Anda di halaman 1dari 55

ILMU KEDOKTERAN GIGI DASAR

SKENARIO 4
IKGD 7

Aldriyety Merdiarsy
Anindita Prima Dewi P.
Azmi Salma
Cynthia Pratiwi
Destri Shofura Gusliana
Gery Gilbert
Jocelin Tania
Larissa Permata
Shany Raudha Wardina
Risa Febriani
Saint Fabia Chantic

1506690321
1506739375
1506668864
1506739476
1506669021
1506737994
1506726145
1506669091
1506669085
1506669135
1506732021

FAKULTASKEDOKTERANGIGI
UNIVERSITASINDONESIA
2016
I.

Karakteristik Umum Gigi-geligi Anterior Permanen

1. Enamel
Enamel memliki sifat:

Keras

Transparan; berwarna kuning terangn hingga keabu-abuan, tergantung


ketebalanya

Daya tarik: 100 kg/m2

Daya tahan 2100-3500 kg/m2

Ketebalan bervariasi, hingga ketebalan maksimal 2,5 mm pada daerah


permukaan, dan sangan tipis pada bagian cervical

Tidak memiliki suplai saraf

Sekali terbentuk, tidak dapat terbentuk kembali

Bertindak seperti membrane permiable

Terdiri dari 96% mineral (kristal hidroksiapatit) Ca10(PO4)6(OH)2, 4%


material organik + air

Struktur enamel terdiri dari 2: rod sheath dan enamel rod

Rod adalah unit prism enamel, tersusun dari kristal hidroksiapatit,


sedangkan rod sheath mengoutline rod dan mengandung serat organic.

Dari gambar di atas terlihat bahwa perbedaan antara rod dan interod adalah
pada arahnya. Rod dan interod memiliki struktur yang relatif sama.

2. Dentin

Sifat Fisik Dentin:

Keras

Kekuatan tarik : 250 kg/cm2

Kekuatan tekanan bervariasi tergantung tubuli

Warna putih kekuningan

Menyusun sebagian besar struktur gigi.

Pada radiograf tampak lebih radiolucent dari enamel, namun lebih radioopaque dari
pulpa.

Lebih lunak dari enamel, namun lebih keras dari pulpa.

Sifat Kimiawi Dentin:

Secara umum: 70% zat anorganik (Kristal Hidroksiapatit), 20% zat organic (serat
kolagen dan sedikit protein lain), 10% air.

Berat terdiri dari: 70% mineral, 20% matriks organik, dan 10% air.

Volume terdiri dari: 50% mineral, 30% matriks organik, dan 20% air

Matriks organik terdiri atas kalsium karbonat (CaCO3), fluoride (F), magnesium
(Mg), seng (Zn), kolagen, elastin, glikoprotein, osteokalsin, dan vitamin K.

Histologi Dentin
Dentin dilapisi email pada mahkota gigi dan cementum pada akarnya serta
menutupi pulpa yaitu jaringan gigi yang terdalam. Dentin merupakan sebagian besar dari
jaringan gigi dan melindungi pulpa. Dentin yang terexpose (tanpa dilapisi email dan
cementum) memperlihatkan variasi warna kuning-putih. Dentin dewasa terdiri atas
beberapa komponen, seperti tubulus dentin beserta isinya. Seperti email, dentin bersifat
avascular. Di dalam tubulus dentin terdapat ruang dengan beragam ukuran yang berisi
dentinal fluid, odontoblastic process, dan kemungkinan akson aferen.
1. Tubulus dentin adalah pipa-pipa panjang pada dentin yang memanjang dari DEJ
pada mahkota gigi atau dentinocemental junction (DCJ) pada daerah akar hingga
dinding luar pulpa.
2. Dentinal fluid di dalam tubulus dentin adalah cairan pada jaringan (ekstraselueler)
yang mengelilingi membran sel dari odontoblas.

3. Odontoblastic process adalah ekstensi seluler di dalam tubulus dentin masih


melekat pada badan sel odontoblas yang ada pada pulpa. Pada suatu bagian gigi,
odontoblastic process di dalam tubulus dentin terkadang tidak terlihat pada tepi
dentin dekat DEJ atau DCJ.
4. Akson aferen berkaitan dengan bagian dari odontoblastic process pada beberapa
tubulus

dentin. Akson-akson

bermielin

ini

tidak

memanjang

melebihi

odontoblastic process sehingga tidak dapat ditemukan pada sepanjang DEJ atau

DCJ. Badan sel saraf terdapat pada pulpa bersama dengan sel odontoblas akson
ini hanya berperan dalam menerima rangsang rasa sakit.
Arah tubulus dentin memperlihatkan pathway odontoblas ketika aposisi. Ada dua
macam lengkungan yang dihasilkan oleh arah tubulus ini:
1. Primary curvature: keseluruhan lengkungan
tubulus yang berbentuk huruf S.
2. Secondary

curvature:

lengkungan-

lengkungan kecil yang ada pada primary


curvature.

Hal

ini

memperlihatkan

perubahan sangat kecil pada arah odontoblas


saat aposisi.

TIPE DENTIN
Dentin berbeda antara dentin di satu bagian dengan dentin pada bagian
yang lain. Tipe-tipe dentin dapat dilihat dari hubungannya dengan tubulus
dentin.
1. Peritubular dentin: dentin yang merupakan dinding tubulus dentin dan sangat
termineralisasi.

2. Intertubular

dentin:

di

antara

tubulus dan sangat termineralisasi


namun tidak lebih dari peritubular
dentin.
3. Mantle dentin: dentin pertama yang
terbentuk dan mengalami maturasi
dalam gigi. Memiliki lebih banyak
peritubular

dentin

dibandingkan

dengan dentin yang lain di mana


serat kolagennya tegak lurus dengan
DEJ.
4. Circumpulpal dentin: lapisan dentin pada dinding luar pulpa. Seluruhnya
terbentuk dan mengalami maturasi setelah mantle dentin, biasanya serabut

kolagennya

paralel

dengan

DEJ

(berbeda

dengan

mantle

dentin).

Circumpulpal dentin menyusun bagian terbesar gigi.


Dentin juga dapat dibedakan berdasarkan waktu pembentukannya dalam gigi:
1. Dentin primer: sebelum penyempurnaan foramen apical akar gigi yang
merupakan bukaan dari kanal pulpa akar gigi. pola tubulus teratur.
2. Dentin sekunder: setelah penyempurnaan foramen apical dan terus
membentuk selama kelangsungan hidup gigi. Terbentuk lebih lambat
dibandingkan dengan dentin primer dan tidak lebih termineralisasi.
perbatasan dentin primer dengan sekunder terlihat gelap karena perubahan
mendadak arah/jalan odontoblas. pola tubulus teratur.

3. Dentin tersier (reparatif/reaktif):


terbentuk secara cepat pada daerah
lokal (dekat) sebagai respon dari
infeksi dan lain sebagainya (karies,
atrisi, resesi, dll.) yang terjadi pada
daerah setempatnya dan berupaya
menutup daerah tersebut. Dentin
tersier terbentuk di bawah tubulus
dentin yang terexpose sepanjang
dinding pulpa terluar. pola
tubulus tidak teratur

FITUR MIKROSKOPIS DENTIN


1. The Imbrication lines of von Ebner: garis-garis bertahap yang terlihat seperti
noda coklat dan dapat disamakan dengan growth rings (incremental lines of
Retzius pada email). Garis-garis ini tegak lurus dengan tubulus dentin.
2. The countour lines of Owen: garis bertahap paralel yang terlihat pada dentin
yang ternodai. Garis-garis kontur ini memperlihatkan gangguan pada
metabolisme tubuh yang mempengaruhi odontoblas dengan mengubah upaya

pembentukannya. Biasanya terdapat pada daerah lateral akar beberapa gigi.


3. Pulpa

Pulpa gigi adalah jaringan lunak atau jaringan ikat longgar yang terletak di tengahtengah gigi.

Jaringan ini adalah jaringan pembentuk, penyokong, dan merupakan bagian integral
dari dentin yang mengelilinginya.

Umumnya, garis luar jaringan pulpa mengikuti garis luar bentuk gigi.

Pulpa berasal dari jaringan mesenkim dan mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai
pembentuk, sebagai penahan, mengandung zat- zat makanan, mengandung sel-sel
saraf/sensorik serta pembuluh darah.

Total volume pulpa pada gigi permanen sekitar 0,38 cc, sedangkan volume rata-rata
pulpa pada gigi manusia yaitu sekitar 0,02 cc.

Umumnya, pulpa pada gigi molar sekitar empat kali lebih besar dari gigi insisivum

Ada dua bentuk jaringan pulpa yaitu coronal pulp (jaringan pulpa yang terdapat
dibagian mahkota) dan radicular pulp (jaringan pulpa yang mengarah pada akar gigi).
Karena pulpa merupakan jaringan ikat, maka komponennya:

Substansi interseluler

Cairan jaringan (ekstrasel)

Sel

Sistem limfatik

Pembuluh darah

Saraf

Serabut

1.
2.

FITUR MIKROSKOPIS PULPA

1. Fibroblas merupakan kelompok sel terbanyak dalam pulpa dan odontoblas kedua
terbanyak (hanya badan selnya dan hanya dapat ditemukan sepanjang dinding terluar
pulpa. Pulpa juga mengandung sel-sel mesenkim yang belum berdiferensiasi. Sel-sel
ini dapat berubah menjadi fibroblas dan odontoblas jika di antara keduanya berkurang
ketika terjadi infeksi dan semacamnya. Pulpa juga mengandung sel-sel darah putih
pada jaringannya dan pada pembuluh darah. Sel darah merah terdapat pada
extensive vascular supply.
2. Serabut pada pulpa sebagian besar tersusun atas serabut kolagen dan serabut
retikuler, namun tidak memiliki serabut elastis. Juga terdapat extensive vasculat
supply dan rudimentary lymphatics.
3. Saraf yang berkaitan dengan pulpa ada dua macam:
a. Saraf bermyelin: akson dari neuron aferen yang terdapat pada tubulus dentin, badan
selnya berada di antara lapisan odontoblastik pulpa.
b. Saraf tanpa myelin: berkaitan dengan pembuluh darah.
4. Pulp Stones (denticles): terkadang terlihat pada jaringan pulpa. Merupakan massa dentin
yang terkalsifikasi lengkap dengan tubulus dan process. Pulp stones bisa tidak melekat
pada dinding luar pulpa atau melekat pada pertemuan dentin-pulpa.

5. ZONA MIKROSKOPIS PADA PULPA


1. Odontoblastic layer: lapisan yang terdekat dengan dentin, membentuk lapisan terluar
pulpa, mengandung odontoblas yang dapat membentuk dentin sekunder atau tersier
sepanjang dinding terluar pulpa.
2. Cell-free zone: lapisan kedua pulpa dari dentin, tidak terdapat sel pada daya mikroskopis
rendah. Zona ini memiliki jumlah sel yang lebih sedikit dibandingkan dengan
odontoblastic layer (tidak sepenuhnya cell-free). Pada zona ini juga terdapat plexus saraf
dan kapiler darah.
3. Cell-rich zone: lapisan ketiga pulpa dari dentin, terdapat banyak sel namun tidak
sebanyak pada odontoblastic layer, sistem vaskuler pada lapisan ini juga lebih extensive
dibandingkan dengan cell-free zone.
4. Pulpal core: lapisan terdalam pulpa, berada pada tengah kamar pulpa, terdapat banyak
sel, dan extensive vascular supply (mirip cell-rich zone, tetapi beda tempat).

6.
II.

Bentuk dan Ukuran Gigi-geligi Anterior Permanen Dilihat dari Lima Aspek
A. Rahang Atas
a. Gigi Insisivus 1
7. Ciri Umum:

Posisi: gigi pertama dalam kuadran 1 & 2

Gigi anterior terbesar dengan terlebar secara mediodistal

Permukaan labial kurang cembung (convex) dibandikan dengan gigi


insisivus lateral dan caninus sehingga menimbulkan penampilan
berbentuk persegi atau persegi panjang

Mesial lebih siku dari distal (sudut insisal)

Bentuk akar relatif lurus dan ujung membulat

Fungsi: memotong makanan dalam mastikasi

8.

9. GAMBAR

10. KETERANGAN

A
11.

12.

Ukuran rata-rata mahkota gigi:

L
14. - Panjang (dari garis
tertinggi pada cervical
line sampai titik
terendah pada incisal
ege): 10 to 11 mm
15. - Lebar (Mesiodistal;
jarak antara titik
kontak): 8-9 mm
13.

Ukuran mesiodistal dan


cervicoincisal seimbang

Akar biasanya 2 atau 3 mm


lebih panjang daripada

mahkota (tidak selalu; sangat


bervariasi)

Bentuk crown terlihat


Trapezoidal

Meskipun umumnya
permukaan labial cembung
pada cervical
third,beberapagigi memiliki
bagian middle dan incisal yang
rata.

Outline mesial sedikit lurus


dengan crest of curvature
(merepresentasikan area
kontak) mendekati
mesioincisal angle.

Outline distal lebih membulat


dengan crest of curvature lebih
tinggi mendekati cervical line.

Sudut mesial mendekati sudut


90; sudut distal lebih
melengkung

Terdapat cekung dangkal


memanjang dari incisal edge
sampai 2/3 yang disebut
mesiolabial developmental
depression dan distolabial
developmental depression

Gigi yang baru erupsi memiliki

mamelon di incisal ridge

Seiring bertambah dewasa,


incisal outline umumnya
menjadi lurus

Incisal outline cenderung


melengkung ke arah tengah
sehingga mahkota lebih
panjang di tengah
dibandingkan di sudut mesial
atau distal.

16.

17.

Terdapat 4 tonjolan:
19. 1. Mesial marginal
ridge
20. 2. Distal marginalridge
21. 3. Incisal ridge
22. 4. Cingulum yang
cukup menonjol di
daerah cervical

Kadang terdapat ridge tipis


yang berjalan dari cingulumlingual fossa membentuk pola

18.

W pada lingual fossa

Di antara marginal ridge, di


bawah cingulum terdapat
Lingual fossa, yakni fossa
dangkal berbentuk konkaf di
1/3 tengah dan insisal.

Terkadang terdapat
linguogingival groove yang
memisahkan cingulum dengan
lingual fossa.
23.

24.

25.

Outline labial konveks

Outline lingual konkaf

Pada region incisal konveks

Mahkota berbentuk wedgeshaped atau triangular dengan


alas segitiga pada bagian cervix
dan apex pada bagian incisal

Incisal ridge berada dalam satu


garis lurus dengan tengahtengah akar

26.

Memiliki cervical line sangat


melengkung ke arah incisal
(Garis servikal melengkung ke
insisal 3,5 mm)

Gigi dengan garis cervical


paling melengkung kea rah
incisal

Incisal crown tajam tapi sedikit


membulat

Bentuk akar terlihat seperti


cone dengan ujung membulat

27.

28.

29. Mirip dengan aspek

mesial dengan
perbedaan:

Pada aspek ini, crown terlihat


lebih tebal. Hal ini disebabkan
karena bagian distolingual gigi
lebih tebal (dilihat dari aspek
distal).

Garis servikal tidak terlalu


melengkung ke arah incisal

Distal contact area lebih kecil


30.

31.

32.

Outline: triangular.

Incisal edge lurus dalam arah

I
mesio-distal

Outline labial dan lingual


konveks

33.

Ukuran mesio-distal
permukaan lingual lebih sempit
dari permukaan labial

Ukuran mesio-distal gigi ini


paling besar dibanding
insisivus lainnya

Permukaan labial lebih luas


dan rata dibanding lingual

Mesiolabial & Distolabial line


anglesterlihat menonjol

Cingulum terletak lebih kearah


distal yang menyebabkan distal
marginal ridge lebih pendek
daripada mesial marginal ridge.

34.
35.

36.

37.
b. Gigi Insisivus 2
38.
Umum:

Mahkota insisiv lateral memiliki sudut yang lebih besar dari gigi
permanen yang lain

Insisiv lateral maksila memiliki akar yang lebih kerucut dan relatif
halus dan lurus tetapi lebih mengarah ke distal

Apeks di akar seperti di insisiv central tetapi lebih tajam

39.
40.
41.
42.
43.
44.
As

45. Gambar

46. Keterangan

47.

59.

48.
49.

50.

51.

52.

53.

54.

55.
56.

Ukuran crown lebih kecil dibanding


dengan insisiv central
Cervical line lebih melengkung ke
arah akar daripada central
Mamelon biasanya 2
Sudut mesioinsisal lebih tajam
daripada sudut distoinsisal
Akarnya lebih panjang dari central
insisv
Akarnya meruncing secara merata
ke arah apeks, ujung apikal sering
membengkok ke distal
Mahkota insisif lateral atas jauh
lebih sempit dalam arah mesiodistal
daripada mahkota insisif lateral atas
60.
61.

57.
58.
La
63.

62.
Li

Sudut disto-insisal lebih membulat


dibanding mesio-insisal
Fossa lingual terlihat sepert V
Memiliki fossalingual yang terlihat sangat
dalam
Singulum pada insisif lateral atas lebih
sempit daripada insisif sentral dan berada
hampir di tengah garis sumbu akar
64.

65.
Di

66.
68.

Lebih kecil dan lebih konveks daripada


mesial
Cervical line tidak terlalu melengkung
daripada mesial, lebih dangkal
Developmental groove memenjang dari
crown sampai akar
67.

75.

69.
70.

71.

72.
73.

Outlinenya lebih bulat atau oval


Singulumnya lebih jelas
Terlihat selih cembung ke labial dan
lingual
Ukuran mesiodistal dari mahkota
insisif sentral lebih lebar dari ukuran
labiolingual
76.

74.
Ins
77.
c. Gigi Caninus
78.
Ciri Umum:

Eye teeth

Distal to Incisor and Mesial to the posterior teeth

To pierce or tear food during mastication

The most stable

79.
80.

81. CIRI KHAS

A
82.

Outline crown berbentuk pentagonal

Mahkota dan akar secara mesiodistal lebih sempit dibandingkan

sentral incisor

Mahkota mesialnya lebih tegak, dengan sedikit cembung di area


titik kontak.

Mesial slope pendek dan lurus

Distal slope panjang dan bulat

Outline mesial dan distal menyempit kearah serviks

Crown lebih besar daripada caninus mandibular

Permukaan labial dari mahkota lebih halus

Garis developmentalnya membagi lobus labial menjadi 3 bagian


yaitu distal, central, dan mesial lobe.

Central lobenya lebih besar dan developmentalnya lebih panjang.

Ujung dari central lobe membentuk cusp tip

Akarnya panjang, ramping dan mengerucut


83.

84.
85.
86.

Mahkota dan akar lebih sempit dari labial

Jika dibandingkan dengan garis facial, cervical line aspek lingual


jauh lebih melengkung.

Cingulum yang sangat menonjol dan terlihat dibanding seluruh gigi


anterior. Lingual ridge, marginal ridge jelas sehingga terlihat
menonjol

Sering terdapat lingual pit/lingual groove.

Terdapat fossa lingual mesial dan distal.

Terdapat dua lingual lobe yang akan membentuk lingual ridge

Akar lebih sempit dan kecil dibanding aspek labial

Akar cenderung ke arah aspek lingual dan menjauhi midline

Potongan melintang dari akarnya berbentuk segitiga

87.
88.

Outline labial mahkota lebih cembung dibandingkan dengan


incisivus

Outline lingual mahkota cembung (menggambarkan cingulum)


kemudian cekung pada bagian fossa

Garis servikal lebih dalam melengkung daripada distal

Bentuk akar kerucut dan bentuk apeks runcing


89.

90.
91.
92.

Cervical line lebih datar

DI

Developmental depression akar lebih dalam dibandingkan dari


mesial

93.
94.

Ukuran labiopalatal lebih besar dari mesiodistal

IN

Aspek distal incisal lebih tipis dibanding mesialnya.

95.

96.
97.
B. Rahang Bawah
a. Gigi Insisivus 1
98.

Ciri Umum:

Posisi : gigi pertama dalam kuadran 3&4.

Terlihat simetri bilateral.

Jauh lebih kecil ukurannya dari pada insisiv sentral maksila.

101.
102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
115.
116.
117.
118.
119.
120.

121.
122.
123.
124.
125.
126.
127.
128.
129.
130.
131.
132.
133.
134.
135.
136.
137.
138.
139.
140.
141.
142.
143.
144.
145.
146.

b. Gigi Insisivus 2
147.

Ciri umum :

Ukurannya lebih besar dari insisiv sentral mandibula

Memiliki variasi terbanyak selain M3

Permukaan lingual sangat halus sehingga dikenal dengan gigi yang


sangat jarang terkena karies-> karena sangat halus, batas jadi
sangat tidak jelas.

Memiliki akar tunggal yang lurus, kurus, namun lebih luas


dibandingkan dengan central incisor
148.

149.

151.

Ciri

Aspe
k
150.
152.

Outline mahkota berbentuk trapezoid

LAB

Mirip dengan i1 tetapi tidak simetris bilateral

Sudut mesial lebih tajam sedangkan sudut distal membulat

Sisi distal mahkota diameternya lebih besar 1 mm

Slope mesial lebih panjang dari distal

Akar sedikit bengkok ke arah distal (tidak selalu)

Titik kontak mesial berada di 1/3 incisal sedangkan distal di 1/3 incisal

A
L
153.

tetapi lebih ke servikal

154.

155.
156.

158.

Lingual fossa dangkal

157.

Cingulum kecil dan permukaannya halus, sedikit distal dari tengah

LIN

Mesial marginal ridge lebih panjang dari distal marginal ridge

Batas antar landmark tidak jelas

Permukaan sangat halus

Akar sempit

159.
160.

161.

162.

Outline labial dari crest labial ke edge insisal hampir lurus.

Outline lingual dari titik pertemuan korona dan akar cembung, cekung,
cembung, sehingga korona terlihat langsing pada bagian 1/3 tengah dan

MES

1/3 insisal.

I
A

Edge membundar dan terletak lingual dari poros gigi. Hal ini yang
membedakan I2 bawah dengan gigi anterior atas kecuali hawk bill

insicor.

Garis servikal melengkung ke arah insisal pada 1/3 servikal.

Outline akar pada 1/3 servikal dan tengah servikal ke bawah lurus. Pada
1/3 apikal, outline meruncing ke bawah dengan apeks bundar pada
poros gigi.

163.
164.
165.

167.

Hampir sama dengan mesial, hanya saja garis servikal lebih mendatar

166.
Dista
l

168.
169.
Insis
al

170.

Outline labial berbentuk cembung

Cingulum berada sedikit distal dari tengah

Tampak asimetris

Lebih lebar labiolingual daripada mesiodistal

Tepi insisal tidak tepat bersudut dengan garis pembagi dua mahkota dan
akar labiolingual

Poros akar labiolingual dari gigi insisivus central dan lateral mandibula
tetap hampir sejajar dalam processus alveolar, meskipun insisal ridge
tidak segaris

171.
172.
173.

Perbedaan Gigi Incisivus Kanan dan Kiri

174.

Gigi incisivus kanan memiliki mesioincisal angle yang lebih tajam,

distoincisal angle lebih bundar, dan kurva cementoenamel junction sisi mesial
lebih jelas.

175.

176.

c. Gigi Caninus
177.

Pada saat determinasi gigi kaninus rahang bawah, kia dapat

melihat beberapa hal dari setiap aspek giginya :


-

Aspek labial :
o Permukaan labial pada caninus mandibulae lebih halus dan
cembung
o Lebih tidak terlihatnya labial ridge di caninus mandibulae
daripada pada caninus maksila
o Pada 1/3 insisal, permukaan mahkota tampak cembung, namun
lebih rata mesial daripada labial ridge, dan bahkan lebih rata
distal daripada ridge.
o Mahkota terlihat lebih panjang dan sempit dibanding caninus
maksila.
o Sisi distal mahkota tampak sedikit cekung pada cervical third
dan cembung padabagian tengah.
o Cusp ridge pada caninus mandibula membentuk sudut yang
lebih tumpul
o Mesial cusp ridge tampak hampir horizontal dibandingkan
dengan distal cusp ridgenya yang lebih panjang.
o Area kontak mesial dari caninus mandibula posisinya lebih
insisal dibanding dari caninus maksila, sesuai dengan mesial
cusp ridgenya yang lebih horizontal.

o Akar caninus mandibula bagian apeks tampak lebih tumpul


daripada maksila. Bagian ujung dari akarnya tampak lebih
lurus, bukan membengkok. Akar biasanya lebih pendek
daripada akar maksila
-

Aspek lingual :
o Pada oklusi nomal, lingual ridge dan fossa cenderung tidak
terlalu terlihat
o Cingulum biasanya rendah, tidak terlalu menonjol, dan tidak
terlalu jelas dibandingkan maksila
o Cingulum terletak secara distal dari garis axis pada akar
o Marginal ridge dan lingual ridge tidak terlalu jelas, dan banyak
dari permukaan lingualnya terlihat lebih halus daripada caninus
maksila
o Akar biasanya cembung pada permukaan lingualnya dan lebih
sempit di bagian mesiodistal pada separuh permukaan lingual
daripada permukaan labial

Aspek mesial :
o Bagian incisal mahkota lebih lebih pipih secara labiolingual
sehingga cusp tampak lebih tajam dan cusp ridge tampak lebih
ramping
o Cusp tip mendekati sejajar garis tengah akar

Aspek distal :
o Mirip seperti mesial namun dimensinya terlihat lebih kecil
o Kontak area lebih ke arah servical pada incisal junction

Aspek insisal :
o Dimensi labiolingual dari caninus mandibula biasanya lebih
besar daripada mesiodistal.
o Cusp tip dari caninus mandibula terletak di dekat pusat
labiolingual, atau pusat dari lingual.
o Tinggi kontur cingulum berada di tengah atau sedikit ke distal
dari garis tengah
o Outline mahkota lebih simetris dari maksila, tetapi mahkota
labial sisi mesial lebih cembung sedangkan distal lebih datar

o Lingual ridge dan fossa lebih jelas terlihat dibandingkan


dengan caninus maksila
178.
III.

Penyebab Terjadinya Central Diastema


179.

Diastema adalah suatu ruang yang terdapat diantara dua buah gigi yang

berdekatan. Diastema ini merupakan suatu ketidaksesuaian antara lengkung gigi


dengan lengkung rahang. Bisa terletak di anterior ataupun di posterior, bahkan
bisa mengenai seluruh rahang. Diastema sentral rahang atas, merupakan suatu
maloklusi yang sering muncul dengan ciri khas yaitu berupa celah yang terdapat
diantara insisif sentral rahang atas. Seringkali diastema ini menyebabkan
gangguan estetik bagi sebagian orang, terutama diastema yang terdapat di anterior,
sementera bagi sebagian orang, diastema ini dianggap sebagai suatu ciri khas dari
orang tersebut dan bukan merupakan gangguan bagi penampilan estetiknya.
180.

Banyak faktor sebagai penyebab terjadinya suatu diastema sentral.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan bahwa prevalensi terjadinya


diastema sentral berkisar antara 1,6% - 25,4% pada orang dewasa dan lebih sering
lagi pada anank-anak, mendekati 98% pada usia 6 tahun, 49% pada usia 11 tahun
dan 7% pada usia 11-18 tahun. Lebih sering terdapat pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan. Berdasarkan pada ras lebih banyak pada orang kulit hitam
dibandingkan dengan kulit putih, asia dan hispanik. Karena banyak sekali faktor
penyebab terjadinya diastema sentral, maka disini yang akan diuraikan mengenai
penentuan diagnosa dari faktor penyebabnya.
1. Ukuran gigi insisif lateral kecil.
181.

Abnormalitas dari bentuk dan ukuran gigi merupakan akibat dari

adanya gangguan saat morfodifferensiasi pada periode pertumbuhan. Hampir


5% dari populasi mengalami variasi dalam hal ukuran gigi. Gigi yang paling
sering mengalami variasi bentuk dan ukuran ialah gigi insisif lateral. Diangnosa
bisa secara langsung, karena biasanya ukuran dan bentuk yang lebih kecil dan
runcing peg lateral (seperti terlihat pada gambar), atau bisa juga
dibandingkan dengan ukuran rata-rata dari gigi insisif lateral yang normal pada
tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa gigi insisif lateral tersebut abnormal.
2. Rotasi gigi insisif

182.

Pada beberapa kasus satu atau lebih gigi insisif mengalami rotasi

dengan berbagai derajat, rotasi yang mengakibatkan diastema sentral ialah

rotasi yang mencapai perputaran sampai 90 derajat dari posisi normalnya


terhadap lengkung gigi.
3. Perlekatan frenulum yang abnormal

183.

Frenulum yang normal perlekatannya berada pada gusi cekat di atas

gigi insisif sentral. Diagnosa ditegakkan berdasarkan observasi dan atau dengan
cara pemeriksaan secara langsung yang disebut blanch test, caranya dengan
mengangkat bibir atas kearah depan atas dengan ibu jari dan telunjuk kedua
tangan. Bila normal, jaringan ikat frenulum tidak mengalami peregangan
sehingga
tidak ada
jaringan
yang
pucat,
tetapi
apabila
perlekatan frenulum rendah dan atau tempat insersi lebih lebar dari kondisi
normal, maka jaringan ikat frenulum yang tertarik akan meregang dan pucat.
Hal ini terjadi karena perlekatannya berada pada jaringan lunak diantara gigi
insisif sentral dan bahkan sampai ke palatum.
184.
185.

186.

Diangnosa akhir dari frenulum yang abnormal ditentukan berdasarkan


gambaran radiografi. Bila frenulum perlekatannnya sampai ke palatum,
jaringan ikat frenulum berjalan melintang. Gambaran tulang septum diantara
gigi insisif berbentuk V. Dengan gambaran radiografi, meskipun blanch test
negatif dapat diketahui bahwa tedapat perlekatan frenulum yang abnormal.
4. Gigi supernumerer di median line
187.

Diagnosa pasti dari gigi supernumerer di median line yang disebut juga

mesiodens ditentukan berdasarkan dari gambaran radiografis, foto panoramic

atau oklusal, terkecuali apabila gigi supernumerer tersebut telah erupsi kedalam
rongga mulut. Lebih sering terjadi pada gigi rahang atas dibandingkan dengan
gigi rahang bawah, dan lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
188.
189.
190.
191.
192.
193.
194.
195.
5. Kehilangan gigi insisif lateral secara kongenital
196.

Kehilangan gigi secara kongenital ialah suatu keadaan dimana benih

gigi yang tidak berkembang untuk mengalami dan keluar ke dalam rongga
mulut. Berdasarkan penelitian bahwa 4% dari seluruh populasi mengalami
kehilangan gigi secara kongenital. Gigi insisif lateral rahang atas berada pada
urutan kedua. Diagnosa ditentukan berdasarkan gambaran radiografis.

6. Diastema pada saat pertumbuhan normal


197.

Pada saat insisif sentral permanen rahang atas erupsi biasanya selalu

terdapat ruangan diantaranya. Ruangan ini biasanya berkisar antara 2 mm


(berkisar antara usia 610 tahun) dan akan berkurang pada saat erupsi gigi
insisif lateral pemanen dan menutup dengan sendirinya pada saat erupsi gigi
kaninus permanen. Hal ini terjadi karena posisi dari gigi kaninus permanen
yang belum erupsi sering terletak di superior dan distal dari akar gigi insisif
lateral, yang kemudian menekan akar-akar gigi insisif sentral dan lateral
bergerak ke arah midline, sementara mahkotanya menyebar ke arah distal.
Periode ini merupakan periode yang tidak estetik dan disebut dengan istilah
ugly duckling stage of eruption.
198.
7. Penutupan median line yang tidak sempurna

199.

Terjadinya kegagalan dalam penutupan median line karena adanya

kegagalan pada saat pertumbuhan dan perkembangan, dimana terdapat sisa dari
jaringan efitelial yang membatasi kedua tulang palatum. Berdasarkan
pemeriksaan histologis terdapat jaringan ikat dan jaringan efitelial diantara
tulang palatum. Diagnosa ditentukan berdasarkan gambaran radiografi, dimana
septum tulang diantara gigi insisif sentral rahang atas berbentuk W.
200.

Dari beberapa faktor penyebab terjadinya diastema seperti yang

tercantum di atas faktor yang paling sering adalah perlekatan frenulum yang
abnormal. Sedangkan yang paling jarang terjadi yaitu penutupan median line
yang tidak sempurna.
201.

2Untuk melakukan perawatan terhadap diastema sentral maka

harus diketahui dahulu faktor penyebab utamanya maka bisa dilakukan


perawatan. Oleh karena itu perawatan yang diterangkan disini dimulai dengan
perawatan faktor penyebabnya dan dilanjutkan dengan perawatan diastema
sentralnya.
1. Ukuran gigi insisif lateral kecil.
202.

Diastema yang terjadi sebagai akibat dari gigi insisif lateral yang

abnormal ukurannya peg lateral, penutupan dilakukan dengan menggeserkan


gigi insisif sentral ke median line dengan mempergunakan alat ortodonti cekat
yaitu breket atau alat ortodonti lepasan mempergunakan pegas koil. Bila
ruangan telah tertutup lalu kemudian gigi insisif lateral direkuntruksi dengan
penambahan lebar mesiodistalnya mempergunakan komposit resin atau bisa
juga dengan pembuatan protesa jaket.

203.
204.

Gambar A (Sebelum Perawatan)

205.
206.
207.

Gambar B (Setelah Perawatan)

2. Rotasi dari gigi insisif.


208.

Mengembalikan gigi tersebut ke posisi yang seharusnya sudah dapat

menghilangkan diastema yang terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan alat
ortodonti lepasan dengan memakai pegas terbuka (Z-spring) dan atau dengan
alat cekat. Selain itu dilakukan juga pemutusan jaringan periodontal
supracrestal untuk hasil yang lebih baik supaya tidak terjadi relaps. Dapat juga
dilakukan dengan over rotasi untuk
209.
pencegahan relaps.
3. Perlekatan frenulum yang abnormal.
210.

Perawatan dilakukan dengan menggerakkan gigi insisif sentral ke

median line sampai mencapai kontak yang benar, diharapkan dengan kontaknya
gigi insisif sentral tersebut maka jaringan ikat frenulum akan teresobsi oleh
tekanan dari gigi insisif sentral, tetapi apabila alat ortodonti baik yang lepasan
ataupun yang cekat telah dilepas dan terjadi lagi relaps atau terdapat celah
kembali. Prosedurnya diulang kembali dan lalu kemudian dilakukan frenektomi
untuk memotong jaringan ikat frenulumnya. Jaringan scar (keloid) apabila ada
akan membantu sebagai retensi.
4. Gigi sepernumerer di median line.
211.

Perawatannya ialah dengan cara mencabut gigi supernumerary tersebut

secepat mungkin sejak saat diketahui, sebelum menimbulkan malposisi atau


untuk meminimlisasi bila telah terjadi malposisi dari gigi lainnya. Bila
terdiagnosis secara aradiografi, maka harus dilakukan operasi untuk
mengeluarkan gigi supernumerer tersebut.
5. Kehilangan gigi insisif lateral secara kongenital.

212.

Perawatannya terdapat dua metoda : 1. menggerakkan gigi kaninus ke

mesial menempati ruang yang tersedia untuk gigi insisif lateral. 2. membuka
ruang untuk gigi insisif lateral, yang selanjutnya dilakukan pembuatan protesa
untuk gigi insisif lateral. Kesemuanya itu tergantung dari : usia pasien, bentuk
gigi C, posisi gigi C, keinginan pasien, kedalaman gigitan, keserasian
hubungan gigi C dengan gigi insisif sentral.
6. Diastema pada saat pertumbuhan normal
213.

Bila hal ini terjadi pada saat usia pertumbuhan dan perkembangan

yaitu sekitar usia 8-11 tahun, hanya dilakukan observasi. Karena bila diastema
berkisar antara 2mm atau kurang nanti akan tertutup dengan sendirinya bila
gigi kaninus telah tumbuh. Perawatan penutupan celah disini hanya karena
orang tua pasien yang merasa penampilan anaknya kurang baik.
7. Penutupan median line yang tidak sempurna
214.

Perawatannya hampir sama dengan untuk perawatan frenektomi.

Tetapi disini jaringan ikat dan epitelial yang berada diantara celah dikeluarkan
sampai bersih. Bila tidak dikeluarkan secara bersih maka akan terjadi celah
kembali. apabila semua faktor penyebabnya telah diketahui secara pasti, baru
kemudian dilakukan penutupan diastema sentral dengan menggerakkan gigi
insisif sentral rahang atas ke median line baik mempergunakan alat cekat
berupa breket ataupun dengan mempergunakan alat lepasan berupa pegas koil.
Setelah itu baru dilanjutkan dengan perawatan liannya bila memang diperlukan,
misalnya bedah, konservasi dan atau prostodonti.
215.
IV.

