Anda di halaman 1dari 28

Volume 02, No.

2 September 2018

ENT UPDATE
Publikasi Ilmiah Program Studi THT-KL FK Udayana

Editor :
dr. I DG Arta Eka Putra Sp.THT-KL (K), FICS
dr. I Putu Yupindra Pradiptha

PROGRAM STUDI THT-KL


FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR

i
KATALOG DALAM TERBITAN

ENT UPDATE
Publikasi Ilmiah Program Studi THT-KL FK Udayana

Editor :
dr. I DG Arta Eka Putra Sp.THT-KL (K)
dr. I Putu Yupindra Pradiptha

ISBN : 987-602-1672-81-5

vi x 327 halaman, 21 x 29,7

Penerbit :
PT. Percetakan Bali, Jl. Gajah Mada I/1 Denpasar 80112,
Telp. (0361) 234723, 235221
NPWP.01.126.5-904.000, Tanggal pengukuhan DKP: 01 Juli 2006

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga ENT
UPDATE Publikasi Ilmiah Program Studi THT-KL FK Udayana Vol 2 No.2 dapat
diselesaikan dengan baik. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu penyusunan buku ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberi balasan atas segala bantuan yang telah diberikan.
Kami menyadari bahwa buku yang telah disusun masih jauh dari sempurna
sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata, semoga
buku ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Denpasar, September 2018

Editor

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………...…………………..……………………………..iii
Daftar Isi………………………………………………….………………………….iv

Penggunaan Antagonis Reseptor Leukotrien Dalam Terapi Rinitis Alergi……1


Wayan Suardana

Diagnosis dan Penatalaksanaan Polip Antrokoanal ……….……………………22


Luh Made Ratnawati

Dekompresi Nervus Fasialis Setinggi Ganglion Genikuli Melalui Pendekatan


Otoendoskopi Epitimpani..………………………………………………………...53
Eka Putra Setiawan

Benda Asing Tulang Di Esofagus Dengan Komplikasi Abses Tiroid …………..83


IDG Arta Eka Putra

Tuli Sensorineural Pada Hipotiroid Kongenital ..................................................109


I Made Wiranadha

Adenoma Pleomorfik Kelenjar Ludah Minor Daerah Palatum………………..138


I Gde Ardika Nuaba

Stenosis Vestibulum Pada Anak ….……………………………………………157


Komang Andi Dwi Saputra

Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinore Akibat Kebocoran Cairan


Serebrospinal………………………………………………………………………181
Sari Wulan Dwi Sutanegara

Penatalaksanaan Abses Esofagus Akibat Tulang Ikan Di


Esofagus……………………………………………………………………………203
I Wayan Sucipta

Diagnosis dan Penatalaksanaan Crooked Nose………………………...….……227


Agus Rudi Astutha

Adenoma Pleomorfik Pada Kelenjar Submandibula Kiri………….………......247


I Ketut Suanda

Penatalaksanaan Fraktur Kompleks Tulang Naso-Orbital-Ethmoid


(NOE)………………………………………………………………………………268
Ni Luh Sartika Sari

Manual Lymph Drainage Vodder (MLDV) Pada Pasien


Rinosinusitis………………………………………………………………………..292
Putu Santi Dewantara

iv
ADENOMA PLEOMORFIK PADA KELENJAR SUBMANDIBULA KIRI
Oleh
I Ketut Suanda
Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran UNUD / RSUP Sanglah
Denpasar

1. PENDAHULUAN
Kelenjar saliva dibagi menjadi 2 yaitu kelenjar saliva mayor dan minor.
Kelenjar saliva mayor adalah kelenjar parotis, submandibular dan sublingual.
Kelenjar saliva minor terdiri dari 600 – 1000 kelenjar yang tersebar sepanjang
saluran pencernaan dan pernafasan atas.1
Neoplasma yang terjadi pada kelenjar saliva relatif jarang terjadi, dimana
variasi tumor tersebut termasuk subtipe histologik ganas dan jinak. Sekitar 70%
tumor pada kelenjar saliva mempengaruhi kelenjar parotis, dimana kelenjar
submandibular dipengaruhi sebesar 5-10% dari seluruh kasus, kelenjar sublingual
pada 1% dan kelenjar minor pada 5-15% kasus.2
Adenoma pleomorfik merupakan tumor jinak yang paling sering pada
kelenjar saliva. Tumor ini juga disebut dengan tumor campuran karena komponen
epitel dan mesenkimnya. Dari keseluruhan kasus, 80% dari adenoma pleomorfik
terjadi pada kelenjar parotis, 10% pada kelenjar submandibular dan 10% pada
kelenjar minor dan sublingual. Adenoma pleomorfik pada kelenjar submandibula
lebih sering terjadi pada perempuan berusia antara 40 sampai 60 tahun.2
Adenoma pleomorfik biasanya timbul sebagai massa padat pada daerah
submandibula yang tidak nyeri, dengan pertumbuhan yang lambat. Jika dibiarkan,
tumor ini dapat tumbuh sampai diameternya lebih dari beberapa sentimeter. Secara
histopatologi, adenoma pleomorfik dikelilingi dengan kapsul tipis yang terbentuk
mengelilingi parenkim kelenjar ludah karena fibrosis sekunder akibat efek massa
tersebut, yang sering disebut dengan kapsul semu (pseudocapsule).2
Penatalaksanaan adenoma pleomorfik adalah pembedahan dengan
mengangkat tumor secara komplit. Hal ini disebabkan karena jika terdapat sisa

1
tumor dapat menyebabkan kekambuhan dan memungkinkan untuk terjadinya
perubahan menjadi ganas.1,3
Tumor kelenjar submandibula jarang terjadi dan hanya sedikit kasus yang
yang pernah dilaporkan. Dilaporkan satu kasus penderita adenoma pleomorfik pada
kelenjar submandibula yang telah dilakukan operasi reseksi.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1Anatomi
Kelenjar saliva merupakan suatu kelenjar eksokrin yang berperan dalam
mempertahankan kesehatan mulut. Kelenjar saliva merupakan organ yang
terbentuk dari sel-sel khusus yang mensekresi saliva ke dalam rongga mulut. Saliva
terdiri dari cairan encer yang mengandung enzim dan cairan kental yang
mengandung mukus. Menurut struktur anatominya manusia memiliki kelenjar
saliva yang terbagi atas kelenjar saliva mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor dan
minor menghasilkan saliva yang berbeda-beda menurut rangsangan mekanis seperti
mastikasi, rangsangan kimiawi seperti rasa pahit, manis, asam, asin,

rangsang neural, rangsang psikis berupa emosi atau stress dan rangsangan sakit.4
Kelenjar saliva mayor terdiri dari sepasang kelenjar parotis, submandibular
dan sublingual. Kelenjar parotis terletak di bagian bawah telinga belakang ramus
mandibular meluas ke lengkung zygomatikum di depan telinga dan mencapai dasar
dari muskulus masseter. Duktus parotis yakni duktus Stensen yang menyilang
permukaan otot masseter. Duktus kelenjar ini berjalan menembus pipi dan
bermuara ke vestibulum oris pada lipatan antara mukosa pipi dan gusi berhadapan
molar dua atas. Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva terbesar dibandingkan
dengan yang lain, berat 20-30 gram, panjang duktus 35-40 mm dan diameter 3 mm.
Mengandung sejumlah besar enzim antara lain amylase, lisozim,

asam fosfatase, aldolase dan kolinesterase. 4


Kelenjar submandibular merupakan kelenjar saliva terbesar kedua dengan
berat 8-10 gr. Kelenjar ini berbentuk seperti kacang, terletak di trigonum
submandibular. Duktus mandibular disebut duktus Wharton. Duktus muncul dari
permukaan bagian dalam kelenjar dan berjalan sampai mencapai dasar mulut,

2
kemudian bermuara pada karunkula sublingualis didekat frenulum lidah. Panjang
duktus 40-50 mm, dengan diameter lebih kecil daripada duktus Stensen. Kelenjar
submandibular terdiri dari 75% serous dan 25% mukus. 4

Gambar 1. Kelenjar Submandibula5

Kelenjar sublingualis terletak dibawah lidah dan dibawah membran mukosa


mulut. Merupakan kelenjar terkecil dari kelenjar saliva mayor. Kelenjar ini
bentuknya memanjang dengan berat 2-3 gram. Duktusnya yaitu duktus Bartholin.
Kelenjar sublingual hampir seluruhnya mukus dengan sedikit serous. 4
Kelenjar saliva minor muncul setelah pembentukan kelenjar saliva mayor
yaitu pada minggu ke-12 gestasi. Kelenjar saliva minor jumlahnya 600-1000
kelenjar dengan ukuran 1-5 mm. kelenjar ini merupakan sejumlah asinus yang
terhubung dalam lobulus kecil. Kebanyakan kelenjar saliva minor terletak dalam
mukosa dan submukosa rongga mulut, yang hanya mensekresi saliva kurang dari
5% dari pengeluaran saliva selama 24 jam. Kelenjar saliva minor diantaranya
glandula labialis yang terletak pada bibir atas dan bibir bawah dengan asinus-asinus
seromukus. Kelenjar Von-Ebner atau disebut juga Gustatory gland atau

3
kelenjar lingualis posterior yang terletak pada pangkal lidah dengan asinus-asinus
mukus. Glandula palatum dengan asinus yang bersifat mukus. Kebanyakan kelenjar
saliva minor menerima inervasi parasimpatis dari saraf lingual kecuali kelenjar
saliva minor di palatum yang menerima inervasi parasimpatis dari saraf palatine
yang berasal dari ganglion sfenopalatina. 4
Sekresi saliva sekitar 0,5-1,5 liter perhari, kecepatan aliran 0,1 sampai 4 ml
per menit. Pada kecepatan 0,5 ml/menit sekitar 95% saliva disekresi oleh kelenjar
parotis dan kelenjar submandibularis, sisanya disekresi oleh kelenjar sublingual dan
kelenjar-kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva berperan memproduksi saliva
dimulai dari proksimal oleh duktus asinus yang akan dialirkan ke duktus interkelasi,
menuju duktus interlobulus, kemudian duktus intralobulus dan berakhir pada
duktus kolektivus. 4

