Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Gigi


Enamel, dentin dan sementum adalah bagian dari gigi yang sebagian besar
terdiri dari jaringan keras. Enamel mengandung zat anorganik dalam jumlah yang
besar sehingga merupakan bagian yang terkeras. Namun, karena letaknya paling luar,
maka kerusakan enamel sangat dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam rongga mulut.
Faktor yang berpengaruh pada kerusakan enamel salah satunya adalah keasaman
makanan dan minuman yang akan menyebabkan keausan enamel yang disebut erosi
gigi.7

2.1.1 Enamel
Dilihat dari struktur utama enamel, prisma merupakan struktur komponen
terluas dengan lebar 4-6 mikron, prisma ini memanjang dari arah perbatasan enamel
dan dentin ke permukaan enamel serta saling mengikat satu sama lain. Pada potongan
melintang nampak seperti keyhole yang terdiri atas kepala dan ekor, arah prismata
ke permukaan tidak lurus melainkan bergelombang untuk mempertinggi
ketahanannya terhadap gaya yang datang. Di bagian kepala prisma terdapat selubung
prisma (prisma sheath) dengan tebal 0,5 mikron yang di dalamnya terdapat kristal
hidroksiapatit. Sumbu kristal sejajar dengan arah prismata di dasar prismata dan
nampak memanjang di ujung prismata. Cross striations terdapat diantara kristal,
bagian luar dari cross striations terdapat striae of retzius yang arahnya dari
perbatasan enamel dan dentin ke permukaan bersudut tajam.11
Enamel terdiri dari 96% bahan anorganik sisanya bahan organik dan air,
sebagian besar bahan anorganik terdiri dari ion kalsium fosfat dan hidroksiapatit
[Ca10(PO4)6(OH)2]. Secara rinci, Williams dan Elliot (1979) menyusun komposisi
mineral enamel normal dari persentase terbesar yaitu Ca, P, CO2, Na, Mg, Cl dan K
dan elemen dengan jumlah yang kecil yaitu F, Fe, Zn, Sr, Cu, Mn, Ag. Ion fluor
sangat esensial pada pembentukan dan perkembangan enamel karena dapat
menggantikan gugus hidroksil sehingga membentuk fluor apatit [Ca10(PO4)6(F)2].7,12
Enamel merupakan jaringan yang tidak mempunyai kemampuan untuk
mengantikan bagian-bagian yang rusak, oleh karena itu setelah gigi erupsi enamel
akan terlepas dari jaringan-jaringan lainnya yang ada dalam gusi.11 Akan tetapi ada
beberapa hal yang dapat memperkuat enamel yaitu terjadinya perubahan susunan
kimia sehingga enamel akan lebih kuat menghadapi rangsangan-rangsangan yang
diterimanya seperti pemberian fluor, saliva yang jenuh akan kalsium dan fosfat
sehingga dapat mengurangi kelarutan permukaan enamel.13 Namun pada pH di bawah
5.5, mineral akan terlepas dari permukaan enamel.14

2.1.2 Dentin
Dentin merupakan salah satu jaringan keras gigi yang terletak di bawah
lapisan enamel yang menyusun sebagian besar gigi. Struktur dentin hampir sama
dengan tulang namun dentin dibentuk oleh odontoblas dimana pembentukan dentin
dikenal dengan dentinogenesis. Dentin terdiri dari 70% kristal hidroksiapatit
(anorganik), 18% zat organik yang tersusun dari kolagen, substansi dasar
mukopolisakarida, dan 12% air. Tipe modifikasi dari dentin dikenal dengan dentin
sekunder dan dentin tertier. Dentin yang termineralisasi bersama dengan pulpa
membentuk suatu hubungan yang disebut dengan kompleks dentin-pulpa yang
bertanggung jawab dalam memelihara vitalitas gigi.7
Secara mikroskopis, dentin terdiri dari berbagai struktur diantaranya tubulus
dentin, peritubulus dentin, intertubulus dentin, predentin, dan prosesus odontoblas.
Masing-masing struktur memiliki kegunaan seperti tubulus dentin memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap permeabilitas dentin terhadap jaringan.15
Secara histologis dentin terdiri atas :
1. Tubulus Dentin
Tubulus dentin merupakan kanal-kanal yang memanjang dari daerah pulpa
sampai ke batas dentin-enamel. Tubulus dentin berbentuk seperti garis-garis yang
tersusun mengikuti arah mahkota dan garis-garis ini menyerupai huruf S. Tubulus
yang terletak dekat dengan puncak akar dan tepi insisal bentuknya lebih lurus.7
Perbandingan antara dentin yang berada pada permukaan luar dengan dentin yang
berada pada permukaan dalam adalah 5:1 sehingga tubulus-tubulus memiliki jarak
yang lebih jauh antara satu dengan yang lain pada daerah garis permukaan luar,
sementara pada daerah permukaan dalam jarak antar tubulus lebih dekat. Tubulus-
tubulus dentin pada daerah yang berdekatan dengan pulpa memiliki diameter yang
lebih besar (3-4 m) dan lebih kecil pada permukaan luar (1 m). Tubulus dentin
memiliki cabang lateral di seluruh dentin dimana tubulus ini diisi oleh kanalikuli atau
mikrotubulus. Beberapa tubulus dentin memanjang sampai beberapa millimeter pada
batas dentin-enamel yang disebut dengan enamel spindle.7
Gambar 1. Tubulus dentin normal.7

2. Peritubulus Dentin
Dentin yang mengelilingi tubulus dentin disebut dengan peritubulus dentin
yang termineralisasi 40% lebih banyak daripada intertubulus dentin dan dua kali lebih
tebal pada permukaan luar dentin daripada permukaan dalam dentin.7

3. Intertubulus Dentin
Secara keseluruhan dentin tersusun atas intertubulus dentin yang terletak
antara terletak antara tubulus atau lebih spesifik lagi terletak diantara daerah
peritubulus.7
Gambar 2. A. Peritubulus dentin; B. Intertubulus dentin7

4. Predentin
Predentin terletak berdekatan dengan jaringan pulpa dengan lebar sekitar 2-
6m, dan lebar ini tergantung pada aktivitas odontoblas. Predentin merupakan
pembentukan awal dari dentin dan predentin tidaklah termineralisasi.10 Serat kolagen
bertanggung jawab dalam proses mineralisasi antara dentin dan predentin, dimana
predentin menjadi dentin dan terbentuk sebuah lapisan baru dari predentin.7

Gambar 3. Predentin7

5. Prosesus Odontoblas
Prosessus odontoblas merupakan perpanjangan sitoplasma dari odontoblas.
Odontoblas terletak disekitar pulpa yaitu diantara batas pulpa dengan predentin dan
prosessusnya memanjang sampai tubulus dentin. Prosessus odontoblas memiliki
diameter terbesar pada daerah disekitar pulpa (3-4m) dan meruncing kira-kira 1m
memasuki dentin. Badan sel dari odontoblas memiliki diameter kira-kira 7m dan
panjangnya 40 m.7

Gambar 4. A. Peritubulus dentin; B. Intertubular


dentin; C. Prosessus odontoblas; D.
Predentin7
2.1.2.1 Dentin Primer
Dentin primer merupakan dentin yang pertama kali terbentuk seiring dengan
berjalannya pertumbuhan gigi. Dentin ini terbentuk dari mulai pembentukan gigi
sampai gigi tersebut erupsi sempurna dan merupakan bagian terbesar dari gigi.
Matriks dentin primer terbentuk dengan cepat pada saat perkembangan gigi. Lapisan
terluar dari dentin primer terletak tepat dibawah enamel, secara histologis dentin
primer memiliki tubulus dentin yang lebih banyak daripada dentin sekunder.15

2.1.2.2 Dentin Sekunder


Dentin sekunder merupakan dentin yang terbentuk secara terus menerus
seumur hidup, mulai dari gigi erupsi sempurna sampai berfungsi secara fungsional.
Setelah pembentukan dentin primer selesai, odontoblas memasuki fase istirahat
barulah dentin sekunder diproduksi dan membentuk deposit dentin yang fisiologis.16
Dentin sekunder yang terbentuk lebih lambat daripada pembentukan dentin primer
dan deposit dentin yang semakin bertambah secara tidak langsung dapat memperkecil
kamar pulpa. Pembentukan deposit dentin sekunder tidak merata pada setiap tepi
kamar pulpa terutama pada gigi molar. Deposit dentin yang paling banyak terbentuk
adalah pada bagaian atap pulpa dan lantai pulpa sehingga penurunan ukuran dan
bentuk kamar pulpa menjadi tidak simetris.17 Stimulus yang ringan seperti
pengunyahan fisiologis dapat menyebabkan iritasi kronis (atrisi) dan menyebabkan
deposit dentin sekunder terbentuk oleh aktifitas odontoblas sehingga pulpa
mengalami kalsifikasi pada daerah yang searah dengan iritasi kronis yang terjadi.
Selain itu pembentukan dentin sekunder dimulai pada sisi pulpa yang berkontak
dengan gigi antagonis pada saat pengunyahan.15
Dentin sekunder regular dibentuk secara teratur dan secara fisiologis
didepositkan mengelilingi tepi pulpa selama pulpa masih vital, sehingga kamar pulpa
secara progresif akan menyempit sesuai dengan bertambahnya usia, hal ini terjadi
selama lingkungan di sekitar struktur dan jaringan gigi tetap stabil dan konstan tanpa
ada trauma ataupun rangsangan dari luar.16
Bila ada trauma dari luar yang cukup signifikan maka akan terbentuk dentin
sekunder iregular pada tepi pulpa pada tubulus yang berhubungan dengan iritan yang
diterima dari luar. Sepanjang hidup dentin akan dipengaruhi oleh perubahan
lingkungan, termasuk keausan normal, karies, prosedur operatif dan restorasi, serta
trauma. Perubahan ini menyebabkan timbulnya respon protektif melalui terbentuknya
dentin sekunder iregular. Pembentukan dentin sekunder iregular merupakan suatu
mekanisme penutupan alamiah tubulus dentin yang terpotong atau terkena penyakit di
permukaan pulpa.18 Mekanisme pembentukan ini terjadi dengan cara serabut-serabut
kolagen yang mendukung tubulus-tubulus dentin mengalami kalsifikasi, dan aktifnya
odontoblas yang tersebar di dekat pulpa. Kemudian odontoblas mensintesis dan
mensekresi matriks anorganik menciptakan lingkungan yang memungkinkan
terjadinya mineralisasi matriks tersebut, sehingga menghasilkan dentin sekunder yang
permeabilitasnya kurang lebih sama dengan dentin primer. Hal ini memungkinkan
gigi mempertahankan diri terhadap efek atrisi, karies gigi, dan bentuk lain dari
trauma. Bukti menunjukkan bahwa dentin sekunder irregular melindungi pulpa
dengan mengurangi masuknya iritan.15

Gambar 5. A. Dentin primer; B. Dentin sekunder;


C. Dentin reparative15

2.1.2.3 Dentin Tertier


Dentin tertier adalah reparasi atau pemulihan setelah terjadinya injuri pada
banyak tisu pada suatu jaringan. Apabila lesi mengenai dentin, respon pulpa akan
mendeposit lapisan dentin tertier pada tubulus dentin primer atau sekunder yang
berhubungan dengan lesi tersebut. Pembentukan dentin tertier tergantung pada
odontoblas yang terlibat dalam proses injuri.8
Dentin tertier secara morfologi berbeda dengan dentin primer terhadap variasi
dalam mekanisme molekular pembentukannya. Menurut Olgart dan Bergenholtz
(2003), apabila dibandingkan dentin tertier dengan dentin primer, dentin tertier
kurang sensitif terhadap termal, osmotik, dan stimuli evaporatif. Tubulus dentin
tertier lebih irregular dengan lumina yang lebih besar. Dalam beberapa kasus, tidak
ada pembentukan tubulus dentin. Derajat irregularitas dentin tertier tergantung pada
beberapa faktor seperti terjadinya inflamasi yang parah, sampai terjadinya injuri
selular, dan kadar differensiasi odontoblas pengganti. 8
Dentin tertier kurang permiebal terhadap ransangan external dibandingkan
dengan dentin primer. Sepanjang pembatasan antara dentin primer dan tertier, dinding
tubulus dentin lebih tebal dan tubulusnya berisi material yang menyerupai dentin
peritubular. Zona pembatasan kurang permeabel dari dentin pada umumnya dan
berfungsi sebagai penghalang masukannya bakteri dan produknya. Penelitian Kim S,
Trowbridge H dan Suda H (2002) menyatakan bahwa akumulasi sel dendritic pulpa
berkurang setelah pembentukan dentin tertier yang mengindikasikan berkurangnya
kemasukan antigen bakterial.8 Terdapat 2 tipe dentin tertier yang terdiri atas :

1. Dentin Reaksioner
Dentin reaksioner adalah pembentukan dentin tertier oleh odontoblas primer
setelah terjadi injuri pada gigi. Dentin ini sering dijumpai pada injuri yang
intensitasnya rendah, contohnya karies pada enamel dan lesi dentin yang berkembang
secara perlahan-lahan.8
Lesi karies yang berkembang perlahan dikategorikan sebagai peningkatan
mineralisasi awal pada dentin yang terlibat. Hiper mineralisasi ini terjadi apabila
proses karies berlangsung di enamel sebelum mengenai dentin. Sebelum karies
mengenai dentin, beberapa garam mineral yang terlarut didalam tubulus akan
berkumpul dan membentuk zona hiper mineralisasi transparan didalam dentin dan
dibawah dentin yang mengalami demineralisasi pada bagian karies.8
Secara histologi terdapat perubahan kecil pada regio odontoblas-predentin
sesuai dengan karies yang sedang berkembang, tetapi terdapat juga pembentukan
dentin reaksioner yang bertambah. Kebanyakan odontoblas aktif walaupun agak
pendek dari sebelumnya, panjang odontoblas berkurang sehingga membentuk dentin
reaktioner tidak sesuai dengan bertambahnya produksi matriks. Bertambahnya
produksi matriks akan menyebabkan bertambahnya organel intrasellular dan
membentuk sel formatif yang lebih besar. Sel subodontoblastic dan odontoblast-like-
cell generasi baru membantu dalam pembentukan matriks, jika odontoblas aktif
dalam membentuk dentin, maka tubulus dentin berhubungan dengan dentin primer ke
dentin sekunder dan dentin tertier, maka jalan masuk ke pulpa masih terbuka. Regio
subodontoblastic dari morfologinya tidak terganggu dari tetapi sel bebas di zona tetap
tidak ada karena ada perubahan dari area fisiologis tersebut. Komponen yang lain
sering ditemukan seperti fibroblast, sel yang tidak terdifferensiasi dan sel dendrit.8
Dentin reaksioner yang terbentuk karena lesi karies superfisial mungkin masih
menyerupai dentin primer dari segi tubulus dan derajat mineralisasinya. Secara
umum, tubulus dentin reaksioner masih bersambungan dengan dentin sekunder,
sehingga ketebalan lapisan yang baru terbentuk berdasarkan intensitas dan waktu
stimulus. Dentin reaksioner mengandungi matriks organik yang sama dengan konten
mineral yang menyerupai dentin primer dan sekunder.8

2. Dentin Reparatif
Dentin reparatif merupakan lapisan dentin yang terbentuk pada batas antara
dentin dan pulpa. Pembentukan lapisan ini hanya terjadi pada area di bawah stimulus,
struktur dentin ini bervariasi mulai dari yang regular (seperti dentin primer dan
sekunder) hingga variasi irreguleritas dapat terbentuk jaringan yang abnormal dengan
sedikit tubulus, banyak daerah interglobular, dan terdapat odontoblas.7

Gambar 6. A. Dentin reparatif; B. Dentin sklerotik8

2.a Fungsi Dentin Reparatif


Pembentukan dentin reparatif adalah suatu mekanisme pertahanan yang utama
secara alamiah dentin ini menutup luka atau penyakit pada tubulus dentin di
permukaan pulpa, sehingga menghilangkan efek dari atrisi, karies, dan bentuk lain
dari trauma. Dentin primer (dentin dalam perkembangan) terbentuk selama
perkembangan gigi. Sementara dentin sekunder fisiologis (dentin regular) adalah
dentin yang didepositkan disekeliling pulpa selama masih aktif dari gigi vital,
sehingga kamar pulpa akan mengecil sesuai dengan perkembangan usia. Dentin
tertier (dalam reparatif) terbentuk pada ujung pulpa dari tubulus yang berhubungan
dengan iritan seperti atrisi dan karies gigi.8 Dinding tubulus sepanjang pertautan
dentin primer dan tubulus di dalam dentin tertier mengecil dan sering tertutup.
Dengan demikian, zona pertautan ini akan membatasi difusi iritan ke dalam pulpa.19
Namun dentin tertier yang kualitasnya rendah tidak bisa memberikan proteksi seperti
itu, ketika pulpa terinflamasi akibat adanya iritasi, dentin tertier yang terbentuk sering
mengandung tempat-tempat kosong (void) tempat terperangkapnya jaringan lunak
sehingga tampilan dentin terlihat seperti keju swiss. Jika dentin dipotong dengan
kecepatan tinggi tetapi disertai semprotan air sebagai pendingin maka pembentukan
dentin tertier akan menurun karena diminimalkannya trauma terhadap pulpa.19
2.b Patogenesis Terjadinya Dentin Reparatif
Dentin reparatif terjadi pada permukaan pulpa dentin primer atau sekunder
dan akan terlokal di area iritasi, dentin ini membentuk secara proposional dengan
jumlah dentin primer yang hancur. Tingkatnya berbanding terbalik dengan tingkat
serangan karies, yaitu semakin banyak dentin yang dibentuk terhadap lesi karies yang
perkembangannya lambat.8 Tubuli dalam dentin reparatif tidak beraturan atau sering
tidak ada, sehingga membuatnya lebih tidak permeabel terhadap stimuli eksternal.
Sel-sel yang membentuk dentin reparatif dianggap bukan odontoblas primer tetapi
berasal dari sel yang lebih dalam di pulpa seperti fibroblast dalam zona yang kaya sel,
sel endothelial atau pericyte vaskulatur darah yang dibedakan terhadap stimulasi oleh
faktor- perkembangan jaringan.20 Dentin reparatif, terutama di zona perbatasan
antara dentin primer dengan sekunder mempunyai permeabilitas rendah dan dapat
menghalangi ingress irritan terhadap pulpa.21
Jika odontoblas aktif yang membentuk dentin sekunder terlibat dalam
pembentukan dentin tertier, jadi dentin tertier yang dibentuk dinamakan dentin
reaksionar. Secara umumnya pada dentin reaksionar, laju pembentukan dentinnya
bertambah, tetap tubulus dentinnya masih bersambungan dengan dentin sekunder.8
Apabila stimulus masih berterusan dapat menyebabkan hancurnya sel odontoblas
yang asli. Kemudian, odontoblast like cell yang berdiferensiasi akan membentuk
dentin tertier yang kurang tubulusnya, lebih irregular dan tubulusnya tidak lagi
bersambungan dengan tubulus dentin sekunder. Sel yang baru terbentuk itu, pada
awalnya bentuk kuboidal, tanpa adanya proses dari odontoblas yang penting dalam
pembentukan tubulus dentin. Terbentuknya sel tersebut adalah karena perlepasan host
dari growth factor yang terikat pada kolagen selama pembentukan dentin sekunder.
Kehilangan lapisan kontinuous odontoblas menyebabkan terpaparnya predentin yang
tidak termineralisasi yang mengandungi kedua-dua bentuk larut dan tidak larut
transforming growth factor (TGF)-beta, insulin-like growth factor (IGF)-I and II,
bone morphogenetic proteins (BMPs), vascular endothelium growth factor (VEGF),
dan growth factor lainnya yang menarik dan menyebabkan proliferasi dan
diferensiasi mesenchymal stem cells untuk pembentukan dentin reparatif dan
pembuluh darah baru.8,20

