Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gigi
Gigi adalah bagian terkeras dalam rongga mulut dan merupakan organ
pencernaan mekanis. Gigi tumbuh pada rahang atas dan rahang bawah yang
berpasangan atau simetris kiri dan kanan. Gigi yang utuh memiliki bagian mahkota,
leher dan akar. Mahkota gigi adalah bagian yang menjulang diatas gusi yang dapat
kita lihat. Tonjolan runcing ataupun tumpul pada mahkota gigi disebut dengan cusp.
Bagian leher adalah bagian yang di kelilingi gusi, sedangkan akar gigi adalah bagian
terdalam dari gigi yang tertanam di dalam tulang rahang dan dikelilingi oleh jaringan
periodontal. Gigi yang terdapat di dalam mulut dari banyak vertebrata. Mereka
memiliki struktur yang bervariasi yang memungkinkan mereka untuk melakukan
banyak tugas. Fungsi utama dari gigi adalah untuk merobek dan mengunyah
makanan dan pada beberapa hewan, terutama karnivora, sebagai senjata. Akar dari
gigi tertutup oleh gusi. Gigi memiliki struktur pelindung yang disebut email gigi,
yang membantu mencegah lubang di gigi. Pulp dalam gigi menciut dan dentin
terdeposit di tempatnya.

2.2. Anatomi Gigi


2.2.1. Bagian Gigi
Gigi mempunyai beberapa bagian, seperti terlihat pada gambar dibawah ini
yaitu:
a. Bagian akar gigi, adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang
rahang dikelilingi (dilindungi) oleh jaringan periodontal.
b. Mahkota gigi adalah bagian dari gigi yang dapat dilihat.
c. Cusp adalah tonjolan runcing atau tumpul yang terdapat pada mahkota.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 Anatomi gigi

2.2.2 Bentuk-bentuk Gigi Permanen


Orang dewasa biasanya mempunyai 32 gigi permanen, 16 di tiap rahang. Di tiap
rahang terdapat:
a. Empat gigi depan (gigi insisivus). Bentuknya seperti sekop dengan tepi yang
lebar untuk menggigit, hanya mempunyai satu akar. Gigi insisivus atas lebih
besar daripada gigi yang bawah.
b. Dua gigi kaninus yang serupa di rahang atas dan rahang bawah. Gigi ini kuat
dan menonjol di “sudut mulut”. Hanya mempunyai satu akar.
c. Empat gigi pre-molar/gigi molar kecil. Mahkotanya bulat hampir seperti
bentuk kaleng tipis, mempunyai dua tonjolan, satu di sebelah pipi dan satu di
sebelah lidah. Kebanyakan gigi pre-molar mempunyai satu akar, bebrapa
mempunyai dua akar.
d. Enam gigi molar. Merupakan gigi-gigi besar di sebelah belakang di dalam
mulut digunakan untuk menggiling makanan. Semua gigi molar mempunyai

Universitas Sumatera Utara


mahkota persegi, seperti blok-blok bangunan. Ada yang mempunyai tiga,
empat, atau lima tonjolan. Gigi molar di rahang atas mempunyai tiga akar
dan gigi molar di rahang bawah mempunyai dua akar.

Gambar 2.2 Bentuk – bentuk gigi

2.2.3 Permukaan-permukaan Gigi


Nama-nama yang dipakai untuk menunjukkan permukaan gigi adalah:
a. Permukaan oklusal: permukaan pengunyahan gigi molar dan gigi pre-molar.
b. Permukaan mesial: permukaan paling dekat garis tengah tubuh.
c. Permukaan lingual: permukaan paling dekat lidah di rahang bawah, di rahang
atas disebut permukaan palatal.
d. Permukaan distal: permukaan paling jauh dari garis tengah.
e. Permukaan bukal: permukaan paling dekat bibir dan pipi.
f. Tepi insisal: gigi-gigi insisivus dan gigi-gigi kaninus mempunyai tepi potong
sebagai pengganti permukaan oklusal.

Universitas Sumatera Utara


g. Permukaan proksimal: permukaan-permukaan yang berdekatan letaknya,
misalnya: permukaan mesial gigi tertentu dapat menyentuh permukaan distal
gigi sampingnya. Kedua permukaan itu disebut permukaan proksimal.
2.2.4. Jaringan Gigi
Gigi terdiri dari beberapa jaringan, yaitu:
a. Enamel Enamel merupakan bahan yang tidak ada selnya dan juga
merupakan satu-satunya komponen dalam tubuh manusia yang tidak
mempunyai kekuatan reparatif karena itu regenerasi enamel tidak
mungkin terjadi. Struktur enamel gigi merupakan susunan kimia
kompleks, sebagian besar terdiri dari 97% mineral (kalsium, fosfat,
karbonat, dan fluor), air 1% dan bahan organik 2%, yang terletak
dalam suatu pola kristalin. Karena susunan enamel yang demikian
maka ion-ion dalam cairan rongga mulut dapat masuk ke enamel
bagian dalam dan hal ini memungkinkan terjadinya transport ion-ion
melalui permukaan dalam enamel ke permukaan luar sehingga akan
terjadi perubahan enamel.
b. Dentin Seperti halnya enamel, dentin terdiri dari kalsium dan fospor
tetapi dengan proporsi protein yang lebih tinggi (terutama collagen).
Dentin adalah suatu jaringan vital yang tubulus dentinnya berisi
perpanjangan sitoplasma odontoblas. Sel-sel odontoblas mengelilingi
ruang pulpa dan kelangsungan hidupnya bergantung kepada
penyediaan darah dan drainase limfatik jaringan pulpa. Oleh karena
itu dentin peka terhadap berbagai macam rangsangan, misal: panas
dan dingin serta kerusakan fisik termasuk kerusakan yang disebabkan
oleh bor gigi.
c. Cementum Cementum adalah penutup luar tipis pada akar yang mirip
strukturnya dengan tulang.
d. Pulpa Pulpa terdapat dalam gigi dan terbentuk dari jaringan ikat yang
berisikan urat-urat syaraf dan pembuluh-pembuluh darah yang
mensuplai dentin. Urat-urat syaraf ini mengirimkan rangsangan,

Universitas Sumatera Utara


seperti panas dan dingin dari gigi ke otak, di mana hal ini dialami
sebagai rasa sakit.20 Rangsangan yang membangkitkan reaksi
pertahanan adalah rangsangan dari bakteri (pada karies), rangsangan
mekanis (pada trauma, faktur gigi, preparasi kavitas, dan keausan
gigi), serta bisa juga disebabkan oleh rangsangan khemis misalnya
asam dari makanan, bahan kedokteran gigi yang toksik, atau dehidrasi
dentin yang mungkin terjadi pada saat preparasi kavitas/pengeboran
gigi.

2.3 Periodontal

Periodontal adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung gigi


(periodontium). Penyakit periodontal dapat hanya mengenai gingiva (gingivitis) atau
dapat menyerang struktur yang lebih dalam (periodontitis). Gambaran klinis yang
membedakan antara gingivitis dan periodontitis adalah ada tidaknya kerusakan
jaringan periodontal destruktif umumnya dihubungkan dengan keberadaan dan atau
meningkatnya jumlah bakteri patogen spesifik seperti Phorphyromonas gingivalis
(P.g), prevotella intermedia (P.i), bacteriodes forsytus (Bi) dan actinobacillus
actinomycetemcomitans.

2.3.1 Penyebab Periodontal

Faktor Primer

Penyebab primer dari penyakit periodontal adalah iritasi bakteri. Menurut


teori non-spesifik murni bakteri mulut terkolonisasi pada leher gingiva untuk
membentuk plak pada keadaan tidak ada kebersihan mulut yang efektif. Semua
bakteri plak dianggap mempunyai beberapa faktor virulensi yang menyebabkan
inflamasi gingival dan kerusakan periodontal keadaan ini menunjukkan bahwa plak
akan menimbulkan penyakit tanpa tergantung komposisinya. Namun demikian,
sejumlah plak biasanya tidak mengganggu kesehatan gingiva dan periodontal dan

Universitas Sumatera Utara


beberapa pasien bahkan mempunyai jumlah plak yang cukup besar yang sudah
berlangsung lama tanpa mengalami periodontitis yang merusak walaupun mereka
mengalami gingivitis.

Faktor Sekunder

Faktor sekunder dapat lokal atau sistemik. Beberapa faktor lokal pada
lingkungan gingiva merupakan predisposisi dari akumulasi deposit plak dan
menghalangi pembersihan plak. Faktor ini disebut sebagai faktor retensi plak.

Faktor Lokal

1. Restorasi yang keliru

2. Kavitas karies

3. Tumpukan sisa makanan

4. Geligi tiruan sebagian yang desainnya tidak baik

5. Pesawat ortodonti

6. Susunan gigi geligi yang tidak teratur

7. Kurangnya seal bibir atau kebiasaan bernapas melalui mulut

8. Merokok tembakau

9. Groove perkembangan pada enamel servikal atau permukaan akar

2.3.2 Gingivitis (Peradangan pada gusi)


Adalah peradangan pada gingival yang menunjukkan adanya tanda-tanda
penyakit atau kelainan pada gingival.

2.3.2.1 Penyebab Gingivitis


Gingivitis disebabkan oleh plak dan dipercepat adanya faktor iritasi lokal dan
sistemik.
· Macam-macam iritasi local yang dapat menyababkan gingivitis :

Universitas Sumatera Utara


1. Materia alba
2. Karang gigi
3. Overhanging filling (tambalan berlebihan)
4. Obat, missal arsen, phenol.
Macam-macam faktor sistemik :
1. Ketidak seimbangan hormonal (diabetes, pubertas, kehamilan).
2. Kelainan darah
3. Malnutrisi
4. Obat-obatan, misalnya dilantin sodium.
· Pencegahan :
1. Peningkatan oral hygiene (kontrol plak).
2. Perbaikan gigi
· Pengobatan :
1. Penberian obat-obat kumur yang bersifat antiseptic dan analgetik.
2. Pembersihan karang gigi (scaling).

· Perawatan
Tergantung dari penyebabnya :
 Kalau karena makanan, minuman, rokok ditanggulangi dengan menghindari
atau menghentikan konsumsi makanan-makanan tersebut.
 Bila karena kondisi-kondisi fisiologis sukar dihindari, penanggulangannya
dapat dengan menggunakan bahan kosmetik seperti obat kumur, mout spray,
tablet isap atau makan permen mentol.
 Di dalam rongga mulut adanya sisa akar, gigi berlubang, periodontal poket,
kalkulus dan lain-lain perawatan yang tujuan utamanya menghilangkan
halitosis sehingga harus menghilangkan bakteri dan semua unsur.

Universitas Sumatera Utara


2.3.3 Periodontitis

Periodontitis adalah inflamasi jaringan periodontal yang ditandai dengan


migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi
tulang alveolar. Pada pemeriksaan klinis terdapat peningkatan kedalaman probing,
perdarahan saat probing (ditempat aktifnya penyakit) yang dilakukan dengan
perlahan dan perubahan kontur fisiologis. Dapat juga ditemukan kemerahan,
pembengkakan gingiva dan biasanya tidak ada rasa sakit.

2.3.3.1 Periodontitis Kronis

Periodontitis kronis merupakan penyakit dengan tipe progresif yang lambat.


Dengan adanya faktor sistemik, seperti diabetes, perokok, atau stress, progres
penyakit akan lebih cepat karena faktor tersebut dapat merubah respon host terhadap
akumulasi plak.

Gambar 2.3 Tanda klinis periodontitis kronis pada pasien usia 45 tahun dengan
kesehatan oral yang kurang dan tidak ada perawatan gigi sebelumnya.

Periodontitis kronis adalah hasil dari respon host pada agregasi bakteri di
permukaan gigi. Mengakibatkan kerusakan irreversibel pada jaringan perlekatan,
yang menghasilkan pembentukan poket periodontal dan kehilangan tulang alveolar
pada akhirnya. Sementara gingivitis dikenal kondisi yang sangat umum di antara
anak-anak dan remaja, periodontitis jarang terjadi pada anak-anak dan remaja.

Universitas Sumatera Utara


Terjadinya periodontitis severe pada orang dewasa muda memiliki dampak buruk
terhadap gigi mereka tapi dalam beberapa perawatan kasus penyakit periodontal
dapat berhasil.

2.3.3.2 Faktor Resiko Terjadinya Periodontitis Kronis

Periodontitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor


utama terjadinya periodontitis adalah terdapatnya akumulasi plak pada gigi dan
gingiva.

Ada beberapa faktor yang ikut berkontribusi dalam peningkatan resiko terjadinya
penyakit, antara lain:

1. Faktor lokal. Akumulasi plak pada gigi dan gingiva pada dentogingiva
junction merupakan awal inisiasi agen pada etiologi periodontitis kronis.
Bakteri biasanya memberikan efek lokal pada sel dan jaringan berupa
inflamasi.

2. Faktor sistemik. Kebanyakan periodontitis kronis terjadi pada pasien yang


memiliki penyakit sistemik yang mempengaruhi keefektivan respon host.
Diabetes merupakan contoh penyakit yang dapat meningkatkan keganasan
penyakit ini.

3. Lingkungan dan perilaku merokok dapat meningkatkan keganasan penyakit


ini. Pada perokok, terdapat lebih banyak kehilangan attachment dan tulang,
lebih banyak furkasi dan pendalaman poket. Stres juga dapat meningkatkan
prevalensi dan keganasan penyakit ini.

4. Genetik. Biasanya kerusakan periodontal sering terjadi di dalam satu


keluarga, ini kemungkinan menunjukkan adanya faktor genetik yang
mempengaruhi periodontitis kronis ini.

Universitas Sumatera Utara


2.3.3.3 Karakteristik Umum Periodontitis Kronis
Karakteristik yang ditemukan pada pasien periodontitis kronis yang belum
ditangani meliputi akumulasi plak pada supragingiva dan subgingiva, inflamasi
gingiva, pembentukan poket, kehilangan periodontal attachment, kehilangan tulang
alveolar, dan kadang-kadang muncul supurasi
Pada pasien dengan oral hygiene yang buruk, gingiva membengkak dan
warnanya antara merah pucat hingga magenta. Hilangnya gingiva stippling dan
adanya perubahan topografi pada permukaannya seperti menjadi tumpul dan rata
(cratered papila).
Pada banyak pasien karakteristik umum seringkali tidak terdeteksi, dan
inflamasi hanya terdeteksi dengan adanya pendarahan pada gingiva sebagai respon
dari pemeriksaan poket periodontal.
Kedalaman poket bervariasi, dan kehilangan tulang secara vertikal maupun
horizontal dapat ditemukan. Kegoyangan gigi terkadang muncul pada kasus yang
lanjut dengan adanya perluasan hilangnya attachment dan hilangnya tulang
Periodontitis kronis dapat didiagnosis dengan terdeteksinya perubahan
inflamasi kronis pada marginal gingiva, adanya poket periodontal dan hilangnya
attachment secara klinis.

- Pencegahan :
1. Peningkatan oral hygiene (kontrol plak).
2. Perbaikan gigi
- Pengobatan :
1. Pembersihan karang gigi (scaling)
2. Pemberian obat :
- antimikroba dan analgetik
- antiseptic
- pencabutan atau perawatan saluran akar

Universitas Sumatera Utara


2.4 Panoramik
Panoramik merupakan salah satu radiografi ekstraoral yang telah digunakan
secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan
maksilofasial. (Kang BC et al, 2005)
Salah satu bentuk dental radiography yaitu pengambilan citra rontgen panoramik
gigi-geligi pasien. Pencitraan panoramik digunakan untuk melihat gigi -geligi secara
keseluruhan beserta jaringan tulang penyangganya sehingga dapat digunakan oleh
seorang dokter gigi untuk mendiagnosa penyakit atau kelainan gigi pasien.
Radiografi panoramik mencitrakan seluruh gigi-geligi dalam satu film (White dan
Pharoah, 2009). Pencitraan panoramik merupakan pencitraan ekstraoral dengan
menggunakan film atau detektor yang diletakkan di luar mulut.
Citra yang dihasilkan oleh sinar X panoramik gigi dari seorang pasien sangat penting
bagi seorang dokter gigi terutama untuk melihat adanya kelainan pada tulang dan
gigi-geligi. Penerapan dental radiography juga terdapat pada teknik penanaman
dental implant. Teknik ini sangat memerlukan akurasi dan ketepatan yang sangat
tinggi, karena letak dental implant pada daerah yang sangat minimal, begitu juga
dengan interpretasi pasca pemasangannya. Dalam proses ini dibutuhkan lebih dari
satu citra radiography sebagai penunjang diagnosa, minimal foto panoramik, foto
lateral dan foto periapikal. Sebelum pemasangan gigi implan, seorang dokter
biasanya melakukan panoramic radiography untuk menilai kualitas tulang,
kuantitas, dan anatomi gigi. Panoramic radiography mencitrakan tulang rahang atas
dan rahang bawah sehingga dapat digunakan untuk mengukur densitas tulang secara
radiografis. Tingkat densitas pada area tulang yang akan dirawat dengan dental
implant berpengaruh pada stabilitas primer implant yang lebih lanjut akan
menentukan keberhasilan tingkat perawatan dental implant. Dalam banyak kasus
studiimplant. Dalam banyak kasus studi pencitraan panoramik sinar X sekarang
sudah berbentuk digital dan sejumlah studi menunjukkan bahwa dalam menilai citra
rahang atas dan rahang bawah terdapat keterbatasan dalam hal distorsi dan struktur

Universitas Sumatera Utara


superimposisi yang membatasi penggunaannya (Burgess, 2011). Distorsi ini terjadi
karena adanya perbedaan densitas tulang karena proses tekanan gigi saat mengunyah
makanan. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu koreksi untuk meminimalisir distorsi
pada citra yang didapat dan salah satunya dengan melakukan kalibrasi spasial.
Menurut Knezovic-Zlataric dan Celebic (2005), kondisi gigi-geligi dan pemakaian
gigi tiruan akan mempengaruhi densitas tulang rahang. Hal tersebut berkaitan erat
dengan tekanan dan pembebanan mekanis yang diterima oleh tulang rahang selama
proses pengunyahan. Gruber et al.. (2008) menyatakan bahwa pembebanan yang
berimbang akan memicu proses modeling tulang, namun pembebanan yang
berlebihan akan memicu aktivitas osteoklas untuk meresorpsi tulang. Hal-hal inilah
yang akan menyebabkan terjadinya distorsi pada citra panoramik yang diambil.
Kualitas dan ketelitian citra yang baik akan membuat ketepatan diagnosa dari
seorang dokter sehingga tidak terjadi kesalahan dalam mendiagnosa penyakit gigi
pasien. Oleh karena itu diperlukan suatu proses yang dapat memperbaiki ketelitian
citra. Hal ini dapat dilakukan dengan kalibrasi spasial citra. Radiograf panoramik
memiliki sejumlah keterbatasan karena citra yang dihasilkan mengalami perbesaran
dan distorsi jika dibandingkan dengan ukuran obyek sesungguhnya, sehingga
diperlukan pengetahuan serta keahlian khusus untuk menghindarkan kesalahan
informasi saat menginterpretasikan citra radiograf panoramik (Watanabe et al.,
2008). Kalibrasi spasial berkaitan dengan proses menghubungkan pixel dari suatu
citra dengan fitur nyata obyek. Proses ini dapat digunakan untuk menghasilkan suatu
pengukuran yang lebih akurat pada satuan obyek sebenarnya. Kalibrasi spasial ini
dapat digunakan untuk melihat bagaimana distorsi atau perubahan bentuk dan ukuran
pada citra radiografi yang terdapat pada citra dan cara menganalisisnya. Distorsi
dihasilkan dari variasi magnifikasi obyek yang berlainan tempat dan arah dari obyek
tersebut terhadap berkas sinar X. Hal ini yang akan menyebabkan terjadinya distorsi
pada citra yang dihasilkan sehingga perlu dilakukan kalibrasi spasial. Mesin
panoramik sinar X yang digunakan dalam pencitraan digital tidak terlepas dari
bahaya paparan dosis radiasi yang akan diterima pasien dan lingkungan. Kalibrasi
dosis dibutuhkan untuk melihat bangaimana pengaruh dosis yang dipancarkan mesin

Universitas Sumatera Utara


panoramik dengan dosis yang diterima oleh lingkungan di sekitar mesin panoramik
pada ruang radiografi. Hal ini dilakukan sebagai upaya proteksi radiasi sehingga
dapat diketahui keamanan paparan dosis sinar X dalam jangkauan aman dengan
melakukan pemetaan laju dosis yang terdistribusi pada ruang radiografi. Dengan
melakukan hal ini maka akan dapat mengantisipasi bahaya radiasi.

2.5 Periapikal
Periapikal adalah radiografi intraoral yang mencakup gigi geligi dan
jaringan sekitarnya sampai dengan daerah periapikal. Teknik ini digunakan untuk
melihat keseluruhan mahkota serta akar gigi dan tulang pendukungnya.

2.6 Sinar – X
Sinar- X merupakan gelombang elektromagnetik, dimana dalam proses
terjadinya memiliki energi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut didasarkan pada
energi kinetik elektron.Sinar-X yang terbentuk ada yang memiliki energi rendah
sekali sesuai dengan energi elektron pada saat timbulnya sinar-X. Juga ada yang
berenergi tinggi, yakni berenergi sama dengan energi kinetik elektron pada saat
menumbuk target anode.
Terbentuknya sinar-X dapat terjadi apabila partikel bermuatan, elektron
misalnya, mengalami perlambatan yang diakibatkan adanya interaksi dengan suatu
material. Sinar-X yang terbentuk dengan cara demikian disebut sebagai sinar-X
bremsstrahlung. Sinar-X bremsstrahlung memiliki energi yang tinggi, yang besarnya
sama dengan energi kinetik partikel bermuatan pada awal terjadinya perlambatan.
Selain itu sinar-X juga dapat terbentuk melalui proses perpindahan elektron
dari tingkat energi tinggi menuju ke tingkat energi yang lebih rendah. Sinar-X yang
terbentuk dengan cara seperti itu mempunyai energi yang sama dengan perbedaan
energi antara kedua tingkatan elektron. Energi tersebut merupakan besaran energi
yang khas untuk setiap jenis atom.Sehingga sinar-X yang terbentuk disebut sinar-X
karakteristik.

Universitas Sumatera Utara


Pada dasarnya pesawat sinar-X terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung
sinar-X, sumber tegangan tinggi yang mencatu tegangan listrik pada kedua elektrode
dalam tabung sinar-X, dan unit pengatur bagian pesawat sinar-X. Tabung pesawat
sinar-X yang biasanya terbuat dari bahan gelas yang terdapat filamen. Filamen
tersebut berfungsi sebagai katode dan target yang berfungsi sebagai anode. Gambar
2.1menunjukkan skema dari tabung pesawat sinar-X, tabung tersebut dibuat hampa
udara agar elektron yang berasal dari filamen tidak terhalang oleh molekul udara
sewaktu menuju ke anode.Filamen yang di panasi oleh arus listrik berfungsi sebagai
sumber elektron. Makin besar arus filamen, akan makin tinggi suhu filamen dan
berakibat makin banyak elektron dibebaskan persatuan waktu. (Kane S.A, 2005)

Gambar 2.4 Skema Tabung Pesawat Sinar-X


Elektron-elektron yang dibebaskan oleh filamen tertarik menuju anode
karena adanya beda potensial yang besar antara katode dan anode (potensial katode
beberapa puluh hingga beberapa ratus KV atau MV lebih rendah dibandingkan
potensial anode). Selanjutnya elektron-elektron tersebut akan menumbuk bahan
target yang umumnya bernomor atom dan bertitik cair tinggi (misalnya tungsten) dan
terjadilah proses bremsstrahlung.
Khusus pada pemercepat partikel energi tinggi beberapa elektron atau
partikel yang dipercepat dapat sedikit menyimpang dan menabrak dinding sehingga

Universitas Sumatera Utara


menimbulkan bremsstrahlung pada dinding.Beda potensial atau tegangan antara
kedua elektrode menentukan energi maksimum sinar-X yang terbentuk.Sedangkan
fluks sinar-X bergantung pada jumlah elektron persatuan waktu yang sampai ke
bidang anode.Namun demikian dalam batas tertentu, tegangan tabung juga dapat
mempengaruhi arus tabung.Arus tabung dalam sistem pesawat sinar-X biasanya
hanya mempunyai tingkat besaran dalam milliampere (mA), berbeda dengan arus
filamen yang besarnya dalam tingkat ampere.
Sumber radiasi yang sebenarnya adalah bidang target dalam tabung sinar-X,
bidang ini disebut bidang fokus. Pada proses bremsstrahlung sinar-X mempunyai
kemungkinan dipancarkan kesegala arah. Namun demikian bagian dalam tabung atau
di sekitar tabung, misalnya logam penghantar anode gelas tabung dan juga rumah
tabung yang biasanya terbuat dari logam berat menyerap sebagian besar sinar-X
yang dipancarkan sehingga sinar-X yang keluar dari rumah tabung, kecuali yang
mengarah ke jendela tabung sudah sangat sedikit. Sinar-X yang dimanfaatkan adalah
berkas yang mengarah ke jendela bagian yang tipis dari tabung.
Pesawat sinar-X energi tinggi (orde MV) biasanya lebih dikenal dengan nama
pemercepat partikel. Dalam pesawat ini percepatan elektron dilakukan bertingkat-
tingkat sehingga pada waktu mencapai target mempunyai energi sangat tinggi,
misalnya ada yang sampai setinggi 20 MV atau lebih. Energi sinar-X yang
dipancarkan sudah tentu juga sangat tinggi.Sinar-X yang dipancarkan dari pesawat
pemercepat partikel memiliki energi yang lebih seragam dibandingkan dengan yang
dipancarkan melalui pesawat sinar-X energi rendah. Sasaran pada pesawat
pemercepat partikel biasanya sangat tipis, sehingga energi sinar-X yang dipancarkan
juga hampir sama. (Kane S.A, 2005).

2.6.1 Sifat Fisik Sinar-X


Adapun sifat-sifat fisik sinar-X adalah
1. Daya Tembus.

Universitas Sumatera Utara


Sinar-X dapat menembus bahan, dengan daya tembus sangat besar dan digunakan
dalam radiografi. Makin tinggi tegangan tabung (besarnya tegangan) yang
digunakan, makin besar daya tembusnya.

2. Pertebaran.
Apabila berkas sinar-X melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas tersebut
akan bertebaran ke segala jurusan, menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur)
pada bahan/zat yang dilaluinya.

3. Penyerapan.
Sinar-x dalam radiografi diserap oleh bahan/zat sesuai dengan berat atom atau
kepadatan bahan/zat tersebut. Makin tinggi kepadatannya atau berat atomnya,
makin besar penyerapannya.

4. Efek Fotografik.
Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak-bromida) setelah diproses
secara kimiawi (dibangkitkan) di kamar gelap.

5. Pendar Fluor (Fluoresensi).


Sinar-X menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium-tungstat atau zink-
sulfid memendarkan cahaya (luminisensi), bila bahan tersebut dikenai radiasi sinar-
X (Arif Jauhari, 2008).

2.7 Interaksi Sinar-X dengan Materi


Interaksi sinar-X dengan materi mengakibatkan kehilangan energi dari sinar-X
pada saat melewati materi (zat) terjadi karena tiga proses utama, yaitu:
• Efek fotolistrik
• Efek Compton
• Efek produksi pasangan

Universitas Sumatera Utara


Efek fotolistrik dan Efek Compton timbul karena interaksi antara sinar-X
dengan elektron-elektron dalam atom dari materi (zat) itu, sedang efek produksi
pasangan timbul karena interaksi dengan medan listrik inti atom (Arif Jauhari, 2008).
Apabila I0 adalah intensitas sinar-X yang datang pada suatu permukaan
materi (zat) dan Ix adalah intensitas sinar-X yang berhasil menembus lapisan setebal
x materi tersebut maka akan terjadi pengurangan intensitas. Hubungan antara I0
dengan Ix adalah sebagai berikut:

Ix = I0 e−mx ............................................................... ( 2.1 )


m disebut koefisien absorbsi linier.
Oleh karena m tidak memiliki satuan, maka jika x dinyatakan dalam cm haruslah m
dinyatakan dalam 1/cm (cm-1). Seringkali lebih disukai untuk menggantikan x
dengan (rx) dan dinyatakan dalam gram/cm2 yaitu yang menyatakan massa dari
lapisan tebal x dengan penampang 1 cm2. Sedangkan m digantikan menjadi (m /r)
dinyatakan dalam cm2/gram, disebut koefisien absorpsi massa.

2.7.1 Efek foto listrik.


Pada efek foto listrik energi foton diserap oleh atom, yaitu oleh elektron, sehingga
elektron tersebut dilepaskan dari ikatannya dengan atom. Elektron yang dilepaskan
oleh efek foto listrik disebut foto elektron. Proses efek foto listrik terutama terjadi
pada foton yang berenergi rendah yaitu antara energi 0, 01 MeV hingga 0, 5 MeV
bila energinya kecil.

Gambar 2.5 Efek foto listrik.

Universitas Sumatera Utara


2.7.2 Hamburan Compton
Penghamburan compton merupakan suatu tumbukan lenting sempurna antara
sebuah foton dan sebuah elektron bebas. Dimana foton berinteraksi dengan elektron
yang dianggap bebas (tenaga ikat elektron lebih kecil dari energi foton datang),
seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.6 Penghamburan compton: suatu tumbukan lenting


sempurna antara sebuah foton dan sebuah elektron.

Dalam suatu tumbukan antara sebuah foton dan elektron bebas maka tidak
mungkin semua energi foton dapat dipindahkan ke elektron jika momentum dan
energi dibuat kekal. Hal ini dapat diperlihatkan dengan berasumsi bahwa reaksi
semakin dimungkinkan. Jika hal itu memang benar, maka menurut hukum kekekalan
semua energi foton diberikan kepada elektron .

2.7.3 Efek Produksi Pasangan


Proses produksi pasangan hanya terjadi bila energi datang lebih dari 1.02 MeV.
Apabila foton semacam ini mengenai inti atom berat, foton tersebut lenyap dan
sebagai gantinya timbul sepasang elektron-elektron. Positron adalah partikel yang
massanya sama dengan elektron-elektron bermuatan listrik positif yang besarnya
juga sama dengan muatan elektron. Proses ini memenuhi hukum kekekalan energi:
hv1 = (2 m0 c2) + (K+) + (K-) ................................................ ( 2.2 )
+
K = Energi Kinetik positron

Universitas Sumatera Utara


K- = Energi Kinetik elektron
Oleh karena proses ini hanya bisa berlangsung bilamana energi foton datang
minimal (2 m0c2) (1.02 MeV) m0 adalah massa diam elektron dan c adalah kecepatan
cahaya.

Gambar 2.7 Efek produksi pasangan.

2.8 Dosis Radiasi


Dosis radiasi dapat diartikan sebagai kuantisasi dari proses yang ditinjau
sebgai akibat radiasi mengenai materi (Dwi Seno, 2008). Besaran radiasi untuk
pertana kali diperkenalkan adalah penyinaran (terjemahan dari istilah exposure)
dengan simbol X, yang pada Kongres Radiologi pada tahun 1928 didefenisikan
sebagai kemampuan radiasi sinar-X atau gamma untuk menimbulkan ionisasi di
udara. Satuannya adalah roentgen atau R, di mana 1R adalah besarnya penyinaran
yang dapat menyebabkan terbentuknya muatan listrik sebesar 1 esu (electro-static-
unit) pada suatu elemen volume udara sebesar 1cc, pada kondisi temperatur dan
tekanan normal (Dwi Seno, 2008).

2.8.1 Besaran dan Satuan Radiasi


Radiasi mempunyai satuan atau ukuran untuk menunjukkan besarnya paparan
atau pancaran radiasi dari suatu sumber radiasi, maupun banyaknya dosis radiasi
yang diberikan atau diterima oleh suatu medium yang terkena radiasi. Satuan radiasi
ada beberapa macam tergantung pada kriteria penggunaannya yaitu:

Universitas Sumatera Utara


2.8.1.1 Satuan untuk paparan radiasi.
Paparan radiasi adalah kemampuan sinar-X untuk menimbulkan ionisasi di
udara dan digunakan untuk mendeskripsikan sifat emisi sinar-X dari sebuah sumber
radiasi. Satuan ini mendeskripsikan keluaran radiasi dari sebuah sumber radiasi
namun tidak mendeskripsikan energi yang diberikan pada sebuah objek yang
disinari. Satuannya adalah Roentgen atau R
1 Roentgen (R) = 2.58 x 10-4 Coulomb/kg udara
1 Roentgen (R) = 1.610 x 1012 pasangan ion/gr udara

2.8.1.2 Satuan Kecepatan Pemaparan (Exposure Rate)


Kecepatan pemaparan (ER) adalah besar pemaparan per satuan waktu.
Satuannya adalah R/jam atau mR/jam;
1 mR = 10-3 R.

2.8.2 Pemantauan Paparan Radiasi Personil


Pada umumnya, peralatan pemantauan harus digunakan apabila
dimungkinkan bahwa seseorang dapat menerima 25 % dari maksimum paparan yang
dibolehkan (Nilai Batas Dosis­NBD) ketika seseoarang tersebut melakukan
tugasnya. Ketentuan ini mengamanatkan keharusan dilakukan pemantauan paparan
yang diterima oleh dokter spesialis radiologi, dokter spesialis kardiologi dan semua
personil yang membantu dalam pemggunaan alat.
Metode yang paling populer pemantauan radiasi adalah film badge sebab alat
tersebut sangat praktis dan ekonomis. Biasanya, setiap orang menggunakan satu film
badge di bawah apron dan yang lain pada bagian leher baju yang berada di luar apron
tersebut.
Petugas proteksi radiasi (PPR) harus diberitahu kesepakatan penggunaan film
badge tersebut sehingga laporan paparan radiasi dapat diinterpretasikan secara benar.
Pilihan lokasi tersebut bergantung pada apakah paparan tersebut maksimum atau
paparan seluruh tubuh lebih penting, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.4.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.8 Penempatan personal monitoring

2.8.3 Satuan untuk Dosis serap


Dosis serap (D) ialah perbandingan energi yang diberikan oleh radiasi pengion
(E) kepada materi dalam elemen volume yang mempunyai massa (m). Satuan ini
menggambarkan jumlah radiasi yang diterima oleh pasien. Satuannya adalah
Roentgen Absorbed Dose (rad) dan gray (Gy).
1 Gy = 1J/kg = 100 rad

2.9 Dosimetri
Dosimetri radiasi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari besaran dan
satuan dosis radiasi, sedang pengertian dosis adalah kuantisasi dari proses yang
ditinjau sebgai akibat radiasi mengenai materi (Dwi Seno, 2008).
Besaran radiasi untuk pertana kali diperkenalkan adalah penyinaran (terjemahan dari
istilah exposure) dengan simbol X, yang pada Kongres Radiologi pada tahun 1928
didefenisikan sebagai kemampuan radiasi sinar-X atau gamma untuk menimbulkan
ionisasi di udara. Satuannya adalah roentgen atau R, di mana 1R adalah besarnya
penyinaran yang dapat menyebabkan terbentuknya muatan listrik sebesar 1 esu
(electro-static-unit) pada suatu elemen volume udara sebesar 1cc, pada kondisi
temperatur dan tekanan normal (Dwi Seno, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Apabila radiasi mengenai bahan, maka akan terjadi penyerapan energi di
dalam bahan tersebut melalui berbagai macam proses/interaksi. Dosis serap (D)
didefenisikan sebagai energi rata-rata yang diserap bahan per satuan massa bahan
tersebut. Satuan yang digunakan sebelumnya adalah rad yang didefenisikan sebagai:
1 rad = 100 erg/g
Satuan baru yaitu gray (Gy) di mana:
1 gray (Gy) = 1 joule/kg
Dengan demikian dapat diperoleh hubungan:
1 gray (Gy) = 100 rad
Besaran dosis serap ini berlaku untuk semua jenis radiasi dan semua jenis bahan
yang dikenainya, namun bila menyangkut akibat penyinaran terhadap mahluk hidup,
maka informasi yang diperoleh tidak cukup. Jadi diperlukan besaran lain yang
sekaligus memperhitungkan efek radiasi untuk jenis radiasi yang berbeda.
Dosis serap yang sama tetapi berasal dari jenis radiasi yang berbeda ternyata
memberikan akibat/efek yang berbeda pada sistem tubuh mahluk hidup. Pengaruh
interaksi yang terjadi sepanjang lintasan radiasi di dalam jaringan tubuh yang terkena
radiasi terutama berasal dari besaran proses yang disebut sebagai alih energi linier.
Yang paling berperan dalam hal ini adalah peristiwa ionisasi yang terjadi sepanjang
lintasan radiasi di dalam materi yang dilaluinya. Dengan demikian, jenis radiasi yang
memiliki daya ionisasi besar akan dapat menyebabkan akibat/kerusakan biologik
yang besar pula. Besaran yang merupakan kuantisasi dari sifat tersebut dinamakan
faktor kualitas (Q), maka dosis serap (H) yang disebut dosis ekivalen, yaitu perkalian
antara dosis serap dan faktor kualitas radiasi Q atau faktor bobot radiasi Wr atau
radiation weighting factor dapat ditulis :
H = D . Q . N ………………………………………………( 2.3 )
N merupakan suatu faktor modifikasi, misalnya pengaruh laju dosis, distribusi zat
radioaktif dalam tubuh, dan sebagainya. Untuk keperluan Proteksi Radiasi: faktor N
tersebut selalu dianggap N = 1
Satuan dosis ekivalen adalah rem, yang dalam falsafah baru – menurut Publikasi
ICRP No.26 Tahun 1977, diganti menjadi sievert (Sv), dimana:

Universitas Sumatera Utara


1 sievert (Sv) = 100 rem
Satuan sievert (Sv), menggantikan satuan lama rem (rontgen equivalent man).

2.9.1 Nilai Batas Dosis


Nilai Batas Dosis yang ditetapkan dalam surat keputusan BAPETEN
No.01/Ka-BAPETEN/V-99 adalah penerimaan dosis yang tidak boleh dilampaui
oleh seorang pekerja radiasi dan anggota masyarakat selama jangka waktu 1 (satu)
tahun, tidak bergantung pada laju dosis, baik dari penyinaran eksterna maupun
interna. Nilai batas dosis bukan batas tertinggi yang apabila dilampaui seseorang
akan mengalami akibat merugikan yang nyata. Meskipun demikian, setiap
penyinaran yang tidak perlu harus dihindarkan dan penerimaan dosis harus
diusahakan serendah-rendahnya.
Menurut Keputusan Kepala BAPETEN No.01/Ka-BAPETEN/V-99 Nilai Batas
Dosis ditetapkan sebagai berikut:
" Nilai batas dosis untuk Pekerja Radiasi atas penyinaran seluruh tubuh adalah 50
mSv (5000 mrem) / tahun atau 416,67mRem / bulan".

2.10 Efek Radiasi


Pada penelitian ternyata tidak semua sel mempunyai kepekaan yang sama
terhadap radiasi. Borgonie dan Tribondeu mendapatkan bahwa radioaktivitas
berbanding terbalik dengan derajat diferensial dan berbanding lurus dengan kapasitas
reproduksi. Dengan demikian jaringan yang sel – selnya aktif membelah mempunyai
kepekaan yang relatif tinggi terhadap radiasi, adalah sel – sel darah putih, sel – sel
pembentuk darah dalam sumsum tulang merah, sel – sel epitel kulit dan selaput
lendir, sel – sel pembentuk sperma dan telur ( Bapeten, 2005 )
Darah putih merupakan komponen selular darah yang tercepat mengalami
perubahan akibat radiasi. Efek pada jaringan ini berupa penurunan jumlahh sel.
Komponen selular darah yang lain ( butir pembeku dan darah merah ) menyusul
setelah sel darah putih. Sumsum tulang merah yang mendapat dosis tidak terlalu
tinggi masih dapat memproduksi sel – sel darah, sedangkan pada dosis yang cukup

Universitas Sumatera Utara


tinggi akan terjadi kerusakan permanen yang berakhir dengan kematian. Akibatnya
penekanan aktivitas sum – sum tulang maka orang yang terkena radiasi akan
menderita kecendrungan pendarahan dan infeksi, anemia dan kekurangan
haemoglobin.
Gangguan kesehatan dalam bentuk apapun merupakan akibat dari paparan
radiasi yang bermula dari interaksi antara radiasi dengan sel maupun jaringan tubuh
manusia. Akibat interaksi itu sel – sel dapat mengalami perubahan struktur
Menurut Akhadi ( 1997 ), berdasarkan proses berlangsungnya ada dua jenis
penyinaran terhadap tubuh manusia yaitu :
1. Efek biologi seketika, yaitu efek yang kemunculannya kurang dari satu tahun
sejak terjadinya penyinaran. Penyinaran akut melibatkan dosis tinggi.
2. Efek tertunda yaitu penyinaran oleh radiasi dosis rendah namun berlangsung
terus menerus. Penyinaran ini biasanya tidak segera menampakan efeknya.
Komisi Nasional untuk Perlindungan Radiasi ( IRCP ) membagi efek radiasi pengion
terhadap tubuh manusia menjadi dua yaitu :

2.10.1 Efek Stokastik


Berkaitan dengan paparan dosis rendah yang dapat muncul pada manusia
dalam bentuk kanker ( kerusakan somatik ) atau cacat pada keturunan ( Kerusakan
genetik ). Yang dimaksud radiasi dosis rendah dosis radiasi dari 0,25 sampai dengan
1.000 mSv. Dalam efek stokastik tidak dikenal adanya dosis ambang. Jadi sekecil
apapun dosis radiasi yang diterima tubuh ada kemungkinan menimbulkan kerusakan
somatik maupun genetik.

2.10.2 Efek Deterministik


Berkaitan dengan paparan radiasi dosis tinggi yang kemunculannya dapat
langsung dilihat atau dirasakan individu yang terkena radiasi. Efek tersebut dapat
muncul seketika hingga beberapa minggu setelah penyinaran. Efek ini mengenal
adanya dosis ambang, jadi hanya radiasi dengan dosis tertentu yang dapat
menimbulkan efec deterministik radiasi dibawah dosis ambang tidak akan

Universitas Sumatera Utara


menimbulkan efek deterministik sebagai contoh adalah erythema kulit ( kulit merah )
karena teerpapar radiasi sebesar 3.000 – 6.000 mSv, atau kerontokan rambut yang
disebabkan oleh paparan radiasi sebesar 6.000 – 12.000 mSv.
Kemunculan efek ini juga ditandai dengan munculnya keluhan baik umum
maupun lokal. Keluhan umum berupa : nafsu makan berkurang, mual, lesu, lemah,
demam, keringat berlebihan hingga menyebabkan shock. Beberapa saat kemudian
timbul keluhan yang lebih khusus yaitu nyeri perut, rambut rontok, shock bahkan
kematian. Sedangkan keluhan lokal yang biasa muncul adalah erythema kulit, pedih,
gatal, bengkak, melepuh, memborok, dan kerontokan rambut kulit.
Beberapa efek deterministik lainnya yang dapat muncul akibat paparan radiasi dosis
tinggi pada manusia adalah :
a. Penerimaan dosis radiasi 100.000 mSv ( 100 mSv ) mengakibatkan kerusakan
sistem saraf pusat yang diikuti dengan kematian setelah beberapa jam.
b. Penyinaran dosis radiasi 10 – 50 mSv mengakibatkan kerusakan saluran
pencernaan dan dapat mengakibatkan kematian 1 -2 minggu.
c. Dosis radiasi 3 – 5 mSv mengakibatkan kerusakan pada organ pembentukan sel
darah merah pada sumsum tulang belakang yaitu dengan kematian setelah 1 – 2
bulan.
d. Efek somatik pada organ reproduksi adalah terganggunya produksi sperma pada
pria dan kerusakan ovum pada wanita sehingga mengakibatkan kemandulan.
e. Radiasi dapat mengakibatkan kerusakan pada lensa mata sehingga mengakibatkan
katarak dengan dosis 2 – 5 mSv.

2.10.3 Metode Pengurangan Paparan dan Dosis


Waspada terhadap resiko potensial berhubungan dengan penggunaan radiasi
ionisasi dan resikonya terhadap kesehatan adalah langkah pertama dalam
pengurangan paparan dan dosis dalam diagnostik radiografi. Langkah yang kedua
yaitu menggunakan teknik, material dan peralatan yang mengoptimalkan proses
radiasi. Optimalisasi proses radiologi merupakan cara terbaik untuk memaksimalkan
keuntungan pasien dengan meminimalkan paparan pada pasien dan operator.

Universitas Sumatera Utara


Pada bagian ini, metode pengurangan paparan dan dosis dijelaskan seperti yang biasa
digunakan untuk radiografi oral. Setiap bagiannya dimulai dengan
rekomendasi American Dental Association (ADA) Council on Dental
Materials,Instruments, and Equipments berdasarkan pada penggunaan optimal
proses radiologi. Hal ini diikuti dengan diskusi sehingga rekomendasi ini lebih
memuaskan. Termasuk juga rekomendasi NCRP dan peraturan federal mengenai
penggunaan radiasi ionisasi.
Sebagai tambahan peraturan federal, negara memiliki hukum tersendiri
mengenai radiasi ionisasi. Meskipun kebanyakan sama dengan rekomendasi ADA
dan NCRP, seluruh praktisi harus berkonsultasi dengan lembaga pengontrol radiasi
dinegaranya untuk mendapat informasi terbaru.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai