HALAMAN JUDUL
Oleh :
Carel Vere Mahardo 160121220012
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. Harmas Yazid Yusuf, drg., Sp.BM(K)
i
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3
2.1 Anatomi Kelenjar Saliva...........................................................................3
2.1.1 Kelenjar Saliva Mayor.......................................................................3
2.1.2 Kelenjar Saliva Minor........................................................................6
2.2 Fisiologi Kelenjar Saliva...........................................................................7
2.3 Tumor Jinak Kelenjar Saliva.....................................................................9
2.3.1 Epidemiologi Tumor Jinak Kelenjar Saliva.....................................10
2.3.2 Etiologi Tumor Jinak Kelenjar Saliva..............................................10
2.3.3 Patofisiologi Tumor Jinak Kelenjar Saliva......................................11
2.3.4 Subtipe Tumor Jinak Kelenjar Saliva..............................................12
2.3.5 Pemeriksaan Penunjang Tumor Jinak Kelenjar Saliva....................18
2.4 Operasi Tumor Kelenjar Saliva...............................................................19
2.4.1 Operasi Tumor Kelenjar Parotis......................................................19
2.4.2 Operasi Tumor Kelenjar Submandibula..........................................26
2.4.3 Operasi Tumor Kelenjar Sublingual................................................29
BAB III KESIMPULAN......................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................34
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kelenjar Saliva
Kelenjar saliva adalah kelenjar eksokrin yang memproduksi saliva. Ada
tiga pasang kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, submandibula
dan sublingual. Selain itu ada banyak kecil saliva minor yang berada di
mukosa dan submukosa rongga mulut. Kelenjar saliva mayor berkembang
pada minggu ke-6 sampai ke-8 kehidupan embrio dan berasal dari jaringan
ektoderm. Kelenjar saliva minor berasal dari jaringan ektoderm oral serta
endoderm nasofaring dan membentuk sistem tubuloasiner sederhana.
Setiap hari, rata-rata sekitar 500 ml saliva diproduksi yang bervariasi.
Pada saat istirahat, sekitar 0,3 ml/menit saliva diproduksi, tetapi meningkat
menjadi 2,0 ml/ menit dengan stimulasi. Kontribusi dari masing-masing
kelenjar juga bervariasi. Pada saat istirahat, kelenjar parotis menghasilkan
20% saliva, kelenjar submandibula 65% dan kelenjar sublingual serta
kelenjar saliva minor masing- masing 15% saliva. Pada saat stimulasi,
sekresi kelenjar parotis meningkat menjadi sampai 50%.
Sifat sekeresi juga bervariasi, sekresi kelenjar parotis sebagian besar serosa,
sekresi kelenjar submandibula adalah seromukosa, dan sekresi kelenjar
sublingual dan kelenjar saliva minor bersifat mukoid.
Saliva sangat penting untuk pelumasan mukosa, berbicara, dan menelan.
Saiva juga berperan dalam proses demineralisasi gigi. Kekurangan produksi
saliva ditandai dengan adanya Xero-stamia, karies, dan merusak
periodontal. Berbagai enzim pencernaan, amylase, IgA, lisosim, dan
laktoferin juga disekresi bersamaan dengan saliva.
C. Kelenjar Sublingualis
Kelenjar sublingualis berbentuk seperti almond yang memiliki berat
sekitar 4 gram dan menjadi kelenjar terkecil dari kelenjar saliva mayor.
Kelenjar ini terletak di superfisial mylohyoid dan diselubungi oleh mukosa
dasar mulut. Kelenjar sublingualis berkontak dengan lobus profunda kelenjar
submandibularis di area posterior. Kelenjar ini menyekresikan saliva yang
bersifat mukus. Duktus ekstretori dari kelenjar ini berjumlah sekitar 8-20
buah yang kebanyakan bermuara pada lipatan sublingual dengan duktus
mayor berupa duktus Bartholin. Nervus simpatis dan parasimpatis
menginervasi kelenjar ini.
10
2.3 Tumor Jinak Kelenjar Saliva
Sebagian besar (80%) dari neoplasma ini bersifat jinak tetapi memiliki
kemampuan heterogen untuk kambuh dan/atau berubah menjadi lesi ganas.
Oleh karena itu, diagnosis yang tepat sangat penting dalam menentukan
pengobatan yang tepat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2017
mengenali 11 tumor kelenjar ludah epitel jinak yang berbeda. Subtipe jinak
yang paling umum diidentifikasi termasuk adenoma pleomorfik (PA), tumor
Warthin (WT), dan myoepithelioma (MYO), diikuti oleh histologi yang lebih
jarang termasuk limfadenoma (LA), adenoma sebaceous (SA), oncocytoma
(OC), cystadenoma, sialadenoma papilliferum (SP), papiloma duktal
(intraduktal dan terbalik), adenoma kanalikuli (CA), dan adenoma sel basal
(BCA).
11
adalah adenoma pleomorfik. Kelenjar ludah minor terdiri dari 9,5% sampai
14,7% dari semua tumor kelenjar ludah, dengan situs yang paling sering
terkena adalah langit-langit mulut. Ada distribusi yang sama antara tumor
jinak dan ganas. Tumor kelenjar ludah minor jinak yang paling umum adalah
pleomorphic adenoma, cystadenoma, dan canalicular adenoma. Dalam
serangkaian 216 tumor saliva jinak, 138 (64%) adalah adenoma pleomorfik
(PA), diikuti oleh tumor Warthin (23%), adenoma pleomorfik berulang
(5,1%), onkositoma (2,8%), myoepithelioma (1,9%), cystadenoma (1,4%) dan
adenoma sel basal (0,9%)
14
Perubahan genetik yang berhubungan dengan pleomorfik adenoma telah
dikenali. DNA tumor memiliki kelainan kromosom pada kromosom 8q12.
Walau pun termasuk tumor jinak, pleomorfik adenoma menimbulkan
permasalahan dalam penatalaksanaannya, karena kecenderungan untuk
rekurensi dan risiko untuk menjadi tumor ganas.
Diagnosis tumor kelenjar parotis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB). Pada sebagian besar kasus,
pada anamnesis didapatkan adanya benjolan yang bertambah besar dengan
lambat yang dirasakan pasien selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
dan awalnya diketahui pada saat pasien bercukur, membasuh muka atau
memakai kosmetik. Pada beberapa kasus lain, pasien merasakan adanya
benjolan yang membesar dengan cepat, tapi ini tidak selalu menandakan
tumor ganas. Nyeri pada tumor parotis selalu meandakan adanya parese n.
fasialis.
15
Tumor pada lobus superfisial kelenjar parotis
Rekurensi pada kelenjar saliva minor jarang terjadi, tetapi pada kelenjar
parotis, angka rekurensi sebesar 3,4% setelah lima tahun dan 6,8% setelah
sepuluh tahun. Rekurensi cenderung lebih tinggi pada pasien usia muda.
B. Tumor Warthin
Tumor Warthin adalah tumor jinak kelenjar saliva terbanyak kedua
dengan persentase 6 sampai 10% dari seluruh tumor kelenjar saliva, dan
tersering terjadi di kelenjar parotis. Biasanya melibatkan pool bawah
kelenjar parotis dan pada 10% kasus terjadi bilateral. Tumor ini lebih sering
terjadi pada laki-laki usia lanjut, tetapi ada kecenderungan peningkatan
insidensinya pada wanita karena adanya peningkatan jumlah perokok
wanita.
Secara klinis, tumor Warthin tampak sebagai benjolan yang tidak nyeri
pada ekor kelenjar parotis dengan ukuran rata-rata 2-4 cm. Lama gejala
rata-rata 21 bulan, tetapi pada 41 % kasus kurang dari 6 bulan. Banyak
pasien mengeluhkan benjolan yang berfluktuasi besarnya terutama saat
makan. Nyeri dikeluhkan oleh 9% paseien, dan parese n. fasialis sangat
jarang terjadi, muncul bila ada infeksi sekunder dan fibrosis.
16
Secara histopatologi, tumor Warthin berbatas tegas dan memiliki kapsul
yang tipis, dengan daerah kistik dan daerah solid dan terdiri dari komponen
epitel dan komponen limfoid.
Teori tentang etiologi tumor Warthin adalah tumor berasal dari nodus
limfatikus di dalam kelenjar parotis. Karena kelenjar parotis relatif lebih
lambat pembentukan kapsulnya, sehingga kelejar parotis adalah satu-
satunya kelenjar saliva dengan jaringan limfoid di dalamnya.
Terapi terpilih untuk tumor Warthin adalah operasi parotidetomi
superfisial dengan angka rekurensi yang rendah. Pada tumor Warthin yang
mengenai lobus profunda parotis perlu dilakukan parotidektomi total.
C. Myoepithelioma
18
direkomendasikan untuk myopeithelioma adalah eksisi bedah komplit.
Tumor ini juga bisa berkembang menjadi tumor ganas khususnya pada
tumor yang lama dan yang sering rekuren.
D. Hemangioma
19
Macam Hemangioma. A. Juvenile B. Mature C. Vaskularisasi yang banyak
20
tumor jinak, meskipun ADC tumor Warthin bahkan lebih kecil daripada
keganasan karena jaringan limfoid yang berlebihan menyerupai limfoma.
4. Tomografi emisi positron (PET). Dibandingkan dengan CT konvensional,
PET mungkin lebih akurat dalam menunjukkan perluasan tumor,
keterlibatan nodal, kekambuhan lokal, dan metastasis jauh karena tingkat
jaringan yang lebih tinggi dari nilai serapan standar (SUV). Namun, PET
tidak dapat membedakan antara tumor jinak dan ganas karena adenoma
pleomorfik dan tumor Warthin keduanya menunjukkan nilai serapan
glukosa yang tinggi.
5. Biopsi. Pencitraan tidak dapat sepenuhnya membedakan antara lesi jinak
dan ganas. Mendapatkan sampel histologis adalah kunci untuk
menentukan pilihan pengobatan. Aspirasi jarum halus (FNA) adalah alat
diagnostik yang aman dengan tingkat akurasi yang tinggi termasuk
sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 73% dan 91%, dalam
membedakan tumor jinak dari tumor ganas. Namun, FNA terkadang goyah
dalam kemampuannya untuk menentukan subtipe ganas spesifik dan
tingkat tumor. Biopsi jarum inti yang dipandu USG (CNB) dapat
memperoleh spesimen jaringan yang lebih besar dengan arsitektur
histologis yang meningkatkan pengenalan penilaian dan subtipe tumor.
Namun, kerugian dari CNB termasuk rasa sakit yang lebih, kebutuhan
anestesi lokal, dan peningkatan risiko cedera saraf wajah dan hematoma.
Beku bagian intraoperatif memiliki sensitivitas dan spesifisitas masing-
masing 90% dan 99% dalam membedakan antara lesi jinak dan ganas.
21
A. Parotidektomi Superfisial
Teknik operasi:
23
Tergantung dari letak tumornya, pengangkatan kelenjar parotis
dilakukan dari arah superior ke inferior atau inferior ke superior, klem
mosquito dipakai untuk memisahkan kelenjar parotis dari nervus
fasialis.
Bekerja di depan cabang n. fasialis mengikuti cabang n. fasialis ke
bagian perifer kelenjar parotis
Duktus parotis dipisahkan pada bagian perifer dari jaringan parotis yang
diangkat.
Luka operasi diirigasi dengan NaCL 0,9%, perdarahan dirawat dengan
kauter bipolar atau dilakukann ligasi selektif pada cabang profunda
sistem vena.
Drain dipasang, dan luka operasi ditutup dengan kromik dan kulit dijahit
dengan benang 6.0.
Komplikasi pascaoperasinya antara lain parese n. fasialis, perdarahan,
hematom, nekrosis flap kulit.
Perawatan pascaoperasinya drain dilepas dua hari pascaoperasi, luka
operasi diinspeksi, dilanjutkan dengan balutan dengan tekanan untuk
satu hari lagi.
Parotidektomi superfisial
24
B. Parotidektomi Total Dengan Preservasi Nervus Fasialis
Caba
ng-cabang n. fasialis terlihat setelah parotidektomi
superfisial
25
- Vena fasialis posterior dijepit atau dipisahkan dan diligasi
Mandibulotomi
Operasi ini adalah eksisi total kelenjar parotis dan n. fasialis, dan dibuat
graft saraf. Indikasi operasi ini adalah a) tumor ganas parotis yang mengenai n.
fasialis, b) rekurensi multiple pleomorfik adenoma setelah operasi sebelumnya
gagal, namun ini jarang sekali dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan adalah
apabila tumor mengenai n. fasialis yang ekstensinya sampai ke n. fasialis
intratemporal.
Teknik operasi :
- Pada saat parotidektomi, nervus fasialis direseksi bersamaan
dengan kelenjar parotis secara en bloc, dengan trunkus utama
ditranseksi di proksimal dari pes anserinus, dan bagian distalnya
ditranseksi di tempat cabangnya keluar dari kelenjar parotis.
- Donor untuk graft diambil dari n. aurikularis mayor ipsilateral, n.
suralis, dan nervus femoralis kutaneus lateral.
27
- Untuk donor dari n. suralis, dilakukan insisi vertikal sepanjang 2-
3 cm di antara maleolus lateral dan tendon achiles. Bagian distal
n. suralis berada di dalam jaringan lemak subkutan dekat dengan
vena safena magna. Vena safena magna harus diretraksi ke lateral,
dan nervus diambil sesuai kebutuhan panjangnya.
28
Aproksimasi saraf dari donor dan resepien.
29
o Vena fasialis anterior dan a. fasialis diligasi.
30
ke medial.
o Diseksi tumpul dengan klem lengkung di bawah n. lingualis
memudahkan identifikasi duktus submandibula dan nervus
hipoglossus.
32
Insisi pada operasi kelenjar sublingual
Diseksi tajam dan tumpul dan eksisi pada karsinoma kistik adenoid
33
- Setelah eksisi, mukosa ditutup primer di bila mukosa tidak
mencukupi, perlu graft mukosa dan kulit.
34
BAB III
KESIMPULAN
Tumor kelenjar saliva terdiri dari banyak jenis baik dari tumor jinak
maupun ganas. Oleh karena itu, pemeriksaan dan penegakan diagnosa yang
tepat harus dilakukan, karena sangat berpengaruh pada jenis perawatan yang
harus diberikan. Beberapa jenis pemeriksaan penunjang demi ketepatan
diagnosa bisa dilakukan, diantaranya dengan biopsi, CT scan, MRI dan
lainnya.
Perawatan dengan melakukan tindakan operasi tumor kelenjar saliva harus
dilakukan dengan teliti, karena dengan anatomi normal dan jaringan
sekitarnya normal, diseksi n. fasialis memerlukan kesabaran dan perhatian
yang besar pada detil dari inervasinya, untuk prognosa kesembuhan yang baik,
serta menghindari komplikasi pasca operasi.
Kombinasi operasi dan radioterapi juga dapat meningkatkan harapan
hidup pasien dengan tumor kelenjar saliva.
35
DAFTAR PUSTAKA
Carlson ER, McCoy JM. Margins for Benign Salivary Gland Neoplasms of the
Head and Neck. Oral Maxillofac Surg Clin North Am. 2017
Aug;29(3):325-340.
Young A, Okuyemi OT. Benign Salivary Gland Tumors. [Updated 2022 Oct 7].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK564295/
Zhan KY, Khaja SF, Flack AB, Day TA. Benign Parotid Tumors. Otolaryngol
Clin North Am. 2016 Apr;49(2):327-42.
36