Gambar 7. Odontoblast-like-cell8
Sebagai respon dari berbagai macam stimulus eksternal seperti karies gigi,
atrisi, trauma, maka dentin akan terbentuk.15 Ketika injuri yang terjadi adalah injuri
yang cukup parah sehingga menyebabkan kematian sel odontoblas maka sel yang
menyerupai sel odontoblas akan membentuk dentin tertier hanya pada daerah yang
dekat dengan injuri untuk melindungi jaringan pulpa.7 Tidak seperti dentin fisiologis,
mikrostruktur dari dentin reparatif sangat bervariasi dan biasanya tidak beraturan.
Bentuk tubular-tubular dari dentin reparatif berubah-ubah dan sangat tidak teratur
mulai dari tubular yang terputus-putus sampai pada dentin reparatif yang tidak
memiliki tubular sehingga permeabilitas dari dentin reparatif menurun dan difusi dari
agen yang berbahaya dari tubulus dapat dicegah. Secara histologi dentin tertier
merupakan dentin yang paling sedikit memiliki tubulus. Terdapat 4 tipe tubulus
dentin berdasarkan distribusi tubulus dan susunannya yaitu, tipe tubulus sedikit, tipe
irregular, tipe kombinasi dan tipe osteodentin.17

Gambar 8. A. Tubulus dentin normal; B. Dentin reparatif dengan tubulus dentin yang
sedikit; C. Termasuk sel didalam matrix; D. Tubulus yang tersusun secara
irregular; E. Kombinasi dari beberapa tipe tubulus; Dari B ke E semuanya
tipe-tipe tubulus dentin pada dentin reparatif17

2.1.3 Pulpa Gigi


Pulpa gigi merupakan jaringan ikat yang unik karena dikelilingi oleh jaringan
keras. Pulpa gigi berasal dari sel-sel ektomesenkim papila dentis. Dalam
pembentukannya, sel-sel ektomesenkim tersebut baru dapat dikatakan sebagai
jaringan pulpa gigi setelah dentin terbentuk. Fungsi utama pulpa gigi adalah fungsi
formatif, yaitu berperan dalam membentuk odontoblas yang akan membentuk
dentin.16 Fungsi lainnya adalah :
1. Induktif, menginduksi pembentukkan email dengan mengembangkan sel
odontoblas yang dapat membentuk dentin.
2. Nutritif, menyediakan nutrisi yang diperlukan bagi pembentukkan dentin.
3. Defensif, membentuk pertahanan dari invasi bakteri atau benda asing yang
masuk melalui tubuli dentin.
4. Sensatif, memberikan rasa atau sensasi sebagai respons terhadap berbagai
rangsangan.
Fungsi pulpa gigi tergantung pada jenis sel yang berperan didalamnya. Sel-sel
yang menyusun jaringan pulpa gigi yaitu:
Odontoblas
Odontoblas merupakan sel yang paling penting dari keseluruhan jaringan
pulpa gigi, odontoblas juga merupakan sel yang paling tinggi tingkat diferensiasinya.
Odontoblas berfungsi untuk menghasilkan komponen organik matriks pre-dentin dan
dentin, seperti kolagen (khususnya tipe I) dan proteoglikan. Odontoblas merupakan
sel akhir dan tidak dapat mengalami mitosis lagi.21
Fibroblas
Fibroblas merupakan sel yang paling banyak ditemui pada jaringan pulpa gigi,
fungsi utama dari sel ini adalah mensintesis kolagen tipe I dan III, fungsi lainnya
adalah mensintesis dan mensekresi komponen non-kolagen matriks ekstraselular.
Aktivitas mitosis fibroblas cukup lambat pada orang dewasa, namun akan bermitosis
dengan cepat bila terjadi kerusakan jaringan.21
Sel Mesenkim yang tidak terdiferensiasi
Sel ini dapat berdiferensiasi menjadi fibroblas ataupun odontoblas tergantung
dari rangsangan yang diterima. Sel ini merupakan cadangan dari adanya kekurangan
sel-sel seperti fibroblas atau odontoblas yang ada. Pada manusia lanjut usia, jumlah
sel ini sedikit sehingga kemampuan sel pulpa untuk regenerasi pun berkurang.7
Immunocompetent
Sel yang termasuk di kategori ini merupakan sel pertahanan yang masuk
melalui aliran darah. Sel ini berfungsi saat adanya invasi bakteri atau benda asing
yang masuk. Sel imun yang banyak dijumpai pada pulpa gigi adalah limfosit,
makrofag, dan dendritik.21
Sel-sel immunocompetent dapat merespon berbagai situasi klinis yang dapat
menyebabkan kehilangan integritas jaringan keras gigi. Salah satunya adalah respon
peradangan. Radang pada pulpa gigi (pulpitis) terjadi apabila terdapat invasi bakteri
ataupun produk-produknya, pulpitis juga dapat terjadi apabila terdapat iritasi kimia,
fisik, thermis, serta stimulasi elektrik. Anatomi pulpa gigi yang dikelilingi oleh
jaringan keras mengakibatkan tampilan klinis peradangan yang terjadi pada pulpa
gigi berbeda dengan di lokasi lainnya. Gejala klinis peradangan seperti panas,
bengkak, dan kemerahan tidak dapat dilihat pada pulpitis, hanya rasa nyeri saja yang
menjadi gejala klinis pada keadaan pulpitis.19

