyakit refluks esofagus
Keadaan lain: obat-obat ini bermanfaat untuk menurunkan sekresi
asam lambung.

EFEK SAMPING
• Ranitidin : kejadian kebingungan, ginekomastia, gangguan seksual, ataupun
gangguan darah
• Simetidin : pusing sakit kepala, lesu, nyeri otot, gangguan seksual,
ginekomastia, dan diare.
• Famotidin : sakit kepala, konstipasi bahkan diare dan kejadian efek samping
tersebut hampir sama dengan nizatin.
Hubungan Struktur dan Aktivitas Obat Antagonis-H2
Modifikasi struktur histamin sebagai berikut :
Modifikasi Pada Cincin
Modifikasi Pada Rantai Samping
Modifikasi Pada Gugus N

1. Modifikasi Pada Cincin


Pemasukan gugus metil pada atom C2 cincin imidazol secara
selektif dapat merangsang reseptor H1, sedangkan pemasukan
gugus metil pada atom C4 ternyata senyawa bersifat selektif H2-
agonis dengan efek H1-agonis lemah. Hal ini menunjukkan bahwa
histamin paling sedikit mempunyai dua tempat reseptor, yaitu
reseptor H1 dan reseptor H2.
Modifikasi pada cincin ternyata tidak menghasilkan efek H2-
antagonis, sehingga modifikasi dilakukan pada rantai samping.

2. Modifikasi Pada Rantai Samping

Untuk aktivitas optimal cincin harus terpisah dari gugus N oleh 4 atom
C atau ekivalennya. Pemendekan rantai akan menurunkan aktivitas
antagonis H2. Penambahan lama gugus metilen pada rantai samping
turunan guanidin akan meningkatkan kekuatan H2-antagonis tetapi
senyawa masih mempunyai efek parsial-agonis yang tidak diinginkan.
Penggantian 1 gugus metilen (-CH2-) pada rantai samping dengan
isosterik tioeter (-S-) meningkatkan aktivitas antagonis.
3. Modifikasi Pada Gugus N
 Penggantian gugus amino rantai samping dengan gugus guanidin yang
bersifat basa kuat (Na-guanilhistamin) ternyata menghasilkan efek H2-
antagonis lemah, dan masih bersifat parsial agonis. Sifat basis
senyawa (pKa 13,6) menyebabkan senyawa terionisasi sempurna pada
pH fisiologis. Histamin (pKa 5,9) di dalam tubuh hanya 3% terionkan.
 Penambahan panjang gugus metilen pada rantai samping turunan
guanidin akan meningkatkan aktivitas H2-antagonis tetapi senyawa
masih mempunyai efek agonispersial yang tidak diinginkan.

 Penggantian gugus guanidin yang bermuataan positif dengan gugus


tiourea yang tidak bermuatan dan bersifat polar, seperti pada
burimamid, akan menghilangkan efek agonis dan memberikan efek
H2-antagonis yang kuat.
Bila diberikan secara oral burimamid mempunyai aktivitas yang rendah
karena mempunyai kelarutan dalam air yang besar sehingga absorpsi
obat dalam saluran cerna rendah kemudian dibuat turunannya yang
bersifat lebih lipofilik, dengan cara penambahan gugus metil pada
atom C4 cincin imidazol dan mengganti 1 gugus metilen pada rantai
samping burimamid dengan atom S. Senyawa baru ini, yaitu metiamid,
ternyata efektif bila diberikan secara oral dan mempunyai aktivitas
yang lebih besar dibanding burimamid.
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa metiamid dapat
menimbulkan efek samping kelainan darah (agranulositosis)
yang disebabkan oleh adanya gugus tiourea, modifikasi
selanjutnya adalah mengganti gugus tiourea dengan gugus N-
sianoguanidin, yang tidak bermuatan dan masih bersifat polar.
Seperti pada simetidin. Gugus siano yang bersifat elektronegatif
kuat dapat mengurangi sifat kebasaan atau ionisasi gugus
guanidin sehingga absorpsi pada saluran cerna menjadi lebih
besar. Simetidin aktivitasnya 2 kali lebih besar dibanding
metiamid dan merupakan senyawa penghambat reseptor H2
pertama yang digunakan secara klinik, untuk menghambat
sekresi asam lambung pada pengobatan tukak lambung.
Modifikasi isoterik dari intimidazol dihasilkan senyawa analog
simetidin yang berkhasiat lebih baik dan efek samping yang lebih
rendah. Penggantian inti imidazol dengan cincin furan, pemasukan
gugus dimetilaminoetil pada cincin dan penggantian gugus
sianoguanidin dengan gugus nitrometenil, menghasilkan ranitidin,
yang dapat menghilangkan efek samping simetidin, seperti
ginekomastia dan konfusi mental, dan mengurangi kebasaan senyawa.
Tidak seperti simetidin, ranitidin tidak menghambat metabolisme dari
fenitoin, warfarin, dan aminofilin, dan juga tidak mengikat sitokrom.
Penggantian inti imidazol dengan cincin tiazol, pemasukan gugus
guanidin pada cincin dan penggantian gugus sianoguanidin dengan
gugus sulfonamidoguanidin, menghasilkan famotidin, yang
mempunyai aktivitas lebih poten dibandingkan simetidin dan
ranitidin, dapat menurunkan efek antiandrogenik, dan mengurangi
sifat kebasaan senyawa.
KESIMPULAN

Hubungan struktur dan aktivitas dalam usaha pengembangan obat


antagonis-H2, telah dilakukan modifikasi struktur histamin yaitu
modifikasi pada cincin, modifikasi pada rantai samping dan modifikasi
pada gugus N. Penggantian gugus guanidin gugus tiourea yang pada
burimamid, akan menghilangkan efek agonis dan memberikan efek H2-
antagonis yang kuat. Senyawa baru yaitu metiamid, efektif bila
diberikan secara oral dan mempunyai aktivitas yang lebih besar
dibanding burimamid. Simetidin memiliki aktivitas 2 kali lebih besar
dibanding metiamid dan merupakan senyawa penghambat reseptor
H2 pertama. Famotidin mempunyai aktivitas lebih poten dibandingkan
simetidin dan ranitidin, dapat menurunkan efek antiandrogenik, dan
mengurangi sifat kebasaan senyawa. Jadi yang potensinya paling kuat
adalah obat famotidine.
Sekian dan Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai