Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat dan
rahmat-Nyalah, saya dapat menyelesaikan referat Polip Nasi sebagai tugas akhir
Ilmu Penyakit THT dalam menyelesaikan Pendidikan Dokter Muda di Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Referat ini dibuat selain sebagai tugas, juga semoga dapat membantu
teman sejawat yang ingin mengetahui tentang Polip Nasi dan juga membantu saya
dalam mempelajari lebih dalam tentang Polip Nasi.
Selain itu saya ingin menucapkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Kedoktrean Uniersitas Wijaya Kusuma Surabaya
2. dr. Endang Puspitowati, Sp.THT-KL, selaku Kepala Bagian Ilmu Penyakit
THT RSUD Ibnu Sina Gresik dan selaku pembimbing saya yang dengan
penuh kesabaran memberikan arahan kepada saya hingga dapat menyelesaikan
tugas laporan ini.
3. Semua pihak yang telah membantu saya dalam kelancaran tugas ini, serta
kepada seluruh dokter spesialis THT dan staf yang telah memberikan peranan
besar dalam menyelesaikan tugas ini
4. Referat ini banyak kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran untuk
perbaikan serta penyempuranaan tugas ini sangat saya harapkan
Akhir kata saya mohon maaf atas segala kekurangan.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
i
DAFTAR
ISI
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
A.
Latar
Belakang
......................................................................................................
......................................................................................................
1
B.
Tujuan
Penulisan
......................................................................................................
......................................................................................................
1
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2
A.
Hidung
3
1. Anatomi
2
2. Fisiologi
6
B.
Polip
Nasi
7
1. Definisi
ii
7
2. Etiologi
8
3. Patogenesis
8
4. Gejala
dan
Tanda
10
5. Pemeriksaan
Penunjang
11
6. Diagnosis
Banding
11
C.
Pengelolaan
Penderita
Polip
13
D.
Komplikasi
Operasi
14
BAB III
PENUTUP
15
DAFTAR PUSTAKA
16
iii
Nasi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Polip nasi merupakan massa udematous yang lunak berwarna putih atau
keabu-abuan yang terdapat di dalam rongga hidung dan berasal dari pembengkaan
mukosa hidung atau sinus. Prevalensi yang pasti dari polip nasi belum ada
datanya, oleh karena studi epidemiologi yang dilakukan dan hasilnya bergantung
pada populasi studi serta metodenya.(1,2)
Etiologi dan patogenesis dari polip nasi belum diketahui secara pasti.
Sampai saat ini, polip nasi masih banyak menimbulkan perbedaan pendapat.
Dengan patogenesis dan etiologi yang masih belum ada kesesuaian, maka
sangatlah penting untuk dapat mengenali gejala dan tanda polip nasi untuk
mendapatkan diagnosis dan pengelolaan yang tepat.
B.
TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum :
1. Dapat mengetahui dan memahami cara menegakkan diagnosis Polip
Nasi.
2. Dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan Polip Nasi.
2. Tujuan Khusus:
Sebagai sarat dalam menyelesaikan tugas Kepaniteraan Klinik THT di
Rumah Sakit Ibnu Sina Gresik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. HIDUNG
1.
ANATOMI (3)
Hidung (nasus) terdiri dari piramid hidung (nasus eksternus) dan
rongga hidung (cavitas nasi)
a.
b.
c.
Vaskularisasi Hidung
1. A. sphenopalatina cabang A. maxillaris interna
2. A. eithmoidalis anterior cabang A. opthalmica mendarahi sepertiga
depan dinding lateral dan sepertiga depan septum nasi
3. A. eithmoidalis posterior, mendarahi bagian superior
4. cabang-cabang A. facialis
5. A. Palatina descendens cabang A maxillaries interna.
Pada bagian anterior septum nasi terdapat anastomosis antara R.
septi nasi A. labialis superior cabang A. facialis dengan rami septales
posterior A. Sphenopalatina cabang A. maxillaris interna, juga kadangkadang diikuti R. septalis anterior A.eithmoidalis anterior dan cabang
dari A. palatina major. Anastomosis ini terletak superfisial. Daerah
tempat anastomosis ini disebut daerah Kiesselbach.
Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke
V.opthalmica yang berhubungan dengan sinus kavernosus..Vena-vena di
hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi
untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.
d.
Inervasi Hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan
sensorik dari n.ethmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari
n.nasociliaris, yang berasal dari n.opthalmicus. Rongga hidung lainnya,
sebagian besar mendapat persarafan sensorik dari n.maxillaris melalui
ganglion sphenopalatina. Ganglion sphenopalatina, selain mendapat
persarafan sensorik, juga memberikan persarafan vasomotor atau
otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut
sensorik dari n.maxillaris, serabut parasimpatis dari n.petrosus
superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus
2.
FISIOLOGI (2,4,5)
Rongga hidung dilapisi oleh yang secara secara histologik dan
funsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa
pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaanya
dilapisi oleh epitel torak berlapis semu bersilia dan diantaranya terdapat
sel-sel goblet. Pada bagian yang lebih terkea aliran udara, mukosanya lebih
kental dan kadang terjadi metaplasia menjadi epitel skuamosa. Dalam
keadaan normal, mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena
diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir
dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet. Palut lendir di rongga
hidung akan didorong ke arah nasofaring oleh silia dengan gerakan teratur.
Di bawah epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung
pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid.
Mukosa sinus paranasal berhubungan langsung dengan mukosa
rongga hidung di daerah ostium. Mukosa sinus menyerupai mukosa rongga
hidung, hanya lebih tipis dan pembuluh darahnya juga lebih sedikit. Sel-sel
goblet dan kelenjar juga lebih sedikit dan terutama ditemukan di dekat
ostium.
Sekresi mukosa nasal merupakan campuran dari komponenkomponen : sekresi kelenjar mukosa dan sel goblet, transudasi dan eksudasi
dari kapiler di dalam mukosa dan debris dari leukosit dan sel epitel
Fungsi hidung adalah untuk :
i. Sebagai jalan nafas
ii. Pengatur kondisi udara (air conditioning)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk
mempersiapkan udara yang masuk ke alveolus dengan cara
mengatur kelembaban udara dan mengatur suhu.
membantu
proses
pembentukan
kata-kata.
Pada
terletak di
dinding lateral cavum nasi terutama daerah meatus media. Paling banyak
di sel-sel eithmoidalis. Dapat juga berasal dari mukosa di daerah antrum,
yang keluar dari ostium sinus dan meluas ke belakang di daerah koana
posterior (polip antrokoanal).(6)
2. Etiologi
Etiologi polip nasi belum diketahui secara pasti. Penyakit ini masih
banyak menimbulkan perbedaan pendapat, terutama mengenai etiologi dan
patogenesisnya. Terjadinya polip nasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal :
umur, alergi, infeksi dan inflamasi dominasi eosinofil. Deviasi septum juga
dicurigai sebagai salah satu faktor yang mempermudah terjadinya polip
nasi
(2)
nasi
membran mukosa hidung dan sinus yang disebabkan oleh kerusakan epitel
akibat paparan iritan, virus atau bakteri.
Banyak faktor yang berperan dalam pembentukan polip nasi.
Kerusakan epitel terlibat dalam patogenesis polip. Sel epitel dapat
mengalami aktivasi dalam respon terhadap alergen, polutan maupun agen
infeksius. Sel akan mengeluarkan berbagai faktor yang berperan dalam
respon inflamasi dan pemulihannya, antara lain neuropeptide-degrading
enzym, endothelin, nitric oxide, asam arakidonat, sitokin inflamasi yang
mempengaruhi sel inflamasi. Faktor-faktor tersebut akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, adhesi leukosit, sekresi mukus,
stimulasi fibroblas dan kolagen.(5)
Beberapa faktor inflamasi telah dapat diisolasi dan dibuktikan
dihasilkan pada polip nasi. Faktor-faktor tersebut meliputi
endothelial
bebas
adalah
molekul
yang
sangat
reaktif
yang
.
Infeksi virus dan bakteri juga dikatakan sebagai salah satu penyebab
dari polip nasi. Pada polip nasi yang disebabkan oleh infeksi ditemukan
infiltrasi sel-sel neutrofil, sedangkan sel eosinofil tidak ditemukan.
Menurut Ogawa dari hasil pe pada penderita polip hidung disertai
deviasi septum, polip lebih sering didapatkan pada rongga hidung dengan
septum yang cekung. Deviasi septum hidung akan menyebabkan aliran
udara pada bagian rongga hidung dengan septum yang cekung, akan lebih
cepat dari bagian cembung di rongga hidung sisi lain. Percepatan ini terjadi
pada rongga hidung bagian atas dan menimbulkan tekanan negatif. Tekanan
negatif ini merupakan rangsangan bagi mukosa hidung sehingga meradang
dan terjadi edema (2).
Pada intoleransi aspirin, terjadinya polip nasi disebabkan karena
inhibisi cyclooxygenase enzyme. Inhibisi tersebut menyebabkan pelepasan
mediator radang, yaitu cysteinyl leucotrienes.(10)
4. Gejala dan Tanda
Timbulnya gejala biasanya pelan dan insidius, dapat juga tiba-tiba
dan cepat setelah infeksi akut. Sumbatan di hidung
adalah gejala
10
6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari polip nasi adalah :
a. Angiofibroma Nasofaring Juvenil
Etiologi dari tumor ini belum diketahui. Menurut teori, jaringan
asal tumor ini mempunyai tempat perlekatan spesifik di dinding
posterolateral atap rongga hidung. Dari anamnesis diperoleh adanya
keluhan sumbatan pada hidung dan epistaksis berulang yang masif.
Terjadi obstruksi hidung sehingga timbul rhinorhea kronis yang diikuti
gangguan penciuman. Oklusi pada tuba Eustachius akan menimbulkan
11
12
C.
Terapi Konservatif
(8)
a. Kortikosteroid sistemik
merupakan terapi efektif sebagai terapi jangka pendek pada polip
nasal. Pasien yang responsif terhadap pengobatan kortikosteroid
sistemik dapat diberikan secara aman sebanyak 3-4 kali setahun,
terutama untuk pasien yang tidak dapat dilakukan operasi.
b. Kortikosteroid spray
dapat mengecilkan ukuran polip, tetapi relatif tidak efektif unutk
polip yang masif Kortikosteroid topikal, intranasal spray, mengecilkan
ukuran polip dan sangat efektif pada pemberian postoperatif untuk
mencegah kekambuhan
c. Leukotrin inhibitor.
Menghambat pemecahan asam arakidonat oleh enzyme 5-lipoxygenase
yang akan menghasilkan leukotrin yang merupakan mediator inflamasi.
2.
Terapi operatif
Terapi operasi dilakukan pada kasus polip yang berulang atau polip
yang sangat besar, sehingga tidak dapat diobati dengan terpi konservatif.
Tindakan operasi yang dapat dilakukan meliputi : (11,12,13)
a. Polipektomi intranasal
b. Antrostomi intranasal
c. Ethmoidektomi intranasal
13
d. Ethmoidektomi ekstranasal
e. Caldwell-Luc (CWL)
f. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)
D.
KOMPLIKASI OPERASI
Komplikasi yang terbanyak meliputi :
Mata - Kebutaan, trauma nervus opticus, orbital hematoma, trauma otototot mata bisa menyebabkan diplopia, trauma yang mengenai duktus
lakrimalis dapat menyebabkan epiphora
Kematian
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Polip nasi adalah suatu pseudotumor yang merupakan penonjolan dari
mukosa hidung atau sinus paranasalis yang terdorong karena adanya gaya
berat.
2. Etiologi polip nasi belum diketahui secara pasti. Diduga karena adanya
reaksi alergi, infeksi, deviasi septum hidung, intoleransi aspirin, perubahan
polisakarida, dan ketidakseimbangan vasomotor.
3. Diagnosis polip nasi berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
4. Pengelolaan penderita polip nasi dengan cara operatif (polipektomi) atau
dengan non operatif (kortikosteroid).
5. Diagnosis dan penanganan yang tepat sangat diperlukan agar penderita
tidak jatuh ke dalam penyulit yang lebih berat.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Van Der Baan. Epidemilogy and natural history dalam Nasal Polyposis.
Copenhagen: Munksgaard,1997. 13-15.
2. Nizar NW, Mangunkusumo E. Polip hidung. Buku ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 4. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 2000: 9799.
3. Staf Pengajar Bagian Anatomi. Materi Kuliah Anatomi: organum sensuum.
FK Undip, 2000.
4. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta :
EGC, !997: 173-94
5. Calderon, Devalia, Davies. Biology of Nasal Epithelium dalam Nasal
Polyposis. Copenhagen:Munksgaard,1997. 31-41
6. Larsen, Tos. Origin and Structure of Nasal Polyps dalam Nasal Polyposis.
Copenhagen:Munksgaard,1997.17-21
7. Drake Lee AB. Nasal polyps. In : Scott Brown`s Otolaryngology, Rrhinology.
5th ed. Vol 4 (Kerr A, Mackay IS, Bull TR edts). Butterworths. London. 1987 :
142-53.
8. Archer. Nasal Polyps, Non surgical Treatment. http:// emedicine.com
9. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta :
EGC, !997: 173-94
10. szczeklik. Intolerence to aspirin and other non-steroidal anti-inflammatory
drugs in airway disease dalam Nasal Polyposis. Copenhagen: Munksgaard,
1997. 105-106
11. Montgomery William. Surgery of the Ethmoid and Sphenoid sinuses in
Surgery of the Upper Respiratory System vol 1. Philadelphia : Lea &
febiger,1971 : 41-52
12. Tardy ME Jr, Kasterbauer ER. Operation on the ethmoid sinuses. In : Head
and neck Surgery vol 1. face, nose and facial skull part two. Stuttgard- New
York : George Thiem Verlag, 1995 : 465-9
13. Tardy ME Jr, Kasterbauer ER. Operation on the Maxillary antrum. In : Head
and neck Surgery vol 1. face, nose and facial skull part two. Stuttgard- New
York : George Thiem Verlag, 1995 : 465-9
16