2.2 Gigi Molar Pertama Bawah Permanen


Gigi molar pertama bawah permanen merupakan gigi yang paling sering
direstorasi, dan mendapat perawatan saluran akar. Gigi ini merupakan gigi permanen
yang pertama erupsi di rongga mulut, yaitu pada usia 6-7 tahun.22
Crown dari gigi ini memiliki lima cusp fungsional; tiga cusp di bagian bukal
(mesiobukal, distobukal, dan distal) dan dua cusp di bagian lingual (mesiolingual dan
distolingual) (gambar 9). Cusp mesiobukal merupakan cusp yang memiliki ukuran
paling besar dan lebar pada gigi ini.23
Secara umum, gigi molar pertama permanen memiliki dua akar (gambar 9),
satu di bagian mesial dan satu di distal. Akar mesial pada gigi ini memiliki ukuran
yang lebih lebar dan melengkung ke arah mesial dari garis servikal hingga sepertiga
akar, kemudian melengkung ke arah distal hingga apeks gigi. Gigi molar pertama
permanen bawah juga memiliki variasi jumlah akar yang beranekaragam, dimana
dapat dijumpai jumlah akar lebih dari dua, seperti : akar distal yang bercabang
menjadi dua, ataupun adanya akar tambahan di bagian distolingual yang disebut radix
entomolaris.23
Gigi molar pertama permanen bawah umumnya memiliki tiga saluran akar;
dua saluran akar di akar mesial dan satu saluran akar besar berbentuk oval di bagian
distal. Pada akar mesial terdapat saluran akar mesiobukal dan mesiolingual, akan
tetapi terkadang dapat terjadi variasi dimana ditemukan saluran akar tambahan
diantaranya yang disebut saluran akar mesial tengah dengan insidensi hingga 15%.24

Gambar 9. Anatomi Gigi Molar Pertama Bawah Permanen.24


2.3 Atrisi Gigi
Secara umum, atrisi gigi dapat dibagi dalam dua kategori yaitu atrisi fisiologis
dan atrisi patologis.12 Atrisi fisiologis adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan
mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan normal. Atrisi patologis adalah
hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam
pengunyahan yang abnormal.13 Pengunyahan yang abnormal ini dapat berupa
kebiasaan parafungsi seperti bruxism dan clenching, serta kebiasaan mengunyah sirih
atau pinang.25,26 Atrisi gigi terjadi akibat dari hasil interaksi yang kompleks antara
gigi, struktur pendukungnya, serta fungsi komponen pengunyahan.14
Efek dari atrisi gigi tidak terbatas hanya pada pengurangan dimensi gigi,
tetapi juga mengakibatkan perubahan pada skeletal, morfologi lengkung gigi, dan
hubungan antara rahang atas dan bawah dengan struktur pendukungnya.27 Tingkat
dan perluasan atrisi gigi ditentukan oleh faktor biologis seperti morfologis gigi dan
lengkung gigi, kekuatan dan arah gerakan pengunyahan, dan kekerasan enamel dan
dentin. Hal ini juga dipengaruhi oleh bahan abrasif yang dimasukkan ke dalam
makanan.28 Atrisi tidak hanya disebabkan karena terpaparnya gigi oleh beban
pengunyahan dalam jangka waktu yang lama, tetapi juga berkorelasi dengan
kebersihan gigi, disgnati, bruxism, dan kebiasaan diet.29 Menurut penelitian
sebelumnya, atrisi terjadi lebih banyak di gigi posterior mandibular daripada gigi
posterior maksila dan terjadi lebih banyak pada bagian bukal gigi molar dibandingkan
dengan bagian lingual gigi molar.29 ,30

