TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gigi
Gigi adalah bagian terkeras dalam rongga mulut dan merupakan organ
pencernaan mekanis. Gigi tumbuh pada rahang atas dan rahang bawah yang
berpasangan atau simetris kiri dan kanan. Gigi yang utuh memiliki bagian mahkota,
leher dan akar. Mahkota gigi adalah bagian yang menjulang diatas gusi yang dapat
kita lihat. Tonjolan runcing ataupun tumpul pada mahkota gigi disebut dengan cusp.
Bagian leher adalah bagian yang di kelilingi gusi, sedangkan akar gigi adalah bagian
terdalam dari gigi yang tertanam di dalam tulang rahang dan dikelilingi oleh jaringan
periodontal. Gigi yang terdapat di dalam mulut dari banyak vertebrata. Mereka
memiliki struktur yang bervariasi yang memungkinkan mereka untuk melakukan
banyak tugas. Fungsi utama dari gigi adalah untuk merobek dan mengunyah
makanan dan pada beberapa hewan, terutama karnivora, sebagai senjata. Akar dari
gigi tertutup oleh gusi. Gigi memiliki struktur pelindung yang disebut email gigi,
yang membantu mencegah lubang di gigi. Pulp dalam gigi menciut dan dentin
terdeposit di tempatnya.
2.3 Periodontal
Faktor Primer
Faktor Sekunder
Faktor sekunder dapat lokal atau sistemik. Beberapa faktor lokal pada
lingkungan gingiva merupakan predisposisi dari akumulasi deposit plak dan
menghalangi pembersihan plak. Faktor ini disebut sebagai faktor retensi plak.
Faktor Lokal
2. Kavitas karies
5. Pesawat ortodonti
8. Merokok tembakau
· Perawatan
Tergantung dari penyebabnya :
Kalau karena makanan, minuman, rokok ditanggulangi dengan menghindari
atau menghentikan konsumsi makanan-makanan tersebut.
Bila karena kondisi-kondisi fisiologis sukar dihindari, penanggulangannya
dapat dengan menggunakan bahan kosmetik seperti obat kumur, mout spray,
tablet isap atau makan permen mentol.
Di dalam rongga mulut adanya sisa akar, gigi berlubang, periodontal poket,
kalkulus dan lain-lain perawatan yang tujuan utamanya menghilangkan
halitosis sehingga harus menghilangkan bakteri dan semua unsur.
Gambar 2.3 Tanda klinis periodontitis kronis pada pasien usia 45 tahun dengan
kesehatan oral yang kurang dan tidak ada perawatan gigi sebelumnya.
Periodontitis kronis adalah hasil dari respon host pada agregasi bakteri di
permukaan gigi. Mengakibatkan kerusakan irreversibel pada jaringan perlekatan,
yang menghasilkan pembentukan poket periodontal dan kehilangan tulang alveolar
pada akhirnya. Sementara gingivitis dikenal kondisi yang sangat umum di antara
anak-anak dan remaja, periodontitis jarang terjadi pada anak-anak dan remaja.
Ada beberapa faktor yang ikut berkontribusi dalam peningkatan resiko terjadinya
penyakit, antara lain:
1. Faktor lokal. Akumulasi plak pada gigi dan gingiva pada dentogingiva
junction merupakan awal inisiasi agen pada etiologi periodontitis kronis.
Bakteri biasanya memberikan efek lokal pada sel dan jaringan berupa
inflamasi.
- Pencegahan :
1. Peningkatan oral hygiene (kontrol plak).
2. Perbaikan gigi
- Pengobatan :
1. Pembersihan karang gigi (scaling)
2. Pemberian obat :
- antimikroba dan analgetik
- antiseptic
- pencabutan atau perawatan saluran akar
2.5 Periapikal
Periapikal adalah radiografi intraoral yang mencakup gigi geligi dan
jaringan sekitarnya sampai dengan daerah periapikal. Teknik ini digunakan untuk
melihat keseluruhan mahkota serta akar gigi dan tulang pendukungnya.
2.6 Sinar – X
Sinar- X merupakan gelombang elektromagnetik, dimana dalam proses
terjadinya memiliki energi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut didasarkan pada
energi kinetik elektron.Sinar-X yang terbentuk ada yang memiliki energi rendah
sekali sesuai dengan energi elektron pada saat timbulnya sinar-X. Juga ada yang
berenergi tinggi, yakni berenergi sama dengan energi kinetik elektron pada saat
menumbuk target anode.
Terbentuknya sinar-X dapat terjadi apabila partikel bermuatan, elektron
misalnya, mengalami perlambatan yang diakibatkan adanya interaksi dengan suatu
material. Sinar-X yang terbentuk dengan cara demikian disebut sebagai sinar-X
bremsstrahlung. Sinar-X bremsstrahlung memiliki energi yang tinggi, yang besarnya
sama dengan energi kinetik partikel bermuatan pada awal terjadinya perlambatan.
Selain itu sinar-X juga dapat terbentuk melalui proses perpindahan elektron
dari tingkat energi tinggi menuju ke tingkat energi yang lebih rendah. Sinar-X yang
terbentuk dengan cara seperti itu mempunyai energi yang sama dengan perbedaan
energi antara kedua tingkatan elektron. Energi tersebut merupakan besaran energi
yang khas untuk setiap jenis atom.Sehingga sinar-X yang terbentuk disebut sinar-X
karakteristik.
2. Pertebaran.
Apabila berkas sinar-X melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas tersebut
akan bertebaran ke segala jurusan, menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur)
pada bahan/zat yang dilaluinya.
3. Penyerapan.
Sinar-x dalam radiografi diserap oleh bahan/zat sesuai dengan berat atom atau
kepadatan bahan/zat tersebut. Makin tinggi kepadatannya atau berat atomnya,
makin besar penyerapannya.
4. Efek Fotografik.
Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak-bromida) setelah diproses
secara kimiawi (dibangkitkan) di kamar gelap.
Dalam suatu tumbukan antara sebuah foton dan elektron bebas maka tidak
mungkin semua energi foton dapat dipindahkan ke elektron jika momentum dan
energi dibuat kekal. Hal ini dapat diperlihatkan dengan berasumsi bahwa reaksi
semakin dimungkinkan. Jika hal itu memang benar, maka menurut hukum kekekalan
semua energi foton diberikan kepada elektron .
2.9 Dosimetri
Dosimetri radiasi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari besaran dan
satuan dosis radiasi, sedang pengertian dosis adalah kuantisasi dari proses yang
ditinjau sebgai akibat radiasi mengenai materi (Dwi Seno, 2008).
Besaran radiasi untuk pertana kali diperkenalkan adalah penyinaran (terjemahan dari
istilah exposure) dengan simbol X, yang pada Kongres Radiologi pada tahun 1928
didefenisikan sebagai kemampuan radiasi sinar-X atau gamma untuk menimbulkan
ionisasi di udara. Satuannya adalah roentgen atau R, di mana 1R adalah besarnya
penyinaran yang dapat menyebabkan terbentuknya muatan listrik sebesar 1 esu
(electro-static-unit) pada suatu elemen volume udara sebesar 1cc, pada kondisi
temperatur dan tekanan normal (Dwi Seno, 2008).