Anda di halaman 1dari 22

A.

Definisi
Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi
nanah. Kelenjar Parotis adalah kelenjar air liur terbesar yang terletak di depan
telinga
Abses parotis adalah penumpukan bahan nanah dan terinfeksi di kelenjar
parotis, yang terbesar dari kelenjar ludah sekitar rahang. Kondisi ini paling sering
berkembang sebagai konsekuensi dari perawatan mulut yang buruk, biasanya
ketika orang pulih dari kondisi medis dan kurang mampu mengikuti rutinitas
kebersihan dasar mulut. Pengobatan biasanya melibatkan drainase, obat untuk
mengobati infeksi, dan pemantauan tanda-tanda kekambuhan.

B. Anatomi dan Fisiologi

1
Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva terbesar. Satu di sebelah kiri
dan satu disebelah kanan dan terletak dekat anterior agak ke inferior telinga.
Sekretnya dituangkan ke dalam rongga mulut melalui saluran parotis atau
saluran yang di sebut duktus parotideus atau saluran Stensen’s, yang
bermuara di pipi sebelah dalam, berhadapan dengan gigi moral kedua
rahang atas. Ada dua struktur penting yang melintasi kelenjar parotis,
yaitu arteri karotis eksterna dan saraf kranial ketujuh nervus fasialis.
Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva terbesar yang terletak di jaringan
subkutan superficial menuju muskulus masseter dan ramus mandibula. Bagian
inferior dan ekornya terpisah dari kelenjar submandibular oleh ligamentus stilo
mandibular. Kelenjar ini memilki kapsul jaringan ikat fibrosa. Kelenjar parotis
berada dibawah kulit di depan dan dibawah telinga. Kelenjar parotis berisi
investasi dari permukaan yang dalam dari fassia pada leher, yang disebut parotis
fassia, dan kelenjar parotis hanya dapat dirasakan dalam kondisi patologis.
Batas-batas dari kelenjar parotis sebelah anterior adalah muskulus masseter,
ramus mandibula, dan muskulus pterygoideus medialis, bagian posterior dibatasi
oleh processus mastodilus, muskulus sternokleidomastoideus, dan bagian
posterior dari muskulus digastricus dan nervus fasialis. Bagian superior dibatasi
oleh meakus akustikus eksternus dan sendi temporomandibular. Bagian inferior
dibatasi oleh muskulus sternocleidomastoideus dan bagian posterior dari
muskulus digastricus, bagian lateral berbatasan dengan permukaan dalam dari
servical fassia, kulit, dan muskulus platysma. Bagian medial berbatasan dengan
permukaan dalam dari fasia servikalis, prossessus styloideus, vena jugularis
interna, arteri karotis interna, dan dinding paryngeal.
Duktus parotideus melewati bagian lateral dari muskulus masseter dan
menuju kearah medial dari margin anterior dan muskulus masseter. Duktus
parotideus menembus muskulus buccinatorius dan menembus kavum oris pada
daerah molar ke dua rahang atas. Kelenjar parotis terdiri dari dua lobus yaitu
lobus superfisialis yang lebih besar dan lobus profunda yang lebih kecil,