2.3.1 Efek Atrisi Terhadap Pembentukan Dentin Tertier


Dalam proses mastikasi abnormal terjadi peningkatan frekuensi dan tekanan
pengunyahan. Meningkatnya frekuensi pengunyahan, menyebabkan meningkatnya
jumlah gesekan mekanis yang diterima oleh gigi. Semakin banyak gesekan mekanis
yang diterima oleh gigi, maka semakin banyak terjadi pengikisan pada permukaan
gigi. Hal ini menyebabkan meningkatnya derajat atrisi gigi.31 Tekanan pengunyahan
yang besar akan menyebabkan gigi menerima gesekan mekanis yang besar dari gigi
antagonisnya. Semakin besar gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka
semakin mudah terjadi pengikisan pada permukaan gigi. Semakin mudah terjadi
pengikisan pada permukaan gigi, maka semakin cepat terjadi atrisi gigi yang parah.6,7
Atrisi gigi yang parah dapat menyebabkan terpaparnya lapisan dentin.14 Dentin yang
terpapar, saat menerima ransangan panas, dingin, sentuhan, uap, atau kimiawi, akan
menyebabkan cairan tubulus dentin bergerak menuju reseptor syaraf perifer pada
pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul
persepsi rasa sakit atau ngilu.15 Apabila kebiasaan menyirih terus berlanjut tanpa
adanya perawatan, pengikisan dengan segera akan mencapai lapisan pulpa dan
menyebabkan nekrosis pulpa dan pembentukan dentin tertier.32
Dentin tertier terjadi pada permukaan pulpa dentin primer atau sekunder dan
akan terlokal di area iritasi. Dentin ini terbentuk secara proposional dengan jumlah
dentin primer yang hancur. Tingkat terbentuknya dentin tertier berbanding terbalik
dengan tingkat serangan karies, yaitu pembentukan dentin tertier besar terhadap lesi
karies yang perkembangannya lambat. Tubuli dalam dentin reparatif tidak beraturan
atau sering tidak ditemukan, sehingga membuatnya lebih tidak permeabel terhadap
stimuli eksternal. Sel-sel yang membentuk dentin reparatif dianggap bukan
odontonblas primer tetapi berasal dari sel yang lebih dalam di pulpa seperti fibroblas
dalam zona yang kaya sel, sel endothelial atau pericyte vaskulatur darah yang
dibedakan terhadap stimulasi oleh faktor- perkembangan jaringan.8 Dentin reparatif,
terutama di zona perbatasan antara dentin primer dengan sekunder mempunyai
permeabilitas rendah dan dapat menghalangi ingress irritan terhadap pulpa.16

2.4 Kebiasaan Menyirih


Menyirih adalah suatu proses mengunyah campuran bahan yang umumnya
terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang. Kebiasaan menyirih merupakan
praktek kuno yang umum di banyak negara Asia dan masyarakat migrasi di Afrika,
Eropah, dan Amerika Utara, yang melengkapi penerimaan sosial dibanyak
masyarakat dan juga populer di kalangan wanita. Kebiasaan mengunyah sirih telah
dikenal dan dilaporkan di berbagai negara seperti Pakistan, Sri Lanka, Bangladesh,
Thailand, Kamboja, Malaysia, Indonesia, China, Papua New Guinea, beberapa Pulau
Pasifik, dan populasi migran di tempat-tempat seperti Afrika Selatan dan Timur,
Inggris, Amerika Utara, dan Australia.1
Menyirih juga merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh berbagai suku di
Indonesia, kebiasaan ini merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun yang
mulanya berkaitan erat dengan adat kebiasaan masyarakat setempat. Adat kebiasaan
ini biasanya dilakukan pada saat upacara adat atau pada acara yang sifatnya ritual
keagamaan.2 Kebiasaan menyirih juga dijumpai pada masyarakat suku Karo,
khususnya pada perempuan suku Karo di Pancur Batu Medan. Kebiasaan ini terus
berlangsung sampai saat ini, baik yang dilakukan sehari-hari maupun pada saat
upacara adat.2-3
Komposisi menyirih bervariasi dari satu daerah ke daerah lainnya dan dari
satu suku ke suku yang lainnya, pada suku karo di Pancur Batu Medan, komposisi
menyirih terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang. Pada suku Jawa,
komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang, dan kapulaga,
yang dapat ditambahi dengan cengkeh atau kayu manis. Di Nusa Tenggara Timur,
komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, pinang, dan kapur sedangkan suku Dayak
di Kalimantan, komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, gambir, kapur sirih, dan
buah pinang, yang sering ditambah dengan kapulaga, cengkeh, kunyit, dan daun jeruk
dan di Papua, khususnya masyarakat di wilayah pesisir pantai, komposisi menyirih
terdiri atas pinang, buah sirih, dan kapur.2,3
Menyirih memiliki efek positif dan negatif terhadap kesehatan umum maupun
rongga mulut. Efek positif kebiasaan menyirih dan terhadap kesehatan umum
diantaranya dapat menetralkan asam lambung, mengobati sakit perut, sakit kepala,
dan demam, relaksasi, meningkatkan konsentrasi, mengembalikan mood bekerja,
meningkatkan kapasitas kerja, kewaspadaan, dan stamina, menekan rasa lapar,
mengurangi gejala schizophrenia, mencegah morning sickness pada ibu hamil, dan
mencegah osteoporosis. Efek positif kebiasaan menyirih terhadap kesehatan rongga
mulut adalah dapat menyegarkan nafas dan menghambat pertumbuhan bakteri
penyebab karies gigi. Efek negatif kebiasaan menyirih terhadap kesehatan umum
diantaranya terkait dengan penyakit kardiovaskular, karsinoma hepatoselular, sirosis
hati, hiperlipidemia, hiperkalsemia, penyakit ginjal kronis, hipertensi, obesitas,
diabetes mellitus, sindrom metabolik, induksi hormone ekstrapiramidal, sindrom
milk-alkali, induksi displasia serviks uterus, kanker kerongkongan dan hati, berat
lahir bayi rendah pada ibu penyirih/penyuntil, dan predisposisi kolonisasi
Helicobacter pylori dalam saluran pencernaan.4 Efek negatif kebiasaan menyirih dan
menyuntil terhadap rongga mulut dapat dibagi dua, yaitu terhadap mukosa mulut dan
terhadap gigi. Terhadap mukosa mulut menyirih dan menyuntil dapat menyebabkan
lesi oral leukoplakia, fibrosis submukosa, karsinoma sel skuamosa, lesi lichenoid,15
perubahan warna pada mukosa mulut, penyakit periodontal, dan kanker mulut.4,5
Terhadap gigi menyirih dapat menyebabkan atrisi gigi, hipersensitivitas dentin,
nekrosis pulpa, dan terbentuknya stein dan kalkulus pada gigi.6

