Anda di halaman 1dari 36

TUMOR JINAK KELENJAR SALIVA

HALAMAN JUDUL

Oleh :
Carel Vere Mahardo 160121220012

Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. Harmas Yazid Yusuf, drg., Sp.BM(K)

DEPARTEMEN BEDAH MULUT & MAKSILOFASIAL


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2022
DAFTAR ISI

i
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3
2.1 Anatomi Kelenjar Saliva...........................................................................3
2.1.1 Kelenjar Saliva Mayor.......................................................................3
2.1.2 Kelenjar Saliva Minor........................................................................6
2.2 Fisiologi Kelenjar Saliva...........................................................................7
2.3 Tumor Jinak Kelenjar Saliva.....................................................................9
2.3.1 Epidemiologi Tumor Jinak Kelenjar Saliva.....................................10
2.3.2 Etiologi Tumor Jinak Kelenjar Saliva..............................................10
2.3.3 Patofisiologi Tumor Jinak Kelenjar Saliva......................................11
2.3.4 Subtipe Tumor Jinak Kelenjar Saliva..............................................12
2.3.5 Pemeriksaan Penunjang Tumor Jinak Kelenjar Saliva....................18
2.4 Operasi Tumor Kelenjar Saliva...............................................................19
2.4.1 Operasi Tumor Kelenjar Parotis......................................................19
2.4.2 Operasi Tumor Kelenjar Submandibula..........................................26
2.4.3 Operasi Tumor Kelenjar Sublingual................................................29
BAB III KESIMPULAN......................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................34

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang


Tumor Kelenjar Saliva, dari sudut pandang kedokteran terdiri dari dua jenis,
yaitu jinak dan ganas. Proporsi tumor jinak dan ganas berbeda berdasarkan
lokasinya. Tumor kelenjar saliva mencakup beragam histologi dan lokasi yang
berbeda, termasuk parotis, kelenjar submandibular, kelenjar sublingual, dan
kelenjar ludah minor pada saluran aerodigestive bagian atas. Sebagian besar
(80%) dari neoplasma ini bersifat jinak tetapi memiliki kemampuan heterogen
untuk kambuh dan/atau berubah menjadi lesi ganas. Oleh karena itu, diagnosis
yang tepat sangat penting dalam menentukan pengobatan yang tepat. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2017 mengenali 11 tumor kelenjar ludah
epitel jinak yang berbeda.
Subtipe tumor jinak yang paling umum diidentifikasi termasuk adenoma
pleomorfik (PA), tumor Warthin (WT), dan myoepithelioma (MYO), diikuti oleh
histologi yang lebih jarang termasuk limfadenoma (LA), adenoma sebaceous
(SA), oncocytoma (OC), cystadenoma, sialadenoma papilliferum (SP), papiloma
duktal (intraduktal dan terbalik), adenoma kanalikuli (CA), dan adenoma sel basal
(BCA).

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kelenjar Saliva
Kelenjar saliva adalah kelenjar eksokrin yang memproduksi saliva. Ada
tiga pasang kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, submandibula
dan sublingual. Selain itu ada banyak kecil saliva minor yang berada di
mukosa dan submukosa rongga mulut. Kelenjar saliva mayor berkembang
pada minggu ke-6 sampai ke-8 kehidupan embrio dan berasal dari jaringan
ektoderm. Kelenjar saliva minor berasal dari jaringan ektoderm oral serta
endoderm nasofaring dan membentuk sistem tubuloasiner sederhana.
Setiap hari, rata-rata sekitar 500 ml saliva diproduksi yang bervariasi.
Pada saat istirahat, sekitar 0,3 ml/menit saliva diproduksi, tetapi meningkat
menjadi 2,0 ml/ menit dengan stimulasi. Kontribusi dari masing-masing
kelenjar juga bervariasi. Pada saat istirahat, kelenjar parotis menghasilkan
20% saliva, kelenjar submandibula 65% dan kelenjar sublingual serta
kelenjar saliva minor masing- masing 15% saliva. Pada saat stimulasi,
sekresi kelenjar parotis meningkat menjadi sampai 50%.
Sifat sekeresi juga bervariasi, sekresi kelenjar parotis sebagian besar serosa,
sekresi kelenjar submandibula adalah seromukosa, dan sekresi kelenjar
sublingual dan kelenjar saliva minor bersifat mukoid.
Saliva sangat penting untuk pelumasan mukosa, berbicara, dan menelan.
Saiva juga berperan dalam proses demineralisasi gigi. Kekurangan produksi
saliva ditandai dengan adanya Xero-stamia, karies, dan merusak
periodontal. Berbagai enzim pencernaan, amylase, IgA, lisosim, dan
laktoferin juga disekresi bersamaan dengan saliva.

2.1.1 Kelenjar Saliva Mayor


A. Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis merupakan kelenjar ludah terbesar, berbentuk irreguler
akan tetapi dilihat dari permukaan lateralnya nampak berbentuk segitiga.
4
Kelenjar parotis terdapat dalam fossa yang pada bagian depan dibatasi oleh
margo posterior ramus mandibula dan musculus pterygoideus. Pada bagian
belakang fossa dibatasi oleh pars tympanica ossis temporalis, kartilago
meatus austici, margo anterior processus mastoidei, dan musculus
sternocleidomastoideus. Pada bagian medial, fossa dibatasi oleh processus
styloideus, otot-otot stylohyoideus dan styloglossus, arteri carotis interna
dan vena juguaris interna. Sedangkan pada bagian ventromedial, fossa
dibatasi oleh venter posterior musculi digastrici. Duktus parotideus Stenson
dibentuk oleh duktus-duktus yang berasal dari lobus-lobus Kelenjar parotis.
Duktus parotideus stenson bermuara kedalam vestibulum oris pada paila
parotidea yang berhadapan dengan gigi Molar kedua atas atau Molar
pertama atas.
Kelenjar parotis dibungkus oleh fascia yang melekat erat pada
permukaannya. Fascia ini dibentuk dari fascia colli superficialis yang di
daerah Kelenjar parotis membelah untuk membungkus kelenjar ini (fascia
parotideomasseterica).

Struktur yang terdapat dalam substansi Kelenjar parotis, antara lain:


5
arteri carotis eksterna yang memasuki dan meninggalkan Kelenjar pada
fasies profundanya, vena retromandibula (vena facialis posterior), nervus
facialis, nodi lymphatici parotidei. Cabang perifer n. fasialis dan duktus
kelenjar parotis berada di dalam lapisan sel longgar antara dua lembar fasia.
Pengamatan ini penting saat operasi parotis.
Kelenjar parotis mendapat perdarahan mayoritas dari a. karotis
externa, yang bercabang menjadi dua yaitu a. maksilaris dan a. temporalis
superfisial setinggi kondilus mandibula. Arteri fasialis transverses, cabang
dari a. temporalis superfisial memperdarahi kelenjar parotis, duktus
Stensen, dan m. masseter. Arteri ini ditemani oleh vena fasiais transverses
dan berjalan di anteriornya di anatara arkus zigoma dan duktus parotis.
B. Kelenjar Submandibularis
Kelenjar submandibularis adalah kelenjar saliva terbesar kedua setelah
kelenjar parotis yang memiliki berat 7-16 gram. Kelenjar submandibularis
besarnya kurang lebih setengah dari besar Kelenjar parotis dan memiliki
bentuk oval, pipih, dan terletak dalam trigonum submandibularis.
Kelenjar ini terletak pada segitiga submandibular yaitu diantara
mandibula dan muskulus mylohyoid. Kelenjar submandibularis terdiri dari
2 lobus yaitu lobus superfisialis dan profunda. Lobus superfisialis terletak
pada segitiga digastrikus sedangkan lobus profunda terletak di posterior
muskulus mylohyoid dan memanjang hingga dibelakang kelenjar
sublingualis. Kelenjar submandibularis memiliki sel yang dapat
menghasilkan saliva bersifat mukus dan serus. Duktus submandibularis,
atau biasa disebut dengan duktus Wharton, memiliki panjang rata-rata 4-5
cm. Duktus tersebut melintang diantara muskulus hyoglossus dan
mylohyoid. Duktus submandibularis (duktus Whartoni) bermuara ke cavum
oris. Plika sublingualis adalah lipatan mukosa dasar kulit yang ditonjolkan
oleh duktus Whartoni bersama Kelenjar sublingualis.
Perdarahan kelenjar parotis berasal dari a. fasialis cabang dari a. karotis
eksterna. Vena fasialis anterior membawa darah dari kelenjar
6
submandibula. Cabang mandibula marginal dari n. fasialis berada
superfisial dari vena fasialis anterior.

C. Kelenjar Sublingualis
Kelenjar sublingualis berbentuk seperti almond yang memiliki berat
sekitar 4 gram dan menjadi kelenjar terkecil dari kelenjar saliva mayor.
Kelenjar ini terletak di superfisial mylohyoid dan diselubungi oleh mukosa
dasar mulut. Kelenjar sublingualis berkontak dengan lobus profunda kelenjar
submandibularis di area posterior. Kelenjar ini menyekresikan saliva yang
bersifat mukus. Duktus ekstretori dari kelenjar ini berjumlah sekitar 8-20
buah yang kebanyakan bermuara pada lipatan sublingual dengan duktus
mayor berupa duktus Bartholin. Nervus simpatis dan parasimpatis
menginervasi kelenjar ini.

2.1.2 Kelenjar Saliva Minor


Kelenjar saliva minor dalam rongga mulut manusia rata-rata berjumlah
600-1000 buah dengan ukuran 1-5 mm yang terletak menyebar di rongga
mulut hingga orofaring. Kelenjar saliva minor terbanyak ditemukan di area
palatum, mukosa bukal, lidah dan bibir. Seluruh kelenjar saliva minor
memiliki duktus yang langsung bermuara ke rongga mulut dengan
karakteristik saliva yang bisa serus, mukus maupun seromukus.
7
2.2 Fisiologi Kelenjar Saliva
Saliva adalah campuran sekret semua kelenjar saliva yang selalu
membasahi rongga mulut dan membantu membersihkan mulut dari sisa
makanan. Saliva terdiri dari air, garam mineral, enzim amylase, mucus,
lisozim dan immunoglobulin.
Sekret kelenjar saliva yang dikenal sebagai whole saliva atau total saliva
yang berpengaruh sangat penting terhadap cairan dalam rongga mulut.
Cairan mulut terdiri dari sekret kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva
minor, bakteri, sel epitel mati, cairan sulkus gusi dan sisa makanan.
Aliran saliva dipengaruhi oleh oleh jenis kelamin, musim, posisi tubuh,
umur, keadaan psikis, penyakit tertentu, diet dan obat. Aliran saliva dapat
dipengaruhi juga oleh berbagai stimulus dan tanpa stimulus. Kelenjar
submandibularis tanpa stimulasi menghasilkan sekret terbanyak, meskipun
rata-rata aliran saliva pada waktu istirahat sangat lambat untuk semua
kelenjar saliva mayor. Sekresi saliva paling rendah berkisar 0,26 ml/menit
oleh kelenjar submandibularis, 0,12 ml/ menit oleh kelenjar sublingualis dan
0,11 ml/menit oleh kelenjar parotis. Pada waktu stimulasi sedang
berlangsung, kelenjar submandibularis dan kelenjar parotis menghasilkan
kira-kira saliva dalam jumlah yang sama. Pada waktu stimulasi maksimum
kelenjar parotis menghasilkan saliva terbanyak. Pada waktu aliran saliva
distimulasi oleh pengunyahan permen karet atau paraffin, saliva dapat
dikumpulkan kira-kira 1-2 ml/menit.
Sumbangan sekret berbagai kelenjar saliva pada produksi total saliva
sangat tergantung pada tingkat stimulasi dan sifat stimulus. Kecepatan
sekresi bervariasi dari hamper yang tidak dapat diukur selama tidur sampai
3-4 ml/menit pada stimulasi maksimal. Jumlah total saliva setiap 24 jam
berdasarkan pengukuran pada beberapa pasien diperkirakan antara 500-600
8
ml yang sebagian berasal dari kelenjar saliva yang tidak distimulasi
sedangkan sebagian lain berasal dari kelenjar saliva yang distimulasi. Pada
malam hari produksi kelenjar saliva menurun sampai 10 ml/8 jam. Pada
malam hari kelenjar parotis tidak mensekresikan saliva. Pada malam hari
kelenjar submandibularis mensekresikan sekitar 70% dan sisanya dihasilkan
oleh kelenjar sublingualis dan kelenjar asesoris lainnya.
Sekresi saliva diatur oleh system saraf otonom yang terletak di medulla
oblongata yang berupa saraf eferen yang terdiri dari saraf parasimpatis dan
simpatis. Saraf parasimpatis terdiri dari nucleus salivatorius superior yang
mempengaruhi sekresi kelenjar submandibularis dan sublingualis, sedangkan
nucleus salivatorius inferior mempengaruhi kelenjar parotis dan lingualis.
Saraf simpatis yang menuju kelenjar saliva berasal dari ganglion servikal
superior yang bersamaan dengan pembuluh darah. Saraf aferen dari kelejar
saliva ditemukan di korda timpani saraf glosofaringeal. Saraf ini membawa
impuls rasa sakit dari kelenjar saliva.
Sekresi saliva dapat dirangsang atau dihambat oleh impuls yang datang
pada nucleus salivatorius. Sekresi saliva dapat dipengaruhi oleh penciuman,
penglihatan dan pemikiran. Sekresi saliva terjadi akibat respon reflex oleh
stimulasi reseptor yang diatur oleh saraf trigeminus atau stimulasi putik
kecap yang disarafi oleh saraf VII,IX,X. Sekresi saliva berperan dalam
proses pencernaan dan dalam proses perlindungan gigi dan mulut. Fungsi
saliva secara umum terdapat dalam proses :
1. Pencernaan
Makanan yang masuk ke dalam rongga mulut dikunyah oleh gigi dan
digerakan mengelilingi rongga mulut olh lidah dan otot pipi. Pada proses
ini, makanan bercampur dengan saliva yang mengandung enzim amilae
untuk mengubah polisakarida menjadi disakarida maltose.
2. Lubrikasi
Proses lubrikasi sangat penting untuk proses bicara, pengunyahan dan
penelaanan dan juga berperan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut
9
secara umum. Proses lubrikasi diperankan oleh glikoprotein yang
disekresi lebih banyak pada kelenjar minor dan sublingual, sedangkan
pada kelenjar parotis paling rendah.
3. Pengucapan
Sekresi saliva yang menurun dapat menyebabkan mulut kering. Pada
waktu mulut kering akan terjadi kesukaran dalam pengucapan.

