Anda di halaman 1dari 27

SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat dalam


Menjalani Program Dokter Internship Indonesia
Langsa, 2021

dr. Syamsura

Pembimbing:
dr. Leni Afriani M.KT
Divisi Rheumatologi
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Kota Langsa
Langsa, 2021
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien Riwayat Penyakit Sekarang

• Perempuan, Inisial Ny. YM usia • Demam sejak beberapa hari yang


lalu, hilang timbul serta disertai lemas
29 tahun, IRT, Timbang Langsa
dan nafsu makan berkurang sejak dua
minggu terakhir.
• Pasien juga mengeluhkan nyeri
seluruh sendiri dan nyeri kepala
yang memberat sejak tiga hari ini.
• Pasien mengatakan bahwa akhir-akhir
ini sering sariawan, bibir kering dan
pecah-pecah, serta rambut yang terus
menerus rontok sejak empat tahun
belakangan ini.
LAPORAN KASUS

Riwayat Pengobatan Riwayat Penyakit Dahulu

• Pasien ada mengkonsumsi obat • Pasien memiliki riwayat penyakit


penurun panas yaitu parasetamol SLE sejak empat tahun yang lalu
• Pasien rutin mengkonsumsi obat • Pasien rutin berobat untuk
untuk penyakitnya, namun tidak keluhan yang dideritanya
tahu jenis dan nama obatnya
secara pasti.
LAPORAN KASUS

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Kebiasaan Sosial

• Tidak terdapat anggota keluarga • Pasien adalah seorang IRT yang


yang mengalami keluhan yang sehari-hari mengurus rumah.
sama dengan pasien.
• Keluarga pasien tidak memiliki
riwayat penyakit menular atau
keturunan lainnya.
LAPORAN KASUS

Vital Sign Pemeriksaan Fisik

• Kondisi Umum: Tampak Sakit • Kepala: Deformitas (-)


Berat • Mata: Conj palpebral inferior
• Kesadaran: Compos Mentis pucat (+/+), kelopak udem (-/-)
• Tekanan Darah; 90/70 mmHg • Telinga: Sekret (-), perdarahan (-),
• Heart Rate: 139 x/menit, regular tanda peradangan (-)
• Pernapasan: 20 x/menit • Hidung: Napas cuping hidung (-),
sekret (-), perdarahan (-)
• Suhu: 37,7 0C, suhu axial
• Mulut: bibir sianosis (-), bibir
• Skala Nyeri: 7 kering dengan luka di sudut bibir
• SpO2: 97-98% tanpa O2 nasal (+)
canul • Leher: KGB tidak teraba
LAPORAN KASUS
Suara Pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
LAPORAN KASUS

Pemeriksaan Fisik Laboratorium darah rutin

• BJ I > BJ II, Reguler Profil Lab Hasil


• Soepel (+), Peristaltik (+) kesan Haemoglobin 7.6 gr/dl
normal Leukosit 6.6 x103/ul
• Ekstremitas : Dalam batas normal Trombosit 93 x103/ul
Hematokrit 24.8%
Eritrosit 2.90 x106/ul
SGOT 176 U/i
SGPT 26 U/i
Ureum 78 mg/100 ml
Creatinin 1.0 mg/100 ml
GDS 78 mg/100 ml
Albumin 1.5 gr/dl
LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS

Diagnosis Kerja Tatalaksana Injeksi

• Sistemik Lupus Eritematosus on • IVFD NaCl 0,9 % s/s Kabivent 1 fl/


Therapy hari
• Anemia ec Penyakit Kronik dd • Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
Low Intake • Inj. Omeprazol 1 vial/ 12jam
• Hipoalmbunemia dengan • Inj. Furosemid 1 amp/ 8jam
Trombositopenia • Inj. Metil prednisolone 62,5 mg/12jam
• Acute Kidney Injury • Inj. Ondancentron 1 amp/ 8jam
• Hepatitis Viral Akut • Substitusi albumin 20-25% 50-100ml
fl/hari sampai Albumin 3,0
• PRC 1 kolf/hari sampai Hb ≥ 10
• SP dopamn 1 amp dalam 50 cc NaCl
0,9 % 5-10 meq 2,5-5,3/cc/jam
LAPORAN KASUS

