Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

CUCI HIDUNG

Oleh:

Muhammad Akbar Hanardi

H1A321048

Pembimbing:

dr. Eka Arie Yuliyani, Sp. THT-KL., M. Biomed

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas referat
dengan judul Cuci Hidung dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penyusunan referat ini adalah untuk memenuhi tugas dalam proses kepanitraan
klinik di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Mataram,
Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada dr. Eka Arie Yuliyani, Sp. THT-KL., M. Biomed
selaku pembimbing karena telah memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan tulisan
referat ini.

Saya berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi profesi kedokteran. Saya
menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih terdapat banyak kekurangan dan belum
sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk
perbaikan kedepannya.

Mataram, Oktober 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hidung dan sinus paranasal merupakan organ utama yang berperan penting dalam
pertahanan saluran nafas terhadap mikroorganisme dan bahan berbahaya di udara dan kotoran
lainnya sebelum udara mencapai saluran udara bagian bawah. Selain itu, organ ini juga berfungsi
sebagai alat respirasi, pengatur kelembapan, penghidu, dan penyeimbang tekanan lokal. Rongga
hidung memiliki vibrisa pada vestibulum nasi yang berperan untuk filtrasi udara. Jenis lapisan
yang melindungi rongga hidung adalah epitel kolumnar, epitel ini juga mengeluarkan lendir yang
membantu pembersihan mukosiliar dari partikel-partikel aerosol kecil yang terperangkap di
mukosa hidung termasuk bakteri dan virus dengan cara disterilkan oleh asam lambung. Oleh
karena itu kebersihan hidung merupakan hal yang perlu untuk diperhatikan, terlebih jika dijumpai
adanya gangguan pada hidung. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan cara cuci
hidung/ nasal irrigation.
Terapi cuci hidung merupakan prosedur sederhana yang telah dilakukan untuk mengatasi
gejala di rongga sinonasal. Prosedur ini melibatkan pembilasan rongga hidung dengan larutan
hidung seperti larutan salin yang meningkatkan pembersihan mukosiliar dengan melembabkan
rongga hidung dan menghilangkan bahan yang menempel. Prinsipnya adalah menyemprotkan
larutan salin pada salah satu lubang hidung dan membiarkannya mengalir keluar melalui lubang
hidung sebelahnya. Cuci hidung diindikasikan untuk beberapa kasus seperti sinusitis akut hingga
kronis, ISPA, rinitis alergi, dan terapi pasca bedah sinus endoskopi (BSE). Sedangkan
kontraindikasi prosedur ini jika terdapat trauma wajah karena berpotensi adanya kebocoran
larutan ke ruang hidung. Cuci hidung merupakan metode sederhana yang efektif dalam
membersihkan sekresi hidung, memperbaiki hidung tersumbat, mengurangi post-nasal infus,
memperbaiki nyeri sinus atau sakit kepala, meningkatkan rasa dan bau, dan meningkatkan
kualitas tidur. Studi meta-analisis menunjukkan hasil yang menarik mengenai cuci hidung dengan
larutan salin, didapatkan sebanyak 27,66% terjadi perbaikan gejala hidung, 31,19% terjadi
peningkatan kecepatan waktu transpor mukosiliar, 62.1% mengurangi konsumsi obat dan 27,88%
terjadi perbaikan kualitas hidup.1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Hidung dan Sinus Paranasal

Anatomi hidung luar

Hidung terbagi menjadi hidung atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung
bagian luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas; struktur hidung luar
dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di
bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah
adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan
bagian- bagiannya dari atas ke bawah : 3
1) pangkal hidung (bridge),

2) batang hidung (dorsum nasi),

3) puncak hidung (hip),

4) ala nasi,

5) kolumela,

6) lubang hidung (nares anterior).

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan
lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:3
1) tulang hidung (os nasal)

2) prosesus frontalis os maksila

3) prosesus nasalis os frontal;

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu
1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (ala mayor)

3) tepi anterior kartilago septum.3


Anatomi hidung dalam

Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os. internum di
sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring.
Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan
konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior,
berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas
konka media disebut meatus superior.4

Gambar 1. Anatomi Hidung Dalam

Septum nasi

Septum terbagi menjadi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian
posterior yang terbentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago
septum (kuadrilateral) , premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior
oleh os vomer, krista maksila, Krista palatine serta krista sfenoid. 5

Kavum nasi

Kavum nasi terdiri dari:

Dasar hidung

Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus horizontal os
palatum.
Bagian superior hidung

Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus
frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung
dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen n.olfaktorius yang berasal
dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan
permukaan kranial konka superior.5

Dinding Lateral

Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os


lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka
inferior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial. 5

Konka

Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka. Celah antara konka
inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior, celah antara konka media dan inferior
disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus superior. Kadang-
kadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas. Konka suprema, konka
superior, dan konka media berasal dari massa lateralis os etmoid, sedangkan konka inferior
merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian superior dan palatum.5

Meatus superior

Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara septum
dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid posterior bermuara
di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang besarnya bervariasi. Di atas
belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoidal,
tempat bermuaranya sinus sfenoid.5

Meatus media

Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas
dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan
bagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang letaknya
menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabit yang dikenal
sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang
menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris.
Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci
dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu
bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila,
dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel
etmoid anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di
posterior muara sinus frontal.5

Meatus Inferior

Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara
duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 hingga 3,5 cm di belakang batas
posterior nostril.5

Nares

Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring,
berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior bagian
bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian
atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus. 5

Sinus Paranasal

Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus
maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar
di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya menghadap ke
fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus zygomatikus os maksilla. 4

Kompleks Ostiomeatal (KOM)

Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior yang berupa
celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus paranasal gambaran KOM
terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media dan lamina papirasea. Struktur
anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid,
hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan ressus frontal.
Sekret yang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit
infundibulum sebelum masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontal sekret akan
keluar melalui celah sempit resesus frontal yang disebut sebagai serambi depan sinus frontal.
Dari resesus frontal drainase sekret dapat langsung menuju ke infundibulum etmoid atau ke
dalam celah di antara prosesus unsinatus dan konka media6.
Gambar 2. Kompleks Ostio Meatal

Perdarahan Hidung

Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan
posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga
hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, di antaranya adalah ujung
a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama
n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian
depan hidung mendapat pendarahan dari cabang – cabang a.fasialis.7
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina,
a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach
(Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma,
sehingga sering menjadi sumber epistaksis (perdarahan hidung) terutama pada anak. 4,7
Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang
berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga
merupakanfaktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga ke intracranial.4,7
Persarafan hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis
anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1).
Rongga hidung lannya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui
ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris
juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini
menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari
n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus.
Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka
media.
Nervus olfaktorius : saraf ini turun dari lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius
di daerah sepertiga atas hidung.7

Fisiologi Hidung
Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka fungsi
fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah :
1) Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara, penyaring udara, humidifikasi,
penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal;
2) Fungsi Penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung,
konka superior, dan sepertiga bagian atas septum.

3) Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara
dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang;
4) Fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap
trauma dan pelindung panas;
5) Refleks nasal. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks bersin dan nafas
terhenti. Rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung,
dan pankreas
Sistem Mukosiliar Hidung

Gambar 3. Sistim Mukosiliar / Mucociliary Clearance

Transportasi mukosiliar atau TMS adalah suatu mekanisme mukosa hidung


untuk membersihkan dirinya dengan cara mengangkut partikel-partikel asing yang
terperangkap pada palut lender ke arah nasofaring. Merupakan fungsi pertahanan
local pada mukosa hidung. Transpor mukosiliar disebut juga clearance mucosiliar
atau sistem pembersih mukosiliar sesungguhnya.8
Transportasi mukosiliar terdiri dari dua sistem yang bekerja simultan, yaitu
gerakan silia dan palut lendir. Ujung silia sepenuhnya masuk menembus gumpalan
mukus dan bergerak ke arah posterior bersama dengan materi asing yang
terperangkap di dalamnya ke arah nasofaring. Aliran cairan pada sinus mengikuti
pola tertentu. Transportasi mukosiliar pada sinus maksila berawal dari dasar yang
kemudian menyebar ke seluruh dinding dan keluar ke ostium sinus alami. Kecepatan
kerja pembersihan oleh mukosiliar dapat diukur dengan menggunakan suatu partikel
yang tidak larut dalam permukaan mukosa. Lapisan mukosa mengandung enzim
lisozim (muramidase), dimana enzim ini dapat merusak bakteri. Enzim tersebut
sangat mirip dengan immunoglobulin A (Ig A), dengan ditambah beberapa zat
imunologik yang berasal dari sekresi sel. Imunoglobulin G (IgG) dan Interferon dapat
juga ditemukan pada sekret hidung sewaktu serangan akut infeksi virus. Ujung silia
tersebut dalam keadaan tegak dan masuk menembus gumpalan mukus kemudian
menggerakkannya ke arah posterior bersama materi asing yang terperangkap ke arah
faring.
Cairan perisiliar yang di bawahnya akan di alirkan kearah posterior oleh
aktivitas silia, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti. Transportasi
mukosiliar yang bergerak secara aktif ini sangat penting untuk kesehatan tubuh. Bila
sistem ini tidak bekerja secara sempurna maka materi yang terperangkap oleh palut
lender akan menembus mukosa dan menimbulkan penyakit. Kecepatan dari TMS
sangatlah bervariasi, pada orang yang sehat adalah antara 1 sampai 20 mm / menit.8
Karena pergerakan silia lebih aktif pada meatus inferior dan media maka
gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia cenderung akan menarik
lapisan mukus dari meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Sedangkan arah
gerakan silia pada sinus seperti spiral, dimulai dari tempat yang jauh dari ostium.
Kecepatan gerakan silia bertambah secara progresif saat mencapai ostium, dan pada
daerah ostium silia tersebut berputar dengan kecepatan 15 hingga 20 mm/menit.8
Pada dinding lateral rongga hidung sekret dari sinus maksila akan bergabung
dengan sekret yang berasal dari sinus frontal dan etmoid anterior di dekat
infundibulum etmoid, kemudian melalui anteroinferior orifisium tuba eustachius akan
dialirkan ke arah nasofaring. Sekret yang berasal dari sinus etmoid posterior dan
sfenoid akan bergabung di resesus sfenoetmoid, kemudian melalui posteroinferior
orifisium tuba eustachius menuju nasofaring. Dari rongga nasofaring mukus turun
kebawah oleh gerakan menelan.8
Kecepatan gerakan mukus oleh kerja silia berbeda pada setiap bagian hidung.
Pada segmen hidung anterior kecepatan gerakan silianya mungkin hanya 1/6 segmen
posterior, sekitar 1 hingga 20 mm / menit.8

II. Cuci Hidung Cuci Hidung


Cuci hidung bukanlah merupakan suatu hal yang baru, melainkan sudah ada sejak
kurang lebih 15 abad yang lalu pada masyarakat India kuno. Jala neti dalam bahasa
India adalah perkembangan awal cuci hidung yang merupakan salah satu dari enam
bagian dari terapi yoga (kriyas). Cuci hidung diyakini dapat membersihkan pernafasan
dan akan mengembalikan kejernihan pikiran. Penelitian ilmiah mengenai cuci hidung
pertama kali muncul dalam British Medical Journal pada tahun 1895. Tahun 2007,
sebuah studi meta- analisis dengan RCT menunjukkan bahwa penggunaan terapi cuci
hidung terhadap perbaikan gejala inflamasi pada hidung menunjukkan hasil
peningkatan yang signifikan dengan standard mean deviation (SMD). Cuci hidung
merupakan terapi yang murah, sederhana, dan dapat ditoleransi dengan efek samping
yang minimal.9
Definisi Irigasi Nasal atau Cuci Hidung

Irigasi nasal atau cuci hidung berguna untuk membersihkan mukus, sel debris dan
beberapa kontaminan udara sehingga meningkatkan transport mukosiliar dan mengurangi
waktu kontak mukus dengan udara. Irigasi nasal juga mengurangi konsentrasi mediator
inflamasi dan memulihkan mukosa nasal pada pasien post-operasi maupun pada patologi
kronik sinonasal.10

Tujuan Irigasi Nasal atau Cuci Hidung

Tujuan penggunaan irigasi nasal untuk optimalisasi dan mengefekifkan pengobatan yang
sedang dijalanani.11 Irigasi nasal merupakan semprotan hidung dengan tekanan rendah
volume tinggi yang efektif untuk mengoptimalkan distribusi dan transport mukosiliar pada
kavitas nasi. Komposisi ion dan pH juga mempengaruhi pembersihan mukosiliar dan
aktivitas epitel nasal. Garam normal isotonic kaya akan natrium dan miliki sedikit kandungan
bikarbonat, kalium, kalsium dan magnesium, sementara pH kurang alkali. Bikarbonat
menurunkan viskositas sekresi. Kalium dan magnesium meningkatkan sitokin perbaikan dan
menurunkan inflamasi lokal. Hasil ini menunjukan irigasi nasal efektifnya bergantung dari
beberapa faktor.12

Mekanisme kerja

Beberapa teori menjelaskan bagaimana peranan cuci hidung terhadap perbaikan gejala
hidung. Teori tersebut menjelaskan kaitan antara penggunaan cuci hidung dengan
pergerakan silia, pembersihan mukus, dan juga waktu transpor mukosiliar.Lapisan mukus di
rongga hidung merupakan pertahanan lini pertama terhadap segala jenis invasi dari
organisme berbahaya. Cuci hidung dengan larutan salin dapat meningkatkan pergerakan
mukus tersebut ke arah nasofaring. Lapisan mukusjuga mengandung beberapa mediator
inflamasi seperti histamin, prostaglandin, leukotrien, defensins dan protein lain yang akan
dibersihkan melalui bilasan hidungmenggunakan larutan salin. 13 Parsons. et al dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa cuci hidung dengan larutan salin hipertonik memperbaiki
waktu transpor mukosiliar pada pasien rinosinusitis (akut & kronis). 14

Sejumlah hipotesa yang menjelaskan peranan cuci hidung terhadap perbaikan gejala
hidung antara lain15 :
- Perbaikan terhadap pembersihan mukosiliar

- Mengurangi edema mukosa

- Mengurangi mediator inflamasi

- Membersihkan kotoran (kerak) dan lendir kental di rongga hidung.


Mekanisme pasti bagaimana cuci hidung atau irigasi nasal bekerja tidak diketahui.
Namun, sebagian besar ahli berpendapat bahwa ini terutama merupakan intervensi mekanis
yang mengarah pada pembersihan langsung mukosa hidung, terlepas dari komposisi larutan
yang digunakan untuk mencuci hidung. Lendir yang melapisi rongga hidung diperkirakan
menjadi lunak. Selain itu, mediator inflamasi seperti prostaglandin dan leukotrien dan antigen
yang bertanggung jawab atas reaksi alergi dapat dihilangkan sehingga mendukung resolusi
ISPA dan rhinitis alergi. Pemberian larutan rendah garam dan isotonik telah dikaitkan secara
langsung dengan terjadinya penurunan yang signifikan dari antigen mikroba dan penurunan
terkait beban mikroba. Sebaliknya, larutan hipertonik hanya sedikit yang mampu
mempengaruhi konsentrasi antigen mikroba. Selanjutnya, konsentrasi lisozim dan laktoferin
ditemukan meningkat sekitar 30% pada 24 jam setelah cuci hidung atau irigasi nasal. 10

Aktivitas irigasi nasal tampaknya lebih efektif dengan penambahan larutan yang
mengandung ion yang berbeda dari Na+ dan Cl− karena mereka dapat memberikan efek yang
relatif positif pada integritas dan fungsi sel epitel. Magnesium (Mg) mempromosikan
perbaikan sel dan membatasi peradangan dengan mengurangi metabolisme eicosanoid baik
pada tingkat pembebasan asam arakidonat dan dengan penghambatan langsung enzim 5-
lipoxygenase. Selain itu, Mg menghambat eksositosis dari eosinofil permeabilisasi dan,
bersama dengan seng, mengurangi apoptosis sel pernapasan. Kalium memberikan tindakan
anti-inflamasi dan, secara global, semua ion ini tampaknya meningkatkan viabilitas dalam sel-
sel pernapasan lebih dari saline isotonik. Ion bikarbonat mengurangi viskositas lendir,
meskipun relevansi penambahan bikarbonat murni ke larutan garam masih diperdebatkan.
Keuntungan dari berkurangnya kekentalan lendir mungkin diimbangi dengan peningkatan pH
larutan, yang mungkin merupakan faktor negatif. Studi in vitro telah menunjukkan bahwa pH
asam dapat mengurangi frekuensi denyut silia, sedangkan kebalikannya terjadi ketika larutan
yang sedikit basa digunakan. Namun, secara in vivo, penggunaan larutan dengan pH berkisar
antara 6,2-8,4 tidak mempengaruhi pembersihan mukosiliar. Tabel 1 merangkum mekanisme
aksi irigasi nasal atau cuci hidung.10

Tabel 1. Mekanisme kerja irigasi hidung

Mekanisme Efek

Intervensi mekanis
Menghilangkan mediator inflamasi

Dampak pada mukosiliar clearance Penurunan kadar antigen mikroba


Efek positif pada integritas dan fungsi sel Magnesium dapat memperbaiki sel,
epitel dengan adanya ion tambahan membatasi peradangan, membatasi
eksositosis, dan mengurangi apoptosis sel-
sel pernapasan

Seng mengurangi apoptosis sel pernapasan

Kalium memberikan tindakan anti-inflamasi

Bikarbonat mengurangi viskositas lendir

Indikasi dan kontraindikasi serta efek samping

Cuci hidung diindikasikan pada pasien-pasien dengan gangguan sinonasal, di antaranya


dapat berupa rinosinusitis (akut & kronis), rinitis alergi & non alergi, ISPA, dan terapi pasca
bedah sinus endoskopi.16 Penggunaannya perlu diperhatikanpada pasien rinitis terkait usia,
rinitis alergi, perforasi septum hidung, dan rinosinusitis yang berkaitan dengan infeksi HIV.32
Namun pada pasien dengan trauma wajah atau trauma basis cranii, terapi ini
dikontraindikasikan. Cuci hidung dengan larutan salin menghasilkan efek samping yang
minimal, di antaranya berupairitasi lokal, rasa gatal, rasa terbakar, otalgia, dan cairan yang
tertinggal di rongga sinus.13

Bahan cuci hidung

Larutan yang digunakan untuk membilas rongga hidung dapat berupa larutan isotonis atau
hipertonis, buffer ataupun non-buffer. Penelitian Talbot et al menunjukkan bahwa penggunaan
larutan salin hipertonis 3% menurunkan waktu transpor mukosiliar lebih baik daripada
penggunaan saline 0,9% dengan perbandingan waktu 3,1 menit banding 0,14 menit. Hal ini
sejalan dengan penelitian Immanuel yang menunjukkan adanya perbedaan signifikan
penggunaan larutan salin hipertonis dan isotonis terhadap penurunan waktu transpor
mukosiliar. Larutan salin hipertonis menurunkan kekentalan daripada lendir mukus, sehingga
mempengaruhi waktu transpor mukosiliar. Salin hipertonis juga mengurangi edema mukosa
secara difusi melalui kandungan osmolaritasnya. Larutan ini dapat mengiritasi membran
rongga hidung.15,17

Efek pH terhadap kecepatan pembersihan mukosiliar menunjukkan tidak ada perbedaan


kecepatan pembersihan mukosiliar pada kelompok yang diberikan larutan salin hipertonis
buffer (pH 8) dan larutan salin hipertonis non-buffer.18
Beberapa jenis obat yang juga sering ditambahkan pada penggunaan cucihidung adalah
antibiotik dan antifungi. Gentamisin dan Tobramisin adalah antibiotik yang paling sering
digunakan. Salep Bactroban sering dipakai untuk mengeradikasi infeksi stafilokokus.
Amfoterisin B yang dilarutkan dalam air steril(100µg/ml) dapat memperbaiki gejala sinusitis
dan polip hidung. Namun dalam penelitian lain oleh Gosepath et al, bahwa penggunaan
antiseptik dan antifungi (Betadine, hydrogen peroxide, amphotericin B, itraconazole) dapat
menurunkan pembersihan mukosiliar.13
Saline isotonik (0,9%) dan saline hipertonik (1,5%- 3%) adalah irigasi nasal yang paling
sering digunakan. Saline isotonik memiliki tingkat kepekatan cairan hampir sama dengan
serum sedangkan saline hipertonik tingkat kepekatan cairan lebih tinggi sehingga menarik
cairan dan elektrolit dari jaringan dansel ke dalam pembuluh darah. Keduanya bersifat asam
dengan pH yang bervasi dari 4,5–7. Solusio dengan konsentrasi garam lebih dari 3% tidak
direkomendasikan karena dapat memberikan efek samping seperti, rasa nyeri, tersumbat, dan
rhinorrhea. Efek samping yang timbul bergantung pada dosis yang digunakan dan terjadi jika
NaCL konsentrasinya ≥ 5,4%.10
Metode cuci hidung

Untuk meningkatkan efektivitas cuci hidung, volume besar (tidak kurang dari 100 mL)
irigasi tekanan rendah lebih direkomendasikan daripada irigasi tekanan tinggi volume rendah.
Pada orang dewasa, mereka harus memungkinkan tekanan keluaran minimum 120 mbar,
koneksi yang baik ke lubang hidung, kemungkinan penyisipan ke ruang depan hidung, dan
aliran irigasi diarahkan ke atas (45 °).10

1. Persiapkan alat dan bahan berupa spuit 10 cc, larutan salin (NaCl 0,9% atauNaCl 3%),
tisu, dan wadah tampung.
2. Isi wadah tampung dengan larutan salin yang akan digunakan.

3. Lepaskan jarum dari spuit dan isi spuit tersebut dengan larutan salin yangakan
digunakan.
4. Posisikan kepala agar miring 45° ke salah satu sisi sehingga salah satulubang
hidung berada di atas yang lainnya.

5. Posisikan spuit lurus terhadap lubang hidung (jangan menekan bagian tengah dan
septum hidung) dan mulut terbuka.
6. Bernafaslah melalui mulut dan semprotkan cairan tersebut ke dalam ronggahidung
bagian atas hingga keluar melewati lubang hidung yang dibawahnya.
7. Ketika spuit sudah kosong, maka hembuskan udara secara lembut melalui kedua lubang
hidung untuk membersihkan sisa cairan dan mukus yang tertinggal.
8. Bersihkan hidung dengan menggunakan tisu.19,20
Cuci Hidung atau Irigasi Nasal pada Anak
Sejumlah penelitian terbaru menunjukkan bahwa irigasi nasal atau cuci hidung
merupakan praktik yang banyak digunakan untuk mengobati penyakit saluran pernapasan
bagian atas pada orang dewasa, beberapa penelitian lain juga mengungkapkan bahwa irigasi
nasal dapat efektif pada anak-anak dengan masalah pernapasan menular dan/atau alergi tidak
hanya sebagai pengobatan tambahan, tetapi juga sebagai monoterapi. Irigasi nasal secara
signifikan mengurangi sekret hidung/post-nasal drip pada anak-anak dengan rinosinusitis
kronis, dan juga mengurangi tingkat tindakan operasi bahkan pada pasien yang resisten
terhadap pengobatan medis dengan antibiotik dan kortikosteroid hidung. Meskipun tidak
efektif dalam mengurangi peradangan pada apusan hidung atau memodifikasi radiografi pasca
perawatan ketika diresepkan untuk anak-anak dengan rinosinusitis akut, terapi dengan cuci
hidung dapay meningkatkan skor kualitas hidup rata-rata dengan mengurangi gejala hidung
dan secara signifikan meningkatkan aliran ekspirasi hidung puncak. Beberapa penelitian juga
telah menemukan bahwa terapi ini mengurangi tanda dan gejala rinitis alergi musiman dan
membatasi kebutuhan akan antihistamin. Semua studi ini menunjukkan bahwa irigasi nasal
aman dan ditoleransi dengan baik karena tidak ada efek samping yang parah dan hanya
sebagian kecil anak yang harus menghentikan pengobatan karena toleransi yang buruk .
Penelitian juga telah ditunjukkan bahwa prosedurnya cukup murah dan mengurangi
penggunaan obat resep dan obat bebas, dan karena itu memiliki dampak besar tidak hanya pada
biaya medis, tetapi juga pada tekanan antibiotik dan resistensi antibiotik terkait.
Irigasi nasal sering dianjurkan untuk berbagai kondisi pernapasan bagian atas, tetapi
diberikan dengan menggunakan berbagai jadwal pemberian dosis dan jenis larutan, beberapa di
antaranya berbeda, dari yang disarankan dalam penelitian menunjukkan bahwa praktik tersebut
efektif, aman, dan dapat ditoleransi dengan baik.
Bayi dan anak kecil tidak memiliki kemampuan untuk meniup hidung mereka secara
efektif. Oleh karena itu, sekret hidung dapat menumpuk di saluran hidung, terutama ketika
anak sedang pilek. Ini membuat mereka rentan terhadap komplikasi seperti infeksi telinga
tengah. Kebersihan hidung melibatkan pembilasan rongga hidung dengan larutan garam untuk
mencegah komplikasi ini, untuk membuat anak lebih nyaman (saat menyusui atau tidur), dan
untuk mengurangi frekuensi dan durasi pilek. Frekuensi di mana saluran hidung harus
dibersihkan bervariasi, dan didasarkan pada usia anak, waktu dalam setahun, dan apakah anak
menderita pilek atau sesak. Pusat Rumah Sakit Universitas Sainte-Justine merekomendasikan
hal berikut:
Untuk anak-anak di bawah 3 tahun atau tidak dapat meniup hidung mereka secara
efektif:
- Musim panas: dua kali sehari;
- Musim Dingin: 4 kali sehari;
- Anak dengan pilek atau hidung tersumbat: 5 sampai 6 kali sehari.
Untuk anak-anak yang lebih tua dari 3 tahun atau tidak dapat meniup hidung mereka
secara efektif:

- Musim panas: sekali sehari;


- Musim dingin: dua kali sehari;
- Anak dengan pilek atau hidung tersumbat: 3 sampai 4 kali sehari.

Langkah-langkah melakukan pembersihan hidung pada bayi :


1. Baringkan bayi di sisi kiri atau kanan;
2. Letakkan handuk di permukaan di bawah hidung anak;
3. Siram seluh isi spuit ke lubang hidung yang menghadap langit-langit;
4. Gunakan jarum suntik berikut:
- 3 mL untuk bayi di bawah satu bulan;
- 5 mL untuk bayi berusia sekitar 6 bulan;
- 10 mL untuk bayi berusia sekitar 12 bulan.
5. Ulangi di lubang hidung yang sama jika masih ada sekret;
6. Baringkan anak di sisi lain dan ulangi langkah yang sama untuk lubang hidung lainnya.
REFERENSI

1. Rabago D, Zgierska A. Saline Nasal Irrigation for Upper RespiratoryConditions. Am


Fam Physician. 2009 Nov;80(10):1117-9.
2. Hermelingmeier KE, Weber RK, Hellmich M, Heubach CP, Mösges R. Nasal Irrigation
as an Adjunctive Treatment in Allergic Rhinitis: A Systematic Review and Meta-
analysis. Am J of Rhinology and Allergy. 2012 Sept-Oct;26(5):e119-e25.
3. Ballenger JJ. The technical anatomy and physiology of the nose and accessory sinuses.
In Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head, & Neck. Fourteenth edition Ed. Ballenger
JJ. Lea & Febiger. Philadelphia, London, 1991: p.3-8
4. Soepardi EA, et al. Buku ajar ilmu kesehatan : telinga hidung tenggorok kepala& leher.
6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007
5. East C. Examination of the Nose. In : Mackay IS, Bull TR(Eds). Scott-Browns’s
Otolaryngology Sixth ed London: Butterworth, 1997: p.4/1/1-8
6. Effendi H, editor. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta: EGC ; 1997 ; p.135-142
7. Lund VJ. Anatomy of the nose and paranasal sinuses. In : Gleeson (Ed). Scott-
Browns’s Otolaryngology. 6th ed. London : Butterworth, 1997: p.1/5/1-30.
8. Yilmaz AS, Naclerio RM. Anatomy and Physiology of the Upper Airway. PAT
Journals. 2012.
9. Barham HP, Harvey RJ. Nasal Saline Irrigation: Therapeutic or Homeopathic. Braz J
Otorhinolaryngol. 2015;81:457-8.
10. P, Nicola, E, Sussana. Nasal Irrigation: Improper Medical Procedure. International
Journal of Evironment research and public Health. 2017.
11. Bettcher, C. et al. (2013) “Allergic Rhinitis Key Aspects & Recommendations,” UMHS
Allergic Rhinitis Guideline.
12. Bettcher, C. et al. (2013) “Allergic Rhinitis Key Aspects & Recommendations,” UMHS
Allergic Rhinitis Guideline.
13. Brown CL, Graham SM. Nasal Irrigations: Good or Bad ? Curr Opin Otolaryngol Head
Neck Surg. 2004;12:9-13.
14. Tomooka LT, Murphy C, Davidson TM. Clinical Study and Literature Review of Nasal
Irrigation. The Laryngoscope. 2000 Jul;110:1189-93.
15. Hernandez JG. Nasal Saline Irrigation for Sinonasal Disorders. Philipp J Otolaryngol
Head Neck Surg. 2007 Dec;22(1,2):37-9.
Rabago D, Zgierska A. Saline Nasal Irrigation for Upper RespiratoryConditions. Am
Fam Physician. 2009 Nov;80(10):1117-9.
16. Purba IE. Perbedaan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita
Rinosinusitis Kronis Setelah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional dengan
Adjuvan Terapi Cuci Hidung Cairan Isotonik NaCl 0,9% Dibandingkan Cairan
Hipertonik NaCl 3% [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2011.

17. Homer JJ, England RJ, Wilde AD, Harwood GR, Stafford ND. The Effect of pH of
Douching Solutions on Mucociliary Clearance. Clin Otolaryngol. 1999 Aug;24(4):312-
5.
18. Anonymous. Nasal Irrigation Instructions. University of Wisconsin Department of
Family Medicine. [Accessed 28 Mar 2016].
19. Dwiyani K. Cegah Radang Saluran Napas dengan Cuci Hidung [internet]. [updated
2015 Sept 1; cited 2016 Apr 19].
20. P, Marchisio, P, Marina, T, Sara, B, Elena, P, Angela, B, Sonia, N, Erica, E, Sussana,
N, Principi. Nasal Saline Irrigation in Preschool Children : a Survey of Attitudes and
Prescribing Habits of Primary Care Peditricians Working In Northen Italy. Itanlian
Journal of Pediatrics. 2014.
21. S, Barton. Nasal Rinses Children and Teens. American Academy of Pediatric. 2021.

Anda mungkin juga menyukai