4. Keseimbangan Cairan Tubuh


Pada keadaan tubuh mengalami dehidrasi, maka sekresi saliva
berkurang, sehingga dapat menimbulkan rasa haus dan rasa kering pada
mulut. Cairan tubuh dapat menjadi normal kembali setelah meminum
air, sehingga dapat memperbaiki keseimbangan cairan tubuh.
5. Perlindungan
Saliva dapat melindungi jringan di dalam rongga mulut dengan
berbagai cara yaitu dengan :
a) Pembersihan mekanis yang dapat menghasilkan pengurangan
akumulasi plak melalui kecepatan aliran sekresi saliva.
b) Pelumasan elemen gigi yang akan mengurangi keausan bidang oklusal
yang disebabkan oleh daya pengunyahan yang diperankan oleh
glikoprotein.
c) Pengaruh buffer, sehingga derajat asam (pH) dapat diatur dan
dekalsifikasi elemen gigi dapat dihambat yang diperankan oleh ion
bikarbonat.
d) Aregasi bakteri yang dapat merintangi kolonisasi mikroorganisme
yang diperankan oleh immunoglobulin
e) Aktivitas antibacterial sehingga menghalang-halangi pertumbuhan
bakteri diperankan oleh immunoglobulin

10
2.3 Tumor Jinak Kelenjar Saliva
Sebagian besar (80%) dari neoplasma ini bersifat jinak tetapi memiliki
kemampuan heterogen untuk kambuh dan/atau berubah menjadi lesi ganas.
Oleh karena itu, diagnosis yang tepat sangat penting dalam menentukan
pengobatan yang tepat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2017
mengenali 11 tumor kelenjar ludah epitel jinak yang berbeda. Subtipe jinak
yang paling umum diidentifikasi termasuk adenoma pleomorfik (PA), tumor
Warthin (WT), dan myoepithelioma (MYO), diikuti oleh histologi yang lebih
jarang termasuk limfadenoma (LA), adenoma sebaceous (SA), oncocytoma
(OC), cystadenoma, sialadenoma papilliferum (SP), papiloma duktal
(intraduktal dan terbalik), adenoma kanalikuli (CA), dan adenoma sel basal
(BCA).

2.3.1 Epidemiologi Tumor Jinak Kelenjar Saliva


Neoplasma kelenjar ludah paling sering menyerang wanita dengan rasio
pria dan wanita secara keseluruhan 1-1,5 dan rasio pria-wanita 1:1,6 untuk
tumor jinak. Anak-anak menyumbang kurang dari 5% dari semua kasus tumor
kelenjar ludah, dengan mayoritas histologi mendukung tumor jinak dan
vaskular.
Kelenjar parotis adalah lokasi yang paling umum untuk tumor kelenjar
ludah, terdiri dari 60-75% dari semua kasus. Sekitar 85% tumor parotid berada
di lobus superfisial, 11% di lobus dalam, dan 1% di lobus aksesori.
Neoplasma jinak yang paling umum ditemukan di parotis adalah adenoma
pleomorfik (53,3%-85%), tumor Warthin (25%-32%), adenoma sel basal (2%
hingga 7%), Myoepithelioma (1% hingga 3%), Onkositoma (1%).
Kelenjar submandibular mencakup 10 hingga 15% dari semua tumor
kelenjar ludah dengan distribusi neoplasma jinak dan ganas yang merata.
Tumor submandibular jinak yang paling umum adalah adenoma pleomorfik,
yang terdiri dari 36% dari semua tumor submandibular. Tumor kelenjar
sublingual sangat jarang. Tumor kelenjar sublingual jinak yang paling umum

11
adalah adenoma pleomorfik. Kelenjar ludah minor terdiri dari 9,5% sampai
14,7% dari semua tumor kelenjar ludah, dengan situs yang paling sering
terkena adalah langit-langit mulut. Ada distribusi yang sama antara tumor
jinak dan ganas. Tumor kelenjar ludah minor jinak yang paling umum adalah
pleomorphic adenoma, cystadenoma, dan canalicular adenoma. Dalam
serangkaian 216 tumor saliva jinak, 138 (64%) adalah adenoma pleomorfik
(PA), diikuti oleh tumor Warthin (23%), adenoma pleomorfik berulang
(5,1%), onkositoma (2,8%), myoepithelioma (1,9%), cystadenoma (1,4%) dan
adenoma sel basal (0,9%)

2.3.2 Etiologi Tumor Jinak Kelenjar Saliva


Etiologi tumor saliva jinak tidak diketahui tetapi telah dikaitkan dengan
radiasi, merokok, trauma, virus, dan genetika. Studi telah menunjukkan
korelasi antara tumor kelenjar ludah dan paparan radiasi sebelumnya dengan
50% tumor akibat radiasi menjadi adenoma pleomorfik. Meskipun paparan
tembakau dan alkohol tidak terkait dengan peningkatan risiko beberapa tumor
saliva, penelitian telah melaporkan hubungan yang kuat antara tumor Warthin
dan merokok tembakau. Peningkatan sel plasma IgG4-positif pada
limfadenoma menunjukkan peran imunomodulasi dalam perkembangannya.
Ductal papilloma (tipe intraductal) diduga terjadi sekunder akibat trauma
oral dan biasanya ditemukan di bibir bawah, dasar mulut, palatum, dan lidah.
Ductal papilloma (tipe terbalik) telah dikaitkan dengan Human Papillomavirus
(HPV) tipe 6 dan 11, serta trauma mulut. Translokasi kromosom yang
melibatkan 8q12 dan penataan ulang pada 12q13-15 masing-masing
mengaktifkan gen adenoma pleomorfik 1 (PLGA1) dan kelompok mobilitas
tinggi AT-hook 2 (HMGA2). PLGA1 dan HMGA2 sangat spesifik untuk
adenoma pleomorfik dan adenoma eks-pleomorfik karsinoma.

2.3.3 Patofisiologi Tumor Jinak Kelenjar Saliva


Tumor kelenjar ludah memiliki morfologi yang heterogen dan diduga
berkembang dari jalur diferensiasi sel induk yang sama dengan jaringan
12
kelenjar ludah normal. Empat teori utama telah diajukan. Ini termasuk teori sel
cadangan basal, teori sel cadangan uniseluler pluripoten, teori sel cadangan
biseluler semi-pluripoten, dan teori multiseluler.
Teori sel cadangan basal – Sel-sel basal dari kedua saluran ekskretoris dan
saluran interkalasi berkembang menjadi unit saliva fungsional dan mampu
berkembang menjadi tumor. Teori sel cadangan uniseluler pluripoten – Sel-sel
basal saluran ekskretoris bertanggung jawab untuk mengembangkan unit
saliva fungsional dan diferensiasi tumor. Teori sel cadangan biseluler semi-
pluripoten – Sel-sel basal dari saluran ekskretoris membentuk sel-sel
progenitor dari saluran interkalasi, yang kemudian membentuk saluran lurik
dan unit asinar. Sel basal duktus ekskretoris dan sel progenitor duktus
interkalasi mampu melakukan pembelahan seluler dan perkembangan tumor.
Sebaliknya, unit asinar dan duktus lurik terdiferensiasi secara terminal dan
tidak dapat mengalami keduanya. Ini adalah teori histogenesis tumor kelenjar
ludah yang paling umum.
Teori multiseluler – semua tipe seluler pada kelenjar saliva normal,
termasuk unit asinar dan saluran lurik, dapat membelah dan berkembang
menjadi tumor saliva. Setiap tumor berkembang dari sel asal tertentu.

2.3.4 Subtipe Tumor Jinak Kelenjar Saliva


A. Pleomorfik adenoma

Pleomorfik adenoma adalah tumor jinak kelenjar saliva yang paling


sering, sekitar 65% dari seluruh tumor kelenjar saliva. Lokasi paling sering
adalah di kelenjar parotis dengan sekitar persentase 85% , 10% di kelenjar
saliva minor dan 5% di kelenjar submandibula. Insidensinya 2,4 – 3 % per
100.000 populasi per tahunnya, dengan usia rata-rata 46 tahun dan sedikit
lebih banyak pada wanita.
Secara klinis, tumor ini berupa benjolan yang tidak nyeri dan lama
membesar. Tumor yang kecil tampak lunak, berbatas tegas, dan mobile.
Tumor yang besar akan menipiskan kulit dan mukosa di atasnya. Tumor
13
yang multiple atau rekuren akan membentuk tumor yang terfiksir. Nyeri
atau parese n. fasialis jarang dikeluhkan, ukuran tumor biasanya antara 2-5
cm.
Pleomorfik tumor biasanya soliter, namun bisa sinkronous atau muncul
bersamaan dengan tumor Warthin dan di kelenjar saliva yang berbeda. Tumor
ini mengandung sel mesenkim dan sel epitel. Secara makroskopis, terlihat
memiliki kapsul, tetapi bila dilihat secara mikroskopis, pleimorfik adenoma,
memiliki ekstensi pseudopod ke jaringan di sekitarnya. Karena karakteristik
ini, tumor ini memiliki rekurensi local sebesar 30% bila masih tersisa kapsul
pada saat operasi.

Bila pleomorfik adenoma mengenai kelenjar saliva minor biasanya


berkembang buruk dan tidak memiliki kapsul. Di kelenjar parotis,
pleimorfik adenoma lebih sering mengenai lobus superfisial. Operasi
parotidektomi superfisial selama bertahun-tahun menjadi operasi yang
dipilih untuk tumor kelenjar parotis, tetapi sebagian besar dokter ahli bedah
menyadari operasi parotidektomi yang adekuat bergantung pada ukuran dan
lokasinya, serta mengidentifikasi dan menyelamatkan n. fasialis.

14
Perubahan genetik yang berhubungan dengan pleomorfik adenoma telah
dikenali. DNA tumor memiliki kelainan kromosom pada kromosom 8q12.
Walau pun termasuk tumor jinak, pleomorfik adenoma menimbulkan
permasalahan dalam penatalaksanaannya, karena kecenderungan untuk
rekurensi dan risiko untuk menjadi tumor ganas.
Diagnosis tumor kelenjar parotis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB). Pada sebagian besar kasus,
pada anamnesis didapatkan adanya benjolan yang bertambah besar dengan
lambat yang dirasakan pasien selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
dan awalnya diketahui pada saat pasien bercukur, membasuh muka atau
memakai kosmetik. Pada beberapa kasus lain, pasien merasakan adanya
benjolan yang membesar dengan cepat, tapi ini tidak selalu menandakan
tumor ganas. Nyeri pada tumor parotis selalu meandakan adanya parese n.
fasialis.

15
Tumor pada lobus superfisial kelenjar parotis

Rekurensi pada kelenjar saliva minor jarang terjadi, tetapi pada kelenjar
parotis, angka rekurensi sebesar 3,4% setelah lima tahun dan 6,8% setelah
sepuluh tahun. Rekurensi cenderung lebih tinggi pada pasien usia muda.
B. Tumor Warthin
Tumor Warthin adalah tumor jinak kelenjar saliva terbanyak kedua
dengan persentase 6 sampai 10% dari seluruh tumor kelenjar saliva, dan
tersering terjadi di kelenjar parotis. Biasanya melibatkan pool bawah
kelenjar parotis dan pada 10% kasus terjadi bilateral. Tumor ini lebih sering
terjadi pada laki-laki usia lanjut, tetapi ada kecenderungan peningkatan
insidensinya pada wanita karena adanya peningkatan jumlah perokok
wanita.
Secara klinis, tumor Warthin tampak sebagai benjolan yang tidak nyeri
pada ekor kelenjar parotis dengan ukuran rata-rata 2-4 cm. Lama gejala
rata-rata 21 bulan, tetapi pada 41 % kasus kurang dari 6 bulan. Banyak
pasien mengeluhkan benjolan yang berfluktuasi besarnya terutama saat
makan. Nyeri dikeluhkan oleh 9% paseien, dan parese n. fasialis sangat
jarang terjadi, muncul bila ada infeksi sekunder dan fibrosis.

16
Secara histopatologi, tumor Warthin berbatas tegas dan memiliki kapsul
yang tipis, dengan daerah kistik dan daerah solid dan terdiri dari komponen
epitel dan komponen limfoid.

Teori tentang etiologi tumor Warthin adalah tumor berasal dari nodus
limfatikus di dalam kelenjar parotis. Karena kelenjar parotis relatif lebih
lambat pembentukan kapsulnya, sehingga kelejar parotis adalah satu-
satunya kelenjar saliva dengan jaringan limfoid di dalamnya.
Terapi terpilih untuk tumor Warthin adalah operasi parotidetomi
superfisial dengan angka rekurensi yang rendah. Pada tumor Warthin yang
mengenai lobus profunda parotis perlu dilakukan parotidektomi total.
C. Myoepithelioma

Myoepithelioma terjadi sekitar 1,5 % dari seluruh tumor kelenjar saliva.


Laki-laki dan wanita sama insidensinya, dan lebih sering terjadi pada orang
dewasa. Tumor ini lebih sering terjadi pada kelenjar parotis, diikuti tumor
17
kelenjar saliva minor di palatum mole dan palatum durum.
Morfologi sel tumor bervariasi, ada yang berbentuk kumparan,
plasmasitoid, hialin, dan epithelioid. Kebanyakan terdiri dari satu sel, tetapi
kombinasi mungkin terjadi. Sel kumparan tersebut diatur dalam interlace
fasikula dengan penampilan seperti stroma. Sel Plasmasitoid adalah sel
poligonal dengan inti eksentrik dan padat, nongranular atau hialin,
sitoplasmanya eosinofilik..
Plasmasitoid ditemukan lebih sering pada tumor kelenjar saliva minor
daripada kelenjar parotis. Sel epithelioid tersebut diatur dalam sarang atau
kabel dari bulat untuk poligonal sel, dengan inti terletak di pusat dan
variabel jumlah eosinofilik sitoplasma. Stroma sekitarnya mungkin baik
kolagen atau berlendir. Beberapa myoepitheliomas terdiri dominan sel
poligonal jelas dengan melimpah dan optik jelas sitoplasma, mengandung
sejumlah besar glikogen tetapi tidak memiliki musin atau lemak. Ini tumor
dapat menunjukkan microcystic antar spasi.

Myoepithelioma. A Spindle cell type. B Epithelioid cell type. C


Plasmacytoid cell type. D Clear cell type
Sel-sel myoephitelioma biasanya positif hasil sitokeratinnya, terutama
CK7 dan CK14. Perbedaan dari pleomorfik adenoma adalah tidak adanya
duktus dan daerah myksokondroid dan kondroid. Terapi yang

18
direkomendasikan untuk myopeithelioma adalah eksisi bedah komplit.
Tumor ini juga bisa berkembang menjadi tumor ganas khususnya pada
tumor yang lama dan yang sering rekuren.

D. Hemangioma

Hemangioma adalah tumor jinak kelenjar saliva yang berasal dari


jaringan ikat, dan tumor jinak kelenjar saliva yang paling sering terjadi pada
anak-anak. Hemangioma sering tampak di angulus mandibula dan kulit di
atasnya akan tampak kebiruan.
Hemangioma kelenjar saliva insidensinya sekitar 0,4% dari seluruh
tumor kelenjar saliva. Dapat terjadi pada semua usia, tetapi 66% kasus
didiagnosis pada usia di bawah 20 tahun. Wanita dua kali lebih sering
terkena daripada laki-laki. Tumor ini lebih sering pada kelenjar parotis, dan
akan memberikan gambaran klinis benjolan yang lunak, dan biasanya mulai
muncul pada usia 6 bulan dan tumbuh dengan lambat. Sebagian besar akan
mengecil pada usia 5-6 tahun.
Secara histopatologi, tumor dibentuk oleh sel-sel pembuluh darah yang
membentuk ruangan-ruangan pembuluh darah berbagai ukuran. Pada
hemangioma juvenile, tumor tersusun atas sel-sel endotel yang membentuk
suatu lingkaran kecil, yang ekstensi ke seluruh kelenjar tetapi dipisahkan
mkenjadi lobules- lobulus oleh septa kelenjar. Mitosisnya jarang dan
moderat, pada tahap awal tidak ada lumen pembuluh daran, tapi
berkembang seiring waktu. Hemangioma yang mature biasanya kapilare
dengan lapisan sel endotel yang tipis.
Terapi mungkin tidak diperlukan, dan intervensi apa pun harus ditunda.
Steroid mengurangi pertumbuhan dan menjadi terapi utama, selain
embolisasi dan terapi tekanan.