2.2 Epidemiologi
Insidensi tumor kelenjar saliva sangat kecil, bervariasi dari 0,4 – 13,5 kasus
per 100.000 populasi. Dari seluruh tumor kepala dan leher, tumor kelenjar saliva
persentasenya kurang dari 3%. Di Poli Onkologi THT-KL RS Hasan Sadikin
Bandung, pada tahun 2010 dari 732 pasien, persentase tumor kelenjar saliva hanya
0,6%.
Dari seluruh tumor kelenjar saliva, 80% tumor berada di kelenjar parotis,
10-15 % tumor submandibula, dan sisanya tumor kelenjar sublingual dan kelenjar
saliva minor. Semakin kecil ukuran kelenjar, semakin besar kemungkinan tumor
ganas. 80% tumor parotis adalah tumor jinak, 50% tumor kelenjar submandibula
adalah tumor jinak, dan kurang dari 40% tumor kelenjar sublingual dan kelenjar
saliva minor adalah tumor jinak.6
Adenoma pleomorfik meliputi 80-90% dari neoplasma jinak parotis.
Adenoma pleomorfik pada kelenjar submandibular dan sublingual cenderung
jarang dan hanya meliputi sekitar 8-10% dari total keseluruhan kasus. Pada
penelitian di Asia baru-baru ini, Subhashraj yang meneliti 422 kasus tumor jinak
kelenjar saliva, dimana ditemukan bahwa 363 adalah adenoma pleomorfik (86%).
Dari 363 kasus tersebut, 203 kasus mempengaruhi kelenjar parotis (56%), 72

4
kasus mempengaruhi kelenjar submandibular (20%) dan 1 kasus mempengaruhi
kelenjar sublingual (0,2%).7
Adenoma pleomorfik paling sering ditemukan pada usia dekade keempat
sampai keenam, jarang ditemukan pada anak, dengan frekuensi lebih tinggi pada
wanita dengan perbandingan wanita dengan pria 3:2. Bangsa kulit putih lebih tinggi
risiko mendapat adenoma pleomorfik dibanding dengan kulit berwarna.3

2.3 Etiologi
Penyebab adenoma pleomorfik pada kelenjar saliva belum diketahui secara
pasti, diduga karena keterlibatan lingkungan dan faktor genetik. Secara umum β-
catenin memainkan peranan penting di dalam perkembangan adenoma pleomorfik.
Tidak hanya dalam perubahan bentuk maligna, tetapi juga di dalam pengaturan
fungsi-fungsi fisiologis. Ekspresi molekul-molekul adhesi di dalam neoplasma-
neoplasma kelenjar saliva juga pernah diteliti. Studi saat ini mengatakan, penelitian
untuk memperjelas peran sel di dalam onkogenesis dan sitodiferensiasi adenoma
pleomorfik dan karsinoma dari kelenjar saliva yaitu ekspresi dari β-catenin berupa
imunohistokemikal yang diuji dalam lesi-lesi maupun dalam kelenjar saliva
normal.8
Gen β-catenin adalah CTNNB1, yang dipetakan pada kromosom 3p21. β-
catenin tercakup didalam transduksi isyarat (Wingless/WNT) dan spesfikasi dari sel
selama embryogenesis. Studi terbaru menunjukkan β-catenin secara langsung
berhubungan dengan anggota keluarga dari faktor transkripsi yang melibatkan
aktivasi dari gen target yang spesifik. Beberapa kelompok cacat genetik didalam
adenoma pleomorfik sebagian besar ditandai dengan penyimpangan struktur,
khususnya translokasi resiprokal. Subgroup yang besar ditandai oleh penyusunan
kembali regu 8q12. Gen kromosom 8p12 dikembangkan dari regulasi zinc finger
gene, menunjukkan PLAG1. Secara fungsional adalah signifikan, sebagaimana
mempunyai pengaruh dalam stabilitas dan translatabilitas dari hasil fusi mRNA dan
sebagai konsekuensinya juga pada konsentrasi PLAG1 dan β-catenin. Studi ini
mengkonfirmasikan reduksi ekspresi molekul adhesi didalam sel-sel

5
neoplasma dari tumor jika dibandingkan dengan duktus kelenjar sel. Hal ini dapat
dihubungkan dengan translokasi antara PLAG1 dan CTNNB1. 8
Kejadian adenoma pleomorfik meningkat setelah terpapar radiasi selama
15-20 tahun. Satu studi menunjukkan bahwa virus simian (SV40) mungkin
memainkan peran penyebab dalam pengembangan adenoma pleomorfik. Virus
Epstein-Barr merupakan salah satu faktor didalam perkembangan tumor-tumor
lymphoepithelial kelenjar saliva. 8

