Anda di halaman 1dari 6

1.

Xerostomia
Xerostomia adalah sensasi subjektif dari mulut kering yang merupakan keluhan
umum di antara pasien yang lebih tua selama periode kecemasan, terapi radiasi, gangguan
imunologi yang menyebabkan peningkatan frekuensi karies, infeksi candida, dysarthria
dan dysphagia.

a. Etiologi dan patogenesis

Efek samping obat

Radiasi

Tingkat Umur

Xerostomia

Stress

Volume kelenjar
Saliva

Penyakit (sjogrens
syndrome, HIV,
DM, Hepatitis C)

Mulut kering yang diindikasikan sebagai penurunan produksi saliva


pada umumnya disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
i. Efek samping obat
Xerostomia atau mulut kering adalah reduksi saliva abnormal
sebagai efek samping dari pengobatan tertentu. Beberapa obat tertentu
seperti antidepresan trisiklik, antipsikotik, benzodiazepin, atropinics,-
blocker, dan antihistamin mempunyai efeksamping xerostomia.
ii. Radiasi
Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan
kanker telah terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar
saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada kelenjar saliva yang
terkena radioterapi. Jumlah kerusakan kelenjar saliva tergantung dari
jumlah dosis radiasi yang diberikan selama terapi radiasi.
Radiasi dapat menyebabkan kerusakan pada DNA seperti
perubahan pada struktur basa nitrogen, putusnya ikatan hydrogen antar
basa. Ketika kerusakan DNA terjadi, maka kerusakan DNA akan
mengeluarkan molekul sensornya yaitu ataxia-telangiectasia mutated
(ATM) dan rad3 related (ATR). Kedua molekul sensor ini dapat
memfosforilasi gen penekan tumor (TSG) yaitu p53 sebagai respon
terhadap kerusakan DNA sehingga p53 akan stabil. Stabilnya p53, yang
berperan dalam mengontrol proliferasi dan menentukan apakah kerusakan
DNA tersebut dapat diperbaiki atau bahkan mengarah ke kematian sel,
akan menyebabkan transaktivasi gen-gen yang terlibat dalam kematian sel
(Bax dan Fas), penghentian siklus sel, dan perbaikan DNA. Ketika
kerusakan DNA yang terjadi ringan atau tidak terlalu parah, maka
kerusakannya dapat dideteksi oleh p53 dan proses perbaikan DNA dapat
terjadi sehingga menjadi sel normal kembali. Akan tetapi ketika kerusakan
DNA dapat diperbaiki (kerusakannya ringan) tetapi proses perbaikannya
tidak sempurna maka akan mengalami perubahan sel, dan ketika proses
perbaikan DNA tidak baik dan kerusakan DNA sangat parah dapat
mengakibatkan proses perbaikan DNA gagal dan terjadinya mutasi gen
yang menyebabkan proliferasi p53 yang berlebihan (akumulasi p53) dan
kemudian akan mengarah ke kematian sel (apoptosis). Selain itu,
kerusakan DNA dapat menginduksi PUMA dan BAX (pro-apoptotic),
dimana interakasi antara keduanya dapat menyebabkan terjadinya
apoptosis.
Hipofungsi pada kelenjar saliva sebagai implikasi dari terjadinya
apoptosis sel dapat menyebabkan gangguan mastikasi dan berkurangnya
lubrikasi oral yang menghambat pembentukan bolus sehingga kemampuan
kemoreseptor lidah dan palatum untuk menerima stimulasi makanan dan
minuman (cairan) akan menurun (dysphagia) atau terjadinya kegagalan
respon saliva. Selain itu, hipofungsi saliva dapat menyebabkan hilangnya
sel endotel, sel saraf yang diperlukan untuk induksi sekretori, dan
kerusakan sel epitel asinar sekretori. Adanya gangguan pada sel-sel
tersebut akan mengakibatkan terjadinya xerostomia dengan gejala berupa
penurunan aliran saliva, perubahan komposisi elektrolit, turunnya pH
saliva, viskositas saliva yang meningkat dan terjadinya penurunan
immunoglobulin A.