19
Macam Hemangioma. A. Juvenile B. Mature C. Vaskularisasi yang banyak

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang Tumor Jinak Kelenjar Saliva


Demi tercapainya penegakan diagnoa yang tepat agar dapat dilakukan penentuan
perawatan yang tepat, ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan,
diantaranya :

1. Ultrasonografi: Ultrasonografi adalah modalitas non-invasif awal untuk


melokalisir tumor superfisial; membedakan massa padat dari koleksi
kistik, dan membantu memandu biopsi aspirasi jarum halus.
2. Computerized tomography (CT): CT konvensional dan MRI memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang sama dalam menentukan lokasi tumor,
margin tumor, dan infiltrasi tumor. Meskipun CT memiliki resolusi yang
lebih rendah daripada MRI untuk jaringan lunak, CT memberikan
keuntungan dalam mendeteksi invasi tulang kortikal dini pada mandibula.
3. Pencitraan resonansi magnetik (MRI): Untuk lesi di lobus parotis dalam,
kelenjar sublingual, dan kelenjar ludah minor, MRI memberikan tingkat
tumor yang akurat, lokasi tumor, dan hubungannya dengan saraf wajah,
untuk tujuan perencanaan pra operasi MRI dapat mengukur sifat difusi air
dalam jaringan tumor ke dalam koefisien difusi semu (ADC). MRI
berbobot difusi berguna untuk PA karena ADC-nya yang lebih tinggi.
Keganasan kelenjar ludah memiliki ADC yang jauh lebih kecil daripada

20
tumor jinak, meskipun ADC tumor Warthin bahkan lebih kecil daripada
keganasan karena jaringan limfoid yang berlebihan menyerupai limfoma.
4. Tomografi emisi positron (PET). Dibandingkan dengan CT konvensional,
PET mungkin lebih akurat dalam menunjukkan perluasan tumor,
keterlibatan nodal, kekambuhan lokal, dan metastasis jauh karena tingkat
jaringan yang lebih tinggi dari nilai serapan standar (SUV). Namun, PET
tidak dapat membedakan antara tumor jinak dan ganas karena adenoma
pleomorfik dan tumor Warthin keduanya menunjukkan nilai serapan
glukosa yang tinggi.
5. Biopsi. Pencitraan tidak dapat sepenuhnya membedakan antara lesi jinak
dan ganas. Mendapatkan sampel histologis adalah kunci untuk
menentukan pilihan pengobatan. Aspirasi jarum halus (FNA) adalah alat
diagnostik yang aman dengan tingkat akurasi yang tinggi termasuk
sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 73% dan 91%, dalam
membedakan tumor jinak dari tumor ganas. Namun, FNA terkadang goyah
dalam kemampuannya untuk menentukan subtipe ganas spesifik dan
tingkat tumor. Biopsi jarum inti yang dipandu USG (CNB) dapat
memperoleh spesimen jaringan yang lebih besar dengan arsitektur
histologis yang meningkatkan pengenalan penilaian dan subtipe tumor.
Namun, kerugian dari CNB termasuk rasa sakit yang lebih, kebutuhan
anestesi lokal, dan peningkatan risiko cedera saraf wajah dan hematoma.
Beku bagian intraoperatif memiliki sensitivitas dan spesifisitas masing-
masing 90% dan 99% dalam membedakan antara lesi jinak dan ganas.

2.4 Operasi Tumor Kelenjar Saliva


2.4.1 Operasi Tumor Kelenjar Parotis
Operasi tumor kelenjar parotis harus dilakukan dengan teliti, karena
dengan anatomi normal dan jaringan sekitarnya normal, diseksi n. fasialis
memerlukan kesabaran dan perhatian yang besar pada detil dari n. fasialis.

21
A. Parotidektomi Superfisial

Operasi kelenjar parotis di lateral dari n. fasialis. Indikasinya adalah


tumor jinak kelenjar parotis dan tumor ganas parotis low grade.
Kontraindikasinya adalah tumor parotis moderate atau high grade, tumor
jinak parotis di bagian paling inferior kelenjar parotis dengan hubungan
antar kelenjar yang sempit.
Perhatian khususnya antara lain pemeriksaan radiologi preoperasi bila
tumor tidak mobile, atau bila bagian dalam tumor tidak bisa dipalpasi.
Pemeriksaan biopsy jarum halus dapat membantu, histology tumor penting
diketahu, dan kesediaan pemeriksaan frozen section untuk diagnosis
sangatlah membantu. Selama operasi, posisi pasien Trendelenberg 30o
terbalik dengan ekspose telinga, leher, parotis, sudut mulut dan sudut mata.

Teknik operasi:

 Posisi pasien Trendelenberg dengan anestesi umum, dilakukan insisi


modifikasi Blair dengan pisau no. 10, dimulai dari belakang angulus
mandibula dan dilanjutkan ke depan dua jari di bawah batas bawah
mandibula.
22
 Flap kulit dielevasi dengan pisau kemudian dilanjutkan dengan gunting
Jones pada flap parotis di atas kapsul parotis. Nervus fasialis melewati
kelenjar parotis di bagian perifernya, tidak masuk ke dalam kulit di atas
kelenjar parotis.
 Diseksi dilanjutkan sampai pars anterior parotis hingga fasia di atas m.
masseter teridentifikasi
 Flap kulit posterior dielevasi, memisahkan kulit dari kelenjar parotis,
kelenjar parotis dielevasi dari m. sternokleidomastoid, dan n. aurikularis
mayor dipreservasi bila memungkinkan.
 Jaringan kelenjar parotis dipisahkan dari kartilago kanalis akustikus
eksternus menggunakan gunting dengan dua klem kocher ditempatkan
bagian kelenjar parotis yang berlawanan arah dengan kartilago tragus.
Pembuluh darah vena yang ada diligasi atau dikauter.
 Venter posterior m. digastrik diidentifikasi, dan kelenjar parotis
dipisahkan dari otot ini.
 Tiga landmark digunakan untuk menentukan letak n. fasialis, yaitu:
Tragal pointer, bagian paling superior dari venter posterior m. digastrik,
dan tip mastoid.
 Dengan klem mosquito dan diseksi di depan tiga landmark di atas,
jaringan parotis dipisahkan dari tip mastoid, kartilago CAE, dan venter
posterior m. digastrik.
 Diseksi dilanjutkan dari arah inferior ke superior, dan kelenjar parotis
traksi dengan arah berlawanan, lalu dari arah posterior ke anterior.
Asisten operasi melihat apakah ada kontraksi otot di wajah.
 Trunkus utama n. fasialis akan langsung terlihat warna keputihan
dengan diameter 2 mm, cabang arteri aurikularis posterior biasanya di
atas n. fasialis .
 Diseksi dengan klem mosquito dilanjutkan di atas nervus sampai terlihat
pes anserinus.

23
 Tergantung dari letak tumornya, pengangkatan kelenjar parotis
dilakukan dari arah superior ke inferior atau inferior ke superior, klem
mosquito dipakai untuk memisahkan kelenjar parotis dari nervus
fasialis.
 Bekerja di depan cabang n. fasialis mengikuti cabang n. fasialis ke
bagian perifer kelenjar parotis
 Duktus parotis dipisahkan pada bagian perifer dari jaringan parotis yang
diangkat.
 Luka operasi diirigasi dengan NaCL 0,9%, perdarahan dirawat dengan
kauter bipolar atau dilakukann ligasi selektif pada cabang profunda
sistem vena.
 Drain dipasang, dan luka operasi ditutup dengan kromik dan kulit dijahit
dengan benang 6.0.
 Komplikasi pascaoperasinya antara lain parese n. fasialis, perdarahan,
hematom, nekrosis flap kulit.
 Perawatan pascaoperasinya drain dilepas dua hari pascaoperasi, luka
operasi diinspeksi, dilanjutkan dengan balutan dengan tekanan untuk
satu hari lagi.

Parotidektomi superfisial

24
B. Parotidektomi Total Dengan Preservasi Nervus Fasialis

Parotidektomi total dengan preservasi n. fasialis adalah operasi eksisi


seluruh kelenjar parotis dengan menyelamatkan n. fasialis. Indikasi operasi
ini adalah antara lain a) tumor jinak parotis yang besar, b) ke kelenjar
parotis dan nodus limfatikusnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
ektensi tumor, jarak tumor ke nervus fasialis, rekurensi multiple pleomorfik
adenoma atau tumor ganas.
Teknik operasi:

Caba
ng-cabang n. fasialis terlihat setelah parotidektomi
superfisial

- Setelah dilakukan parotidektomi superfisial seperti telah dibahas


sebelumnya, cabang-cabang n. fasialis akan terlihat, lalu dibebaskan
dari jaringan parotis yang tersisa.
- Diseksi dilakukan dengan kombinasi diseksi tajam dan tumpul
dengan perlahan pada cabang-cabang n. fasialis.
- Bagian kelenjar parotis yang tersisa di antara batas superior
mandibula dan mastoid dapat dibebaskan dengan diseksi tajam dan
tumpul
- Perhatikan cabang-cabang a. karotis eksterna
- Setelah itu akan tersisa jaringan kelenjar parotis di antara trunkus
servikofasial dan trunkus temperofasial di atas m. masseter

25
- Vena fasialis posterior dijepit atau dipisahkan dan diligasi

Ligasi vena fasialis posterior

- Bila tumor ekstensi sampai ke lobus profunda bagian medial,


perlu dipikirkan untuk melakukan mandibulotomi dengan cara
transeksi di sepanjang angulus mandibula, dimana sebelumnya
disiapkan terlebih dahulu plat untuk rekontruksi.

Mandibulotomi

- Dipasang drain, lalu luka insisi ditutup lapis demi lapis.


- Komplikasi pascaoperasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan
dan cedera pada n. fasialis bila ekspose kurang luas dan diseksi tidak
dilakukan dengan teliti.
- Perawatan pascaoperasinya adalah drain dilepas 24 jam
26
pascaoperasi, dan dilakukan balut tekan selama 24 jam. Tanda-tanda
parese n. fasialis dimonitor dengan ketat.

C. Parotidektomi Total dengan Reseksi Nervus Fasialis dan Graft

Operasi ini adalah eksisi total kelenjar parotis dan n. fasialis, dan dibuat
graft saraf. Indikasi operasi ini adalah a) tumor ganas parotis yang mengenai n.
fasialis, b) rekurensi multiple pleomorfik adenoma setelah operasi sebelumnya
gagal, namun ini jarang sekali dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan adalah
apabila tumor mengenai n. fasialis yang ekstensinya sampai ke n. fasialis
intratemporal.
Teknik operasi :
- Pada saat parotidektomi, nervus fasialis direseksi bersamaan
dengan kelenjar parotis secara en bloc, dengan trunkus utama
ditranseksi di proksimal dari pes anserinus, dan bagian distalnya
ditranseksi di tempat cabangnya keluar dari kelenjar parotis.
- Donor untuk graft diambil dari n. aurikularis mayor ipsilateral, n.
suralis, dan nervus femoralis kutaneus lateral.

Pengambilan graft n. aurikularis mayor

27
- Untuk donor dari n. suralis, dilakukan insisi vertikal sepanjang 2-
3 cm di antara maleolus lateral dan tendon achiles. Bagian distal
n. suralis berada di dalam jaringan lemak subkutan dekat dengan
vena safena magna. Vena safena magna harus diretraksi ke lateral,
dan nervus diambil sesuai kebutuhan panjangnya.

Graft dari n. suralis

- Graft ketiga diambil dari n. femoralis kutaneus lateral, untuk


cabang distal. Nervus ini berada di femur anterior sekitar 10 cm
inferior dari spina iliaka anterosuperior.
- Ujung saraf resipien dan donor dipotong dengan skalpel tajam.
Aproksimasi saraf dilakukan di bawah mikroskop dengan jahitan
epineural menggunakan benang nilon 7.0 sampai 10.0.

28
Aproksimasi saraf dari donor dan resepien.

2.4.2 Operasi Tumor Kelenjar Submandibula


Operasi pengangkatan kelenjar submandibula diindikasikan untuk tumor
jinak dan tumor ganas kelenjar parotis, kecuali tumor ganas high grade. Hal-hal
yang perlu diperhatikan antara lain a) tumor jinak dan tumor ganas kelenjar
parotis sama banyak insidensinya (50:50), b) Diagnosis Frozen-section
diperlukan, dan c) Persiapan untuk diseksi leher.
Selama operasi, penting untuk mengidentifikasi cabang marginal n.
mandibularis, tumor selalu diangkat dengan kelenjar submandibula, jangan
melakukan enukleasi. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain: cedera n.
marginal mandibula, n. lingualis, dan n. hipoglossus..
Teknik operasi:
o Insisi sepanjang 10 cm dilakukan di bawah mandibula di atas
kelenjar submandibula.
o Insisi diperluas ke jaringan subkutan sampai m. platisma
teridentifikasi.
o Perdarahan dikontrol dan m.platisma dipisahkan, fasia di bawah
m.platisma dipisahkan perlahan.
o V. fasialis diidentifikasi, lalu n. mandibula marginal dipreservasi.