2.4 Diagnosis
Diagnosis adenoma pleomorfik ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) atau biopsi insisi,
Tomografi komputer dan histopatologi jaringan hasil operasi sebagai diagnosis
pastinya.
2.4.1 Gambaran Klinis
Adenoma Pleomorfik mempunyai gambaran klinis berupa massa tumor
tunggal yang berada pada submukosa tanpa adanya ulserasi ataupun inflamasi di
sekitarnya, keras, bulat, mudah digerakkan (mobile), pertumbuhan lambat, tanpa
rasa sakit dan berkonsistensi kenyal. Jika berasal dari kelenjar saliva minor,
biasanya adenoma pleomorfik tumbuh di palatum durum dengan alasan palatum
merupakan lokasi tersering dan konsentrasi terbanyak aliran kelenjar saliva minor
pada saluran cerna bagian atas.9-11
Adenoma pleomorfik dapat menyebabkan atrofi ramus mandibular jika
lokasinya pada kelenjar parotis. Gejala dan tanda tumor ini tergantung pada
lokasinya. Adenoma pleomorfik pada kelenjar parotis dapat menyebabkan
kelumpuhan nervus fasialis tetapi hal ini jarang dijumpai, namun apabila tumor ini
bertambah besar mungkin kelumpuhan nervus fasialis bisa dijumpai, seperti ketika
tumor ini menjadi maligna. Apabila tumor ini dijumpai pada kelenjar saliva minor,
gejala yang timbul bermacam-macam tergantung pada lokasi tumor. Gejala yang
timbul dapat berupa disfagia, dyspnea, serak dan susah mengunyah.9

6
Gambar 2. Adenoma Pleomorfik kelenjar
submandibular11 2.4.2 Gambaran Histopatologi
Dinamakan adenoma pleomorfik karena terbentuk dari sel-sel epitel dan
jaringan ikat. Secara histologi ada 3 bentuk utama adenoma pleomorfik yaitu
miksoid dimana 80% didominasi oleh stroma, selular dengan predominan berupa
mioepitelioma dan klasik yang merupakan bentuk campuran antara miksoid dan
selular. Secara klasik bentuknya bifasik dan ditandai dengan campuran epitel
poligonal dan elemen mioepitel berbentuk spindle-shaped dalam berbagai variabel
dengan latar belakang stroma yang mukoid, miksoid, tulang rawan atau hialin.
Elemen epitel berada dalam saluran seperti struktur lembaran, gumpalan atau
jalinan berhelai dan terdiri dari polygonal, spindle atau berbentuk sel stellate. Area
metaplasia skuamosa dan mutiara epitel dapat terjadi. Tumor tidak tertutup kapsul,
tetapi hanya dikelilingi oleh pseudokapsul fibrosa dengan berbagai ketebalan.
Tumor meluas melalui parenkim kelenjar yang normal dalam bentuk finger-like
pseudopodia, tapi ini bukanlah tanda transformasi menjadi ganas.13

Gambar 3. Adenoma pleomorfik berulang didalam jaringan


adipose menunjukkan perkembangan nodular2

7
Setiap jaringan tumornya dihubungkan oleh jaringan epithelial dan
mesenkim. Proporsi tiap elemennya mempunyai luas yang bervariasi dengan satu
yang lebih dominan. Adenoma pleomorfik tipe selular mempunyai elemen epitel
yang lebih dominan. Tipe miksoid didominasi oleh elemen berupa miksoma atau
miksokondroma. Tipe campuran adalah tipe yang klasik, pada bentuk ini termasuk
bentuk spindle, skuamosa, basaloid, kuboid, plasmasitoid, onkositik, mukoid dan
sebaseus.13

Gambar 4. Tumor dengan stroma kondromiksoid dan area sel mioepitelial2

2.4.3 Gambaran Radiologi


Tomografi komputer (CT scan) dan MRI dilakukan untuk mengetahui
apakah terdapat keterlibatan tulang, jaringan lunak ataupun saraf, juga untuk
mengetahui kedalaman tumor apakah masih superfisial atau sudah cukup dalam
yang nantinya berguna sebagai panduan tindakan operatif yang akan
dilakukan.14,15

8
(a) (b)

