Anda di halaman 1dari 88

General Anestesi dengan

Intubasi Endotracheal Tube


(ET) pada Operasi Laparotomi
Kolelitiasis
Disusun oleh:
Gusti Agung Sinta Shakuntala
42200416
Dosen Pembimbing Klinik :
dr. Pandit Sarosa, Sp. An
01.
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. NN
No. RM : 01-95-7x-xx
Tanggal Lahir : 30-05-1975
Usia : 46 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Alamat : Sleman
Tanggal MRS : 27 Oktober 2021
ANAMNESIS
• Keluhan utama:
Ulu hati sakit

• Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien mengatakan ulu hati terasa sakit sejak 3 hari yang lalu, disertai mual
dan muntah berupa sedikit cairan bening. Nyeri hilang timbul di sekitar ulu
hati dan menjalar ke bagian perut kanan atas dengan skala nyeri sekitar 3.
Pasien mengatakan tidak mengetahui penyebab awal timbulnya keluhan
tersebut. Pasien menyangkal adanya demam, pusing, riwayat telat makan atau
makan pedas maupun asam. Pasien mengatakan menurut keterangan dokter
penyakit dalam batu empedu sudah banyak sehingga perlu dioperasi.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
KELUHAN SISTEM
SERUPA OPERASI SISTEM SARAF KARDIOVASKULA SISTEM GI
R

Disangkal Disangkal Disangkal Disangkal Kolelitiasis


sejak 2012
SISTEM SISTEM
SISTEM SISTEM SISTEM MUSKULOSKELET RESPIRATORIU
ENDOKRIN URINARIUS GENITALIA AL S

Disangkal Disangkal Disangkal Disangkal Disangkal


GAYA HIDUP
MEROKOK ALKOHOL NAPZA

Disangkal Disangkal Disangkal


OLAHRAGA POLA MAKAN AKTIVITAS
HARIAN

Jarang Makan 3x/hari, Pasien setiap hari


sayur dan buah bekerja di rehabilitasi
rutin setiap hari kesehatan jiwa
RIWAYAT ALERGI & PENGGUNAAN OBAT

ALERGI PENGGUNAAN
OBAT

Disangkal Ursodeoxycholic Acid


sejak 2012
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

HIPERTENSI DIABETES PENYAKIT JANTUNGKELUHAN SERUPA


MELLITUS

Disangkal Disangkal Disangkal Disangkal


PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. GCS : 15
4. Tanda Vital : Tekanan Darah 109/72 mmHg, Nadi 89 x/menit,
Respirasi 18 x/menit, Suhu 36,6°C
PEMERIKSAAN FISIK
Status Lokalis
• Kepala: Normocephali, tidak ada deformitas, tidak ada pembengkakan,
mata tidak cekung (-/-), konjungtiva tidak anemis (-/-), sklera tidak
ikterik (-/-), telinga simetris dan tidak ada kelainan, hidung simetris dan
tidak ada deformitas, bibir tidak kering dan tidak sianosis.
• Leher: Simetris, tidak ada pembengkakan, tidak ada jejas, dalam batas
normal.
• Thorax: Simetris, tidak ada deformitas, tidak ada jejas, gerakan dada
dalam batas normal, cor dan pulmo dalam batas normal.
• Abdomen: tidak ada distensi, tidak ada deformitas, tidak ada jejas,
palpasi ada nyeri tekan epigastric dan kuadran kanan atas, tidak
ada pembesaran hepar dan lien.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Lokalis
• Columna Vertebralis: simetris, tidak ada deformitas, tidak ada
pembengkakan, tidak ada jejas, dalam batas normal.
• Ekstremitas: simetris, tidak ada edema, tidak ada jejas, kulit tidak
kemerahan, akral hangat, CRT < 2 detik.
• Rectal Toucher: tidak diperiksa.
• Vaginal Toucher: tidak diperiksa.
• Genitalia Eksternal: tidak diperiksa.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah
• 27 Oktober 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 12.3 g/dL 11.7 – 15.5

Lekosit (↑) 14.70 ribu/mm³ 4.5 – 11.5

Eosinofil (↓) 0.0 % 2–4

Basofil 0.1 % 0–1

Segment Neutrofil (↑) 90.7 % 50 – 70

Limfosit (↓) 7.0 % 18 – 42

Monosit 2.2 % 2–8


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Limfosit Total (↓) 1.0 x 10³/µL 1.5 – 3.7
Rasio Neutrofil Limfosit (↑) 13.30 < 3.13

