Anda di halaman 1dari 23

PENDAHULUAN

Adenoma pleomorfik adalah tumor jinak kelenjar saliva yang paling sering
terjadi pada kelenjar ludah minor. Adenoma pleomorfik pada palatum berasal dari
kelenjar ludah minor dan lebih sedikit terjadi dibanding adenoma pleomorfik yang
berasal kelenjar saliva mayor. Adenoma pleomorfik paling sering ditemukan pada
kelenjar saliva mayor (50%), palatum (42,8%), bibir atas (10,1%), pipi (5,5%),
tenggorok (2,5%) dan region retromolar (0,7%). Tumor ini merupakan tumor
jinak dengan karasteristik tumbuh lambat, setelah mencapai ukuran tertentu akan
menetap dan tidak berkembang lagi, tanpa rasa sakit, disertai pembengkakan dan
tidak menyebabkan ulserasi mukosa yang melapisinya. Adenoma pleomorfik
mempunyai kapasitas tumbuh membesar dan dapat berubah menjadi maligna. 1-3
Adenoma pleomorfik palatum dapat terjadi pada semua umur, namun paling
sering terjadi pada orang dewasa yaitu dekade ketiga sampai keenam kehidupan.
Angka kejadian pada wanita lebih sering dibandingkan laki-laki dengan
perbandingannya 2:1. Penyebabnya belum diketahui secara pasti namun diduga
terjadi akibat adanya kelainan kromosom klonal 8q12 dan 12q15. Beberapa faktor
yang juga dapat berpengaruh diantaranya adalah pemakaian tembakau, virus serta
paparan radiasi. 1,2,5-7
Adenoma pleomorfik ditemukan sekitar 3-10% dari neoplasma daerah
kepala dan leher. Pada kelenjar ludah mayor parotis sekitar 53-77%, tumor
submandibular 44-68% dan 33-43% dari kelenjar ludah minor. Palatum
merupakan lokasi yang paling sering pada intra oral yaitu sekitar 42,8%-68,8%.
Di RS Moh. Hoesin Palembang sendiri angka kejadian adenoma pleomorfik pada
5 tahun terakhir adalah sebanyak 2 kasus yaitu tumor pada palatum dan
nasolabial.
Gambaran klinis adenoma pleomorfik palatum yaitu massa tumor tunggal,
berbentuk bulat dengan permukaan licin, padat kenyal, keras, batas tegas, mobile,
pertumbuhan lambat, tidak nyeri serta tidak ditemukan adanya tanda-tanda
peradangan dan ulkus. Pasien sering datang dengan keluhan timbul benjolan di
langit-langit rongga mulut sehingga mengeluh terganggu untuk mengunyah dan
menelan makanan. Diagnosis adenoma pleomorfik dapat ditegakkan melalui

1
pemeriksaan histopatologi, FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) serta biopsi
insisi. Pemeriksaan penunjang seperti radiologi dengan tomografi komputer atau
MRI untuk mengetahui lokasi, besar tumor, batas tumor serta perluasan tumor. 4,5,8
Diagnosis banding dari adenoma pelomorfik palatum adalah abses
palatum, kista odontogenik, sarkoma, serta tumor jaringan lunak seperti limfoma,
lipoma dan fibroma. Perubahan kearah malignansi adalah 6% dari seluruh kasus
adenoma pleomorfik dengan gambaran klinis yaitu pertumbuhan yang cepat dan
adanya riwayat eksisi berulang. Pilihan penatalaksanaan dari adenoma pleomorik
palatum adalah eksisi tumor secara trans oral dengan angka kesembuhan
mencapai lebih dari 95%. Resiko kekambuhan sangat rendah. Tumor ini biasanya
tidak kambuh kembali apabila dilakukan pengangkatan tumor secara
keseluruhan.4,9,14

ANATOMI PALATUM DURUM


Palatum durum memisahkan rongga mulut dengan rongga hidung dan
dengan sinus maksila. Mukosa palatum adalah epitel skuamosa pseudostratified
berkeratin. Lapisan submukosa terdiri atas kelenjar-kelenjar liur minor terutama
daerah palatum durum. Lapisan periosteal yang menutup palatum durum menjadi
barier relatif untuk penyebaran sel kanker ke os palatinum. Saraf dan pembuluh
darah yang memperdarahi dan mempersarafi palatum berasal dari foramina
palatina di medial molar ketiga. Foramina ini dapat menjadi jalur penyebaran
tumor. Arteri palatina yang berasal dari arteri maksilaris interna berjalan ke
anterior melalui foramen nasopalatinum ke rongga hidung menyediakan suplai
darah. Jaras sensorik dan sekremotorik berasal dari cabang maksilaris nervus
trigeminal dan ganglion pterigopalatinum menuju palatum durum melalui nervus
palatinus. Secara anatomi palatum molle adalah bagian orofaring yang terdiri atas
mukosa di kedua permukaan. Diantaranya terdapat jaringan penyambung, serabut
otot, aponeurosis, pembuluh darah, kelenjar limfatik dan kelenjar liur minor.
Secara fungsional palatum molle memisahkan orofaring dan nasofaring selama
proses bicara dan menelan.14,16

2
Gambar 1. Rongga mulut dan palatum 11

Kelenjar saliva merupakan suatu kelenjar eksokrin yang berperan dalam


mempertahankan kesehatan mulut. Kelenjar saliva merupakan organ yang
terbentuk dari sel-sel khusus yang mensekresi saliva kedalam rongga mulut.
Saliva terdiri dari cairan encer yang mengandung enzim dan cairan kental yang
mengandung mukus. Menurut struktur anatomisnya manusia memiliki kelenjar
saliva yang terbagi atas kelenjar saliva mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor
dan minor menghasilkan saliva yang berbeda-beda menurut rangsangan yang
diterimanya. Rangsangan ini dapat berupa rangsangan mekanis seperti mastikasi,
rangsangan kimiawi seperti rasa pahit, manis, asam, asin, rangsang neural,
rangsang psikis berupa emosi atau stress dan rangsangan sakit. 12,13

3
Gambar 2. Kelenjar saliva mayor14

Kelenjar saliva mayor terdiri dari sepasang kelenjar parotis, submandibula


dan sublingual. Kelenjar parotis terletak dibagian bawah telinga dibelakang ramus
mandibula meluas ke lengkung zygomatikum didepan telinga dan mencapai dasar
dari muskulus masseter. Duktus parotis yakni duktus stensen yang menyilang
permukaan otot masseter. Duktus kelenjar ini berjalan menembus pipi dan
bermuara ke vestibulum oris pada lipatan antara mukosa pipi dan gusi berhadapan
molar dua atas. Duktus parotis merupakan kelenjar saliva terbesar dibanding yang
lain dengan berat 20-30 gram, panjang duktus 35-40 mm, dengan diameter 3 mm.
Mengandung sejumlah besar enzim antara lain amilase, lisozim, asam fosfatase,
aldolase dan kolinesterase. 12,13
Kelenjar submandibula merupakan kelenjar saliva terbesar kedua dengan
berat 8-10 gram. Berbentuk oval seperti kacang, terletak di trigonum
submandibular. Duktus mandibular disebut ductus Wharton. Duktus muncul dari
permukaan bagian dalam kelenjar dan berjalan sampai mencapai dasar mulut,
kemudian bermuara pada karunkula sublingualis didekat frenulum lidah. Panjang
duktus 40-50 mm, dengan diameter lebih kecil daripada ductus Stensen. Kelenjar
submandibula terdiri 75% serous dan 25% mukous. 12,13
Kelenjar sublingualis terletak dibawah lidah dan dibawah membran mukosa
mulut. Merupakan kelenjar terkecil dari kelenjar saliva mayor. Kelenjar ini

4
bentuknya memanjang dengan berat 2-3 gram. Duktusnya yaitu ductus Bartholin.
Kelenjar sublingual hampir seluruhnya mukous dengan sedikir serous. 12,13

Gambar 3. Kelenjar saliva minor 15,16

Kelenjar saliva minor muncul setelah pembentukan kelenjar saliva mayor


yaitu pada minggu ke 12. Kelenjar saliva minor jumlahnya 600-1000 kelenjar
dengan ukuran 1-5 mm. Kelenjar ini merupakan sejumlah asinus yang terhubung
dalam lobulus kecil. Kebanyakan kelenjar saliva minor terletak dalam mukosa dan
submukosa rongga mulut, yang hanya mensekresi saliva kurang dari 5% dari
pengeluaran saliva selama 24 jam. Kelenjar saliva minor diantaranya glandula
labialis yang terletak pada bibir atas dan bibir bawah dengan asinus-asinus
seromukous. Glandula bukalis terdapat pada mukosa pipi dengan asinus-asinus
seromukous. Glandula lingualis anterior terletak pada bagian bawah ujung lidah
disebelah menyebelah garis median dengan asinus-asinus seromukous. Kelenjar
Von-Ebner atau disebut juga Gustatory Gland atau kelenjar lingualis posterior
yang terletak pada pangkal lidah dengan asinus-asinus mukous. Glandula palatum
dengan asinus yang bersifat mukous. Kebanyakan kelenjar saliva minor menerima
inervasi parasimpatis dari saraf lingual kecuali kelenjar saliva minor di palatum
yang menerima inervasi parasimpatis dari saraf palatina yang berasal dari
ganglion sfenopalatina.12,13
Sekresi saliva sekitar 0,5 -1,5 liter perhari, kecepatan aliran 0,1 sampai 4 ml
per menit. Pada kecepatan 0,5 ml/menit sekitar 95% saliva disekresi oleh kelenjar
parotis dan kelenjar submandibularis, sisanya disekresi oleh kelenjar sublingual

5
dan kelenjar-kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva berperan memproduksi saliva
dimulai dari proksimal oleh duktus asinus yang akan dialirkan ke duktus
interkelasi, menuju duktus interlobulus, kemudian duktus intralobulus dan
berakhir pada duktus kolektivus. 12,13

ETIOLOGI
Penyebab Adenoma Pleomorfik pada kelenjar saliva belum diketahui secara
pasti, diduga karena keterlibatan lingkungan dan faktor genetik. Secara umum -
catenin memainkan peranan penting di dalam perkembangan adenoma
pleomorfik. Tidak hanya dalam perubahan bentuk maligna, tetapi juga di dalam
pengaturan fungsi-fungsi fisiologis. Ekspresi molekul-molekul adhesi di dalam
neoplasma-neoplasma kelenjar saliva juga pernah diteliti. Studi saat ini
mengatakan, penelitian untuk memperjelas peran sel di dalam onkogenesis dan
sitodiferensiasi adenoma pleomorfik dan karsinoma dari kelenjar saliva yaitu
ekspresi dari -catenin berupa imunohistokemikal yang di uji dalam lesi-lesi
maupun dalam kelenjar saliva normal. 18-20
Gen -catenin adalah CTNNB1, yang dipetakan pada kromosom 3p21.9 -
catenin tercakup didalam tranduksi isyarat (Wingless/WNT) dan spesifikasi dari
sel selama embriogenesis. Studi terbaru menunjukkan -catenin secara langsung
berhubungan dengan anggota keluarga dari faktor transkripsi yang melibatkan
aktifasi dari gen target yang spesifik. Beberapa kelompok cacat genetik didalam
adenoma pleomorfik sebagian besar ditandai dengan penyimpangan struktur,
khususnya translokasi resiprokal. Subgrup yang besar ditandai oleh penyusunan
kembali regu 8q12. Gen kromosom 8p12 dikembangkan dari regulasi zinc finger
gene, menunjukkan PLAG1. Secara fungsional adalah signifikan, sebagaimana
mempunyai pengaruh dalam stabilitas dan translatabilitas dari hasil fusi mRNA
dan sebagai konsekuensinya juga pada konsentrasi PLAG1 dan -catenin. Studi
ini mengkonfirmasikan reduksi ekspresi molekul adhesi didalam sel-sel
neoplasma dari tumor jika dibandingkan dengan duktus kelenjar sel. Hal ini dapat
dihubungkan dengan translokasi antara PLAG1 dan CTNNB1.13,20
Kejadian Adenoma pleomorfik telah ditemukan untuk meningkatkan 15-
20 tahun setelah terpapar radiasi. Satu studi menunjukkan bahwa virus simian

6
(SV40) mungkin memainkan peran penyebab dalam pengembangan adenoma
pleomorfik. Virus Epstein-Barr merupakan salah satu faktor didalam
perkembangan tumor-tumor limphoephitelial kelenjar saliva. 13,20

GAMBARAN KLINIK
Adenoma Pleomorfik mempunyai gambaran klinis berupa massa tumor
tunggal yang berada pada submukosa tanpa adanya ulserasi ataupun inflamasi di
sekitarnya, keras, bulat, mudah digerakkan (mobile), pertumbuhan lambat, tanpa
rasa sakit dan berkonsistensi kenyal. Jika berasal dari kelenjar saliva minor,
biasanya adenoma pleomorfik tumbuh di palatum durum dengan alasan palatum
merupakan lokasi tersering dan konsentrasi terbanyak aliran kelenjar saliva minor
pada saluran cerna bagian atas. 21-23

Gambar 5. Adenoma pleomorfik 3,24

Pada kelenjar saliva minor, adenoma pleomorfik lebih sering dijumpai pada
palatum. Adenoma Pleomorfik biasanya mobile, kecuali di palatum terkadang
sering lebih melekat. Adenoma pleomorfik dapat menyebabkan atrofi ramus
mandibula jika lokasinya pada kelenjar parotis. Gejala dan tanda tumor ini
tergantung pada lokasinya. Adenoma Pleomorfik pada kelenjar parotis dapat
menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis tetapi ini jarang di jumpai, tapi apabila
tumor ini bertambah besar mungkin kelumpuhan nervus fasialis bisa di jumpai,
seperti ketika tumor ini menjadi maligna. Apabila tumor ini di jumpai pada
kelenjar saliva minor, gejala yang timbul bermacam-macam tergantung pada
lokasi tumor. Gejala yang timbul dapat berupa disfagia, dispnea, serak dan susah
mengunyah.18,19,21

7
DIAGNOSIS

Diagnosis adenoma pleomorfik ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) atau biopsi insisi,
Tomografi komputer dan histopatologi jaringan hasil operasi sebagai diagnosis
pastinya. Tomografi komputer dan juga MRI dilakukan untuk mengetahui apakah
terdapat keterlibatan tulang, jaringan lunak ataupun saraf, juga untuk mengetahui
kedalaman tumor apakah masih superfisial atau sudah cukup dalam yang nantinya
berguna sebagai panduan tindakan operatif yang akan dilakukan.8,17

Gambar 6. Tomografi komputer pada adenoma pleomorfik3

Gambaran tomografi komputer adenoma pleomorfik adalah suatu


penampang yang tajam pada dasarnya, mengelilingi lesi homogen yang
mempunyai suatu kepadatan yang lebih tinggi dibanding jaringan glandular. Dari
tampilan MRI, Adenoma Pleomorfik menunjukkan pola homogenous dengan
intensitas signal intermediete atau rendah (radiolusen) pada T1- weighted images,
intensitas signal tinggi (radiopak) dengan pola inhomogenous pada T2-weighted
images dan peningkatan pola inhomogenous pada CE T1-weighted images.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui lokasi, besar tumor, batas tumor
serta perluasan tumor. MRI dengan resolusi tinggi untuk jaringan lunak
memberikan gambaran yang lebih baik pada perluasan tumor secara vertical dan
inferior. Tomografi computer lebih unggul dari MRI dalam mengevaluasi tulang

8
terutama untuk diagnosis erosis dan perforasi tulang palatum dan kemungkinan
keterlibatan kavum nasi atau sinus maksila. 8,17

HISTOPATOLOGI

Dinamakan Adenoma pleomorfik karena terbentuk dari sel-sel epitel dan


jaringan ikat. Secara histologi ada 3 bentuk utama adenoma pleomorfik yaitu
miksoid dimana 80% di dominasi oleh stroma, selular dengan predominan berupa
mioepitelioma dan klasik yang merupakan bentuk campuran antara miksoid dan
selular. Secara klasik bentuknya bifasik dan ditandai dengan campuran epitel
poligonal dan elemen mioepitel berbentuk spindle-shaped dalam berbagai variabel
dengan latar belakang stroma yang mukoid, miksoid, tulang rawan atau hialin.
Elemen epitel berada dalam saluran seperti struktur lembaran, gumpalan atau
jalinan berhelai dan terdiri dari poligonal, spindle atau berbentuk sel stellata. Area
metaplasia skuamosa dan mutiara epitel dapat terjadi. Tumor tidak tertutup kapsul,
tetapi hanya dikelilingi oleh pseudokapsul fibrosa dengan berbagai ketebalan.
Tumor meluas melalui parenkim kelenjar yang normal dalam bentuk finger-like
pseudopodia, tapi ini bukanlah tanda transformasi menjadi ganas.25,26

Gambar 7. Histopatologi adenoma pleomorfik26

Setiap jaringan tumornya dihubungkan oleh jaringan epitelial dan


mesenkim. Proporsi tiap elemennya mempunyai luas yang bervariasi dengan satu
yang lebih dominan. Adenoma pleomorfik tipe selular mempunyai elemen epitel

9
yang lebih dominan. Tipe miksoid didominasi oleh elemen berupa miksoma atau
miksokondroma. Tipe campuran adalah tipe yang klasik, pada bentuk ini termasuk
bentuk spindle, skuamosa, basaloid, kuboid, plasmasitoid, onkositik , mukoid dan
sebaseous.25,26

DIAGNOSIS BANDING
Adenoma pleomorfik di diagnosis banding dengan abses palatum, kista
odontogenik dan non-odontogenik, tumor jaringan lunak seperti fibroma, lipoma,
neurofibroma. 7,18

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tumor adenoma pleomorfik adalah pembedahan dengan
mengupayakan agar seluruh jaringan tumor terangkat. Eksisi tumor dengan
mengangkat periosteum dan juga tulang jika terdapat keterlibatan tulang. Jika
pengambilan tumor tidak hati-hati dan meninggalkan sel tumor di dalam jaringan
mesenkim glandula, maka dapat terjadi kekambuhan. Defek post operasi atau
kerusakan jaringan lunak palatum dapat mengalami penyembuhan sendiri
sedangkan kerusakan jaringan keras palatum dapat diperbaiki dengan bantuan
obturator prostetik, flap local dan flap free radial forearms. Penyembuhan komplit
dari defek membutuhkan waktu sekitar dua setengah bulan dan pasien dipantau
setiap bulan selama satu tahun. 3,8,18

Gambar 8. Operasi pada adenoma pleomorfik3

10
PROGNOSIS
Prognosisnya sangat baik setelah reseksi bedah dengan tingkat kesembuhan
lebih dari 95%, namun kekambuhan bisa terjadi pada adenoma pleomorfik,
terutama yang terjadi di kelenjar parotis. Risiko kekambuhan lebih sering pada
yang gambaran mikroskopisnya di dominasi myxoid. Kekambuhan disebabkan
oleh banyak faktor yaitu termasuk pengangkatan kapsul yang tidak lengkap, nodul
tumor di luar kapsul dan ruptur tumor intraoperatif. Kekambuhan biasanya terjadi
secara multinodular. 7,18
Komplikasi yang jarang dari adenoma pleomorfik adalah perubahan ke arah
ganas yaitu karsinoma ex-pleomorfik adenoma atau nama lainnya benign
metastazing mixed tumor. Kekambuhan juga berkaitan dengan tumor yang
mengandung mesenkimal tinggi, terutama chondroid dan stroma myxoid.
Perubahan menjadi ganas sekitar 6% kasus yang dihubungkan seperti tumor yang
sering kambuh, lobus tumor yang lokasinya lebih dalam, jenis kelamin laki-laki
dan usia yang lebih tua. 18,26

LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki usia 35 tahun datang ke klinik THT RSMH dengan
keluhan utama benjolan pada langit-langit mulut sejak 10 tahun yang lalu, mula-
mula sebesar biji kacang kedele lalu semakin membesar. Benjolan tidak disertai
rasa nyeri. Penderita merasa terganggu pada saat mengunyah makanan namun
masih dapat makan dan minum seperti biasa. Keluhan sesak nafas tidak ada. Suara
sengau tidak ada. Keluar darah dari mulut tidak ada, hidung tersumbat dan keluar
darah dari hidung tidak ditemukan. Bengkak pada leher tidak ada dan penurunan

11
berat badan tidak ada. Riwayat tertusuk duri ikan dan trauma lain disangkal,
riwayat gigi berlubang tidak ditemukan, riwayat mengunyah tembakau tidak ada.
Riwayat merokok sejak 10 tahun yang lalu sebanyak 1 bungkus sehari. Riwayat
minum alkohol disangkal. Riwayat paparan radiasi disangkal. Riwayat keluhan
yang sama pada anggota keluarga lainnya tidak ada. Pasien lalu berobat ke rumah
sakit daerah, dilakukan pemeriksaan FNAB dan dikatakan terdapat daging tumor
pada langit-langit dan kemudian pasien dirujuk ke RSMH.

Gambar 9. Benjolan di palatum durum

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan


umum pasien baik, kesadaran
compos mentis, tekanan
darah 120/80mmHg,
frekuensi nadi 78x/menit,
frekuensi pernafasan 20x/menit, temperatur
36,50C. Status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan telinga dan hidung tidak ditemukan
adanya kelainan. Pemeriksaan rongga mulut didapatkan adanya massa padat
kenyal dengan batas tegas dan permukaan licin dengan ukuran 5x4x2 cm di
daerah palatum durum posterolateral kiri, tidak nyeri tekan, dapat digerakkan,
warna mukosa disekitarnya normal, tidak ada ulkus, fluktuasi, pus serta tanda-
tanda radang lainnya. Gigi geligi normal. Pembesaran kelenjar getah bening di
daerah leher tidak ada. Pemeriksaan nervus kranialis normal.

12
Penderita kemudian direncanakan untuk menjalani CT scan kepala dengan
irisan aksial dan koronal dengan hasil tampak massa soft tissue yang berbatas
tegas di daerah palatum durum kiri dengan ukuran 5x4x3 cm. Tidak tampak
destruksi tulang di bawahnya dan perluasan ke daerah sinus paranasalis.
Selanjutnya pasien didiagnosis dengan adenoma pleomorfik palatum durum dan
direncanakan operasi eksisi tumor palatum durum dengan anestesi general.
Dilakukan pameriksaan laboratorium lengkap dengan hasil dalam batas normal
dan pemeriksaan foto polos dada didapatkan hasil jantung dan paru-paru tidak
tampak adanya kelainan.

Gambar 10. CT scan nasofaring potongan aksial dan koronal

Dilakukan konsul ke bagian anestesi dengan hasil ACC ASA I setuju


tindakan anestesi. Selanjutnya dilakukan tindakan operasi, pasien dalam anestesi
umum, dilakukan tindakan aseptik antiseptik daerah operasi, daerah operasi
dibatasi dengan doek steril, dilakukan pemasangan Davis Boyle mouth gag,
dilakukan pemasangan faringeal pack, aseptik dan antiseptik pada palatum,
infiltrasi pehakain di sekeliling sekitar massa, insisi perlahan secara vertikal pada
mukosa di tengah massa hingga tampak massa, massa di luksasi secara tumpul
dari sekitar hingga dasar massa hingga massa terlepas secara lengkap, dilakukan
evaluasi tidak didapati perforasi ke dasar hidung maupun tampak massa yang
tersisa, pencucian dengan betadin, perdarahan yang tampak diatasi, lalu luka
operasi dijahit, faringeal pack di angkat, dilakukan pemasangan NGT, mouth gag
di lepas, operasi selesai. Jaringan di periksakan ke bagian patologi anatomi.

13
Gambar 11. Proses Operasi

Pascaoperasi pasien diterapi cairan ringer laktat intravena 20 tetes per


menit, antibiotik seftriakson 2x1 gram intravena dengan terlebih dahulu dilakukan
tes kulit, asam traneksamat 3x500 mg intravena, ketorolak 30 mg intravena 3 kali
per hari, ranitidin 2x1 ampul intravena, betadin kumur 4x sehari, diet cair melalui
NGT.

14
Hari pertama pascaoperasi didapatkan keluhan nyeri pada lokasi bekas
operasi, darah pada luka operasi tidak ditemukan, mulai terbentuk fibrin, asam
traneksamat injeksi di hentikan, terapi lain masih dilanjutkan. Pada hari kedua
pasc aoperasi keluhan nyeri minimal pada lokasi bekas operasi, darah pada luka
operasi tidak ditemukan, mulai terbentuk fibrin, ketorolak injeksi di ganti asam
mefenamat tablet 3x500 mg, terapi lain masih dilanjutkan. Pada hari ke empat
pascaoperasi, keluhan nyeri minimal pada lokasi bekas operasi, darah pada luka
operasi tidak ditemukan, fibrin terbentuk menutupi luka oparasi, NGT di lepas,
pasien direncanakan rawat jalan dan diberikan terapi sefadroksil 2x500 mg, asam
mefenamat 3x500mg, ranitidin 2x1 tablet, betadin kumur 4x perhari dan
dianjurkan untuk diet makanan lunak.

Gambar 12. Follow up pascaoperasi

Pasien kontrol ke klinik THT-KL RSMH keluhan nyeri tidak ada, terbentuk
fibrin dan tidak ditemukan adanya tanda infeksi. Pasien diberi terapi sefixime
2x100mg, parasetamol 3x100mg, ranitidin 2x1 tablet, obat kumur cair aloevera.
Hasil PA No. 1421/A/2014 dengan gambaran makroskopis, sepotong jaringan
ukuran 5 x 2,5 x 2 cm dengan bagian luas licin pada potongan padat warna putih
dijumpai permukaan strukturnya seperti papiler. Sediaan berasal dari palatum
durum, yang terdiri komponen epitel, mioepitel dan stroma miksoid. Komponen
epitel terutama terdiri dari sel skuamus metaplasia dengan keratin pearls
diantaranya. Tampak ula sel spindle, plasmasitoid dan struktur kelenjar yang

15
dilapisi sel kuboid luminal. Mioepitel tampak dengan lumen mengandung bahan
amorf eosinofilik. Gambaran morfologi ini sesuai dengan adenoma pleomorfik.

Gambar 13. Histopatologi pleomorfik adenoma

Pasien kontrol kembali setelah 1 tahun post operasi. Pasien kontrol kembali
ke klinik THT-KL dan tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan masih didapatkan
benjolan kecil sebesar 2x1x1/2 cm. Pasien disarankan untuk operasi rekonstruksi
kembali namun pasien menolak karena merasa tidak ada keluhan. Pasien
disarankan kontrol kembali bila terdapat keluhan dan tanda-tanda kekambuhan.

Gambar 14. Pasca operasi setelah satu tahun

DISKUSI

16
Adenoma pleomorfik dapat terjadi pada semua umur, namun paling sering
terjadi pada orang dewasa yaitu dekade ketiga sampai keenam kehidupan. Angka
kejadiannya lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki dengan perbandingan
2:1. Chaudhari dkk melaporkan 4 kasus adenoma pleomorfik palatum durum
dengan rentang usia antara 30-45 tahun. Sebagian besar pasien adalah perempuan
yaitu sebanyak 3 orang dan hanya 1 pasien laki-laki. Gupta S dkk melaporkan
kasus adenoma pleomorfik palatum durum yang terjadi pada dekade kedua
kehidupan yaitu pada laki-laki berusia 25 tahun. Pada kasus ini penderita adalah
laki-laki berusia 35 tahun.19,21-23
Penyebab adenoma pleomorfik pada kelenjar ludah belum diketahui secara
pasti namun diduga terjadi akibat adanya kelainan kromosom klonal yaitu
penyimpangan gen 8q12 dan 12q15. Beberapa faktor yang juga dapat berpengaruh
diantaranya adalah pemakaian tembakau, virus serta paparan radiasi. Pada kasus
ini, penderita memiliki kebiasaan merokok kurang lebih sebanyak satu bungkus
perhari. Riwayat paparan radiasi disangkal. Riwayat keluhan yang sama pada
anggota keluarga lainnya tidak ada.24,25,27
Pasien dengan adenoma pleomorfik palatum durum biasanya datang
dengan keluhan timbul benjolan pada langit-langit rongga mulut dengan
pertumbuhan yang lambat, biasanya muncul setelah beberapa tahun dan tidak
nyeri. Keluhan lain yang dapat timbul adalah sulit mengunyah, disfagia serta
dispnea. Thiagarajan B dkk melaporkan kasus adenoma pleomorfik dengan massa
tumor berukuran 7x5 cm yang tumbuh lambat selama 5 tahun sedangkan Gupta S
dkk melaporkan kasus adenoma pleomorfik berukuran 1,5 x 0,7 cm yang timbul
sejak 3 bulan. Chaudhari S dkk melaporkan 4 kasus adenoma pleomorfik pada
palatum durum dan semua pasien datang dengan keluhan timbul benjolan yang
tidak nyeri di daerah palatum durum yang menyebabkan kesulitan untuk
mengunyah makanan. Bucak A dkk melaporkan 2 kasus adenoma pleomorfik
yang datang dengan keluhan sulit mengunyah dan menelan makanan. Pada kasus
ini, pasien datang dengan keluhan timbul benjolan di langit-langit rongga mulut
sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu, mula-mula kecil kemudian membesar
secara perlahan dan tidak dirasakan nyeri. Massa berukuran 5x4x3 cm sehingga

17
penderita merasa terganggu pada saat mengunyah makanan namun penderita
masih dapat makan dan minum seperti biasa. Keluhan sesak nafas tidak ada.19-22
Berdasarkan beberapa literatur, pada pemeriksaan fisik adenoma
pleomorfik palatum durum didapatkan massa tumor yang tunggal, berbentuk bulat
dengan permukaan licin, padat kenyal, dapat bergerak atau mobile, berbatas tegas
tidak ada ulkus serta tanda peradangan. Apabila merupakan adenoma pleomorfik
yang rekuren, massa yang timbul biasanya multipel. Pada kasus ini terdapat massa
yang tunggal, padat kenyal dengan batas tegas dan permukaan licin di daerah
palatum durum posterolateral sisi kiri, tidak nyeri tekan, dapat digerakkan,
mukosa di sekitarnya normal, tidak ada ulkus, fluktuasi, pus serta tanda-tanda
radang lainnya.20,26,29,30
Diagnosis adenoma pleomorfik dapat ditegakkan melalui pemeriksaan
histopatologi dengan Fine Needle Aspiration Biopsy atau FNAB serta biopsi
insisi. Pada 4 kasus adenoma pleomorfik yang dilaporkan oleh Chaudhari S dkk
diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan FNAB sedangkan Sharma N dkk dan
Singh RB dkk melakukan biopsi insisi untuk menegakkkan diagnosis. Pada kasus
ini, diagnosis adenoma pleomorfik ditegakkan melalui FNAB yang sebelumnya
sudah dilakukan di RSUD setempat.19,22,29,31
Pemeriksaan radiologi berupa CT scan dan MRI dilakukan untuk
mengetahui lokasi, besar tumor, batas tumor serta perluasan tumor. Pada kasus ini
dilakukan pemeriksaan CT scan irisan aksial dan koronal dengan hasil tampak
massa soft tissue yang berbatas tegas di daerah palatum durum kiri. Tidak tampak
destruksi tulang di bawahnya dan perluasan ke daerah sinus paranasalis.21,26,31
Pilihan penatalaksanaan dari adenoma pleomorfik palatum durum adalah
bedah eksisi. Thiagarajan B dkk menyatakan bahwa eksisi harus dilakukan secara
keseluruhan di sekitar massa tumor dan mengangkat seluruh kapsul untuk
meminimalkan kekambuhan. Mubeen K dkk melakukan bedah eksisi pada
penderita dengan adenoma pleomorfik palatum durum dengan margin 1 mm di
sekitar massa tumor sedangkan Singh RB dkk melakukan bedah eksisi dengan
margin 2 mm. Pada kasus ini telah dilakukan operasi bedah eksisi dengan
mengangkat seluruh tumor dan memastikan tidak ada tumor yang tersisa.26,27,30,31

18
Rekonstruksi palatum harus dilakukan sebaik mungkin setelah eksisi untuk
memperbaiki fungsi dan estetika. Kerusakan jaringan lunak palatum dapat
mengalami penyembuhan sendiri sedangkan kerusakan jaringan keras palatum
dapat diperbaiki dengan bantuan obturator. Lamanya penyembuhan luka
bervariasi. Bucak A dkk melaporkan kasus adenoma pleomorfik pada laki-laki, 78
tahun yang telah dilakukan operasi eksisi tumor, penyembuhan terjadi dalam 1
bulan sedangkan Moghe S dkk melakukan operasi eksisi tumor pada perempuan,
24 tahun, penyembuhan luka terjadi dalam 3 minggu. Mubeen K dkk melaporkan
kasus adenoma pleomorfik dengan destruksi tulang di bawahnya, dilakukan eksisi
tumor sampai mukoperiosteum dan tulang palatum durum yang terkena. Defek
yang ditimbulkan akibat operasi eksisi tersebut ditutup dengan menggunakan
obturator dan penyembuhan defek terjadi dalam 2,5 bulan. Pada laporan kasus ini
dilakukan operasi eksisi tumor palatum durum, luka operasi kemudian dijahit dan
penyembuhan luka terjadi dalam waktu 4 minggu. 26,30,33
Adenoma pleomorfik merupakan tumor jinak tetapi dapat terjadi rekuren
pada sebagian kecil kasus. Angka rekuren untuk adenoma pleomorfik adalah 2-
44%. Transformasi ganas menjadi karsinoma ditemukan 8%. Pada dewasa muda
angka rekuren setelah reseksi bedah lebih rendah. Rekuren dapat terjadi terutama
disebabkan reseksi dan enukleasi yang tidak adekuat. Adenoma pleomorfik
merupakan tumor jinak campuran yang mengenai kelenjar liur minor paling sering
ditemukan pada palatum. Kontrol secara periodik diperlukan mengingat adanya
kemungkinan tumor ini rekuren dan bertransformasi menjadi ganas. Walaupun
radioterapi tidk diindikasikan pada penanganan tumor kelenjar saliva jinak tetapi
kadang-kadang harus digunakan untuk mengontrol Adenoma pleomorfik rekuren.
Apabila Adenoma pleomorfik telah berubah menjadi ganas maka dapat dianjurkan
radioterapi atau kombinasi pembedahan dan radioterapi sebagai terapi paliatif
tergantung ukuran dan stadium tumor serta factor lain seperti toksisitas, status
fungsi, penyakit komorbid dan kenyamanan pasien. 27-30
Secara umum modalitas tunggal seperti operasi saja ataupun radiasi saja
lebih diperuntukkan bagi stadium dini, T1 atau T2, sedangkan untuk lesi lanjut
kombinasi modalitas lebih baik. Pada pasien dengan hasil patologi resiko tinggi,