2.4.1 Efek Menyirih Terhadap Atrisi Gigi


Dalam proses menyirih terjadi peningkatan frekuensi dan tekanan
pengunyahan. Meningkatnya frekuensi pengunyahan menyebabkan meningkatnya
jumlah gesekan mekanis yang diterima oleh gigi. Semakin banyak gesekan mekanis
yang diterima oleh gigi, maka semakin banyak terjadi pengikisan pada permukaan
gigi, hal ini menyebabkan meningkatnya derajat atrisi gigi.31 Terjadinya atrisi gigi
akibat kebiasaan menyirih terutama dipengaruhi oleh komposisi menyirih yang
bersifat kasar dan keras. Dalam campuran sirih bahan yang bersifat kasar adalah
kapur. Kapur memiliki sifat kasar karena pada umumnya kapur dari kulit kerang atau
batu kapur yang dihaluskan. Kekasaran kapur menyebabkan semakin mudahnya
terjadi pengikisan pada permukaan gigi dalam proses menyirih.33
Dalam campuran sirih juga terdapat bahan pinang yang memiliki sifat keras.
Ketika dikunyah, bahan pinang yang keras akan menstimuli otot-otot pengunyahan,
sehingga memberikan tekanan pengunyahan yang besar. Tekanan pengunyahan yang
besar akan menyebabkan gigi menerima gesekan mekanis yang besar dari gigi
antagonisnya atau bahan pinang, semakin besar gesekan mekanis yang diterima oleh
gigi, maka semakin mudah terjadi pengikisan pada permukaan gigi, maka semakin
cepat terjadi atrisi gigi yang parah.6,7 Tekanan pengunyahan yang besar dapat
menyebabkan arthrosis pada sendi temporomandibular.32 Apabila kapur dan pinang
digunakan dengan frekuensi yang tinggi, gigi dengan segera akan mengalami atrisi
gigi yang parah. Atrisi gigi yang parah dapat menyebabkan terpaparnya lapisan
dentin.14 Dentin yang terpapar, saat memerima ransangan panas, dingin, sentuhan,
uap, atau kimiawi, akan menyebabkan cairan tubulus dentin bergerak menuju reseptor
syaraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak
dan akhirnya timbul persepsi rasa sakit atau ngilu.15 Dentin terdiri atas 70% materi
anorganik dan 30% materi organik.17 Hal ini menyebabkan atrisi gigi yang terjadi
pada lapisan dentin lebih cepat daripada lapisan enamel. Apabila kebiasaan menyirih
terus berlanjut tanpa adanya perawatan, pengikisan dengan segera akan mencapai
lapisan pulpa dan menyebabkan nekrosis pulpa dan pembentukan dentin tertier.32
Derajat atrisi sebagai akibat dari kebiasaan menyirih bergantung pada
beberapa faktor, yaitu lama menyirih, frekuensi menyirih, komposisi menyirih, dan
umur penyirih.4 Stain ekstrinsik pada gigi yaitu perubahan warna gigi menjadi hitam
atau coklat karena deposit dari mengunyah sirih sering dijumpai pada penyirih,
terutama pada penyirih dengan profilaksis kebersihan mulut yang kurang dan
perawatan gigi yang tidak teratur.33 Berdasarkan penelitian Parmer (2008),
pengunyah sirih memiliki prevalensi atrisi dan sensitivitas gigi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak mengunyah sirih. Hal ini disebabkan beban dan
frekuensi pengunyahan yang berlebihan dan terpapar dengan berbagai komponen dari
campuran sirih.28 Keith (1988) menyatakan bahwa trauma kronis yang berulang
karena kebiasaan mengatup-katupkan dan mengasah gigi dapat merangsang
perubahan bentuk sendi atau dapat memulai proses degeneratif. Mengunyah pinang
yang dilakukan besamaan dengan kegiatan menyirih telah diketahui secara luas dapat
menyebabkan atrisi gigi, pewarnaan dan pembentukan faset pada gigi, dan prevalensi
periodontitis yang lebih tinggi.9
Atrisi gigi, baik pada interproksimal maupun oklusal, dapat dianggap sebagai
akibat dari serangkaian interaksi antara gigi, struktur pendukungnya, dan komponen
pengunyahan. Hal ini dihasilkan oleh kontak gigi dengan gigi antara gigi yang
berantagonis. Efek dari atrisi gigi tidak terbatas hanya pada pengurangan dimensi
gigi, tetapi juga pada perubahan skeletal, morfologi lengkung gigi, dan hubungan
antara rahang atas dan bawah dengan struktur pendukungnya.33
Tingkat dan perluasan keausan gigi ditentukan oleh faktor biologis seperti
morfologi gigi dan lengkung gigi, kekuatan dan arah gerakan pengunyahan, dan
kekerasan enamel dan dentin. Hal ini juga dipengaruhi oleh bahan abrasif yang
dimasukkan ke dalam makanan, bruxism atau pengasahan gigi dan aksi non-
pengunyahan.33
2.5 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang digunakan untuk
melihat detail permukaan sel (atau struktur jasad renik lainnya), dan obyek diamati
secara tiga dimensi. Sejak dikembangkan tahun 1950-an, SEM telah berkembang
pemakaiannya pada bidang studi ilmu kedokteran. SEM telah memungkinkan peneliti
untuk memeriksa berbagai spesimen menjadi jauh lebih jelas.34
Pengembangan mikroskop elektron mulai pada tahun 1920-an. Dengan
pimpinan ilmuwan asal Jerman Ernst Ruska dan Max Knoll, Transmission Electron
Microscopy (TEM) dikembangkan pada tahun 1930-an oleh Ruska. Karena hasil
penemuan tersebut yang mengejutkan dunia, Ernst Ruska mendapat penghargaan
Nobel Fisika pada tahun 1986. Tidak jauh dari lahirnya TEM, SEM dikembangkan
pertama kali tahun 1938 oleh Manfred von Ardenne.34 Cara terbentuknya gambar
pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada mikroskop optik dan TEM. Pada
SEM gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau
elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel
tersebut diberi sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi
selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam
gradasi gelap-terang pada layar monitor cathode ray tube (CRT). Di layar CRT inilah
gambar struktur obyek yang sudah diperbesar supaya bisa dilihat.33