Restorasi Estetik pada Gigi-geligi Anterior Permanen


a. Resin Komposit
216. Resin komposit merupakan salah satu bahan tambal direct esthetic
yang biasa digunakan pada penambalan gigi anterior karena sifatnya yang
sewarna dengan gigi.
A. Komposisi
a. Matriks organik
217. Merupakan komponen kimia aktif dari resin. Paling umum,
monomer yang digunakan adalah Bis-GMA(bisfenol-A dan glicidil

dimetakrilat), namun ada juga yang menggunakan urethane


dimetakrilat (UDMA) daripada Bis-GMA. Monomer Bis-GMA dan
UDMA sangatlah viscous/kental, dimana penambahan sedikit filler
dapat membuatnya menjadi kaku. Untuk itu, biasa ditambahkan low
viscosity monomer/diluent/pengencer yang disebut viscosity
controllers seperti metil metakrilat (MMA), etilen glikol dimetakrilat
(EDMA) dan trietilen glikol dimetakrilat (TEGDMA).
b. Filler anorganik
218. Merupakan komponen inorganik yang mengisi sebagian besar
dari volume berat komposit hingga 80%.Dalam satu produk, filler bisa
bermacam-macam. Biasanya terdiri atas quartz, silikat, barium,

stronsium, atau glass.


219. Fungsi:
Memperkuat komposit (karena matriks sifatnya lunak)
Menetapkan tingkat estetik seperti daya tembus, warna, fluoresensi
Meningkatkan sifat mekanik: hardness, compressive strength, wear

resistence supaya tidak aus.


Mengurangi ekspansi termal

berfungsi sebagai isolator misalnya keramik.


Mengontrol penyusutan (shrinkage) saat polimerisasi.
Menontrol viskositas.
Mengurangi penyerapan air karena resin matriks bersifat menyerap

air.
Membuat sifat radiopaque dengan penambahan heavy metals seperti

dan kontraksi termal, filler

barium dan stronsium.


c. Coupling Agent
220. Agar memiliki sifat mekanis yang baik, filler dan resin harus
diikat dengan kuat satu sama lain. Apabila ikatan putus, stress yang
diterima tidak dapat didistribusikan secara merata ke seluruh material.
Biasanya berupa senyawa silane (SiH4), yang sering digunakan adalah
metakriloksi propil trimetoksi silane dan vinyl trietoksi silane.
221. Fungsi:
222.
o Menguatkan ikatan
223.
o Meningkatkan sifat fisik dan mekanik
224.
o Mencegah masuknya air ke matriks
d. Initiator-Accelerator System
225. Light-cured menggunakan cahaya biru dengan panjang
gelombang puncak 470nm yang diabsorbsi oleh fotoaktivator seperti
champoroquinone. Reaksi

ini dapat dipercepat dengan penambahan

amin organic stabil dalam suhu ruangan selama tidak terpapar cahaya.
Dalam hal ini, initiatornya adalah DMAEMA(dimetilaminoetil
metakrilat) dan akseleratornya adalah amin organik.Self-cured
menggunakan reaksi kimia yang menginisiasi dan mengakselerasi.
Initiator

berupa

benzoyl

peroksida

dan

akselerator

berupa

amin organik.
B. Cara Polimerisasi
a. Self-cured
226. Terpolimerisiasi pada suhu rongga mulut. Biasa disediakan
dalam syringe atau tuba pasta dan dipisah dengan katalis.
Inisiator:benzoyl peroksida Akselerator: amin organic.
b. Light-cured
227. Terpolimerisasi pada paparan cahaya biru. Memiliki berbagai
warna dan disimpan dalam bentuk syringes, compules, atau spills.
Syringe terbuat dari plastik opaque untuk mencegah material terpapar
cahaya.
C. Klasifikasi Resin Komposit berdasarkan Ukuran, Bentuk, dan Distribusi
Filler
a. Macrofills
228. Merupakan komposit awal/tradisional. Filler berupa bentuk
spherical atau irregular yang besar dan berdiamter 20-30m. Hasilnya
komposit sedikit opaque dan tidak tahan terhadap wear.
b. Hybrid dan Microhybrid komposit
229. Hybrid komposit mengandung 2 macam filler yang digabung
menjadi satu:(1)Fine partikel dengan ukuran 2-4 m (2) 5- 15%
microfine partikel 0,04-0,2m. Microhybrid komposit mengandung
fine partikel (0,04-1m) yang dicampur dengan microfine silika. Fine
partikel didapatkan dengan grinding glass. Hybrid dan microhybrid
memiliki resistensi wear dan sifat mekanis yang cocok untuk menahan
stress. Namun ia akan kehilangan polish permukaannya seiring dengan
berjalannya waktu sehingga menjadi kasar dan kusam.
c. Nanokomposit
230. Nanoteknologi merupakan produksi material fungsional pada
range 1 - 100 nm dengan berbagai metode fisika dan kimia. Ada 2
jenis:
Nanofills
231.
Mengandung partikel berukuran nanometer ( 1 100
nm) pada matriks resin. Ada 2 jenis:

232.

Mengandung partikel nanomerik yang monodisperse

nonagregat (menyebar) dan nonagglomerated particles of silica


zirconia. Nanomer disintesis dari sol, menghasilkan partikel
dengan ukuran yang sama.
233.
Nanocluster =dengan melekatkan oksida nanomerik
untuk membentuk cluster dengan ukuran partikel yang dikontrol.

Disintesis dari sol silica dan oksida silica serta zirconia.


Nanohybrid
234.
Mengandung partikel besar (0,45 micron) dengan
ditambahkan partikel berukuran nanometer. Jadi ia adalah
hybrid, bukan

nanofilled

sejati.

Keuntungan

dan

fungsi

nanokomposit.
235.
1. Menciptakan material yang translusen
236.
2. Karena partikel filler kecil, makan dapat berikatan
molekul dengan resin matriks.
D. Reaksi Polimerisasi Resin Komposit
237.
Polimerisasi metakrilat komposit berupa reaksi adisi radikal
bebas. Ada 3 tahap dalam reaksi:
1. Inisiasi
238. Reaksi polimerisasi self-cured diinisiasi pada suhu rongga
mulut oleh inisiator peroksida dan akselerator amin. Sementara
pada lightcured komposit dipicu oleh cahaya biru. Menghasilkan
RADIKAL BEBAS.
2. Propagasi
239. Terjadi penambahan secara cepat, molekul monomer lainnya
pada active center yang berisi radikal bebas sehingga menghasilkan
rantai polimer yang meluas(makin panjang polimer).
3. Terminasi
240. Saat sudah mencapai massa molekul tertentu, radikal bebas
diterminasi dan reaksi berakhir.
E. Sifat Komposit
a. Working dan setting time
241. Working time diambil sebagai waktu ketika panas eksoterm
dari reaksi pencampuran material menyebabkan peningkatan suhu.
Working time biasanya sekitar 90 detik. Setting time diartikan sebagai
waktu untuk mencapai ujung temperatur pada reaksi setting eksoterm.
Setting time tidak lebih dari 5 menit. Untuk light-cured composite,
polimerisasi dimulai ketika komposit terpapar sinar. Pengerasan terjadi
beberapa detik setelah paparan sinar light-curing. Setting reaction

berlanjut selama 24 jam setelah terpapar sinar. Untuk mayoritas


komposit yang dimulai dengan cahaya tampak, cahaya bisa
menyebabkan cure-premature jika komposit tidak dilindungi pada
mixing pad. Selama 60-90 detik setelah paparan sinar, permukaan
komposit akan kehilangan kapabilitas untuk mengalir di gigi. Pasta
yang tersisa bisa dilindungi dengan cover opaque/orange untuk
mencegah pemaparan prematur. Setting time untuk aktivasi kimiawi di
komposit berjalan selama 3-5 menit yang bisa disiasati dengan
mengatur konsentrasi initiator dan akselerator. Setting time pada
material kimiawi yang aktif dimulai setelah pencampuran dua
komponen. Tingkat bahan untuk menyatu membuat peningkatan
kekentalan pada suhu ruangan sehingga material memiliki batas
working time dan harus segera dimasukan dalam kavitas.
b. Stress dan Penyusutan Polimerisasi
242. Semua komposit mengalami penyusutan volume ketika setting.
Penyusutan volume menghasilkan perkembangan kontraksi stress
sebanyak 13 MPa diantara komposit dan struktur gigi. Stres ini bisa
mengakibatkan

celah

kecil

yang

bisa

dilalui

saliva

atau

mikroorganisme, yang akan mengakibatkan karies dan stain. Stres ini


juga bisa membuat fraktur pada enamel. Menambahkan komposit
secara bertahap dapat mengurangi efek polimerisasi penyusutan. Nilai
susut juga tergantung pada metode yang diberikan
c. Sifat termal
243. Sifat termal pada material komposit tergantung pada isi filler
inorganik. Ketika isi filler naik, koefisien lebur termal menurun,
begitupun pada komposit konvensional dengan 78% filler, masih ada
ketidakcocokan nilai jika dibandingkan dengan dentin. Konduktivitas
termal komposit hybrid dari komposit dengan partikel mikron karena
konduktivitas inorganik filler lebih tinggi pada partikel mikron.
244. Koefisien linear muai panas pada komposit berkisar dari 25x10 6 o

/ C 38x10-6/oC untuk komposit dengan partikel kecil dan 55x10-6/oC

68x10-6/oC untuk komposit dengan partikel mikro. Nilai tersebut


lebih besar daripada muai panas dentin / enamel. Stress panas dapat
meningkatkan strain pada ikatan struktur gigi, yang menambahkan
efek dari penyusutan polimerisasi.
d. Penyerapan Air

245.

Penyerapan air pada komposit dengan partikel hybrid lebih

kecil dari komposit dengan partikel mirkon karena volume gesek dari
polimer mirkon lebih kecil, sehingga komposit dengan partikel hibrid
menahan sedikit pemuaian ketika terkena air. Kualitas dan stabilitas
dari silane coupling agent penting dalam minimalisasi penurunan
ikatan antara filler dan polimer serta jumlah penyerapan air. Dalam
pengukuran higroskopik, pemuaian dimulai 15 menit setelah mulainya
polimerisasi, mayoritas resin membutuhkan 7 hari untuk mencapai
keseimbangan dan 4 hari untuk memperlihatkan pemuaian.
e. Kelarutan
246. Kelarutan air pada komposit beragam. Kurangnya intensitas
cahaya dan durasi bisa menghasilkan kurangnya polimerisasi terutama
pada bagian dalam. Kurangnya polimerisasi pada komposit memiliki
penyerapan dan kelarutan air yang lebih besar. Silikon larut dalam
jumlah besar ketika 30 hari pertama penyimpanan di air dan menurun
dengan waktu paparan. Komposit mikrofile menyerap silikon lebih
lambat dan memperlihatkan peningkatan jumlah selama 30hari kedua.
Boron, barium, dan strontioum yang ada pada glass filler, diserap
dalam berbagai derajat dari berbagai sistem resin-filler.
f. Warna dan Stabilitasnya
247. Komposit tahan terhadap perubahan warna karena oksidasi
tetapi rentan terhadap stain. Warna dan pencampuran shades penting
untuk kecocokan klinis pada restorasi estetik. Komposit moderen
terdiri dari beberapa opacity sehingga memungkinkan hasil estetik
lebih baik untuk membangun restorasi. Perubahan warna dan
kecocokan shades dengan struktur gigi adalah alasan untuk mengganti
restorasi. Perubahan warna juga bisa terjadi karena oksidasi dan hasil
perubahan air pada matriks polimer dan interaiksinya dengan polimer
sites yang tidak bereaksi dan tidak digunakannya initiator atau
akselerator. Komposit bisa berubah warna melalui 3 cara yaitu:
i. Marginal discoloration
248.
Marginal discoloration biasanya terjadi pada celah
margin antara restorasi dan jaringan gigi. Debris membuat celah
dan menyebabkan marginal stain. Jika margin pada enamel masih
bisa diperbaiki dengan penggunaan teknik acid-etch bounding ke
enamel. Ikatan antara acid-etched enamel dan komposit cukup kuat

dan tahan lama untuk menjaga bagian margin sehingga terhindar


dari masuknya debris. Pengunaan unfilled bonding resin umumnya
direkomendasikan untuk membantu adaptasi marginal
ii. General surface discoloration
249.
General surface discoloration bisa berhubungan dengan
kekerasan permukaan komposit, dan lebih sering terjadi pada resin
komposit dengan partikel besar. Debris terjebak pada celah antara
partikel menonjol dan tidak bisa dihilangkan dengan menyikat gigi.
Polishing dengan bahan abrasif seperti pasta aluminium okside bisa
menghapuskan stain permukaan. Proses polishing juga perlu
diperhatikan untuk menghasilkan permukaan halus tanpa pit dan
groove pada komposit mikrofilled dan partikel kecil komposit
hibrid.
iii. Bulk discoloration.
250.
Bulk discoloration adalah masalah dengan 2 pasta
amine cured composite. Warna pada restorasi berubah lama pada
jangka waktu panjang, memberikan warna kekuningan pada
restorasi. Perubahan warna meningkat selama pemecahan kimiawi
pada komponen dengan resin matriks dan penyerapan cairan dari
lingkungan oral.
g. Strength
251. Compressive

strength

penting

karena

adanya

gaya

pengunyahan. Jika dibandingkan compressive strength pada komposit


dan amalgam dengan enamel dan dentin, terdapat indikasi bahwa
material tersebut cocok dipakai. Komposit anterior bisa memiliki
kemiripan compressive strength dengan komposit posterior tapi dengan
penggunaan yang berbeda. Diametral tensil strength dapat diukur jika
material restoratif tidak memiliki gaya tarik. Jika diametral tensile
strength didapatkan maka terindikasi material tersebut rapuh.
h. Hardness
252. Kekerasan permukaan pada dental material bisa diukur dengan
beberapa teknik dengan hasil nilai kekerasan yang nantinya bisa
digunakan untuk membandingkan komposit yang berbeda. Kekerasan
akan membantu indikator baik pada kekuatan pemakaian komposit.
komposit (22-80kg/mm2) tidak sekeras email (343kg/mm2) atau
amalgam (110kg/mm2).
i. Depth of Cure

253.

Depth of cure komposit umumnya 2-3mm. Intensitas cahaya

menurun sejalan dengan sumber cahaya dijauhkan dari permukaan


objek. Masuknya cahaya ke restorasi komposit bergantung pada
panjang gelombang cahaya, radiasi, dan penghamburan cahaya pada
restorasi. Intensitas cahaya pada permukaan adalah faktor dalam
penyelesaian penumpatan pada permukaan dengan material. Ujung
sumber cahaya harus dipegang dengan jarak 1 mm dari permukaan
objek untuk mendapatkan paparan optimal. Waktu pemaparan standar
menggunakan mayoritas dental curing lights adalah 20 detik.
j. Radiopacity
254. Sulit untuk melokasikan komposit pada margin enamel secara
radiograf karena kurangnya radiopasitas pada komposit. Komposit
seharusnya memiliki radiopak yang mirip dengan enamel. Komposit
moderen, termasuk glass, memiliki atom dengan nomor atom tinggi.
Beberapa filler seperti quartz, lithium-aluminium, glass, dan silica,
tidak radiopak dan harus dicampurkan dengan filler lain untuk
mendapatkan komposit yang radiopak. Walaupun pada volume yang
besar, radiopasitas kurang terlihat tak seperti bahan metal. Beberapa
komposit microhybrid mendapatkan radiopasitas dengan bergabung
bersama partikel metal-glass. Komposit lainnya menggunakan partikel
keramik yang menggandung metal oksida berat. Pada komposit
nanofil, radiopasitas didapatkan dengan menggunakan nanomerik
zirconia atau menggabungkan zirconia dengan silica
k. Wear Rates
255. Wear adalah proses material ditumpatkan atau dihilangkan.
Tipe wear yang terjadi pada lingkungan oral adalah sebagai berikut
i. Abrasive wear
256.
ketika dua permukaan saling bergesekan, akan
terbentuk lekukan pada material atau material tersebut bisa
terpotong. Kontak tersebut dikenal sebagai two-body abrasion,
terjadi pada mulut ketika adanya kontak antar gigi (attrition).
Abrasive wear juga bisa terjadi ketika ada permukaan lain diantara
dua permukaan (three-body abrasion), biasanya terjadi ketika
mastikasi.
ii. Fatigue Wear

257.

Kontak gigi yang berulang menimbulkan stres dan

dalam jangka waktu lama menimbulkan retakan. Retakan ini


terbentuk dibawah permukaan, dan bertumbuh paralel sebelum
veering menuju permukaan atau bergabung dengan retakan lain.
iii. Corrosive Wear
258.
Kontak kimiawi pada komposit bisa terjadi sebagai
pemecahan hidrolitik pada resin, memecah resin-filler atau erosi
pada permukaan karena adanya asam.
259.
Dalam kondisi klinis, restorasi komposit kontak dengan
permukaan lain seperti gigi lain, makanan, dan cairan oral yang
bisa menghasilkan degradasi pada lapisan permukaan. Komposit
ideal untuk restorasi anterior yang estetiknya baik serta gaya
oklusal yang kecil.
l. Biokompatibilitas
260. Semua komponen utama komposit (Bis-GMA, TEGDMA, dan
UDMA) adalah sitotoksit in vitro jika dites sebagai bulk monomer,
tetapi kecenderungan biologis pada cured composit bergantung pada
pelepasan komponen pada komposit. Walaupun komposit melepas
sedikit komponen setelah curing, tetapi masih ada kontroversi tentang
efek biologis dari komponen ini. Jumlah komponen yang lepas
tergantung pada tipe komposit dan metode dan efisiensi komposit.
Dentin merupakan batas agar komponen tidak mencapai pulpa, tetapi
komponen ini bisa menembus dentin. Penggunaan komposit langsung
ke pulpa memiliki bahaya tinggi untuk respon biologis karena tidak
ada dentin sebagai pembatas untuk membatasi komponen berkontak
dengan pulpa. Komponen komposit diketahui alergens.
F. Teknik Manipulasi Komposit

Proteksi pulpa dengan liner kalsium hidroksida, atau glass ionomer,


hybrid ionomer, atau basis compomer.

Etching enamel dan dentin dengan larutan asam fosfat 34%-37% atau
gel asam selama 30 detik lalu basuh asam dengan air dan keringkan.
Enamel akan terlihat lebih kusam.

Dispensing
o Light cured Composite: keluarkan sedikit komposit pada paper
pad. Pengaturan setting time dilakukan untuk memperhatikan

polimerisasi pada komposit sehingga bisa digunakan banyak


shades

komposit

dengan

satu

restorasi

dan

menampung

penyusutan polimerasi.
o Self and Dual-Cured Composite: Syringe pertama berisi peroksida
atau katalis lain dan syringe lainnya berisi akselerator amina.
Campurkan kedua bahan selama 20-30 detik. Gunakan spatula
plastik/kayu karena metal spatula dapat menyebabkan abrasi dan
diskolorisasi komposit

Penumpatan
o Peletakkan komposit pada kavitas preparasi dapat dengan
berbagai cara:

Diletakkan menggunakan instrumen plastik/instrumen dengan


disposeable elastometric tips yang tidak melekat pada komposit

Diletakkan dalam tip platik jarum suntik kemudian diinjeksikan


pada cavitas preparasi

Polimerasi

Light-cured composite: waktu pemaparan bergantung pada tipe lightcuring unit dan tipe,kedalaman, shade pada komposit. Durasi berkisar
20-60 detik untuk restorasi dengan ketebalan 2mm. Semakin gelap
restorasi semakin lama waktu pemaparan.

Self and Dual-Cured COmposite: setelah pencampuran, komposit


bekerja selama 60-90 detik. Campuran akan mengeras, material tidak
boleh diganggu sampai menyatu (setting time selama 4-5 menit)

Finishing dan polishing


o Untuk mengurangi menggunakan : diamond, carbide finishing
bur, finishing disk, strips alumina
o Untuk finishing akhir : abrasive impregnated rubber rolary
instrument, disk / rubber cup dengan berbagai paste polishing
o Finishing ditunjukkan dengan area basah dan pelicin ater
soluable
o Finishing akhir dari composite light cured dimulai segera setelah
light curing

261.

G. Resin Komposit untuk Aplikasi Tertentu

Microfilled Composites
262. Komposit ini direkomendasikan untuk restorasi kelas 3 dan
kelas 5, dimana pulasan tinggi dan estetika penting. Komposit ini
terdiri dari dimethacrylate resins dengan 0,04 micrometer coloidal
silica fillers dan prepolymerized resins, yang terkadang terisi dengan
silika koloid. Total inorganic filler 32%-50% dari volume. Komposit
ini rendah dalam menyerap air dan lebih mudah memuai daripada
microhybrid composite atau nanocomposite. Berdasarkan jumlah
prepolymerized resin, penyusutan bisa lebih banyak daripada
mikrohibrid atau nanocomposite.

Packable Composites
263.

Packable

adalah pasta komposit yang memiliki viskositas tinggi dan rendah


lengket. Material ini tidak berkondensasi seperti amalgam tetapi bisa
dikompres dan diberi gaya untuk mengalir menggunakan flat-faced
instrument. Komposit ini direkomendasikan untuk digunakan pada
kavitas kelas 1 dan kelas 2. Terdiri dari dimethacrylate resin dengan
filler partikel irregular yang memiliki filler loading sebanyak 66%70% dari volume. Interaksi dari partikel filler dan modifikasi resin
membuat komposit bisa dibungkus. Komposit ini lebih besar depth of
cure, kurang menyusut, radiopak, dan wear rate kecil. Beberapa
komposit ini berbentuk kapsul.

Flowable Composite
264. Komposit ini berciri viskositas rendah,modulus elastisitas
rendah, direkomendasikan untuk digunakan pada lesi di servikal,
restorasi gigi sulung, dan berbagai restorasi kecil lainnya. Komposisi
terdiri dari dimethacrylate resin dan inorganic fillers dengan ukuran
partikel 0.4-3.0 mikrometer dan filler loading 42%-53% dari volume.
Generasi terbaru flowable composit mengandung partikel nanofiller.

Laboratory Composite

265. Mahkota, inlays, dan veneers bergabung ke bahan metal bisa


dipreparasikan dengan laboratory composite, menggunakan berbagai
kombinasi cahaya, panas, tekanan, dan vakum untuk meningkatkan
polimerisasi, massa jenis, sifat mekanik, dan wear resistance. Untuk
meningkatkan kekuatan dicampurkan fiber reinforcement. Restorasi
biasanya diikatkan dengan resin cement

Core Build-Up Composite


266. Jika struktur gigi dibutuhkan untuk mendukung restorasi
lapisan keseluruhan tetapi bagian dentin sudah terkena penyakit, gigi
dapat direstorasi. Composite core memiliki keuntungan daripada
amalgam yaitu bisa berikatan dengan dentin menggunakan bonding
agent, bisa diselesaikan segera, mudah untuk , dan memiliki warna
lebih natural pada restorasi keramik.

Provisional Composite
267. Komposit ini menjaga posisi gigi yang sudah dipreparasi,
mengiolasi persiapan, melindungi margin, diagnosis dan perencanaan
pengobatan, serta membantu untuk evaluasi kebutuhan estetik.
Provisional inlays, crown, dan fixed partial dentures biasanya dibuat
dari akrilik atau komposit. Bahan komposit lebih keras, kaku, dan
warna lebih stabil.

b. Glass Ionomer Cement (GIC)


268. Merupakan restorative materials yang bersifat water-based, dan self
adhesive. Glass Ionomer ini juga mengandung :
1. Filler yang berisi kaca fluoroaluminosilikat
2. Matriksnya merupakan polimer atau kopolimer dari asam karboksilat
269.

Setting reaction dari material ini melibatkan reaksi yang bersifat asam

atau dalam suasana asam. Ada 2 jenis Glass Ionomer, yaitu :


1. Coventional Glass Ionomer
2. Resin-modified Glass Ionomer
A. Komponen dan Setting Reaction Conventional Glass Ionomer
270.
GIC ditemukan pada tahun 1970an yang mengandung:
1. Fluoroaluminosilicate glass filler yang bersifat ion-leachable
2. Memiliki kelemahan yaitu mudah melebur yang merupakan
kelemahan dari silikat

3. Namun dapat diatasi dengan menggabungkan phosphoric acid dengan


polymeric carboxylic acid yang merupakan bagian dari zinc
polycarboxylate materials.
271. Pada umumnya, Conventional Glass Ionomer memiliki
komponen-komponen utama yaitu :
1. Polyacid : Pada dasarnya, larutan asam poliakrilat yang digunakan,
tetapi liquidnya kental dan memiliki shelf life yang pendek karena
adanya gelasi. Liquidnya merupakan kopolimer dari asam itakonat,
maleat, atau trikarboksilat. Asam tartarat mengontrol zat aditif pada
liquid GIC yang membuat kisaran kaca yang digunakan lebih besar,
menurunkan viskositas, memperpanjang shelf life sebelum liquid
menjadi gel, meningkatkan working time, dan mempersingkat setting
time.
2. Fluoroaluminosilicate glass : Glass mengandung tiga komponen
utama : Silica (SiO2), Alumina (Al2O3), dan Kalsium Fluorida
(CaF2). Perbandingan antara alumina dan silica adalah kunci
kereaktifan GIC dengan polyacrilic acid. Ditambahkan juga Barium,
Strontium, atau oksida logam yang nomor atomnya tinggi lainnya
untuk menambah sifat radiopak. Glass ini dilelehkan dalam suhu
tinggi sekitar 1100 C dan 1500 C. Kemudian glass didinginkan
secara mendadak dan digiling menjadi bubuk dengan berbagai ukuran
(15 m to about 50 m), tergantung kegunaan. Untuk material filling,
ukuran partikel maksimumnya adalah 50 m, untuk luting dan liner
kurang dari 20 m
3. Air : Memiliki peran penting saat setting. Pertama, air menyediakan
transport ion yang dibutuhkan untuk reaksi setting asam-basa dan
fluoride release. Kedua, sebagian air juga terikat secara kimia pada
kompleks set dan memberikan stabilitas material.
4. Tartaric acid : berfungsi untuk mengontrol working dan setting
characteristic dari material.
B. Reaksi Pengerasan conventional glass ionomer
272.
Reaksi pengerasan berupa reaksi asam basa, terbagi menjadi
tiga tahapan yakni dissolution, gelation, dan hardening. Ketiga tahapan
tersebut saling tumpang tindih. Hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan waktu terjadinya pelepasan ion-ion dari glass dan pembentukan
salt matrix.

Dissolution
273. Ketika liquid dan bubuk dicampur, asam akan bereaksi dengan
gelas, terdekomposisinya 20-30% partikel glass dan ion-ion pada
permukaan gelas (aluminium, kalsium, natrium, dan fluor) akan
terlepas, sehingga pada permukaan gelas hanya tersisa silica. Silica
tersebut bereaksi dengan ion hydrogen yang terlepas dari gugus

karboksil asam (polyacid) dan membentuk silica gel.


Gelation
274. Karena tingginya konsentrasi ion kalsium dibanding ion
aluminium, ion-ion kalsium/stronsium&alumunium terikat pada
polianion pada grup polikarboksilat. Fase gelation berada dalam
keadaan genting dimana dapat terjadi kehilangan ion aluminium dan

air.
Hardening
275. Konsentrasi ion aluminium mulai meningkat signifikan dan
terjadi pembentukan crosslink antara ion aluminium dan gugus
karboksil. Pada tahap ini, terjadi crosslink yang makin kuat akibat
terbentuknya aluminium salt bridges yang memberikan final strength
pada material GIC.
4-10 menit setelah mixing terjadi pembentukan rantai kalsium
yang mengakibatkan fragile &highly souble in water (water

loss&water in)
24 jam setelah mixing: alumunium terikat pada matriks semen
(rantai alumunium) menjadi strong&insoluble yang merupakan

physical properties
C. Reaksi Pengerasan Resin-modified Ionomer
1 Reaksi pengerasan dengan terjadinya reaksi asam-basa antara bubuk
2

alumino silikat dengan asam poliakrilat.


Reaksi polimerisasi dari partikel-partikel resin yang ada di dalam

semen.
Reaksi antara garam logam poliakrilat dengan resin hingga menbentuk

matriks semen yang lebih kuat


D. Sifat GIC
276.
Ketebalan film = 22 24 m.
Setting time = 6 8 menit.
Compressive strength = 90 230 MPa.
Tensile strength = 4.2 5.3 MPa.
Modulus elastisitas = 2.5 6.4 GPa

Bond strength = 1 3 MPa, lebih rendah dari semen seng polyacrilic


karena GIC lebih sensitive terhadap kelembaban saat setting.
Kelarutan = 0.4 1.5% dalam 1 jam, lebih tinggi dari semen semen
yang lain, tapi lebih larut di asam.
Sifat biologi = semen ini melekat erat dengan struktur gigi dengan

1
-

permukaan asam dan tidak terlalu mengiritasi.


277.
Working dan Setting Time
Dapat diatur dengan mengkombinasikan komposisi gelas, ukuran partikel,

dan penggunaan asam tartaric.


Setting time GIC sekitar 6-8 menit sejak dimulainya pencampuran dan

2
-

dapat diperpanjang dengan cara mengaduk GIC di atas slab yang dingin.
278.
Sifat Termal
Termal difusi dan koefisien termal ekspansi untuk GIC terbukti lebih dekat

3
-

dengan sifat dentin dibandingkan dengan resin komposit.


Termal ekspansi sama dengan gigi sehingga banyak digunakan.
279.
Strength
Compressive strength paling rendah jika dibandingkan dengan bahan
direct esthetic lain, sekitar 188 Mpa dan menunjukkan GIC cukup mampu
menahan tekanan oklusal namun perlu perkembangan. Tetapi, dapat
ditingkatkan dengan mencampur partikel metal, metal ceramic, dan

ceramic untuk meningkatkan sifat mekanis.


Flexural strength GIC adalah 45 50 Mpa. Nilai ini paling rendah diantara

bahan restorasi.
Paling kuat dibandingkan dengan semen yang menggunakan bubuk zinc

oxide, tetapi brittle, sehingga tidak dapat dipakai pada gigi posterior.
Bond strength lebih rendah dibandingkan dengan komposit, tetapi klinis

4
5
-

menunjukkan perlekatan di daerah servikal lebih baik daripada komposit.


280.
Hardness
Kurang keras dibandingkan dengan resin komposit.
281.
Fluoride Ion Release dan Uptake
GIC melepas fluoride, kemudian akan menurunkan resiko terjadinya karies
(antikariogenik). Penelitian menunjukkan pelepasan ion fluoride diserap
oleh dentin dan enamel sekelilingnya, sehingga mengakibatkan struktur
gigi tersebut less susceptible (kurang rentan) to acid dengan cara
kombinasi dari penurunan solubilitas dan disrupsi aktivitas bakteri
cariogenic.

6
-

282.
Adhesion
GIC dapat berikatan langsung dengan dentin ataupun enamel. Sifat
adhesive terhadap enamel lebih bagus daripada dentin, yaitu enamel dua

kali lebih besar dari dentin.


GIC tidak memerlukan etching seperti komposit sehingga terkadang
disebut sebagai self adhesive. Mekanisme adhesi ke struktur gigi

7
-

biasanya secara kimiawi dan berlanjut dengan pelepasan ion.


283.
Biocompatibility
Sifat biokompatibilitasnya cukup baik. Namun, glass ionomer lutting

cement dapat menyebabkan hipersensitivitas.


Tidak mengiritasi jaringan pulpa sejauh ketebalan antara pulpa dan dentin
tidak kurang dari 0.5mm. Apabila kurang, sebaiknya menggunakan

protective liner seperti Ca(OH)2.


284.
E. Cara Manipulasi GIC
A Conventional Glass Ionomer
1 Surface preparation
285.
Kondisi permukaan gigi yang bersih diperlukan untuk
adhesi. Penggunaan pumice dapat
digunakan untuk membersihkan
permukaan atau menggunakan asam
phosphoric selama 10-20 detik,
kemudian dilanjutkan dengan 20-30
detik rinse. Setelah permukaan
dibersihkan, permukaan harus
dikeringkan dan tidak boleh
dikontaminasi dengan saliva atau
darah. Untuk mencegah
kontaminasi, dapat menggunakan
cotton roll di sekitar area preparasi.
286.
2

Material preparation
a Powder dan liquid dikeluarkan dengan jumlah yang tepat pada
paper pad dan mixing slap. Lebih baik gunakan pad yang dingin
dan kaca slap yang kering tujuannya untuk menghambat reaksi
dan memperpanjang working time. Tetapi kaca slap tidak harus
lebih dingin dibandingkan titik embun.

b Bubuk dibagi menjadi 2 bagian dan salah satu bagian dicampur


dengan liquid untuk menghasilkan campuran seperti susu yang
homogen secara konsisten. Powder harus segera dicampurkan
dengan spatula untuk luting application. Setengah powder
tersebut dicampurkan dengan liquid dalam waktu 5-15 detik.
c Manipulasi dilakukan dengan gerakan melipat searah, hal ini
dikarenakan bentuk molekul GIC yang kotak dan hanya bisa
tercampur dengan cara melipat.
d Sisa powder ditambahkan dan total waktu yang digunakan untuk
mencampur adalah 30-40 detik.
287.
Note : Waktu untuk mixing tidak melebihi 45 detik
tetapi lebih baik kurang dari itu untuk menghasilnya produk yang
baik. Untuk hasil yang telihat mengkilap mengindikasikan tidak
adanya reaksi polyacid dimana itu adalah yang penting untuk
bonding ke gigi. Sedangkan, untuk penampilan yang tidak
mengkilap menunjukan bahwa asam telah bereaksi dengan baik
dengan partikel glass untuk bonding yang baik.
288.
3

Material placement
a Bahan dimasukkan sedikit demi sedikit ke bagian kavitas yang
terdalam terlebih dahulu dengan ujung instrumen yang kecil atau
dengan menggunakan syringe yang khusus lalu dikondensasikan.
b Restorasi dibentuk sesuai dengan anatomis gigi.
c Setelah restorasi ditempatkan dan diukur konturnya dengan
benar, permukaan harus dilindungi dari saliva dengan
menggunakan varnish agar tidak terjadi kontaminasi selama
pengerasan.
289.
Campuran glass ionomer yang disiapkan adalah
hygroscopic dimana campuran tersebut menyerap air dari sekitar
lingkungan. Setelah material placement, permukaan GIC harus
dilindungi dengan matix plastic selama sekitar 5 menit untuk
melindungi material dari kehilangannya air selama intial setting
time ( jangka waktu air ditambahkan dengan cement).

290.
291.
FIGURE 14-17 Two
powder-liquid type II
restorative GICs. A,
Twobottlesystem for
hand mixing. B,
Capsule for
trituration (GC Fuji
Triagecapsule).

292.
293.
294.
295.
296.
297.
B

Resin-Modified Glass
Ionomers / Hybrid
Ionomers
a Powder dan liquid dikeluarkan dengan jumlah yang tepat pada
b

paper pad
Bubuk dibagi menjadi 2 bagian dan salah satu bagian dicampur
dengan liquid untuk menghasilkan campuran seperti susu yang

homogen secara konsisten


Manipulasi dilakukan dengan gerakan melipat searah, hal ini
dikarenakan bentuk molekul GIC yang kotak dan hanya bisa

tercampur dengan cara melipat


Sisa powder ditambahkan dan total waktu yang digunakan untuk

mencampur adalah 30 - 40 detik, dengan setting time 4 menit.


Bahan dimasukkan sedikit demi sedikit ke bagian kavitas yang
terdalam terlebih dahulu dengan ujung instrumen yang kecil atau

f
g

dengan menggunakan syringe yang khusus lalu dikondensasikan.


Restorasi dibentuk sesuai dengan anatomis gigi.
Berbeda dengan GIC, setelah hybrid ionomer set, segera diberi

light - cured dan dapat selesai setelahnya.


Setelah restorasi ditempatkan dan diukur konturnya dengan benar,
permukaan harus dilindungi dari saliva dengan menggunakan
varnish agar tidak terjadi kontaminasi selama pengerasan.
298.
299.

300.
301.
302.
303.
304.

305.
306.
307.
308.
309.
310.
311.
312.

DAFTAR PUSTAKA
313.

Ash, Nelson. Wheelers Dental Anatomy, Physiology and Occlusion: Ninth Edition.

Missouri: Elsevier. 2010.


Bhaskar, N.K. 2011. Orbans Oral Histology and Embryology Thirteenth Edition.
United State of America: Elsevier.

Campbell A and Kindelan J. Maxillary Midline Diastema: a case report involving a


combined orthodontic/maxillofacial approach. Journal of Orthodontics 2006;
33(1):22-27.

K. Avery, James dan J. chiego, Daniel. 2006. Essentials of Oral Histology and
Embryology. United State of America: Elsevier.

Mary B, Margaret JF. 2011. Illustrated Dental Embryology, Histology, and Anatomy.
United State of America: Elsevier.

Nanci, Antonio. Ten Cates Oral Histology 8 Ed, 8th Ed.

Rakosi T, et al. Color atlas of dental medicine: orthodontics diagnosis. Georg Thieme
Verlag, Stuttgart: Thieme Medical Publisher, Inc.; 1993.

Sakaguchi, Ronald L. and Powers, John M. Craigs Restorative Dental Material, 13th
ed. Mosby Elsevier.

Schwanninger B, Shaye R. Management of cases with upper incisors missing. Am J


Orthod 1977;71:396-405

314.
315.
316.
317.
318.

Anda mungkin juga menyukai