Tabel 1.hubungan antara dosis penyinaran dengan sekresi saliva

*Gray=Gy=102 rad (radiation absorbed dose)


(Amerogen AV. Ludah dan kelenjar ludah, arti bagi kesehatan gigi:1991:199)

iii. Tingkat umur


Xerostomia merupakan masalah umum yang banyak terjadi
pada usia lanjut. Keadaan ini disebabkan oleh adanya perubahan atropi
pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur yang akan
menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya. Seiring dengan
meningkatnya usia, terjadi proses penuaan. Terjadi perubahan dan
kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang dan
akan digantikan oleh jaringan ikat dan lemak. Keadaan ini
mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. Perubahan atropik
yang terjadi di kelenjar submandibula sesuai dengan pertambahan usia
juga akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya.

iv. Tingkat stress


Pada saat berolah raga, atau berbicara yang lama dapat
menyebabkan berkurangnya aliran saliva sehingga mulut terasa kering.
Dalam keadaan gangguan emosional seperti stres, putus asa dan rasa takut
dapat merangsang terjadinya pengaruh simpatik dari sistem saraf autonom
dan menghalangi sistem saraf parasimpatik sehingga sekresi saliva
menjadi menurun dan menyebabkan mulut menjadi kering. Bernafas
melalui mulut juga akan memberikan pengaruh mulut kering.

b. Gejala klinis
 mengeluhkan gangguan pengecapan (dysgeusia),
 rasa sakit pada lidah seperti terbakar (glossodynia) dan
 peningkatan kebutuhan untuk minum air, terutama pada malam hari,
 peningkatan karies pada gigi,
 erythema mukosa oral,
 pembengkakan kelenjar parotid,
 angular cheilitis, mukositis,
 inflamasi atau ulser pada lidah dan mukosa bukal,
 kandidiasis, sialadenitis, dan halitosis,
 ulserasi pada rongga mulut,
 dapat dihubungkan pada pasien dengan hipofungsi kelenjar saliva,
 Mukosa mulut dan lidah bisa tampak kering dan pecah-pecah.
Gambar1.Lidah kering dan pecah-pecah

2. Mumps (Parotitis)
Mumps atau yang lebih dikenal dengan parotitis ialah penyakit virus akut yang
disebabkan oleh paramyxovirus dan biasanya menyerang kelenjar ludah terutama
kelenjar parotis. Gejala khas yang biasa terjadi yaitu pembesaran kelenjar ludah terutama
kelenjar parotis. Pada saluran kelenjar ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel
epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Pada kasus lain bisa terjadi infeksi mumps
yang asimptomatis.

a. Etiologi
Agen penyebab parotitis adalah anggota dari group paramyxovirus, yang juga
termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle disease.
Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90 – 300 mµ. Virus ini mempunyai dua
komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat larut (soluble)
yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari hemaglutinin
permukaan.
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat
bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu
<4 ºC, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik.

b. Patogenesis
Virus Mumps, Paramyxoviruses, dapat menginfeksi sel epitel pada saluran
pernafasan atas (nasofaring). Dengan adanya infeksi tersebut, virus ini dapat masuk
atau invasi kedalam saluran pernafasan atas selama proses inkubasi sekitar 14-18 hari.
Masa inkubasi adalah waktu dari saat paparan agen menular sampai tanda-tanda dan
gejala penyakit muncul. Virus ini akan bereplikasi di dalam nasofaring dan limfonodi
servikal yang kemudian akan menyebar ke organ tubuh yang lain dengan cara
viremia. Viremia pada paromyxoviruses terdiri dari viremia primer dan sekunder.
Dimana viremia primer berlangsung sekitar 3-5 hari sehingga virus dapat menyebar
ke beberapa jaringan termasuk infeksi sistem saraf pusat, terutama meningen, dengan
gejala meningoencephalitis. Sedangkan viremia sekunder dapat terjadi setelah
viremia primer dimana virus ini akan menginfeksi daerah testis, ovarium, pankreas,
tiroid, dan organ lainnya. Selain itu, viremia primer juga dapat menginfeksi kelenjar
parotis melalui duktus Stensen sehingga kelenjar parotis akan mengalami peradangan
dan swelling (Mumps).

c. Gejala Klinis
 Inflamasi dan edema kelenjar saliva,
 Terjadi pada anak 4-6 tahun,
 Gejalanya tidak spesifik, termasuk mialgia, anoreksia, malaise, sakit kepala,
demam derajat rendah,
 Bisa unilateral atau bilateral,
 Gejala cenderung menurun setelah satu minggu dan biasanya sembuh setelah
10 hari.

Anda mungkin juga menyukai