2
keduanya dihubungkan oleh isthimus yang bisa lebih dari satu. Diantara kedua
lobus ini terdapat facial plate, yaitu tempat Nervus Fasialis (N VII) berjalan dan
mengadakan percabangan, yang kemudian akan berakhir di otot-otot wajah.
Nervus Fasialis (N VII) menjadi pemisah antara kedua lobus kelenjar parotis
ini.18 Secara anatomis kelenjar parotis dan duktusnya terletak pada bagian luar
rongga mulut. Melebar ke posterior melintasi ramus mandibula dan
menutupi muskulus masseter ketika menuju ke spasium retromandibularis, yang
sudah ditempati oleh nervus fasialis, arteri karotis eksterna dan vena fasialis
posterior.
Setiap kelenjar saliva parotis mempunyai 3 permukaan yaitu :
1. Permukaan superfasial, dipisahkan dari kulit oleh fasia dan muskulus
platisma.
2. Permukaan antero medial terdiri dari groove yang dalam yang merupakan
batas posterior dari ramus mandibula.
3. Permukaan postero medial, berhubungan dengan prosessus mastoideus, batas
anterior dari muskulus sternocleidomastoideus, dan prossesus stiloid.
Duktus parotideus merupakan struktur yang relatif superficial pada wajah,
dengan berbagai lobus terkumpul di anterior dan membentuk duktus yang lebar
dan tebal, panjang sekitar 5-6 mm dan tebal sekitar 3-4 mm, terdiri dari lapisan
dalam mukosa dan lapisan luar fibrosa yang mengandung sel otot polos berjalan
meninggalkan kelenjar parotis bagian anterior daerah tersebut mungkin terdapat
lobus-lobus asesorius minor. Duktus berjalan ke anterior sekitar satu jari tangan
dibawah arkus zigomatikus, diatas permukaan lateral otot masseter. Pada tepi
anterior otot masseter dan ramus mandibula, duktus masuk tiba-tiba kedalam
untuk menembus lapisan lemak bukal dan otot buchinator pipi serta masuk ke
rongga mulut berlawanan dengan gigi molar kedua rahang atas.
Suplai darah dan saraf pada kelenjar saliva parotis yaitu nervus fasialis dan
cabangnya, vena retromandibularis, dan arteri karotis eksterna. Pada permukaan
didalam parotis terdapat Nodi Limphoidei Parotidei, juga menerima limfe dari

3
dahi, bagian lateral kelopak mata, daerah pelipis, permukaan lateral auricular,
dinding anterior meatus achusticus eksternus, dan auris media. Limfe dari nodi
limfoidei parotidei disalurkan kedalam nodi limfoidei serfikales.
Nervus aurikulotemporalis, berhubungan erat dengan kelenjar parotis dan
melintas disebelah superior kelenjar parotis bersama arteri temporalis
superfisialis. Nervus aurikularis magnus, sebuah cabang pleksus serfikalis
melintas disebelah luar kelenjar parotis. Komponen parasimpatis nervus
glossofaringeus (N IX) mengantar serabut sekretoris kepada kelenjar parotis yang
dibawa melalui nervus aurikulo temporalis dari ganglion otikum. Perangsangan
serabut ini menghasilkan saliva yang encer menyerupai air, serabut simpatis
berasal dari ganglion servikal melalui pleksus karotikus eksternal. Serabut
sensoris diantar ke kelenjar parotis melalui nervus aurikularis magnus dan nervus
aurikulo tempolaris.
Mekanisme sekresi kelenjar saliva parotis sekitar 1-2 liter air saliva di
sekresikan per hari, berkisar dari kecepatan basal spontan yang konstan sebesar
0,5 ml/menit sampai kecepatan maksimal sebesar 5ml/menit sebagai respon
terhadap rangsangan kuat, misalnya ketika makan jeruk lemon.Sekresi saliva
berada dibawah kontrol saraf parasimpastis, menunjukan bahwa kelenjar saliva
terutama dikontrol oleh sinyal saraf parasimpatis dari nukleus salivatorius
superior dan inferior pada batang otak. Nukleus salivarius terletak kira-kira pada
pertemuan antara medulla dan pons yang akan tereksitasi oleh rangsangan taktil
dan pengecapan dari lidah dan daerah daerah rongga mulut dan faring
lainnya.Rangsangan pada saraf parasimpatis meyebabkan sekresi saliva cair
dalam jumlah besar dengan kandungan bahan organik yang relatif rendah.
Sekresi ini disertai oleh vasodilatasi mencolok pada kelenjar, yang tampaknya
disebabkan oleh pelepasan local vip. Polipetida ini adalah kotransmiter asetil
kolin pada sebagian neuron parasimpatis post ganglion. Atropin dan obat
penghambat kolinergik lainya menrunkan sekresi saliva. Rangsang saraf simpatis

4
menyebabkan vasokonstriksi dan pada manusia, sekresi sedikit saliva yng kaya
akan zat zat organik dari kelenjar submandibularis.
Rangsang simpatis juga dapat meningkatkan saliva dalam jumlah sedang,
tetapi lebih sedikit dari perangsangan parasimpatis. Saraf simpatis berasal dari
ganglion servikalis superior dan kemudian berjalan sepanjang pembuluh darah ke
kelenjar saliva. Selain sekresi saliva yang bersifat konstan dan sedikit, sekresi air
saliva dapat ditingkatkan melalui dua refleks yang berbeda yaitu refleks saliva
sederhana atau tidak terkondisi dan refleks saliva didapat atau terkondisi. Refleks
saliva sederhana ini terjadi sewaktu kemoreseptor atau reseptor tekanan didalam
rongga mulut berespon terhadap adanya makanan. Sedangkan pada refleks saliva
didapat pengeluaran air saliva terjadi tanpa rangsangan oral,hanya berpikir,
melihat, membahui, atau mendengar sesuatu makanan yang lezat dapat memicu
pengeluaran air saliva melalui refleks ini.
Pengaturan saraf atas sekresi saliva menunjukan bahwa kelenjar
submandibularis dan sublingualis terutama diatur oleh impuls saraf dari bagian
superior nukleus salivatorius dan glandula parotis diatur oleh impuls dari inferior
nukleus tersebut. Nukleus salivatorius terletak dekat pada perbatasan medulla
oblongata dan pons serta dirangsang oleh rangsang kecap dan taktil dari lidah dan
daerah mulut lainya.

C. Etiologi

Menurut R,S, siregar, suatu infeksi bakteri dapat menyebabkan abses


melalui beberapa cara yaitu :

1. Bakteri masuk kebawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum
yang tidak steril.
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses .

5
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :

1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi


2. Darah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sisitem kekebalan.
4. Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut,
rektum, kulit dan otot.

D. Patofosiologi
Abses parotis merupakan suatu proses lanjutan dari parotitis supuratif akut
dan didefinisikan sebagai pengumpulan pus dalam ruang parotis karena proses
radang sebagai respon terhadap infeksi. Faktor predisposisi dari abses parotis
adalah pasien dengan oral hygiene yang buruk, pada keadaan dehidrasi,
sialolithiasis, usia tua, immunocompromised, malnutrisi dan diabetes melitus.
Gejala klinisnya adalah nyeri dan pembengkakan di daerah parotis dan dapat
disertai trismus. Nyeri dapat menyebar ke telinga dan daerah temporalis. Pada
pemeriksaa didapatkan pembengkakan, indurasi dan hiperemi di daerah parotis.
Terkadang didapatkan fluktuasi di daerah tersebut dan pada aspirasi didapatkan
adanya pus. Sekret purulen dapat ditemukan di orifisium duktus Stensen.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah
pemeriksaan darah lengkap, mikrobiologi dan resistensi, foto polos, USG dan CT
Scan. Pada pemeriksaan darah lengkap biasanya didapatkan leukositosis. Pada
pemeriksaan mikrobiologi dan resistensi, pus diambil dengan aspirasi memakai
jarum aspirasi atau dilakukan insisi.
Pemeriksaan foto polos yang dapat dilakukan diantaranya foto servikal
lateral, panoramik dan toraks. Foto servikal lateral dapat memberikan gambaran
adanya pembengkakan jaringan lunak pada daerah prevertebra, adanya benda
asing, gambaran udara di subkutan maupun air fluid level. Pada abses retrofaring
tampak pelebaran ruang retrofaring lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa serta

6
pelebaran retrotrakeal lebih dari 14 mm pada anak dan 22 mm pada orang
dewasa. Selain itu juga dapat terlihat berkurangnya lordosis vertebra servikal.
Foto panoramik dilakukan pada abses leher dalam yang dicurigai berasal dari
gigi. Foto toraks dilakukan untuk mengevaluasi adanya mediastinitis. Adanya
emfisema subkutis, pneumomediastinum, pelebaran mediastinum pada foto
toraks merupakan tanda adanya mediastinitis.
Pada pemeriksaan CT Scan dengan kontras tampak adanya gambaran abses
berupa lesi hipodens dengan ring enhancement pada dindingnya. USG
merupakan pemeriksaan yang lebih murah dan kurang invasif. Selain untuk fungsi
diagnostik, USG juga dapat digunakan untuk tuntunan drainase abses.

E. Manifestasi Klinis
Gejala klinisnya adalah nyeri dan pembengkakan di daerah parotis dan dapat
disertai trismus (kekakuan pada rahang/leher). Nyeri dapat menyebar ke telinga
dan daerah temporalis. Pada pemeriksaan didapatkan pembengkakan, indurasi dan
hiperemi di daerah parotis. Terkadang didapatkan fluktuasi di daerah tersebut dan
pada aspirasi didapatkan adanya pus. Sekret purulen dapat ditemukan di orifisium
duktus Stensen.

F. Komplikasi

Jika bakteri menusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeks.
Sebgian sel mati dan \hancur, menigglakan rongga yang berisi jaringan dan se-sel
yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalalm
melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan
bakteri.sel darah putih kakan mati, sel darah putih yang mati inilah yang
memebentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.

7
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong
jaringan pada akhirnya tumbuh di sekliling abses dan menjadi dinding pembatas.
Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh mencefah penyebaran infeksi lebih
lanjut jka suat abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar kedalam
tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses. Selain
itu abses parotik juga dapat menyebabkan beberapa masalah antara lain :

1. Meningeoensefalitis
2. Orkitis dan Epididimitis
3. Ooforitis
4. Pankreatitis
5. Nefritis
6. Tiroiditis
7. Miokarditis
8. Mastitis
9. Ketulian
10. Komplikasi okuler
11. Artitis
12. Embriopati parotitis
13. Pupira Trombositopeni

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah
pemeriksaan darah lengkap, mikrobiologi dan resistensi, foto polos, USG dan CT
Scan.
1. Pada pemeriksaan darah lengkap biasanya didapatkan leukositosis. Pada
pemeriksaan mikrobiologi dan resistensi, pus diambil dengan aspirasi
memakai jarum aspirasi atau dilakukan insisi.

8
2. Pemeriksaan foto polos yang dapat dilakukan diantaranya foto servikal lateral,
panoramik dan toraks. Foto servikal lateral dapat memberikan gambaran
adanya pembengkakan jaringan lunak pada daerah prevertebra, adanya benda
asing, gambaran udara di subkutan maupun air fluid level. Pada abses
retrofaring tampak pelebaran ruang retrofaring lebih dari 7 mm pada anak dan
dewasa serta pelebaran retrotrakeal lebih dari 14 mm pada anak dan 22 mm
pada orang dewasa. Selain itu juga dapat terlihat berkurangnya lordosis
vertebra servikal. Foto panoramik dilakukan pada abses leher dalam yang
dicurigai berasal dari gigi. Foto toraks dilakukan untuk mengevaluasi adanya
mediastinitis. Adanya emfisema subkutis, pneumomediastinum, pelebaran
mediastinum pada foto toraks merupakan tanda adanya mediastinitis.
3. Pada pemeriksaan CT Scan dengan kontras tampak adanya gambaran abses
berupa lesi hipodens dengan ring enhancement pada dindingnya. USG
merupakan pemeriksaan yang lebih murah dan kurang invasif. Selain untuk
fungsi diagnostik, USG juga dapat digunakan untuk tuntunan drainase abses.

H. Penatalaksanaan
Drainage abses adalah tindakan yang dianjurkan, untuk mengeluarkan nanah
dan kemudian siram keluar kelenjar parotis untuk menghilangkan bahan infeksius
yang tersisa. Mungkin perlu untuk mengalirkan di tempat sementara untuk
memungkinkan cairan tambahan untuk mengeringkan secara bebas dan mudah.
Prinsip penatalaksanaan abses leher dalam adalah menjaga patensi jalan nafas,
pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, hidrasi dan nutrisi adekuat dan
evakuasi abses baik dengan anestesi lokal maupun umum. Sebelum ada hasil
pemeriksaan kultur dan sensitivitas, antibiotika diberikan secara empiris yang
efektif terhadap kuman aerob maupun anaerob. Untuk kasus dengan sumber
infeksi dari oral atau odontogenik dapat diberikan Klindamisin 600 mg intravena
setiap 6-8 jam atau Ampisilin-sulbaktam 3 gr intravena setiap 6 jam atau
kombinasi Penisilin G 2-4 MU intravena setiap 4-6 jam dan Metronidazole 500

9
mg intravena setiap 6-8 jam. Jika sumber infeksi berasal dari rhinogenik atau
otogenik dapat diberikan Ampisilin-sulbaktam 3 gr intravena setiap 6-8 jam atau
kombinasi Seftriakson 1 gr intravena setiap 24 jam dan Metronidazole 500 mg
intravena setiap 6-8 jam atau kombinasi Siprofloksasin 400 mg intravena setiap
12 jam dan Klindamisin 600 mg intravena setiap 6-8 jam. Pada pasien dengan
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus atau MRSA dapat diberikan
Vankomisin 1000 mg (15 mg/kg) intravena setiap 12 jam atau Linezolide 600 mg
intravena setiap 12 jam. Pada pasien-pasien dengan immunocompromised ada
beberapa pilihan terapi diantaranya adalah kombinasi Sefepim 2 gr intravena
setiap 12 jam dan Metronidazole 500 mg intravena setiap 6-8 jam, Imipenem 500
mg intravena setiap 6 jam, Meropenem 1 gr intravena setiap 8 jam atau
Piperasilin-tazobaktam 4,5 gr intravena setiap 6 jam. Terapi parenteral diberikan
sampai pasien bebas panas dan terdapat perbaikan klinis dalam 48 jam. Setelah itu
dapat dilanjutkan dengan pemberian antibiotika oral selama 2-3 minggu.
Pemberian antibiotika dapat diperpanjang apabila terdapat komplikasi.
Setelah ada hasil uji kepekaan antibiotika terhadap kuman penyebab maka
diberikan antibiotika yang sesuai. Jika terdapat perbaikan pada pemberian
kombinasi antibiotika secara empiris maka antibiotika dapat diteruskan. Jika
tidak, maka antibiotika diganti sesuai uji kepekaan.

I. Pencegahan
Cara mencegah terjadinya abses parotis adalah dengan cara menjaga
menerapkan oral hygiene yang baik, rajin mencuci tangan, dan perbanyak minum
air dan makan-makanan yang bergizi.

10
J. Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian

Keadaan umum : Klien nampak lemah,

Tanda-tanda vital : Demam, peningkatan frekuensi pernafasan dan nadi

Berat badan : Terjadi penurunan berat badan akibat kehilangan


cairan atau kekurangan nutrisi

Leher : Terdapat benjolan di salah satu atau kedua kelenjar


parotis.

Hidung dan sinus : Respirasi cepat

Mulut : Mukosa bibir nampak kering

Tenggorokan : Mukosa berwarna merah muda dan kering.

Thorax dan pernafasan : Bentuk dada simetris, terdapat retraksi dinding dada,

Jantung : Irama jantung vesikuler, nadi cepat > 120 x/mnt dan
tekanan darah menurun.

Abdomen : Tidak ada asites

Extremitas : Kelemahan, pergerakan lambat, keterbatasan gerak,


pergerakan otot-otot.

Integritas ego : Ketakutan dan khawatir masalah penyakit,


pekerjaan dan financial

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisiologis.

11
2) Resiko infeksi dibuktikan dengan peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan.
3) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan
klien tampak gelisah.
4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi.
5) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.

3. Intervensi

Intervensi keperawatan menggunakan pedoman buku Standar Diagnosis


Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri akut Setelah Manajemen
berhubungan dilakukan Nyeri
dengan trauma tindakan 1. Identifikasi 1. Untuk
dibuktikan keperawatan lokasi, mengetahui
dengan klien selama 3 x 24 karakteristik, nyeri secara
mengeluh nyeri. jam maka durasi, komprehensi
tingkat nyeri frekuensi, f.
menurun kualitas,
dengan intensitas,
kriteria hasil : intensitas
 Keluhan nyeri.
nyeri
menurun
(5)

12
 Meringis 2. Identifikasi 2. Untuk
menurun skala nyeri. mengetahui
(5) skala nyeri
sehingga
 Gelisah
dapat dibuat
menurun
intervensi
(5)
yang tepat.
 Frekuensi
3. Identifikasi 3. Untuk
nadi
respons nyeri mengetahui
membaik
non-verbal. keadaan
(5)
klien ketika
 (N = 60- nyeri
100x/menit muncul.
)
4. Monitor tanda- 4. Untuk

 Pola nafas tanda vital. mengetahui

membaik keadaan dan

(5) perkembanga
n klien.
 (N = 16-
20x/menit) 5. Fasilitasi 5. Istirahat
istirahat tidur. yang cuku
dapat
membantu
mengurangi
nyeri.

6. Ajarkan teknik 6. Untuk


non- membantu
farmakologi mengurangi

13
untuk rasa nyeri
mengurangi klien.
rasa nyeri
(teknik
relaksasi nafas
dalam dan
teknik
distraksi).

7. Kolaborasi 7. Pemberian
pemberian analgetik
analgetik. dapat
membantu
mengurangi
rasa nyeri
klien.

Pengaturan Posisi

8. Berikan posisi 8. Untuk


semi fowler membantu
mengurangi
nyeri dengan
cara
melegakan
dan
merefleksika

14
n otot.

2. Resiko infeksi Setelah Pencegahan


dibuktikan dilakukan Infeksi 1. Untuk
dengan tindakan 1. Monitor tanda mengetahui
peningkatan keperawatan dan gejala tanda dan
paparan selama 3 x 24 infeksi. gejala
organisme jam maka terjadinya
patogen tingkat infeksi infeksi.
lingkungan. menurun
dengan
2. Untuk
kriteria hasil :
2. Berikan menghindari
 Demam
perawatan terjadinya
menurun.
luka. infeksi dan
(N= 36˚C- agar luka
37,5˚C). tetap bersih.
 Kemerahan
3. Menghindari
menurun
3. Cuci tangan penyebaran
(5).
sebelum dan infeksi dari
 Nyeri sesudah perawat ke
menurun kontak pasien atau
(5). dengan pasien sebaliknya.
dan
 Bengkak
lingkungan
menurun
pasien .
(5).
4. Agar klien
 Kadar sel
4. Ajarkan cara daat
darah putih
memeriksa mengetahui

15
membaik kondisi luka. dan
(5). melaporkan
pada perawat
jika muncul
kondisi luka
yang
mengarah ke
infeksi.

5. Ajarkan cara 5. Untuk


mencuci mencegah
tangan. terjadinya
infeksi.

3. Ansietas Setelah Reduksi Ansietas


berhubungan dilakukan 1. Monitor tanda 1. Untuk
dengan kurang tindakan dan gejala mengetahui
terpapar keperawatan ansietas. tanda dan
informasi selama 3 x 24 gejala
ditandai dengan jam maka ansietas.
klien tampak tingkat
gelisah. ansietas
2. Pahami situasi 2. Dengan
menurun
yang membuat memahami
dengan
ansietas. penyebab
kriteria hasil :
ansietas
 Perilaku
perawat
gelisah
dapat
menurun
meminimalis
(5).

16
 Perilaku ir situasi
tegang yang
menurun menyebabka
(5). n pasien
cemas.
 Verbalisasi
3. Dengarkan
kebingunga 3. Sebagai
dengan penuh
n menurun dukungan
perhatian.
(5). emosional.

 Verbalisasi
khawatir
4. Gunakan
akibat 4. Untuk
pendekatan
kondisi menciptakan
yang tenang
yang suasana
dan
dihadapi terapeutik.
meyakinkan.
menurun
(5).
5. Anjurkan
 Konsentrasi 5. Agar
mengungkapka
membaik membuat
n perasaan dan
(5). klien merasa
persepsi.
lebih rileks.
 Pola tidur
membaik
(5).

6. Informasikan
6. Agar dapat
secara faktual
mengurangi
mengenai
kecemasan
diagnosis,

17
pengobatan, klien.
dan prognosis.

4. Gangguan Setelah Perawatan


integritas kulit dilakukan Luka
berhubungan tindakan 1. Untuk
perubahan keperawatan memberikan
sirkulasi selama 3 x 24 informasi
jam maka 1. Monitor dasar tentang
integritass karakteristik penanganan
kulit dan luka luka.
jaringan
2. Untuk
meningkat
mengetahui
dengan
tanda-tanda
kriteria hasil :
2. Monitor tanda- terjadinya
 Elastisitas
tanda infeksi infeksi pada
meningkat
luka
(5)
 Hidrasi 3. Untuk
meningkat mengganti
(5) balutan lama

 Kerusakan 3. Lepaskan dengan

lapisan balutan dan balutan yang

kulit plester secara baru

menurun perlahan.

(5)
4. Agar tidak
 Perdarahan terjadi reaksi
menurun inflamasi
(5) 4. Bersihkan akibatdari

18
 Nyeri dengan cairan cairan
menurun NaCL atau pembersih
(5) pembersih luka.
 Hematoma non-toksik.
menurun
(5)

5. Bersihkan 5. Untuk
jaringan mencegah
nekrotik. infeksi

6. Berikan salep 6. Untuk


yang sesuai ke menghilangka
kulit/lesi. n debridement

7. Pasang balutan 7. Untuk


sesuai jenis mencegah
luka. terjadinya
infeksi.

8. Pertahankan 8. Untuk
teknik steril mempercepat
saat melakukan penyembuhan
perawatan luka dan
luka. mencegah
infeksi

19
9. Jelaskan tanda 9. Agar klien
gejala infeksi. mengetahui

10. Anjurkan 10.Untuk


mengkonsumsi mempercepat
makanan tinggi proses
kalori dan penyembuhan
protein. luka.

5. Defisit Nutrisi Setelah Manajemen


berhubungan dilakukan Nutrisi
dengan tindakan 1. Identifikasi 1. Untuk
ketidakmampuan keperawatan status nutrisi. mengetahui
menelan selama 3x 24 status nutrisi
makanan. jam maka 2. Identifikasi klien.
diharapkan alergi dan 2. Untuk
status nutrisi intoleransi mengetahui
membaik makanan. alergi dan
dengan intoleransi
kriteria hasil : klien terhadap
 Porsi makan 3. Monitor asupan makanan
yang makanan. tertentu.
dihabiskan 3. Untuk
meningkat mengetahui
(5). jumlah
 Kekuatan 4. Monitor berat makanan yang
otot badan. klien makan.

20
pengunyah 4. Untuk
meningkat mengetahui
(5). 5. Lakukan oral perkembangan
 Kekuatan hygiene klien.
otot sebelum 5. Untuk
menelan makan. meningkatkan
(5). kenyamanan
 Berat badan 6. Ajarkan diet klien.
membaik yang telah 6. Agar klien
(5) diprogramkan. dapat
 Indeks menerapkan
Massa 7. Kolaborasi diet yang telah
Tubuh pemberian diprogramkan.
(IMT) medikasi 7. Untuk
membaik sebelum makan mengurangi
(5) (mis. Pereda nyeri dan mual

 Frekuensi nyeri, yang dialami

makan antiemetic). klien sehingga

membaik klien dapat

(5). makan dengan

 Nafsu lebih nyaman.

makan
membaik
(5).

21
DAFTAR PUSTAKA

Indrayani, Luh,Witari, dkk. 2014. KARAKSTERISTIK PENDERITA ABSES LEHER


DALAM DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE 1 JANUARI-31 DESEMBER
2014. Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran 1-25.

Kentjono, Widodo, Ario, dkk. 2015. Update Management On Pharyngolaryngeal


Diseases. Surabaya (IDI) :FK UNAIR.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan indikator Diagnostik. Jakarta :Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017).Standar Luaran Keperawatan Indonesia.


Jakarta :Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta :Dewan Pengurus PPNI.

22

Anda mungkin juga menyukai