2.5.1 Gambaran Struktur Dentin Tertier dengan Menggunakan SEM


Apabila diamati spesimen gigi yang atrisi parah dibawah SEM dapat dilihat
pembentukan reparatif dentin dan dapat dibandingkan perbedaan mikrostruktur
tubulus dentin normal dengan tubulus dentin tertier.35 Pada tubulus dentin normal
tidak ada pembentukan kristal, tubulusnya teratur dan marginnya tidak kasar.36
Dimana pada tubulus dentin reparatif terdapat pembentukan kristal disepanjang
tubulus dentin, kemudian dinding tubulus dentin tertier agak kasar dibandingkan
dengan dinding tubulus dentin normal. Dimana dapat dilihat dengan jelas margin
dinding tubulus dentin reparatif bentuknya irregular dibandingkan dengan yang
normal, pada tubulus dentin reparatif diameter tubulusnya tidak teratur dan kurang
daripada yang normal.37 Diameter tubulus dentin tertier berbeda-beda dan
kebanyakan tubulus ditutupi oleh kristal karena terjadinya kalsifikasi globular. Dalam
pembesaran yang lebih besar dapat dilihat pembentukan kalsifikasi globular disekitar
tubulus dentin dalam ukuran dan bentuk yang berbeda-beda dan tidak teratur.38

Gambar 10. RD. Dentin reparatif; CD. Dentin circumpulpal38


Gambar 11. Pada pembesaran 2200x dapat dilihat variasi
diameter tubulus dentin. D. tubulus yang
terinfeksi UA. Tubulus yang normal38

Gambar 12. Pada pembesaran 5500x dapat dilihat pembentukan


kristal dan juga margin dinding tubulas dentin yang
irregular38

2.6 Landasan Teori


Kebiasaan menyirih merupakan praktek kuno yang umum pada negara Asia
dan masyarakat migrasi di Afrika, Eropa, dan Amerika Utara, yang menjadi
kebiasaan pada masyarakat dan juga populer di kalangan perempuan.1 Pada suku
Karo di Pancur Batu Medan dijumpai kebiasaan menyirih, khususnya pada
perempuan dan komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan
pinang.2,3
Menyirih memiliki efek negatif terhadap kesehatan gigi dan mulut. Salah satu
efek negatif menyirih terhadap gigi adalah atrisi dimana menyirih menyebabkan
kehilangan lapisan permukaan insisal dan oklusal gigi.6 Derajat atrisi sebagai akibat
dari kebiasaan menyirih bergantung pada beberapa faktor, yaitu lama menyirih,
frekuensi menyirih, komposisi menyirih, dan umur penyirih. Meningkatnya frekuensi
pengunyahan menyebabkan meningkatnya jumlah gesekan mekanis yang diterima
oleh gigi. Semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka semakin
banyak terjadi pengikisan pada permukaan gigi. Hal ini menyebabkan meningkatnya
derajat atrisi gigi.27
Secara umum, atrisi gigi dapat dibagi dalam dua kategori yaitu atrisi fisiologis
dan atrisi patologis.12 Atrisi fisiologis adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan
mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan normal. Atrisi patologis adalah
hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam
pengunyahan yang abnormal.13 Pengunyahan yang abnormal ini dapat berupa
kebiasaan parafungsi seperti bruxism dan clenching, serta kebiasaan mengunyah sirih
atau pinang.21,22 Atrisi gigi yang parah dapat menyebabkan terpaparnya lapisan
dentin.14 Dentin yang terpapar, saat memerima ransangan panas, dingin, sentuhan,
uap, atau kimiawi, akan menyebabkan cairan tubulus dentin bergerak menuju reseptor
syaraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak
dan akhirnya timbul persepsi rasa sakit atau ngilu.15 Apabila kebiasaan menyirih terus
berlanjut tanpa adanya perawatan, pengikisan dengan segera akan mencapai lapisan
pulpa dan menyebabkan nekrosis pulpa dan pembentukan dentin tertier.28
Dentin tertier adalah dentin yang terbentuk pada jaringan pulpa, biasanya
berlokasi pada bagian tepi dari pulpa dan sejajar dengan arah stimulus, khususnya
karena pengunyahan pada penyirih. Dentin tertier terbagi dua yaitu dentin reaksioner
dan dentin reparatif. Dentin reaksioner digunakan untuk menjelaskan pembentukan
dentin tertier oleh odontoblas primer yang masih ada setelah terjadi injuri pada gigi.
Dentin ini sering ditemui pada injuri yang intensitasnya rendah, contohnya karies
pada enamel dan lesi dentin yang berkembang secara perlahan-lahan. Dentin reparatif
merupakan pembentukan dentin tersier setelah kematian odontoblas primer akibat
injuri. Dentin reparatif terbentuk setelah terjadinya injuri yang intensitasnya besar dan
mewakili urutan yang lebih kompleks dalam aktivitas biologis, melibatkan kehadiran
sel progenitor dan diferensiasi serta regulasi yang meningkat dalam proses sekresi sel.
Pembentukan dentin reparatif adalah oleh odontoblast-like-cell dan dapat dijumpai
pada lesi dentinal tubulus.8

2.7. Kerangka Teori

Menyirih Atrisi mengenai dentin


menyebabkan pembentukan
dentin tertier
Proses mastikasi, frekuensi
dan tekanan pengunyahan
meningkat. Stimulus yang ringan dan masih
ada odontoblas primer

Gesekan antara gigi


menyebabkan kehausan gigi Dentin Reaksioner

Atrisi Stimulus yang berat dan tidak ada


odontoblas aktif

Enamel
Transforming Growth Factor (TGF-
), akan menginduksi proliferasi
Dentin dan diferensiasi mesenchymal stem
cells untuk pembentukan dentin
tertier dan pembuluh darah baru

Dentin Reparatif

SEM (Scanning Electron


2.8. Kerangka Konsep

Menyirih

Proses mastikasi, frekuensi


dan tekanan pengunyahan
meningkat.

Gesekan antara gigi


menyebabkan kehausan gigi

Atrisi

Enamel

Dentin

Dentin Tertier

2/3 dari akar gigi ditanam Spesimen dimasukkan ke


pada resin akrilik dalam larutan formalin 10%

Garis horizontal dibuat dari (Scanning Electron

Anda mungkin juga menyukai