Anda di halaman 1dari 19

ANTIHISTAMIN HKSA

KELOMPOK:
ANITA DWI PERMATASARI
ANITA JUNI MAYANG SARI
DEDE WAHYU SARY
DESI DWI SUSANTI
HUGOLIA CERLIN JIMAN
IDISMA NOVITA
PRAMITA NURHIDAYATI
RAHAYU NURMULIATUN
Antihistamin (antagonis histamin)
merupakam suatu zat yang mampu
mencegah penglepasan atau kerja
histamin.
Antagonis H1

Antagonis histamin Antagonis H2

Antihistamin Antagonis H3

Penghambat pelepas histamin


(penstabil sel mast)
I. Antagonis H1
Antagonis H1 generasi pertama (klasik)
generasi kedua (non sedasi)

 Ar : aril (fenil, fenil tersubstitusi, hetero aril (2-piridil)


 Ar’ : aril metil
 X : atom penghubung (O, C / N)
 (CH2)n : mewakili rantai karbon (etil)
 NRR’ : mewakili basa suatu fungsi amin terminal
Antagonis H1, di gunakan untuk pengobatan
gejala-gejala akibat reaksi alergi. Antagonis H1
sering pula disebut antihistamin klasik yaitu
senyawa dalam keadaan rendah dapat
menghambat secara bersaing kerja histamin
pada jaringan yang mengandung resptor H1.
Biasa digunakan untuk mengurangi gejala alergi
karena cuaca misalnya bersin, gatal pada mata,
hidung dan tenggorokan. Gejala pada alergi
kulit, seperti urtikaria dermatitis pruritik dan
ekzem.
Struktur kimia antagonis H1

Turunan eter Turunan Turunan


aminoalkil etilendiamin alkilamin

Turunan Turunan
piperazin fenotiazin
Turunan Eter Aminoalkil

• Pemasukan gugus Cl, Br, dan OCH3 pada posisi para cincin
aromatik juga meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek
samping
• Pemasukan gugus CH3 pada posisi para cincin aromatik
meningkatkan aktivitas. Pada posisi orto menghilangkan efek
antagonis H1 dan meningkatkan aktivitas antikolinergik
• Memiliki aktivitas antikolinergik karena mempunyai struktur
mirip dengan eter aminoalkohol (senyawa pemblok
kolinergik)
Turunan Etilendiamin

• N (X) : atom penghubung


• Rantai 2 atom C : penghubung gugus diaril inti
dengan gugus amino tersier
Turunan Alkilamin

• Feniramin : gugus fenil, gugus 2-piridil aril & gugus


dimetilamino terminal
• Merupakan antihistamin H1 paling aktif, efek sedasi
rendah
• Memiliki sedikit kerja antiemetik
• Aktivitas antikolinergik signifikan (< aminoalkil eter)
Turunan Piperazin

X: gugus H, Cl
R : CH2 – R2

• Efek antihistamin sedang dengan awal kerja


lambat dan masa kerja panjang ± 9-24 jam
• Penggunaan: Antiemetik, antimual, antivertigo,
serta mengurangi gejala alergi seperti urtikaria
Turunan Fenotiazin

Pemasukan gugus halogen atau C pada


posisi 2 dan perpanjangan atom C rantai samping
akan meningkatkan aktivitas tranquilizer dan
menurunkan efek antihistamin
ANTAGONIS H2
Antagonis H2 digunakan untuk mengurangi
sekresi asam lambung pada pengobatan
penderita tukak lambung. Antagonis H2
merupakan senyawa yang menghambat secara
bersaing interaksi histamin dengan reseptor H2
sehingga dapat menghambat sekresi asam
lambung. Biasa digunakan untuk pengobatan
tukak lambung dan usus. Efek samping: diare,
nyeri otot dan kegelisahan.
ANTAGONIS H3
Antagonis H3, sampai sekarang
belum digunakan untuk pengobatan,
masih dalam penelitian lebih lanjut
dan kemungkinan berguna dalam
pengaturan sistem kardiovaskular,
pengobatan alergi, dan kelainan
mental.
MEKANISME KERJA
Antihistamin bekerja dengan cara menutup
reseptor syaraf yang menimbulkan rasa gatal,
iritasi saluran pernafasan, bersin, dan produksi
lendir (alias ingus). Kebanyakan antihistamin
memiliki sifat antikolinergik dan dapat
menyebabkan kostipasi, mata kering, dan
penglihatan kabur.
PENGGUNAAN UMUM ANTIHISTAMIN
Menghilangkan gejala yang behubungan
dengan alergi, termasuk rinithis, urtikaria
dan angiodema, dan sebagai terapi
adjuvant pada reaksi anafilaksis.
EFEK SAMPING
Pada dosis terapi, semua AH1
menimbulkan efek samping walaupun
jarang bersifat serius dan kadang-kadang
hilang bila pengobatan diteruskan. Efek
samping yang paling sering ialah sedasi,
yang justru menguntungkan bagi pasien
yang dirawat di RS atau pasien yang perlu
banyak tidur.
Daftar Pustaka
 Drs.Tan Hoan Tjay dan Drs.Kirana Rahardja ” Obat-
obat Penting” PT.Gramedia Jakarta Tahun 2008.
 F.K.U.I. “ Farmakologi dan Terapi edisi III” Jakarta
Tahun 1987.
 Ganis S.G, Setiabudy R, Suiyatna. F.D. 1995.
Farmakologi dan Terapi. Jakarta: UI Press.
 Siswandono dan Bambang Soekarjo “ Kimia
Medisinal” Penerbit Airlangga Surabaya Tahun
2000.
 Tjay T. H dan Rahardja K. 2002. Obat-obat
Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
TERIMAKASIH,,
PERTANYAAN
1. Apa yang terjadi jika pemberian
antihistamin H2 dilakukan sebelum
terjadi pelepasan histamin ?
2. Bagaimana mekanisme kerja
fenotiazin sebagai antihistamin ?
3. Bagaimana terapi receptor
histamin H2 untuk sekresi asam
lambung ?

Anda mungkin juga menyukai