29
o Vena fasialis anterior dan a. fasialis diligasi.

Identifikasi a. dan v. fasialis

o Fasia yang melekat dari kelenjar submandibula dan mandibula


didiseksi secara tumpul sampai setinggi vena fasialis posterior
dan anterior m. digastrik.
o Kelenjar submandibula dipisahkan dari m, miolohioid, pedikel
m. miolohioid diisolasi dan dipisahkan.

Kelenjar submandibula dibebaskan dari m. digastrik dan m. miolohioid

o Kelenjar submandibula diretraksi ke lateral, dan batas bebas


m.miolohioid diidentifikasi.
o Dilakukan identifikasi n. lingualis dengan cara kelenjar
submandibula diretraksi ke inferior dan m. miolohioid diretraksi

30
ke medial.
o Diseksi tumpul dengan klem lengkung di bawah n. lingualis
memudahkan identifikasi duktus submandibula dan nervus
hipoglossus.

Identifikasi n. lingualis, duktus Wharton dan n.hipoglossus

o Dengan n. hipoglossus teridentifikasi, jaringan submandibula


yang tersisa di sekitar duktus Wharton diisolasi. Duktus dipisah
dan direfleksikan dari m. hipoglossus.

Duktus Wharton dipotong

o Kelenjar submandibula diisolasi dari tendon dan venter posterior


m. digastrik. Vena fasialis komunis dipisahkan. Seluruh jaringan
kelenjar submandibula dibebaskan dari jaringan di sekitarnya
hingga tersisa arteri fasialis.
31
o A. fasialis diligasi dengan benang silk, dan jaringan kelenjar
submandibula diangkat.

Ligasi a. fasialis dan pengangkatan seluruh jaringan kelenjar submandibula

o Perdarahan dirawat, luka operasi dicuci dengan NaCL 0,9% , lalu


dipasang drain.
o Luka insisi dijahit dengan benag kromik di jaringan subkutis dan
nilon 6.0 pada kulit.

2.4.3 Operasi Tumor Kelenjar Sublingual


Indikasi operasinya adalah tumor jinak dan tumor ganas kelenjar
sublingual. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain a) jarak tumor dengan
duktus submandibula, b) ekstensi tumor ke maandibula, c) ekstensi tumor ke
nervus lingualis.
Teknik operasi:
- Tumor kelenjar sublingual biasanya muncul sebagai penonjolan
submukosa., di dasar rongga mulut anterior, dan di lateral dari muara
duktus Wharton.
- Insisi dibuat di atas massa tumor kelenjar sublingual dan flap mukosa
dielevasi di arah anterior dan posterior dengan kombinasi diseksi tajam
dan tumpul.

32
Insisi pada operasi kelenjar sublingual

- Umumnya massa tumor dekat dengan duktus Wharton, dan kanulasi


duktus dapat membantu saat memperservasinya. N. lingualis perlu
diperhatikan.
- Pada tumor jinak, cukup dilakukan diseksi tajam dan tumpul.
- Insisi pada tumor ganas, eksisi dilakukan lebih ekstensif. Untuk
karsinoma kistik adenoid. Eksisi harus termasuk mukosa di atas tumor,
duktus submandibula, dan n. lingualis.

Diseksi tajam dan tumpul dan eksisi pada karsinoma kistik adenoid

- Untuk tumor ganas yang lebih ekstensif, eksisi termasuk puncak


alveolar mandibula pada lokasi tumor.

33
- Setelah eksisi, mukosa ditutup primer di bila mukosa tidak
mencukupi, perlu graft mukosa dan kulit.

Komplikasi operasi cedera duktus submandibula dan nervus lingualis,


perdarahan pascaoperasi di dasar rongga mulut.

34
BAB III
KESIMPULAN

Tumor kelenjar saliva terdiri dari banyak jenis baik dari tumor jinak
maupun ganas. Oleh karena itu, pemeriksaan dan penegakan diagnosa yang
tepat harus dilakukan, karena sangat berpengaruh pada jenis perawatan yang
harus diberikan. Beberapa jenis pemeriksaan penunjang demi ketepatan
diagnosa bisa dilakukan, diantaranya dengan biopsi, CT scan, MRI dan
lainnya.
Perawatan dengan melakukan tindakan operasi tumor kelenjar saliva harus
dilakukan dengan teliti, karena dengan anatomi normal dan jaringan
sekitarnya normal, diseksi n. fasialis memerlukan kesabaran dan perhatian
yang besar pada detil dari inervasinya, untuk prognosa kesembuhan yang baik,
serta menghindari komplikasi pasca operasi.
Kombinasi operasi dan radioterapi juga dapat meningkatkan harapan
hidup pasien dengan tumor kelenjar saliva.

35
DAFTAR PUSTAKA

Abemayor E, Gilman LB. Operative Techniques in Otolaryngology—Head and


Neck Surgery. JAMA. 2018;267(1):159–160.

Carlson ER, McCoy JM. Margins for Benign Salivary Gland Neoplasms of the
Head and Neck. Oral Maxillofac Surg Clin North Am. 2017
Aug;29(3):325-340.

Bradley PJ. Frequency and Histopathology by Site, Major Pathologies,


Symptoms and Signs of Salivary Gland Neoplasms. Adv
Otorhinolaryngol. 2016;78:9-16.

Ichihara T, Kawata R, Higashino M, Terada T, Haginomori S. A more


appropriate clinical classification of benign parotid tumors: investigation
of 425 cases. Acta Otolaryngol. 2014 Nov;134(11):1185-91.

Knight J, Ratnasingham K. Metastasising pleomorphic adenoma: Systematic


review. Int J Surg. 2015 Jul;19:137-45.

Young A, Okuyemi OT. Benign Salivary Gland Tumors. [Updated 2022 Oct 7].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK564295/

Zhan KY, Khaja SF, Flack AB, Day TA. Benign Parotid Tumors. Otolaryngol
Clin North Am. 2016 Apr;49(2):327-42. 

36

Anda mungkin juga menyukai