Tatalaksana Oral Prognosis

• Sistenol 2x1 • Quo et Vitam : Dubia ad Bonam


• Curcuma 2x1 • Quo et Functional : Dubia ad Bonam
• Urdafalk 2x1 • Quo et Sanactionam : Dubia ad
Bonam
• Spironolactone 1x50mg
• Asam folat 2x1
PEMBAHASAN
• Berdasarkan hasil anamnesis, pasien datang dengan keluhan demam,
nyeri seluruh sendiri, nyeri kepala, sariawan, bibir kering dan pecah-
pecah, rambut rontok sejak.
• Pasien memiliki riwayat penyakit SLE sejak empat tahun yang lalu dan
rutin berobat untuk keluhan yang dideritanya.
• Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang, ditemukan hasil
yakni kesadaran: compos mentis, tekanan darah: 90/70 mmHg, nadi:
139 kali/menit, RR: 20 kali/menit, Temp: 37.70 C, VAS: 6, SPO2: 99%.
• Pemeriksaan fisik ditemukan, konjungtiva palpebra inferior pucat
(+/+). Pada bibir ditemukan luka dan juga sangat kering.
• Dari hasil pemeriksaan lab ditemukan kondisi anemia (HB; 7.6 g/dl)
dan sesuai dengan temuan konjungtiva palpebra inferior yang pucat.
PEMBAHASAN
• Selain itu, pasien awalnya mengalami hipoglikemia dengan GDS 78
mg/dl, sehingga diberikan Dex 40% sebanyak 1 flacon.
• Kondisi hipoglikemia yang dialami pasien kemungkinan disebabkan
karena masalah gastrointestinal yang disebabkan SLE dan oleh
karena pengaruh terapi SLE yang selama ini dikonsumsi pasien,
sehingga memperparah kondisi anemia pasien serta kemungkinan
menyebabkan kondisi hipoalbumin pada pasien ini.
• Pada pasien juga ditemukan peningkatan nilai fungsi ginjal dan
fungsi hati.
PEMBAHASAN
• Dengan antigennya yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun
yang beredar di dalam sirkulasi.
• Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada SLE
terganggu. Dapat berupa gangguan klirens terhadap kompleks imun
besar yang larut, gangguan pemprosesan kompleks imun dalam hati, dan
penurun Uptake kompleks imun limpa.
• Gangguan-gangguan ini memungkinkan terbentuknya deposit kompleks
imun di luar sistem fagosit mononuklear.
• Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ
dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut.
Peristiwa ini menyebabkan aktivasi dari komplemen yang menghasilkan
substansi penyebab timbulnya reaksi radang.
• Reaksi radang tersebut menyebabkan timbulnya keluhan pada
organ ataupun tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura,
pleksus koroideus, kulit dan sebagainya.
PEMBAHASAN
• Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit reumatik
autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang
mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh.
• Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks
imun sehingga dapat mengakibatkan kerusakan jaringan.
• Penyakit SLE termasuk dalam kategori penyakit yang dikenal sebagai
penyakit autoimun.
• Jadi, penyakit SLE merupakan penyakit autoimun yang menyerang organ
tubuh seperti kulit, persendian, paru-paru, darah, pembuluh darah, jantung,
ginjal, hati, otak dan saraf.
PEMBAHASAN
• Etiologi SLE masih belum diketahui secara jelas, dimana terdapat
banyak bukti bahwa patogenesis SLE bersifat multifaktoral seperti
genetik, lingkungan, imunologi dan hormonal terhadap respons imun.
• Faktor genetik memegang peranan sebanyak 20% pada penderita
lupus.
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
• Manifestasi klinis penyakit ini sangat beragam tergantung organ
yang terlibat dimana dapat melibatkan banyak organ dengan
perjalanan klinis yang kompleks, sangat bervariasi, dapat ditandai oleh
serangan akut, periode aktif, kompleks, ataupun remisi dan seringkali
pada keadaan awal tidak dikenali sebagai SLE.
• Hal tersebut dapat terjadi karena manifestasi klinis penyaki ini seringkali
tidak terjadi secara bersamaan.
• Seseorang dapat saja selama beberapa tahun mengeluhkan nyeri sendi
yang berpindah-pindah tanpa adanya keluhan lain.
• Kemudian diikuti manifestasi klinis lainnya seperti fotosensitivitas dan
sebagainya yang pada akhirnya akan memenuhi kriteria SLE.
PEMBAHASAN
• Pemeriksaan SLE
1.Pemeriksaan utama SLE; pemeriksaan antibody antinuclear, antibody
terhadap DNA,
2.Pemeriksaan tambahan SLE; pemeriksaan darah rutin dan urin,
pemeriksaan komplemen
PEMBAHASAN
• Diagnosis SLE, dapat ditegakkan berdasarkan gambaran gejala klinik dan
laboratorium.
• American College of Rheumatology tahun 1997 mengajukan 11
kriteria untuk klasifikasi SLE.
• Apabila didapatkan empat kriteria, diagnosis SLE dapat ditegakkan.
Kriteria tersebut menurut American College of Rheumatology adalah
sebagai berikut:
1.Ruam malar
2.Ruam discoid
3.Fotosensitivitas
4.Ulkus di mulut
5.Arthritis non erosive
6.Pleuritis atau pericarditis
PEMBAHASAN
• Sambungan kriteria;
7.Gangguan renal, yaitu proteinuria persisten > 0,5gr/ hari, ataupun silinder
sel dapat berupa eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau gabungan
8.Gangguan neurologi, yaitu kejang-kejang atau psikosis
9.Gangguan hematologik, yaitu anemia hemolitik dengan retikulosis, atau
leukopenia atau limfopenia atau trombositopenia
10.Gangguan imunologik, yaitu anti DNA posistif, atau anti Sm positif
atau tes serologik untuk sifilis yang positif palsu
11.Antibodi antinuklear (Antinuclear antibody, ANA) positif
PEMBAHASAN
• Pada dasarnya, penyuluhan dan intervensi psikososial sangat
penting diperhatikan dalam penatalaksanaan pasien SLE, terutama
pada penderita yang baru terdiagnosis.
• Umumnya, pasien SLE mengalami fotosensitivitas sehingga harus selalu
diingatkan untuk tidak terlalu banyak terpapar oleh sinar matahari.
• Penderita SLE dinasehatkan untuk selalu menggunakan krim pelindung
sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau payung bila akan berjalan
di siang hari. Pekerja di kantor juga harus dilindungi terhadap sinar
matahari dari jendela. Selain itu, penderita SLE juga harus menghindari
rokok.
PEMBAHASAN
• Gejala lain yang sering dirasakan penderita SLE karena infeksi yaitu
demam, penderita haruslah selalu diingatkan bila mengalami
demam yang tidak jelas penyebabnya, terutama pada pasien yang
memperoleh kortikosteroid dosis tinggi, obat-obat sitotoksik, penderita
dengan gagal ginjal, vegetasi katup jantung, ulkus kulit dan mukosa.
• Profilaksis antibiotika harus dipertimbangkan pada penderita SLE yang
akan menjalani prosedur genitourinarius, cabut gigi dan prosedur invasif
lainnya.
• Pengaturan kehamilan juga sangat penting pada penderita SLE,
terutama penderita dengan nefritis, atau penderita yang mendapat obat-
obat yang merupakan kontraindikasi kehamilan, seperti antimalaria atau
siklofosfamid.
PEMBAHASAN
• Sebelum penderita SLE diberi pengobatan, harus diputuskan dahulu
apakah penderita tergolong yang memerlukan terapi konservatif,
ataupun imunosupresif yang agresif.
• Pada umumnya, penderita SLE yang tidak mengancam nyawa dan tidak
berhubungan dengan kerusakan organ, dapat diterapi secara konservatif.
• Apabila penyakit ini mengancam nyawa dan mengenai organ mayor,
maka dipertimbangkan pemberian terapi agresif yang meliputi
kortikosteroid dosis tinggi dan imunosupresan lainya.
PEMBAHASAN
• Pada dasarnya, penatalaksanaan SLE memerlukan jangka waktu
yang panjang.
• Prinsip utama pengobatan SLE yaitu mengurangi peradangan jaringan
tubuh yang terkena dan menekan ketidaknormalan sistem kekebalan
tubuh.
• Penatalaksanaan SLE tergantung berat ringannya penyakit, dan
melibatkan banyak ahli (multidisipliner).
• Alat pemantau pengobatan pasien SLE adalah evaluasi klinis dan
laboratorium yang sering untuk menyesuaikan obat dan mengenali serta
menangani aktivitas penyakit.
• Penyakit SLE merupakan penyakit seumur hidup, karenanya
pemantauan harus dilakukan selamanya.
PEMBAHASAN
• Penatalaksanaan penderita SLE meliputi pengobatan secara
nonfarmakologis (edukasi, dukungan sosial, psikologis, istirahat, tabir
surya), dan pengobatan secara farmakologis meliputi pemberian terapi
yakni imunosupresan (siklosfosmaid, azatiopirin, mycophenolate
mofetil, metotreksat, siklosporin), antimalaria (hidroksiklorokuin),
kortikosteroid, dan obat anti inflamsi non-steroid (OAINS).
PEMBAHASAN
• Prognosis perjalanan penyakit SLE bervariasi dan sangat
tergantung pada organ mana yang terlibat.
• Kesembuhan memang cukup sulit untuk penyakit SLE, tetapi setelah
ditemukannya steroid, hingga sekarang 75% pasien SLE mampu bertahan
hidup hingga 15 tahun dan lebih dari 90% dilaporkan hidup hingga 10
tahun.
• Penderita SLE dapat mengalami remisi spontan, yakni sebanyak 35%
dapat hidup hingga 20 tahun. Prognosis yang lebih baik pada penderita
tidak hanya karena pemberian kortikosteroid, tetapi juga karena adanya
penegakan diagnosis dini.
• Penurunan angka kematian yang berhubungan dengan SLE dapat
dikaitkan dengan diagnosis yang terdeteksi secara dini, perbaikan dalam
pengobatan penyakit SLE, dan kemajuan dalam perawatan medis umum.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai