Oleh:
Ary Januar Pranata P, S. Kep.
NIM. 122311101039
Mahasiswa
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF
PADA KLIEN TUMOR PAROTIS
Oleh Ary Januar Pranata P, S.Kep
2) Kelenjar Submandibula
Kelenjar submandibula merupakan kelenjar liur terbesar kedua
setelah kelenjar parotis. Kelenjar ini menghasilkan sekret mukoid maupun
6
3) Kelenjar Sublingual
Kelenjar sublingual merupakan kelenjar liur mayor yang paling kecil.
Kelenjar ini berada di dalam mukosa di dasar mulut, dan terdiri dari sel-sel
asini yang mensekresi mukus. Kelenjar ini berbatasan dengan mandibula
dan muskulus genioglosus di bagian lateral, sedangkan di bagian inferior
dibatasi oleh muskulus milohioid.
4) Kelenjar Liur Minor
Kelenjar liur minor sangat banyak jumlahnya, berkisar antara 600
sampai 1000 kelenjar. Di antaranya ada yang memproduksi cairan serosa,
mukoid, ataupun keduanya. Masing-masing kelenjar memiliki duktus yang
bermuara di dalam rongga mulut. Kelenjar ini tersebar di daerah bukal,
labium, palatum, serta lingual. Kelenjar ini juga bisa didapatkan pada
kutub superior tonsil palatine (kelenjar Weber), pilar tonsilaris serta di
pangkal lidah. Suplai darah berasal dari arteri di sekitar rongga mulut,
begitu juga drainase kelenjar getah bening mengikuti saluran limfatik di
daerah rongga mulut.
b. Inervasi autonom dan sekresi liur
1) Sistem saraf parasimpatis
8
C. Penyebab
Penyebab Tumor parotis antara lain:
a. Idiopatik
Idiopatik adalah jenis yang paling sering dijumpai. Siklus ulserasi yang
sangat nyeri dan penyembuhan spontan dapat terjadi beberapa kali
disdalam setahun. Infeksi virus, defisiensi nutrisi, dan stress emosional,
adalah faktor etiologik yang umum.
b. Genetik
Resiko kanker/tumor yang paling besar diketahui ketika ada kerabat
utama dari pasien dengan kanker/tumor diturunkan dominan
autososom. Onkogen merupakan segmen DNA yang menyebabkan sel
meningkatkan atau menurunkan produk produk penting yang berkaitan
dengan pertumbuhan dan difesiensi sel, yang mengakibatkan sel
menunjukkan pertumbuhan dan penyebaran yang tidak terkendali.
Semua sifat kanker fragmen-fragmen genetik ini dapat merupakan
bagian dari virus-virus tumor.
c. Bahan-bahan kimia
obat-obatan hormonal Kaitan hormon hormon dengan perkembangan
kanker tertentu telah terbukti. Hormon bukanlah karsinogen, tetapi
dapat mempengaruhi karsigogesis. Hormon dapat mengendalikan atau
menambah pertumbuhan tumor.
d. Faktor imunologis
Kegagalan mekanisme imun dapat mampredisposisikan seseorang
untuk mendapatkan kanker tertentu. Sel-sel yang mempengaruhi
perubahan (bermutasi) berbeda secara antigenis dari sel-sel yang
10
normal dan harus dikenal oleh sistem imun tubuh yang kemudian
memusnahkannya. Dua puncak insiden yang tinggi untuk tumbuhnya
tumor pada masa kanak-kanak dan lanjut usia, yaitu dua periode ketika
sistem imun sedang lemah.
Menurut Sumber lain mengatakan bahwa terdapat semakin
banyak bukti bahwa faktor-faktor lingkungan tertentu seperti radiasi,
virus, diet, dan paparan okupasional dapat meningkatkan risiko tumor
kelenjar saliva. Selain faktor lingkungan, abnormalitas genetik yang
spesifik seperti hilangnya alel, mutasi titik, monosomi, ataupun
polisomi, juga telah terbukti berhubungan dengan perkembangan tumor
kelenjar saliva.
a. Radiasi
Pada penelitian terhadap korban bom atom, ditemukan peningkatan
risiko menderita tumor jinak dan kanker seiring peningkatan dosis,
yaitu karsinoma mucoepidermoid dan tumor Warthin. Periode laten
rata-rata adalah 11 tahun untuk tumor ganas dan 21.5 tahun untuk
tumor jinak.
b. Viral
Epstein-Barr virus secara konsisten terbukti berhubungan dengan
karsinoma lymphoepithelial kelenjar saliva pada populasi Asia.
c. Faktor-faktor lain
- Merokok berhubungan kuat dengan peningkatan insiden tumor
Warthin.
- Paparan okupasional:
Debu silika: risiko kanker kelenjar saliva meningkat 2.5 kali
lipat
Paparan nitrosamin pada pekerja karet
- Riwayat menarche awal dan nuliparitas: peningkatan kanker kelenjar
saliva
11
D. Patofisiologi
Kelainan peradangan biasanya muncul sebagai pembesaran kelenjar
difus atau terdapat nyeri tekan. Infeksi bakterial adalah akibat obstruksi
duktus dan infeksi retograd oleh bakteri mulut. Parotitis bacterial akut dapat
dijumpai pada penderita pascaoperasi yang sudah tua yang mengalami
dehidrasi dan biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus.
Tumor-tumor Dari semua tumor kelenjer saliva, 70% adalah tumor
benigna, dan dari tumor benigna 70% adalah adenoma plemorfik. Adenoma
plemorfik adalah proliferasi baik sel epitel dan mioepitel duktus
sebagaimana juga disertai penigkatan komponen stroma. Tumor-tumor ini
dapat tumbuh membesar tanpa menyebabkan gejala nervus vasialis.
Adenoma plemorfik biasanya muncul sebagai masa tunggal yang tak nyeri
pada permukaan lobus parotis. Degenerasi maligna adenoma plemorfik
terjadi pada 2% sampai 10%.
Tumor-tumor jinak dari glandula parotis yang terletak di bagian medial
n.facialis, dapat menonjol ke dalam oropharynx, dan mendorong tonsil ke
medial. Tumor-tumor jinak bebatas tegas dan tampak bersimpai baik dengan
konsistensi padat atau kistik. Tumor parotis juga dapat disebabkan oleh
infeksi telinga yang berulang dan juga dapat menyebabkan ganguan
pendengaran.Tumor parotis juga dapat disebabkan oleh peradangan tonsil
yang berulang.
di luar dari pada normal, dari suatu nodul utama dibandingkan dengan
suatu multinodular.
6) Perbedaan Massa-Massa Pada Kelenjar Liur16
F. Klasifikasi
Penggolongan histologik tumor-tumor kelenjer ludah. Tumor–tumor
epithelial antara lain:
1) Adenoma
a) Pleimorph adenoma
b) Monomorph adenomas
(1) Adenolimfoma (tumor dari warthin)
(2) Oxifil adenoma (onkositoma)
(3) Jenis-jenis lain (tipe lain)
2) Tumor muko epidermoid
3) Tumor sel asinus
4) Karsinoma
13
G. Komplikasi
Komplikasi dari penatalaksanaan tumor kelenjar saliva meliputi
komplikasi operasi dan komplikasi radiasi.
1. Komplikasi Operasi
Paralisis saraf facial (atau saraf yang lain), hematoma, fistula kelenjar
atau sialocele, Frey syndrome, rusaknya kosmetik merupakan beberapa
komplikasi operasi
2. Komplikasi Radiasi
Komplikasi radiasi meliputi mukositis akut, trismus dan fibrosis,
osteoradionekrosis dan penurunan penglihatan.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dasar dari proses keperawatan. Tujuan
utama dari pengkajian ini adalah untuk mendapatkan data secara lengakap
dan akurat karena dari data tersebut akan ditentukan masalah keperawatan
yang dihadapi klien.
1) Pengkajian umum :
a) Identitas klien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
tanggal pengkajian, diagnosa medis, rencana terapi
b) Identitas penanggung jawab : nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat
c) Alasan masuk rumah sakit
14
3) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
b) TTV
c) Tingkat kesadaran
d) Rambut dan hygiene kepala.
Keadaan rambut biasanya kotor, berbau, biasanya juga ada lesi,
memar,dan bentuk kepala
e) Mata
Pemeriksaan mata meliputi konjungtiva, sclera mata, keadaan pupil
f) Gigi dan mulut
Meliputi kelengkapan gigi, keadaan gusi, mukosa bibir, warna lidah,
peradangan pada tonsil.
15
g) Leher
(1) Inspeksi dalam keadaan istirahat
pembengkakan yang abnormal, Penderita juga diperiksa dari
belakang. Kulitnya abnormal, Dinilai saluran-saluran keluar
kelenjer ludah dan melakukan pemeriksaan intraoral
(2) Inspeksi pada gerakan
Dinilai fungsi n.facialis, n.hipoglosus dan otot-otot, trismus fiksasi
pada sekitarnya ada pembnengkakkan atau tidak.
(3) Palpasi
Selalu bimanual, dengan satu jari di dalam mulut dan jari-jari
tangan lainnya dari luar. Tentukan lokalisasi yang tepat, besarnya
(dalam ukuran cm), bentuk, konsistensi dan fiksasi kepada
sekitarnya.
(4) Stasiun-stasiun kelenjer regional
Selalu dinilai dengan teliti dan dicatat besar, lokalisasi, konsistensi,
dan perbandingan terhadap sekitarnya. Selalu diperlukan
pemeriksaan klinis daerah kepala dan leher seluruhnya.
h) Dada /thorax
Biasanya jenis pernapasan klien dada dan perut, terjadi perubahan
pola nafas dan lain-lain
i) Cardiovaskuler
Biasanya akan terjadi perubahan tekanan darah klien dan gangguan
irama jantung
j) Pencernaan/Abdomen
Ada luka, memar, keluhan (mual, muntah, diare) dan bising usus
k) Genitalia
Kebersihan dan keluhan lain nya
l) Ekstremitas
Pembengkakan, fraktur, kemerahan, dan lain-lain.
m) Aktifitas sehari-hari
16
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Sialograi
Tekhnik ini memerlukan suntikan bahan kontras yang larut dalam
air atau minyak langsung keduktus submandibula atau parotis. Setelah
pemakaian anastesi topical pada daerah duktus, tekanan yang lembut
dilakukan pada kelenjar, dan muara duktus yang kecil diidentifikasi oleh
adanya aliran air liur. Muara duktus dilebarkan dengan menggunakan
sonde lakrimal. Kateter ukuran 18, mirip dengan jenis yang digunakan
untuk pemberian cairan intravena, atau pipa polietilen secara lembut
dimasukkan sekitar 2 cm kedalam duktus.. Kateter dipastikan pada sudut
mulut. Tekhnik ini sama untuk kelenjar parotis dan submandibula.
Bagaimanapun kanulasi duktus kelenjar submandibula, memebutuhkan
kesabaran dari pada pelebaran duktus parotis. Film biasa sinar X
diperoleh untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat substansi radioopak,
seperti batu dalam kelenjar. Antara 1,5 dan 2 ml media kontras disuntikan
secara lembut melalui kateter kedalam kelenjar sampai penderita
merasakan adanya tekanan tetapi tidak melewati tititk ketika penderita
18
3) CT-Scan
Gambar 4. Adenoma pleomorfik pada kelenjar parotis kiri potongan axial leher(8)
20
4) MRI
J. Penatalaksanaan
a. Operasi
Pilihan pengobatan untuk neoplasma kelenjar parotis adalah
melalui pembedahan. Sebagian besar tumor parotis jinak dan ganas dapat
diatasi dengan parotidektomi superfisial atau total sesuai dengan lokasi
tumor dengan preservasi nervus fasilais. Parotidektomi superfisial adalah
tindakan pengangkatan massa tumor dengan kelenjar parotis lobus
superfisial. Parotidektomi total adalah pengangkatan massa tumor dengan
seluruh bagian kelenjar parotis. pada keadaan yang sudah lanjut dimana
tumor sudah meluas ke jaringan sekitar dilakukan parotidektomi radikal,
yaitu pengangkatan massa tumor dengan mandibulektomi, pemotongan
kulit atau otot dan pemutusan nervus fasilais. Insisi awal dibuat di
preaurikularis. Insisi kemudian diperlebar kearah posterior, kemudian
secara bertahap ke inferior dan medial pada lekukan leher.
Untuk tumor ganas kelenjar parotis, parotidektomi total atau
extended parotidectomy biasanya dianjurkan. Invasi langsung pada saraf
21
K. KONSEP EKSISI
a. Definisi
Suatu tindakan pengangkatan tumor yang berasal dari jaringan lunak
kepala dan leher dengan adekuat.
b. Ruang lingkup
Neoplasma jinak yang berasal dari jaringan lunak pada kepala dan leher.
c. Indikasi operasi
Neoplasma jinak
d. Kontra indikasi Operasi
Ko-morbiditas berat
e. Diagnosis Banding
Tumor ganas jaringan lunak kepala leher
f. Pemeriksaan Penunjang
FNAB, biopsi terbuka, CT Scan.
g. Alat dan Bahan
1) Minor set
2) Kassa steril
3) Sarung tangan
4) Larutan desinfektan
5) Spuit 3 cc
6) Lidokain / chlor etyl
7) Cat gut
8) Ziede
h. Teknik Operasi
1) Menjelang operasi
a) Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan
operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan
tandatangan persetujuan dan permohonan dari penderita untuk
dilakukan operasi. (Informed consent).
24
i. Mortalitas
Mortalitas rendah
j. Perawatan Pasca bedah
b) Bila dengan pembiusan umum
c) Setelah sadar betul bisa dicoba minum sedikit-sedikit, setelah 6 jam tidak
mual bisa diberi makan.
d) Bila menggunakan drain Redon diobservasi produksinya, dicatat kualitas,
jumlah cairan yang keluar dalam 24 jam, dibuang kemudian divakum
ulang.
e) Pada penderita yang terpasang drain Redon dilepas jika produksinya < 10
cc/24 jam.
f) Luka operasi dirawat ganti verban pada hari ke-3.
g) Penderita dengan pembiusan lokal dapat dipulangkan.
h) Penderita dipulangkan sehari setelah angkat drain, anjurkan kontrol di Poli
Bedah.
i) Angkat jahitan pada hari ke-7 setelah operasi.
26
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. DIAGNOSA PRE OP
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit
2. Ansietas berhubungan dengan proses pembedahan
3. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan pemajanan/mengingat, kesalahan
interprestasi informasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan jaringan abnormal pada rongga mulut.
b. DIAGNOSA INTRA OP
1. Resiko infeksi berhubungan dengan terbukanya port de entry.
c. DIAGNOSA POST OP
a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
b. Resiko infeksi berhubungan dengan kulit yang rusak, trauma
jaringan (insisi bedah)
27
B. Intervensi
Pre-operasi
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
Intra-op
Risiko infeksi b/d tindakan invasif NOC Infection Control (Kontrol infeksi)
DAFTAR PUSTAKA
1. Kurnia A, Ramli HM, Albar ZA, Panigoro SS, Kartini D, editor. Kanker kepala-leher dan rekonstruksi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2008. Hal 73-92.
2. Johnson, M. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC). Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
3. Mc Closkey, C.J., et al. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC). Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
4. NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
5. Price A, dan Wilson M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta. EGC.
6. Smeltzer, S. C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Volume 3. Jakarta: EGC.
34
7.