Hematokrit 37.9 % 35.0 – 49.0


Eritrosit 4.73 juta/mm³ 4.20 – 5.40
RDW 13.2 % 11.5 – 14.5
MCV 80.1 fL 80.0 – 94.0
MCH 26.0 pg 26.0 – 32.0
MCHC 32.5 g/dL 32.0 – 36.0
Trombosit 319 ribu/mm³ 150 – 450
MPV 9.7 fL 7.2 – 11.1
PDW 9.9 fL 9.0 – 13.0
Glukosa Sesaat POCT (↑) 167.0 mg/dL 70 – 140

Ureum 25.5 mg/dL 14.0 – 40.0


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Creatinin 0.75 mg/dL 0.55 – 1.02
Natrium 143.6 mmol/L 136 – 146
Kalium 4.26 mmol/L 3.5 – 5.1
Antigen Rapid SARS- Negatif Negatif
CoV-2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah
• 29 Oktober 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Masa Perdarahan 2.00 menit.detik 1.00 – 6.00

Masa Pembekuan 9.00 menit.detik 5.00 – 12.00

PT (Prothrombin Time) 10.6 detik 9.3 – 11.4

PT Kontrol 11.60 detik 9.3 – 12.7

APTT Test 25.4 detik 24.5 – 32.8

APTT Control 25.90 detik 21.2 – 28.8

HBsAg (Rapid) Negatif Negatif


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah
• 29 Oktober 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Swab PCR Negatif Negatif (CT>40 atau No CT)


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektrokardiogram
• 27 Oktober 2021

Interpretasi:
Sinus rhythm dengan HR 80x/menit
Normo Axis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rontgen Thorax
• 27 Oktober 2021

Kesan:
- Peningkatan bronchovaskuler pulmo
- Tampak adanya cardiomegaly
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG Abdomen
• 28 Oktober 2021

Kesan:
- Sonoanatomis: tanda multiple cholelithiasis yang memenuhi vesical fellea dengan
diameter lk 6 mm
- Tak tampak kelainan di hepar, lien, pancreas, ren bilateral, VU dan uterus
PELAKSANAAN OPERASI

• Tanggal Operasi : 30 Oktober 2021


• Dokter Operator : dr. Adeodatus
Yudha Handaya, Sp. B - KBD
• Dokter Anestesi : dr. Dyah P
Sekarmeranti, Sp. An., M.Kes
Diagnosis Utama:
Cholelitiasis Multiple

Diagnosis Sekunder:
Cholesistitis

Diagnosis Bedah:
Laparotomi Cholecystektomie

Diagnosis Anestesi:
ASA 2 (Pasien penyakit bedah disertai
dengan penyakit sistemik ringan sampai
sedang)
ASSESSMENT PRA-ANESTESI

Jenis Operasi:
Diagnosis Utama:
Laparotomi
Cholelitiasis Multiple
Cholecystektomie

Rencana Operasi:
General Anestesi
dengan ET (7.5)

Persiapan Anestesi:
Diagnosis Anestesi:
Puasa 8 jam sebelum
ASA 2
operasi
ANAMNESIS ANESTESI (AMPLE)
• Allergic: tidak ada
• Medication: Ursodeoxycholic Acid sejak 2012
• Past illness: kolelitiasis sejak 2012
• Last meals: makan minum terakhir jam 05.00 WIB (puasa 8 jam)
• Event: tidak ada

• Riwayat Operasi : Disangkal


• Riwayat Transfusi Darah : Disangkal
• Riwayat Merokok : Disangkal
• Riwayat Konsumsi Alkohol : Disangkal
• Status Psikiatri : cemas
PEMERIKSAAN FISIK ANESTESI
• Mallampati:

• Penyulit airway: skor LEMON (0) & MOANS (0)


• Status fisik: ASA 2 (dengan penyakit sistemik: cholesistitis)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Hb : 12.3 g/dL
• Hct : 37.9 %
• Ureum : 25.5 mg/dL
• Creatinin : 0.75 mg/dL
• GDS : 167 mg/dL
• PCR : negatif
• EKG : dalam batas normal
• BB : 60 kg
Assessment Pra Anestesi Premedikasi Induksi

• Fentanyl 100 mcg • Propofol (Recofol 1%)


• ASA 2 100 mg
• Mallampati Score 1 • Midazolam
(Sedacum 0,1%) • Tramus 25 mg
3 mg

• Infus RL 500 cc Preoksigenasi dengan face


• Tramus 10 mg Maintenance mask & intubasi
• Asam tranexamat 500 mg Endotracheal Tube
• Ondansetron 4 mg
• Tramadol 100 mg • O2 + N2O (2L:2L) • Endotracheal Tube no 7,5
• Sevoflurane 2% • Pemberian O2 5L +
bagging
• Post-Anesthesia: Sulfas Atropin • Drips Fentanyl 200
0,25 mg + Neostigmin 1 mg mcg (20 tpm)
• Ekstubasi ET
• Pemasangan OPA Recovery
• Pemberian oksigenasi dengan • Aldrete Score
Room
face mask
MONITORING DURANTE ANESTHESIA

Sistolik Diastolik Nadi


160
140
120
100
80
60
40
20
0
14.35 14.40 14.45 14.50 14.55 15.00 15.05 15.10 15.15 15.20
POST-OPERASI (RECOVERY ROOM)

• Tekanan darah: 129/85 mmHg


• Nadi: 98 x/menit
• Saturasi oksigen: 100 %
• Skor Aldrete: 11

Score >9 boleh pindah ke


ruangan/bangsal
INSTRUKSI PASKA OPERASI
Cairan IV : Ringer Laktat 20 tpm
Analgetik : Ketorolac 3x30 mg
Antivometika : Ondansetron 2x4 mg
Lain-lain : Awasi kesadaran, vital sign. Bila pasien sadar penuh, muntah (-) maka pasien boleh munim
PEMBAHASAN
ANESTESI
istilah yang di turunkan dari dua kata
Yunani yaitu "an" dan "esthesia", dan
bersama-sama berarti "hilangnya rasa
atau hilangnya sensasi“
(Soenarjo, 2015).
ANESTESIA

• Hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) yang disertai maupun yang


tidak disertai hilangnya kesadaran.
• Diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846.
• Obat yang menimbulkan anestesia  sebagai anestetik.

(Sadikin, 2016)
TRIAS ANESTESI
Efek Hipnotik Efek Efek Relaksasi
/ Sedatif Analgesia Otot

•Hipnosis
•Tidak •Kelumpu
mempunyai
makna kata merasak han otot
berupa an nyeri rangka
keadaan (bebas (mati
menjadi
tidur. nyeri). gerak).
(Sadikin,
2016)
JENIS ANESTESI

Anestesi Umum

• Menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversible.
• Bekerja di susunan saraf pusat (SSP).

Anestesi Lokal/Regional

• Anestesi lokal (atau mungkin lebih tepat analgesi lokal) menunjukkan anestesi pada sebagian tubuh, keadaan bebas nyeri tanpa kehilangan kesadaran.
• Anestesi regional (atau mungkin lebih tepat analgesi regional) seringkali digunakan sebagai sinonim anestesi lokal, lebih menunjukkan akibat blokade
saraf, pleksus, medulla spinalis yang jauh dari daerah yang di buat tidak peka.

(Soenarjo,
2015).
ANESTESI UMUM / GENERAL ANESTHESIA

GA
GA
dengan
dengan
Intubasi
LMA
ET

GA
dengan TIVA
facemask
Obat-obat general anestesi dimasukkan ke dalam
tubuh melalui:

Inhalasi Parenteral / intravena Balanced anesthesia


• Teknik anestesi
menggunakan
• Teknik anestesi umum kombinasi obat-
dengan memberikan obatan baik obat
• Teknik anestesi umum
kombinasi obat anestesi intravena
yang dilakukan dengan
anesthesia inhalasi maupun obat anestesi
menyuntikkan obat
berupa gas atau inhalasi atau
anesthesia parenteral
cairan yang mudah kombinasi teknik
langsung ke dalam
menguap melalui anestesi umum
pembuluh darah
alat/media anesthesia dengan anestesi
vena.
langsung ke udara regional  mencapai
inspirasi. trias anestesi secara
optimal dan
ASSESSMENT PRA-ANESTESI
Tujuan:
• Mengetahui status fisik pasien preoperatif
• Mengetahui dan menganalisis jenis operasi
• Memilih jenis teknik anesthesia yang sesuai
• Memprediksi kemungkinan penyulit yang dapat terjadi selama bedah
atau pasca bedah
• Mempersiapkan obat untuk menanggulangi penyulit yang diprediksi
Klasifikasi American Society of Anesthesiologist
KLASIFIKASI ASA DESKRIPSI

KELAS I Pasien normal, sehat fisik, dan mental


KELAS II Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada
keterbatasan fungsional (HT, riwayat asma, DM terkontrol)

KELAS III Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat


yang menyebabkan keterbatasan fungsional

KELAS IV Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat


yang menyebabkan keterbatasan fungsional yang
mengancam nyawa

KELAS V Pasien yang dengan atau tanpa operasi diperkirakan


meninggal dalam 24 jam; risiko besar akan kematian;
kegagalan multiorgan

E Bila operasi dilakukan emergency/cito


Skor Mallampati
 memprediksi kemudahan intubasi dengan melihat
anatomi rongga mulut didasarkan pada visibilitas
dasar uvula, pilar faring dan palatum.
Skor Cormack-Lehane
 menggambarkan tampilan laring selama teknik
laringoskopi langsung
MNEMONIC Penyulit Airway
(DIFFICULT DIRECT LARINGOSCOPY) (DIFFICULT MASK VENTILATION)
Premedik
asi
Induksi
PEMBERIAN
OBAT
ANESTESI Maintena
nce

Post-
Anesthesia
1. PREMEDIKASI

● Premedikasi merujuk kepada pemberian obat-obatan sebelum induksi


anestesi dilakukan.
● Tujuan:
1. Menghilangkan kecemasan dan ketakutan
2. Mengurangi produksi sekresi
3. Memperkuat efek hipnotik dari agen anestesia umum (sedasi)
4. Mengurangi mual dan muntah pasca operasi
5. Menimbulkan amnesia
6. Mengurangi volume dan meningkatkan keasaman isi lambung
7. Menghindari terjadinya vagal refleks
1. PREMEDIKASI
Fentanyl • Golongan: analgetik opioid
• Dosis: 1-2 mcg/kgBB (dosis premedikasi)
• Sediaan: 100 mcg/2 mL
• Indikasi: Analgetik narkotika pada anestesi
regional atau general
• Kontraindikasi: Asma serangan akut,
alkoholisme akut
• Efek samping: Kekakuan otot, mual, muntah,
menggigil pasca bedah
1. PREMEDIKASI
Fentanyl • Merupakan opioid agonis turunan fenil piperidin.
• Bekerja sebagai agonis reseptor µ.
• Potensi analgesinya antara 75-125 kali lebih kuat dibanding morfin
 karena pada pemberian intravena, mulai kerja 30 detik dan
mencapai puncak dalam waktu 5 menit, kemudian menurun
dengan cepat dalam waktu 5 menit pertama kadarnya berkurang
sampai 20%, selanjutnya relatif menurun dengan lambat selama 10
sampai 20 menit.
• Blokade pada midbrain/ otak tengah (sistem limbic, thalamus,
hypothalamus, korpus striatum, RAS, dan di medulla spinalis (susb.
Gelatinosa).
• Kelarutannya dalam lemak tinggi sehingga mudah melewati sawar
otak.
Fentanyl
Menghambat gerbang
Bekerja pada reseptor
CA2+ pada presinaps 
Opioid µ
↓ pelepasan transmitter

Hiperpolarisasi sel post


sinaps

Rangsangan neuron oleh


sinyal nosisepsi aferen
↑ aliran K+ keluar dari
dipersulit (sel tidak
1. PREMEDIKASI
Fentanyl ● Efek terhadap jantung minimal meskipun laju jantung dapat menurun akibat
efek vagal dan depresi nodus SA dan AV. Pemberian atropin sulfat dapat
menurunkan kejadian bradikardi, karena itu dianjurkan pemberiannya pada
penggunaan dosis tinggi.
● Fentanyl menyebabkan depresi respirasi dan kekakuan otot rangka
khususnya otot thorak, abdomen dan ekstremitas terutama pada pemberian
intravena cepat  mekanisme kekakuan otot belum jelas tetapi bukan karena
efek langsung pada otot, bukan karena efek pada konduksi neuromuskuler 
diduga kekakuan ini karena aktifitas sentral antara lain agonis pada
reseptornya.
1. PREMEDIKASI
Midazolam • Golongan: benzodiazepine
• Dosis: 0,07-0,1 mg/kgBB
Dosis induksi 0.1 – 0.4 mg/kgBB iv (10-15 mg), pasien akan tertidur
sesudah 2-3 menit
Untuk sedasi dan axiolitik 0,1 mg/kg BB im.
• Sediaan: 5 mg/5 mL
• Onset: 15 menit, dan puncaknya tercapai dalam 30-40 menit
• Indikasi: Premedikasi, induksi anestesi, sedasi
• Kontraindikasi: Bayi prematur, myastenia gravis
• Efek samping: Mual, muntah, nyeri kepala, laringospasme, amnesia
• Antidotum: Flumazenil dosis 0,01 mg/kg/menit diulang 1-5 kali
Midazolam

Midazolam Berikatan dengan


(Benzodiazepine) reseptor GABA A

Pembukaan kanal
klorida
2. INDUKSI

● Suatu rangkaian proses transisi dari sadar penuh sampai hilangnya


kesadaran sehingga memungkinkan untuk dimulainya operasi.
● Dapat diberikan melalui: intravena dan/atau inhalasi.
● Beberapa jenis obat anestesi intravena yang sering digunakan, yaitu
propofol, ketamine, thiopental dan opioid.
● Obat anestesi inhalasi yang sering digunakan, yaitu isoflurane, sevoflurane,
desflurane.
2. INDUKSI
Propofol • Golongan: hipnotik-sedatif
• Dosis:
 Induksi pada pasien dewasa < 55 tahun, antara 2-2,5 mg/kg BB.
 Maintenance 4-12 mg/kg BB/jam.
• Sediaan: 10 mg/ml (1 ampul 20 ml)
• Indikasi: Induksi dan pemeliharaan anestesi umum, sedasi pada pasien yang
memakai ventilator dan mendapat perawatan intensif
• Kontraindikasi: alergi, penyakit hepar, asidosis metabolik, pasien
hipovolemik
• Efek samping: Penurunan tekanan darah, nyeri di tempat suntikan (terutama
bila disuntikkan pada vena kecil  untuk mengurangi rasa nyeri, dapat
disuntikkan bersama obat lokal anestesi atau memilih vena besar. Bila obat
lokal anestesi yang dipakai Lidocain 1%, maka volume lidocain yang
digunakan 1/20 volume Propofol)
2. INDUKSI
Propofol • Propofol  obat anestesi umum intravena yang mempunyai rumus
kimia 2,6 diisoprophyl phenol.
• Obat ini merupakan cairan emulsi isotonic yang berwarna putih.
Emulsi ini antara lain terdiri dari gliserol, phospatid dari telur,
sodium hidroksida, minyak kedelai dan air.
• Propofol mempunyai sifat sangat larut dalam lemak, sesudah
disuntikkan intra vena, dengan cepat didistribusikan menuju jaringan,
dengan mudah obat ini menembus blood brain barier dan
didistribusikan di jaringan otak.
• Obat ini dengan cepat juga dieliminasi, metabolisme terutama terjadi
di dalam hati.
• Waktu untuk sadar post-induksi propofol  8-10 menit
2. INDUKSI
Kardiovaskuler
Propofol ● Menyebabkan turunnya tekanan darah dan bradikardi.
● Obat ini tidak mempunyai efek vagolitik  pernah dilaporkan terjadinya bradikardi
sampai asistole  dianjurkan untuk memberikan anti cholinergik sebelum pemakaian
propofol, khususnya pada keadaan di mana tonus vagal lebih dominan atau bila propofol
dipakai bersama dengan obat-obat penyebab bradikardi.
Respirasi
● Depresi pada sistem respirasi, sering menimbulkan apnea.
● Pemakaian secara intravena kontinyu dapat mengurangi tidal volume dan laju nafas.
● Propofol juga mengurangi refleks jalan nafas atas.
SSP
● Menurunkan aliran darah otak, tekanan intra kranial dan metabolisme otak.
● Menurunkan tekanan intra oculi.
● Efek mual dan muntah lebih sedikit dibanding dengan obat inhalasi.
2. INDUKSI
Tramus • Atracurium besylate 10 mg/ml
• Golongan: muscle relaxant non depolarisasi
• Dosis: 0,3-0,5 mg/kgBB
• Sediaan: 25 mg/2,5ml (1 amp = 2,5 ml, 1 amp = 5 ml)
• Onset: 2-3 menit
• Durasi: 20-40 menit
• Indikasi: pelemas otot non depolarisasi untuk jangka pendek sampai
menengah
• Efek samping: Pelemas otot non-depolarisasi golongan
benzilisokuinolinium (kecuali sisatrakurium) dikaitkan dengan
pelepasan histamin yang dapat menyebabkan kulit flushing, hipotensi,
takikardia, bronkospasme, dan reaksi anafilaktoid (jarang). Obat yang
memiliki aktifitas vagolitik dapat mengatasi bradikardia yang muncul
selama operasi.
PREOKSIGENASI
• Tindakan preoksigenasi dilakukan dengan tujuan meningkatkan cadangan
oksigen sehingga desaturasi tidak terjadi pada keadaan hipoventilasi
dan apnea.
• Dilakukan sebelum intubasi selama 3 – 5 menit
• Menggunakan Oksigen murni (100%)
• Menggunakan Face Mask  penyulitnya dinilai dengan mnemonic MOANS
PREOKSIGENASI

• Preoksigenasi sebelum induksi anestesi dilakukan untuk


menggantikan nitrogen pada paru-paru dengan oksigen 
terutama pada kapasitas residu fungsional (functional residual
capacity)  cadangan oksigen dapat berdifusi ke pembuluh darah
pulmoner walaupun ventilasi paru tidak terjadi.

• Preoksigenasi dilakukan dengan peralatan yang sesuai dan pas


dengan pasien.
ENDOTRACHEAL TUBE
• Alat bantu jalan napas yang memudahkan ventilasi spontan maupun
ventilasi tekanan positif dengan cara memasukkan pipa ke dalam trakea
melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira di
pertengahan antara pita suara dan bifurcasio trakea
INTUBASI ENDOTRACHEAL TUBE
Peralatan (STATICS)
S Scope
• Stetoskop
• Laringoskop
T Tube
Pipa trakea
A Airway Device
Orophraingeal Airway (OPA)
T Tape
Plester untuk fiksasi
I Introducer
Stilet dari kawat yang dibungkus plastic yang mudah dibengkokan untuk pemandu agar Tube mudah
dimasukan
C Connector
Penyambung antara Tube dan peralatan anestesi
S Suction
Penyedot lendir/ludah
INTUBASI ENDOTRACHEAL TUBE
Prosedur
INTUBASI ENDOTRACHEAL TUBE
INDIKASI
• Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun (kelainan anatomi, bedah khusus, pembersihan
secret jalan napas)
• Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
• Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

KONTRAINDIKASI
• Tumor, infeksi, kelainan kongenital
• Benda asing, trauma, obesitas
• Ekstensi leher tidak maksimal, variasi anatomi

KOMPLIKASI
• Intubasi: trauma gigi, laserasi bibir, spasme bronkus, intubasi esophagus
• Ekstubasi: spasme laring, aspirasi, edema glottis-subglotis, infeksi laring, faring, trakea
ENDOTRACHEAL TUBE
3. MAINTENANCE

● Mempertahankan kedalaman anestesi


● Memberikan obat terus menerus dengan dosis tertentu
● Zat yang digunakan: O2 , N2O, Gas lain  isoflurane/aeranne, sevoflurane
3. MAINTENANCE
N2O
• Gas tidak berwarna, tidak berbau, tidak dapat terbakar
• Nitrogen oksida (N20) diabsorpsi melalui paru masuk ke dalam plasma darah dan
seterusnya didistribusikan ke seluruh tubuh. Eliminasi sebagian besar dengan cara
ekshalasi melalui paru. Hanya sebagian kecil melalui kulit, urin, dan usus.
• N2O cenderung mengisi bagian tubuh yang berongga karena difusi ke ruang berongga
lebih cepat dibanding pengeluarannya dari rongga ke sirkulasi, dan berdifusi lebih cepat
daripada O2  sehingga jika dosis N2O tinggi dapat terjadi difusi hipoksia (desaturasi)
• Pada konsentrasi 50% menimbulkan analgesi setara dengan analgesi yang ditimbulkan
oleh morfin. N2O menaikkan aliran darah otak, sedikit menaikkan tekanan intrakranial
dan menaikkan kebutuhan oksigen otak (CMRO2)
3. MAINTENANCE
N2O
● Analgesinya kuat tetapi anestesi yang lemah  pemakaiannya biasanya didahului
dengan premedikasi, induksi obat intra vena atau obat inhalasi yang lain, diteruskan
dengan kombinasi dengan obat intra vena atau inhalasi lain untuk pemeliharaan,
bisa juga ditambah dengan pelumpuh otot.

● Pada ginjal  aliran darah ginjal mengalami penurunan karena meningkatnya


resistensi vaskular ginjal.

● Pada hepar  aliran darah hati sedikit mengalami penurunan.

● Pada neuromuskuler  N20 tidak menimbulkan relaksasi otot, pada dosis tinggi
menyebabkan kekakuan otot.
3. MAINTENANCE
Sevoflurane

• Obat anestesi inhalasi  cairan jernih, tidak berwarna, berbau enak, tidak
iritatif, tidak korosif (terhadap stainless steel, kuningan maupun aluminium),
tidak mudah terbakar, tidak eksplosif, stabil terkena cahaya.
• Konsentrasi alveolar minimal (KAM) 1,7, bila dikombinasikan dengan 60%
N20, KAM menjadi 0,66%.
• Kombinasi 4-8 % sevoflurane, 50% N20, dan 50% 02 induksi dapat dicapai
dalam waktu 1-3 menit. Waktu pulih sadar antara 7-5 menit setelah anestesi
menggunakan 2-3 KAM sevoflurane selama 1 jam.
3. MAINTENANCE
Sevoflurane
● Pada sistem kardiovaskuler  menimbulkan depresi ringan kontraksi otot
jantung, terjadi penurunan tekanan vaskuler sistemik dan tekanan arteri yang
ringan.
● Pada sistem respirasi  menimbulkan depresi respirasi dan dapat memicu
terjadi bronkhospasme.
● Pada SSP  sedikit menaikkan aliran darah otak dan tekanan intra kranial
pada keadaan normokarbia. Konsentrasi > 1,5 KAM  mengganggu
autoregulasi aliran darah otak.
3. MAINTENANCE
• Golongan: anti-fibrinolitik
Asam Traneksamat
• Dosis: 10 mg/kgBB
• Sediaan: 500 mg/5ml
• Indikasi: Hiperfibrinolisis  Cek Fibrin Degradation
Product  Mahal dan tidak semua RS ada
• Kontraindikasi: Penyakit tromboembolik
• Efek samping: Mual, muntah, pusing pada injeksi
intravena cepat
3. MAINTENANCE
• Mekanisme kerja
Asam Bekerja mengurangi perdarahan dengan cara: menghambat aktivasi
Traneksamat plasminogen menjadi plasmin pada pembekuan darah.