Gambar 5. CT Scan adenoma pleomorfik (a) potongan axial (b) potongan


koronal17

Gambaran CT scan adenoma pleomorfik adalah suatu penampang yang


tajam pada dasarnya, mengelilingi lesi homogen yang mempunyai suatu kepadatan
yang lebih tinggi disbanding jaringan glandular. 14,15 Gambaran yang heterogen
dengan daerah nekrosis dan kistik sering didapatkan karena pada adenoma
pleomorfik sering terdapat cairan, lemak, darah dan kalsifikasi. Pemberian kontras
memberikan penyangatan yang bervariasi.6,16
Dari tampilan MRI, adenoma pleomorfik adalah suatu penampang yang
tajam pada dasarnya, mengelilingi lesi homogen yang mempunyai suatu kepadatan
yang lebih tinggi dibanding jaringan glandular. Dari tampilan MRI, adenoma
pleomorfik menunjukkan pola homogenous dengan intensitas signal intermediate
atau rendah (radiolusen) pada T1-weighted images, intensitas signal tinggi
(radioopak) dengan pola inhomogenous pada CE T1-weighted images. Pemeriksaan
ini dilakukan untuk mengetahui lokasi, besar tumor, batas tumor serta perluasan
tumor. MRI dengan resolusi tinggi untuk jaringan lunak memberikan gambaran
yang lebih baik pada perluasan tumor secara vertikal dan inferior. 14,15

9
2.5 Penatalaksanaan
Pilihan utama penatalaksanaan tumor kelenjar liur adalah pembedahan
dengan mengangkat tumor secara komplit. Sisa tumor dapat mengakibatkan
terjadinya kekambuhan dan sebagian dapat berubah menjadi ganas. Selama operasi,
penting untuk mengidentifikasi cabang marginal n. mandibularis. Tumor selalu
diangkat dengan kelenjar submandibula, bukan enukleasi. Komplikasi yang
mungkin terjadi antara lain: cedera n. marginal mandibula, n. lingualis, dan n.
hipoglossus.
Teknik operasi:
1 Insisi sepanjang 10 cm dilakukan di bawah mandibula di atas kelenjar
submandibula.
2 Insisi diperluas ke jaringan subkutan sampai m. platisma teridentifikasi.
3 Perdarahan dikontrol dan m.platisma dipisahkan, fasia di bawah
m.platisma dipisahkan perlahan.
4 V. fasialis diidentifikasi, lalu n. mandibula marginal dipreservasi.
5 Vena fasialis anterior dan a. fasialis diligasi.
6 Fasia yang melekat dari kelenjar submandibula dan mandibula didiseksi
secara tumpul sampai setinggi vena fasialis posterior dan anterior m.
digastrik.
7 Kelenjar submandibula dipisahkan dari m, miolohioid, pedikel m.
miolohioid diisolasi dan dipisahkan.

Gambar 7. Kelenjar submandibular dibebaskan dari m.


digastrik dan m. miolohioid18

10
h. Kelenjar submandibula diretraksi ke lateral, dan batas bebas
m.miolohioid diidentifikasi.
2. Dilakukan identifikasi n. lingualis dengan cara kelenjar submandibula
diretraksi ke inferior dan m. miolohioid diretraksi ke medial.
3. Diseksi tumpul dengan klem lengkung di bawah n. lingualis
memudahkan identifikasi duktus submandibula dan nervus hipoglossus.

Gambar 8. Identifikasi n. lingualis, duktus Wharton dan n.


hipoglosus18

k. Dengan n. hipoglossus teridentifikasi, jaringan submandibula yang


tersisa di sekitar duktus Wharton diisolasi. Duktus dipisah dan
direfleksikan dari m. hipoglossus.

Gambar 9. Duktus Wharton dipotong18

11
III. Kelenjar submandibula diisolasi dari tendon dan venter posterior m.
digastrik. Vena fasialis komunis dipisahkan. Seluruh jaringan kelenjar
submandibula dibebaskan dari jaringan di sekitarnya hingga tersisa arteri
fasialis.
JJJ. A. fasialis diligasi dengan benang silk, dan jaringan kelenjar

Gambar 10. Ligasi a. fasialis dan pengangkatan seluruh


jaringan kelenjar submandibula18

submandibula diangkat.

n. Perdarahan dirawat, luka operasi dicuci dengan NaCL 0,9% , lalu


dipasang drain.
1. Luka insisi dijahit dengan benang kromik di jaringan subkutis dan nilon
6.0 pada kulit.

2.6 Prognosis
Tumor yang diangkat secara komplit dapat sembuh secara total. Pada
pengangkatan yang tidak komplit tumor ini dapat mengalami kekambuhan dan pada
kasus yang jarang dapat berubah menjadi ganas dan dapat mengalami metastase.1,3
Kekambuhan tumor ini dapat diprediksi dengan menggunakan imunohistokimia.
Ekspresi musin khususnya MUC1 pada adenoma pleomorfik

12
merupakan marker yang penting untuk memprediksi kekambuhan tumor ini.19

3. LAPORAN KASUS
Pasien dengan inisial MW, laki-laki, usia 30 tahun, suku Jawa, datang ke
poliklinik THT-KL RSUP Sanglah pada tanggal 27 Pebruari 2018. Pasien
mengeluh timbul benjolan pada leher kiri sejak sekitar 6 bulan yang lalu. Awalnya
benjolan tersebut kecil lalu semakin lama semakin membesar dan tidak nyeri. Sakit
kepala, panas badan serta wajah mencong tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 120/80mmHg, nadi 80x/menit, pernafasan 20x/menit,
temperatur aksila 36,5°C. Status lokalis THT-KL, pada pemeriksaan telinga,
hidung dan tenggorok tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan leher kiri
teraba massa tunggal, berbatas tegas, konsistensi lunak, mobile, dengan ukuran ±
3x3x3 cm. Diagnosis kerja pasien saat itu adalah tumor submandibula sinistra.

Gambar 11. Tampak massa pada regio submandibula kiri

13
Selanjutkan dilakukan pemeriksaan FNAB pada pasien dengan hasil
gambaran morfologi mengesankan adenoma pleomorfik. Pemeriksaan CT scan
kepala leher irisan axial coronal dengan kontras dengan kesan massa solid
lobulated berbatas tegas terukur 3,37 x 3,34 cm di regio colli kiri dan nodul
multiple di regio colli kiri dan submandibula kiri susp. pembesaran KGB dd/
limfoma.

Gambar 12. CT scan kepala leher dengan kesan massa solid lobulated
berbatas tegas terukur 3,37 x 3,34 cm di regio colli kiri dan nodul
multiple di regio colli kiri dan submandibula kiri susp. pembesaran
KGB dd/ limfoma

Pasien didiagnosis dengan adenoma pleomorfik submandibula sinistra dan


direncanakan untuk tindakan ekstirpasi tumor submandibula dengan anestesi
umum. Dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil semua dalam batas
normaldan foto Thoraks PA dengan hasil cor dan pulmo tak tampak kelainan.

14
15
Dari hasil konsultasi Bagian Anestesi didapatkan dengan ASA (American
Society of Anesthesiologist) I. Pada tanggal 18 April 2018 dilakukan tindakan
operasi reseksi tumor submandibula sinistra dengan anestesi umum. Temuan
operasi berupa massa tumor di regio submandibula sinistra dengan konsistensi
padat kenyal dengan ukuran 3,5x3x3 cm. Pasca operasi pasien mendapat terapi
medikamentosa berupa IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit, Cefazolin 2x1 gram iv,
asam traneksamat 3 x 500 mg iv, dan drip analgetik sesuai Bagian Anestesi.

Gambar 13. Ekstirpasi tumor submandibular sinistra

Gambar 14. Massa tumor yang telah diekstirpasi

16
Pada tanggal 25 April 2018 pasien kontrol ke poliklinik THT, keluhan
nyeri pada luka operasi tidak ada, luka operasi baik. Hasil pemeriksaan
histopatologi berupa massa tumor diliputi jaringan ikat fibrous, terdiri dari
ploriferasi sel-sel epitel dan mioepitel membentuk struktur pulau-pulau solid
diantara stroma jaringan fibromyxoid. Sel-sel tersebut dengan morfologi
eosinofilik, inti bulat, kromatin halus. Pada 1 fokus tampak pula gambaran
cholesterol cleft. Tidak tampak mitosis atipikal, atipia inti dan area nekrosis.
Gambaran tersebut sesuai dengan adenoma pleomorfik.

Gambar 15. Gambaran histopatologi berupa massa tumor diliputi jaringan ikat
fibrous, terdiri dari ploriferasi sel -sel epitel dan mioepitel membentuk struktur
pulau-pulau solid diantara stroma jaringan fibromyxoid sesuai untuk adenoma
pleomorfik

Gambar 16. Pasca operasi hari ke 10

17
IV. PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini dikemukakan kasus adenoma pleomorfik pada
submandibula sinistra yang terjadi pada seorang laki-laki berusia 30 tahun, yang
datang dengan keluhan utama timbul benjolan pada leher kiri, sejak sekitar 6 bulan
yang lalu. Awalnya benjolan tersebut kecil lalu semakin lama semakin membesar,
namun tidak nyeri. Pada pemeriksaan ditemukan adanya massa tunggal, berbatas
tegas, konsistensi lunak, mobile, dengan ukuran ± 3x3x3 cm pada regio
submandibula kiri.
Tumor kelenjar saliva berkontribusi sebanyak 3-4% kasus keganasan kepala
leher, dimana 8-22% terjadi pada kelenjar submandibula. Sekitar 50-57% tumor
yang terjadi pada kelenjar submandibula adalah jinak dan sebagian besar
merupakan adenoma pleomorfik. Adenoma pleomorfik submandibula merupakan
kasus yang jarang terjadi.20
Pada penelitian yang dilakukan oleh Becerril-Ramirez dkk ditemukan pada
total 22 kasus neoplasma kelenjar submandibula, 19 kasus (86%) adalah jinak dan
3 kasus (14%) adalah ganas. Penyebab tersering neoplasma jinak adalah adenoma
pleomorfik yang terjadi pada 18 kasus dari 19 kasus. Umur rata-rata terjadinya
adenoma pleomorfik adalah 39.8 tahun dengan rasio perempuan : laki-laki adalah
3,5:1. 21
Munir dan Bradley mereview adenoma pleomorfik yang mempengaruhi
kelenjar submandibula dalam periode waktu 16 tahun dari 1988 sampai 2004.
Terdapat 32 kasus adenoma pleomorfik kelenjar submandibula yang diobati dalam
rentang waktu tersebut dimana pada 22 dari 32 kasus (69%) adalah perempuan dan
dengan rata-rata umur adalah 54 tahun. Seluruh pasien datang dengan massa yang
tampak pada fossa submandibula dimana pada 84% kasus asimtomatik dan pada
16% dengan keluhan nyeri.22
Adeyemo dkk mereview tumor kelenjar submandibula dalam jangka waktu
17 tahun dari tahun 1990 - 2006. Dari 36 pasien dengan tumor submandibula
didapatkan 17 kasus adalah jinak dan 19 kasus adalah ganas. Adenoma pleomorfik
(36,1%) merupakan penyebab tersering, diikuti oleh karsinoma adenoid kistik
(11,1%), karsinoma anaplastik (11,1%) dan limfoma

