Halaman Judul.................................................................................................. 1
Daftar Isi........................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 3
1.2 Tujuan......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 5
2.1 Definisi................................................................................................... 5
2.2 Epidemiologi........................................................................................... 5
2.3 Anatomi Kelenjar Saliva......................................................................... 6
2.4 Etiologi dan Patofisisologi...................................................................... 8
2.5 Diagnosis Klinis......................................................................................10
2.6 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................11
2.7 Penatalaksanaan......................................................................................15
2.8 Komplikasi..............................................................................................21
BAB III PENUTUP..........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, serta penatalaksanaan dari sialolithiasis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Sialolithiasis merupakan salah satu penyebab terjadinya pembengkakan pada
kelenjar submandibula atau parotis, karena dapat menimbulkan obstruksi pada duktus
kelenjar saliva. Pembentukan batu (calculi) pada sialolithiasis diduga karena
penumpukan bahan degeneratif yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mengalami
proses kalsifikasi hingga terbentuk batu.1
Sebagian besar (80% - 90%) sialolithiasis terjadi di duktus submandibula
(warthons duct) karena struktur anatomi duktus dan karakteristik kimiawi dari
sekresi kelenjar saliva. Kedua faktor ini mendukung terjadinya proses kalsifikasi pada
duktus submandibula sehingga muncul sialolithiasis.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Sialolithiasis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada kelenjar
saliva, diperkirakan terdapat 1,2% dalam populasi. Perbandingan angka kejadian pada
laki-laki dan perempuan adalah 1,04 banding 1, dan usia paling banyak terjadi antara
25 tahun sampai 50 tahun.3 80-90% sialolithiasis ditemukan pada kelenjar
submandibula, 6% pada kelenjar parotis, 2% pada kelenjar sublingual, dan 2%
ditemukan pada kelenjar liur minor. Terdapat dua faktor penting yang menjadi alasan
tingginya kejadian sialolithiasis pada kelenjar submandibula. Pertama, sifat saliva
yang dihasilkan oleh kelenjar submandibula mengandung banyak mucin, bahan
organik, enzim fosfatase, kalsium, fosfat, pH alkalin, karbon dioksida rendah. Kedua,
faktor anatomi dimana warthons duct panjang dan berkelok, posisi orifisium lebih
tinggi dari duktusnya dan ukuran duktus lebih kecil dari lumennya. 2,4,5
2.3 ANATOMI KELENJAR SALIVA
Kelenjar
saliva
dapat
dibedakan
atas
kelenjar
parotidea,
kelenjar
rata sekitar 5 cm. Duktus Submandibula mendapat inervasi dari n. Lingualis dan n.
Hipoglosus yang berjalan di bawah dan mengikuti duktus.6,7
Kelenjar sublingual menempati rongga sublingual bagian anterior dan karena
itu hampir memenuhi dasar mulut. Aliran dari sublingualis memasuki rongga mulut
melalui sejumlah muara yang terdapat sepanjang plica sublingualis. yaitu suatu lingir
mukosa anteroposterior di dasar mulut yang menunjukkan alur dan ductus
submandibularis atau melalu ductus utama yaitu ductus bartholin) yang berhubungan
dengan ductus mandibularis.
Kelenjar saliva minor dalam jumlah besar terletak pada submukosa atau
mukosa bibir, permukaan lidah bagian bawah, bagian posterior palatum durum dan
mukosa bukal. Pengetahuan atau pengenalan lokasi kelenjar minor ini dibutuhkan
karena banyak proses penyakit yang terdapat di kelenjar saliva mayor juga rnengenai
kelenjar assesorius ini Kemungkinan terjadinya penyakit kelenjar saliva memberikan
diagnosis altematif untuk patologis yang terbadap pada regio ini.
saliva, termasuk anti histamin tertentu, anti hipertensi (diuretic) dan anti psikotik,
tetapi dalam banyak kasus dapat timbul secara idiopatik.
Sialolithiasis mengandung bahan organik pada pusat batunya, dan anorganik
di permukaannya. Bahan organik antara lain glikoprotein, mukopolisakarida, dan
debris sel. Bahan anorganik yang utama adalah kalsium karbonat dan kalsium fosfat.
Sedangkan ion kalsium, magnesium, dan fosfat sekitar 20-25%. Senyawa kimia yang
menyusunnya antara lain mikrokristalin apetit [Ca5(PO4)OH] atau whitlokit
[Ca3(PO4)].1,8 Pengamatan dengan menggunakan transmisi mikroskop elektron dan
mikroanalisis X ray.
Pada
batu
sialolithiasis,
didapatkan
gambaran
menyerupai
struktur
mitokondria, lisosom, dan jaringan fibrous. Substansi tersebut diduga sebagai salah
satu penyebab proses kalsifikasi dalam sistem duktus submandibula. 1 Etiologi
sialolithiasis belum diketahui secara pasti, beberapa patogenesis dapat digunakan
untuk menjelaskan terjadinya penyakit ini. Pertama, adanya ekresi dari intracellular
microcalculi ke dalam saluran duktus dan menjadi nidus kalsifikasi. Kedua, dugaan
adanya substansi dan bakteri dari rongga mulut yang migrasi ke dalam duktus
salivary dan menjadi nidus kalsifikasi. Kedua hipotesis ini sebagai pemicu nidus
organik yang kemudian berkembang menjadi penumpukan substansi organik dan
inorganik. 1,8
Hipotesis lainnya mengatakan bahwa terdapat proses biologi terbentuknya
batu, yang ditandai menurunnya sekresi kelenjar, perubahan elektrolit, dan
menurunnya sintesis glikoprotein. Hal ini terjadi karena terjadi pembusukan membran
sel akibat proses penuaan.1
2.5 DIAGNOSIS KLINIS
Pada obstruksi parsial kadang-kadang sialolithiasis tidak menunjukkan gejala
apapun (asimptomatis). Nyeri dan pembengkakkan kelenjar yang bersifat intermitten
merupakan keluhan paling sering dijumpai dimana gejala ini muncul berhubungan
dengan selera makan (mealtime syndrome). Pada saat selera makan muncul sekresi
saliva meningkat, sedangkan drainase melalui duktus mengalami obstruksi sehingga
terjadilah stagnasi yang menimbulkan rasa nyeri dan pembengkakan kelejar.4,9,10
Stagnasi yang berlangsung lama menimbulkan infeksi, sehingga sering dijumpai
sekret yang supuratif dari orifisium duktus di dasar mulut. Kadang-kadang juga
timbul gejala infeksi sistemik. Pada fase lanjut stagnasi menyebabkan atropi pada
kelenjar saliva yang menyebabkan hiposalivasi, dan akhirnya terjadi proses fibrosis.
4,9,10,11
calculi pada duktus submandibula, juga dapat meraba pembesaran duktus dan
kelenjar. Perabaan ini juga berguna untuk mengevaluasi fungsi kelenjar saliva
(hypofunctional atau non-functional gland).4,9. Studi imaging sangat berguna untuk
diagnosis sialolithiasis, radiografi
radiopaque.
10
Ultrasonography (USG)
Ultrasonografi merupakan metode diagnostik noninvasif, tapi penggunaan dan
hasil yang didapat sangat tergantung pada keahlian operator (operator dipendent) dan
image yang dihasilkan tidak bisa diintepretasi langsung oleh ahli bedah, kecuali dia
mengerjakan sendiri. USG memiliki keterbatasan untuk mendeteksi sialolithiasis. 8
Untuk memperjelas hasil bisa menggunakan resolusi tinggi (7-12 MHz) dengan
tranducer linier dan kontak permukaan yang kecil. Gambar diperoleh terutama
menggunakan bidang aksial submandibula dengan setelan oblique untuk menentukan
letak lesi dan menelusuri pembuluh darah. Penekanan seminimal mungkin untuk
menghindari distorsi anatomis.
4. Sialography (Sebagai Gold Standar)
Sialografi merupakan upaya
untuk
membuat
gambaran
radiopaque
(opacification) pada duktus kelenjar saliva dengan memasukkan bahan kontras berupa
water soluble radiopaque dye secara retrograde intracanular. Cara ini dianggap
sebagai gold standar karena dapat memberikan gambaran yang jelas tidak hanya batu,
tapi juga struktur morfologis duktus seperti lesi karena trauma, massa, proses
11
inflamasi, dan penyakit obstruktif lainnya. 2,8 Keuntungan sialografi bisa bersifat
terapeutik, dimana cairan dye menyebabkan dilatasi pada duktus dan batu terdorong
keluar melalui orifisium duktus (caruncula sublingualis). Kerugian metode ini antara
lain, dapat menyebabkan nyeri, infeksi, anafilaktik shock, dan perforasi dinding
duktus, kadang-kadang justru mendorong batu menjauhi caruncula. Oleh karena itu,
sialografi tidak boleh dilakukan bila terjadi infeksi akut karena akan memicu
meningkatnya proses inflamasi. Kelemahan ini diminimalisir dengan teknik
pengembangan tanpa kontras, cukup dengan merangsang saliva sebagai pengganti
fungsi kontras (yaitu Magnetic Resonance Sialography).8,9
5. Magnetic Resonance (MR) Sialography
MR Sialografi merupakan prosedur diagnostik nonivasif yang relatif baru
dengan akurasi tinggi untuk mendeteksi calculi, sensitifitas 91% spesifisitas 94% nilai
pediksi positif 97% dan nilai prediksi negatif 93%. Hal ini lebih baik dari sialografi
konvensional. Secara teknis fungsi bahan kontras digantikan oleh saliva (natural
contras) yang dirangsang produksinya dengan orange juice, dan menggunakan
imaging T2-Weighted turbo spin-echo slides bidang sagital dan axial.. 8,12,13
Keuntungannya adalah tidak invasif, tidak menggunakan bahan kontras, tidak ada
radiasi, tidak menimbulkan rasa nyeri, bahkan juga bisa mengevaluasi kelainan fungsi
kelenjar (Dynamic MR sialography). Kekurangan teknik ini membutuhkan waktu
yang lebih lama pada proses merangsang saliva sebagai kontras alami, menimbulkan
rasa tidak nyaman, dan biaya sangat mahal.8,12,14
b. Endoskopis
12
2.7 PENATALAKSANAAN
13
1. Tanpa pembedahan
Pengobatan klasik silolithiasis (medical treatment) adalah penggunaan
antibiotik dan anti inflamasi, dengan harapan batu keluar melalui caruncula secara
spontan. pengobatan yang diberikan adalah simptomatik, nyeri diobati dengan
NSAID (e.g ibuprofen, 600 mg setiap 8 jam selama 7 hari) dan infeksi bacteria
diobati dengan antibiotik golongan penicillin dan Cephalosporins, (875mg
amoxicillin dan asam klavulanat 125 mg setiap 8 jam untuk jangka waktu satu
minggu ) atau augmentin, cefzil, ceftin, nafcillin, diet kaya protein dan cairan asam
termasuk makanan dan minuman juga dianjurkan untuk menghindari pembentukan
batu lebih lanjut dalam kelenjar saliva, sialologues (lemon tetes yang merangsang
Salivasi), batu dikeluarkan dengan pijat atau masase pada kelenjar.
Pada beberapa kasus dimana batu berada di wharton papillae, dapat dilakukan
tindakan marsupialization (sialodochoplasty). Sering kali batu masih tersisa terutama
bila berada di bagian posterior Wartons duct, sehingga pendekatan konservatif sering
diterapkan. 8
2. Pembedahan
Sebelum teknik endoskopi dan lithotripsi berkembang pesat, terapi untuk
mengeluarkan batu pada sialolithiasis submandibula delakukan dengan pembedahan,
terutama pada kasus dengan diameter batu yang besar (ukuran terbesar sampai 10
mm), atau lokasi yang sulit.17,18 Bila lokasi batu di belakang ostium duktus maka bisa
dilakukan
tindakan
simple
sphincterotomy
14
dengan
anestesia
lokal
untuk
lesi jaringan sekitarnya sangat minimal. Energi yang digunakan disesuaikan dengan
batu pada kelenjar saliva, yaitu antara 5 30 mPa. Tembakan dilakukan 120 impacts
per menit, bisa dikurangi sampai 90 atau 60 impacts per menit. Setiap sesion sekitar
1500 + / - 500 impacts dan antar sesion terpisah minimal satu bulan.5
Keberhasilan ESWL tergantung pada dimensi, lokasi, dan jumlah calculi.
Ketepatan posisi (pinpointing) calculi bisa dipandu dengan ultrasonography,
echography probe 7,5 Mhz. Calculi dengan ukuran > 10 mm sulit dipecah menjadi
fragmen.
5,17
Pada kasus dengan batu yang lebih besar, kita memasukkan probe laser
helium ke dalam working chanel dan batu dipecah menjadi beberapa bagian kecilkecil. Kemudian bagian kecil tersebut ambil (removed) dengan teknik yang sama.
Sedangkan pada kasus mucus plug, sekret yang lengket dimobilisasi dengan
pembilasan dan penghisapan.
Setelah
intervensi
Sialendoskopi,
dilakukan
stenting
pada
duktus
18
therapy, dan
6) residual lithiasis terjadi pada sekitar 40%-50% pasien.
19
Teknik
minimal
invasive
yang
benar
dengan
Sialendoskopi,
lebih
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi meliputi obstruksi terus-menerus dari saluran, yang mengarah ke
invasi bakteri, pertumbuhan berlebih dan infeksi yang menyebabkan sialoadenitis.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Sialolithiasis merupakan salah satu penyebab pembengkakan pada kelenjar
submandibula dan parotis. Diperkirakan terdapat 1,2% dalam populasi dengan
perbandingan laki - perempuan 1,04 : 1.
20
23