Karena plasmin berfungsi mendegradasi fibrin, maka asam traneksamat


bekerja menghambat degradasi fibrin (menghambat fibrinolisis),
yang berujung pada meningkatnya aktivitas pembekuan darah.
3. MAINTENANCE
Asam ● Sebagai analog dari asam
Traneksamat aminocaproic bekerja sebagai
synthetic inhibitor fibrinolytic
● Cara kerja: Menghambat
aktivasi plasminogen menjadi
plasmin pada pembekuan darah
 menghambat degradasi fibrin
 meningkatnya aktivitas
pembekuan darah
3. MAINTENANCE
• Golongan: anti-emetik
Ondancetron • Dosis: 0,1-0,2 mg/kgbb IV
• Sediaan: 4 mg/2 ml
• Indikasi: mual, muntah
• Kontraindikasi: alergi ondancetron
• Efek samping: sakit kepala, konstipasi, sensasi panas epigastrik
3. MAINTENANCE
• Mekanisme kerja
Ondancetron Ondancetron  5-HT3 Antagonist

Melalui kerja antagonis pada reseptor 5-hydroxitryptamine (5-


HT3) selektif yang terdapat perifer pada terminal saraf vagal 
menghambat ikatan antara serotonin dan reseptornya 
menghambat aktivasi aferen-aferen vagal  menekan refleks
muntah.