18
maligna (11,1%). Keluhan tersering adalah pembengkakan progresif tanpa disertai
nyeri (80,6%) dan pada kasus dengan massa nyeri (11,1%) dan ulkus (8,3%)
ditemukan sebagai keganasan.23
Pada pemeriksaan FNAB pada pasien didapatkan hasil gambaran morfologi
mengesankan adenoma pleomorfik. Pemeriksaan CT scan kepala leher irisan axial
coronal dengan kontras dengan kesan massa solid lobulated berbatas tegas terukur
3,37 x 3,34 cm di regio colli kiri dan nodul multiple di regio colli kiri dan
submandibula kiri suspek pembesaran KGB dd/ limfoma.
Pemeriksaan FNAB memberikan bukti diagnosis pre-operasi dengan
akurasi 70-80% dan juga membantu untuk membedakan antara tumor dan inflamasi
atau pembesaran kelenjar getah bening. Diagnosis pasti selalu ditegakkan
berdasarkan histopatologi temuan saat pembedahan.24 Penelitian pada 25
neoplasma submandibular oleh Ethunandan dkk, pemeriksaan FNAB secara akurat
mengidentifikasi tumor jinak pada 78% kasus, namun tidak untuk kasus ganas. 25
Pemeriksaan FNAB sebelum operasi dapat bermanfaat dari segi medikolegal
meskipun adanya kontroversi mengenai pentingnya FNAB pada kelenjar saliva.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah tindakan pembedahan berupa
reseksi tumor submandibula sinistra dengan anestesi umum. Berdasarkan literatur,
pendekatan bedah yang direkomendasikan adalah dengan insisi submandibula yang
akan memberikan akses yang lebih mudah. Eksisi tumor submandibula juga harus
disertai dengan pembuangan kelenjar submandibula in toto. Penghilangan jaringan
kelenjar yang tidak komplit akan menimbulkan rekurensi.26
Hasil pemeriksaan histopatologi berupa massa tumor diliputi jaringan ikat
fibrous, terdiri dari ploriferasi sel-sel epitel dan mioepitel membentuk struktur
pulau-pulau solid diantara stroma jaringan fibromyxoid. Sel-sel tersebut dengan
morfologi eosinofilik, inti bulat, kromatin halus. Pada 1 fokus tampak pula
gambaran cholesterol cleft. Tidak tampak mitosis atipikal, atipia inti dan area
nekrosis. Gambaran tersebut sesuai dengan adenoma pleomorfik.
Hal ini sesuai dengan literatur dimana disebutkan bahwa adenoma
pleomorfik secara histopatologi terdiri dari campuran unsur epitel, mesenkim

19
yang diduga berasal dari mioepitel dan stroma, dengan pola yang bervariasi. Selnya
dapat sedikit sampai banyak. Stroma ini pada tumor yang sama dapat berbentuk
miksoid, kondroid, fibroid atau osteoid, sehingga pantas diberi nama tumor
campuran (mixed tumor).1,6,27

21. KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus adenoma pleomorfik submandibula sinistra
pada pasien laki-laki berusia 30 tahun. Kasus ini merupakan kasus yang jarang
terjadi. Korelasi gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi, dan
histopatologi merupakan prasyarat keberhasilan penatalaksanaan pasien.
Diagnosis ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan histopatologi. Penatalaksanaan
yang direkomendasikan adalah pembedahan dengan reseksi total kelenjar
submandibula.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Eisele DW, Johns ME. Salivary Glan Neoplasms. In : Bailey BJ, Calhoun KH,
editors. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 3rd ed vol 2. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2001. p. 1279-97
2. Inan S, Aydin E, Babakurban ST, Akcay EY. Reccurent pleomorphic adenoma of
the submandibular gland. Turk Arch Otorhinolaryngol 2016;54:43-6.
3. Wagner AL, Haag J. Parotid, Pleomorphic Adenoma. Available from:
http://www.emedicine.com. Accessed September 25, 2009.
4. Holsinger FC dan Bui DT. Anatomy, function and evaluation of the salivary
gland. In Salivary Gland Disorders. Springer Berlin Heidelberg;2007. h. 1-16.
5. Oh SY, Eisele DW. Salivary Gland Neoplasm Dalam: Bailey, Byron J, Jonas T:
Head and neck Surgery-Otolaryngolgy. 4th Edition. 2006. Lippincot Williams &
Wilkin. Hlm 1515-1533
6. Carrol WR, Morgan E. Diseases of the Salivary Glands Dalam: Ballenger’s
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Sixteenth Edition. 2003. BC Decker
Inc. Hamilton, Ontario
7. Subhashraj K. Salivary gland tumors: A single institution experience in India. Br
J Oral Maxillofac Surg. 2008;46:635–8. [PubMed: 18620785]
8. Oh YS, Eisele DW. Salivary gland neoplasms. In: Johnson DT, Pou AM,editors.
Head and neck surgery-Otolaryngology.4th ed. Philadelphia: Lippincot Williams
& Wilkins;2006.p.1516-17.
9. Thiagarajan B. Pleomorfic adenoma hard palate a case report and literature
review-ENT scholar. 2013;1-4.
10. Sharma N, Singh V, Malhotra D. pleomorphic adenoma of the hard palate-a case
report. Int J Dent Case Reports. 2010; 2(1): 18-20.
11. Byakodi S, Charanthimath S, Hiremath S, Kashalikar JJ. Pleomorphic adenoma
of palate: a case report. Int J Dent Case Reports. 2011;1(1):36-40
12. http://www.ghorayeb.com/SubmandibularPleomorphicAdenoma.html
13. Ord RA, Pazoki AE. Salivary gland disease and tumors. In: Miloro M, editor.
Peterson’s Principles of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. London: BC
Decker:2004:h. 671-3.
14. Dhillon M, Agnihotri PG, Raju SM, Lakhanpal M. pleomorphic adenoma of the
palate, Clinicoradiological case report, India, JP Journals-10011-1149, h.1-3.
15. Singh RB, Baliarsingh, Satpathy AK, Naik CB, Nayak A, Lohar TP. Pleomorphic
adenoma of both hard and soft palate, a case report, annals and essences of
dentistry vol IV Issue 3, April-Jun 2012, h. 30-34.

21
16. Moonis G. Et al. Imaging Characteristic of Recurrent Pleomorphic Adenoma of
the Parotid Gland. Am J Neuroradiol 2007; 105: 1532-36.
17. Rai, S, Sodhi SPS, Sandhu SV. Pleomorfic adenoma of submandibular gland: an
uncommon occurrence. Natl J Maxillofac Surg. 2011 Jan-Jun; 2(1):66-8.
18. Bailey JB, Calhoun KH, Coffey AR, Neely JG. Atlas of Head & Neck Surgery-
otolaryngolgy. Lippincott-Raven. Philadelphia. 1996. Hlm 2-14
19. Hamada T et al. Mucin Expression in pleomorphic adenoma of salivary gland: a
potential role for MUC1 as marker to predict recurrence. J of Clin Pathology
2004;57: 813-21.
20. Spiro RH. Salivary neoplasms: Overview of a 35-year experience with 2,807
patients. Head Neck Surg. 1986;8:177–84. [PubMed: 3744850]
21. Becerril-Ramírez PB, Bravo-Escobar GA, Prado-Calleros HM, Castillo-Ventura
BB, Pombo-Nava A. Histology of submandibular gland tumours, 10 years’
experience. Acta Otorrinolaringol Esp. 2011;62:432– 5. [PubMed: 21757179]
22. Munir N, Bradley PJ. Pleomorphic adenoma of the submandibular gland: An
evolving change in practice following review of a personal case series. Eur Arch
Otorhinolaryngol. 2007;264:1447–52. [PubMed: 17611765]
23. Adeyemo WL, Ajayi OF, Anunobi CC, Ogunlewe MO, Ladeinde AL, Omitola
OG, et al. Tumours of the submandibular salivary gland: A clinicopathologic
review of cases over a 17-year period. West Indian Med J. 2009;58:388–91.
[PubMed: 20099784]
24. Eveson JW, Cawson RA. Salivary gland tumours. A review of 2410 cases with
particular reference to histological types, site, age and sex distribution. J Pathol.
1985;146:51–8. [PubMed: 4009321]
25. Ethunandan M, Davies B, Pratt CA, Puxeddu R, Brennan PA. Primary epithelial
submandibular salivary gland tumours – review of management in a district
general hospital setting. Oral Oncol 2009; 45: 173-6.
26. LiVolsi VA, Perzin KH. Malignant mixed tumors arising in salivary glands. I.
Carcinomas arising in benign mixed tumors: A clinicopathological study. Cancer.
1977;39:2209–30. [PubMed: 192443]
27. Helmus Ch,MD. Subtotal Partotidectomy: A 10- Year Review (1985 to 1994).
The Laryngoscope 1997: 107: 1024-8.

22
23

Anda mungkin juga menyukai