Reseptor 5-HT3 berada di GI tract dan di pusat muntah (Medulla


oblongata)  Area Postrema
3. MAINTENANCE
• Golongan: analgetik opioid
TRAMADOL • Dosis: 1 mg/kgBB
• Sediaan: 100 mg/2 ml
• Onset: 1 jam
• Indikasi: nyeri sedang hingga berat
• Kontraindikasi: epilepsi
• Efek samping: mual, muntah, pusing, mulut kering, sedasi, depresi
pernapasan, konvulsi
3. MAINTENANCE
• Mekanisme Kerja
TRAMADOL Terdapat dua jenis mekanisme kerja tramadol:
1. Berikatan dengan reseptor opioid yang ada di spinal dan otak
sehingga menghambat transmisi sinyal nyeri dari perifer ke otak.
2. Meningkatkan aktivitas saraf penghambat monoaminergik yang
berjalan dari otak ke spinal sehingga terjadi inhibisi transmisi sinyal
nyeri.
NON-STEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY
DRUGS (NSAID)
Efek samping:
• Sistem saraf pusat: sakit kepala, telinga berdenging, pusing
• Kardiovaskuler: retensi cairan, hipertensi, edema, infark miokard, gagal jantung kongestif
• Pencernaan: nyeri perut, displasia, mual, muntah, ulkus, perdarahan
• Hematologi: trombositopenia, neutropenia, anemia aplastik
• Hati: fungsi hati terganggu, gagal hati
• Kulit: rash, pruritus
• Ginjal: insufisiensi ginjal, gagal ginjal, hiperkalemia, dan proteinuria
NON-STEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY
DRUGS (NSAID)
NONSELECTIVE COX INHIBITORS
Diklofenak
• Ulserasi gastrointestinal dapat terjadi lebih jarang dibandingkan dengan beberapa NSAID
lainnya.
• Gabungan dari diklofenak dan misoprostol menurunkan ulserasi gastrointestinal bagian atas
tetapi dapat menyebabkan diare.
• Kombinasi lain diklofenak dan omeprazol juga efektif dalam pencegahan perdarahan
berulang, tetapi efek samping ginjal sering terjadi pada pasien berisiko tinggi.
• Diklofenak, 150 mg/hari dapat mengganggu aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus.
NON-STEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY
DRUGS (NSAID)
NONSELECTIVE COX INHIBITORS
Ibuprofen
• Ibuprofen dianggap lebih baik dibanding aspirin dan indometasin dan telah digunakan pada
pasien dengan riwayat intoleransi GI terhadap NSAID lainnya. Namun demikian, 5-15%
pasien mengalami efek samping GI.
• Studi epidemiologi menunjukkan bahwa risiko relatif infark miokard tidak berubah oleh
ibuprofen atau mungkin sedikit meningkat tetapi jauh lebih kecil daripada risiko dari COX-
2-selektif inhibitor.
• Efek samping lain dari ibuprofen telah dilaporkan lebih jarang. Mereka termasuk
trombositopenia, ruam, sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, dan dalam beberapa kasus,
ambliopia toksik, retensi cairan, dan edema.
NON-STEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY
DRUGS (NSAID)
COX-2 SELECTIVE INHIBITORS
Celecoxib
• Celecoxib adalah penghambat COX-2 selektif. Sekitar 10-20 kali lebih selektif untuk COX-2
daripada COX-1.
• Celecoxib dikaitkan dengan ulkus endoskopik yang lebih sedikit daripada kebanyakan
NSAID lainnya.
• Tidak mempengaruhi agregasi trombosit.
NON-STEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY
DRUGS (NSAID)
COX-2 SELECTIVE INHIBITORS
Meloxicam
• Meloxicam adalah enolcarboxamide yang terkait dengan piroxicam yang menghambat COX-
2 daripada COX-1, terutama pada dosis terapeutik terendah 7,5 mg/hari.
• Tidak selektif seperti celecoxib.
• Meloxicam diketahui menghambat sintesis tromboksan A2
4.
POST-
ANESTHESIA
4. POST-ANESTHESIA
• Golongan: Inhibitor asetilkolinesterase
NEOSTIGMINE • Dosis: 0,04-0,08 mg
• Sediaan: 0,25 mg/ml; 0,5 mg/ml; 1 mg/ml
• Indikasi: Miastenia gravis; mengatasi kelumpuhan akibat pelemas
otot non-depolarisasi
• Kontraindikasi: Obstruksi usus atau saluran kemih
• Efek samping: Mual, muntah, diare, hipersalivasi, kejang perut
(terutama pada dosis tinggi)
4. POST-ANESTHESIA
• Mekanisme kerja
NEOSTIGMINE Menghambat kerja enzim kolinesterase untuk menghidrolisis asetilkolin 
tidak terjadi pemecahan asetilkolin (akumulasi asetilkolin)  celah sinaps
tetap tinggi  asetilkolin berkompetisi dengan obat pelumpuh otot non
depolarisasi  hantaran saraf otot kembali normal  tonus otot pulih
kembali.
4. POST-ANESTHESIA
SULFAS • Golongan: inhibitor enzim kolinesterase/antimuskarinik
ATROPINE • Dosis: 0,6-1,2 mg
• Sediaan: 0,25 mg/ml
• Indikasi: mengeringkan sekret, melawan bradikardi yang berlebihan,
bersama dengan neostigmin untuk mengembalikan penghambatan
neuromuskuler kompetitif
• Kontraindikasi: hipersensitif terhadap sulfas atropin
• Efek samping: muka merah, mulut kering, pandangan kabur,
konstipasi, takikardi, halusinasi, delirium
4. POST-ANESTHESIA
SULFAS • Mekanisme kerja
ATROPINE Sebagai zat antagonis yang kompetitif  menghambat aksi
muskarinik dari asetilkolin pada struktur jaringan yang diinervasi oleh
saraf kolinergik post ganglion dan otot polos yang memiliki respon
terhadap asetilkolin endogen

Mekanisme kerja Atropin adalah


dengan menghambat reseptor
muskarinik secara kompetitif dimana
pada dosis kecil sudah dapat
memblok asetilkolin jumlah besar di
reseptor muskarinik.
RECOVERY ROOM
● Pemantauan pasien post-operasi yang dilakukan di
Recovery Room (RR) atau ruang pemulihan.
● Kegiatan:
1. Pasang oksigen, suction jika diperlukan
2. Monitoring hemodinamik
3. Menilai Aldrete score atau Post Anaesthetic Discharge Scoring
System (PADSS)
Post Anaesthetic Discharge Scoring System (PADSS)

Nilai PADSS ≥9 : pasien boleh pindah ke ruangan


Aldrete Score

Score >9 boleh pindah


ke ruangan/bangsal
DAFTAR PUSTAKA
• Katzung, B. G. (2017). Basic and clinical pharmacology 14th edition. McGraw Hill Professional.

• Soenarjo, dkk. (2015). Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedojteran UNDIP/ RSUP DR. Kariadi Semarang.

• Sadikin, Z.D. (2016). Farmakologi dan Terapi Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

• Dewoto, H.R. (2016). Farmakologi dan Terapi Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

• Morgan & Mikhail. (2013). Clinical Anesthesiology. 5th ed. San Fransisco: McGraw-Hill

Anda mungkin juga menyukai