19
kemoterapi konkuren dengan radiasi pasca operasi meningkatkan control.
Gambaran patologi beresiko tinggi antara lain stadium T lanjut, klinis KGB positif
multipel, penyebaran ekstrakapsuler, batas sayatan positif dan invasi perineural.30

SIMPULAN
Dilaporkan satu kasus pada seorang laki-laki berusia 35 tahun dengan
benjolan yang tidak nyeri di palatum sejak 10 tahun sebelum masuk rumah sakit,
histopatologi mengkonfirmasi pleomorfik adenoma sebagai diagnosisnya. Pada
pasien ini dilakukan eksisi tumor sebagai penatalaksanaannya. Tumor jinak pada
palatum sering berupa pleomorfik adenoma yang bila dilakukan eksisi tumor
secara komplit memberikan prognosis yang baik. Dari kasus diatas dapat
disimpulkan bahwa adenoma pleomorfik adalah kasus yang sangat jarang terjadi.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Gothwal AK, Kamath A, Pavaskar R, Satoskar S. Pleomorphic adenma of


the palate, A case report, Journal of clinical and diagnostic research 2012,
August, vol 6 (6), 1109-1111.
2. Perkasa MF, Kurniawati D. Adenoma pleomorfik kelenjar saliva pada
bayi, Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala
Leher Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar,Hal 1-6
3. Mubeen K, Vijayalakshmi KR, Abihishek RP, Girish BG, Singh Ch.
Benign pleomorphic adenoma of minor salivary gland of dentidtry and
oral hygiene, vol 3(6), June 2011, pp 82-88.
4. Lenka SP, Padhiary SK, Subudhi SK, Pathak H, Sahoe S. Pleomorphic
adenoma of hard palate, A case report, International Journal of scientific
and research publications, Volume 3, Issue 1, India, Januari 2013, p.1-3.
5. Byakordi S, Charanth I, Hirenath S, Kashalikar JJ. Pleomorphic adenoma
o palate, A Case report, Int J Dent case report, India, May 2011, vol 1 No
1, p. 36-40.
6. Jorge S, Pires R, Alves F. Juvenille intraoral pleomorphic adenoma, report
of fine case and review of the literature, clinical paper head and neck
onkology, international journal of oral & maxillofacial surgery, Brazil,
2002, 31: 273-275
7. Sharma S, Bagewadi A, Shetti A. Pleomorphic Adenoma of the Palate- A
Case Report, research paper, Volume : 2 | Issue : 3 | Mar 2013 ISSN No
2277 8179.
8. Dhillon M, Agnihotri PG, Raju SM, Lakhanpal M. Pleomorphic adenoma
of the palate, Cninicoradiological case report, India, JP-Journals-10011-
1149, p.1-3
9. Calder,med,miami.edu/Ralph/o2.pdf. Anatomy of the palate.
10. Http://www. inklinking.com/read/clinical-anatomy-regions-snell 9th /
chapter-11 / basic-anatomy-the- palate
11. http://what-when-how.com/detal-anatomy-physiology-and-occlusion/the-
temporomandibular-joints-teeth-and-muscles-and-their-functions-dental-
anatomy-physiology-and-occlusion-part-3/

21
12. Holsinger FC and Bui DT. Anatomy, Function, and Evaluation of the
Salivary Glands,p 1-16.
13. Framita J. Tumr parotis dextra, Laporan kasus, Bagian ilmu bedah
RSU.Prof.R.D.Kandau, Manado,2001.
14. Http://www.Aboutcancer.com/salivary_anatomy_nett.gif
15. Http://Headandneckcancerguide.org/wp_content/uploads/2013/02/14_min
orglands1.jpg
16. Img.medscape.com/pi/emed/ckb/clinical_prosedures/79926-79932-
1520068-1597047tn.jpg.
17. Singh RB, Baliarsingh, Satpathy AK, Naik CB, Nayak A, Lohar TP.
Pleomorphic adenoma of both harda nd soft palate, a case report, annals
and essences of dentistry vol IV Issue 3, april-Jun 2012, p. 30-34.
18. http://www.neuronarc.com/pleomorphic-adenoma-definition-etiology-
clinical-features-investigation-differential-diagnosis-treatment.html
19. Chaudhari S, Hatwal D, Ashok, Suri V. Pleomorphic adenoma of hard
cases palate: A report of four. IJCRI. 2013 ; 4(2) : 9094.
20. Oh YS, Eisele DW. Salivary Gland Neoplasms. In : Johnson JT, Pou
AM,editors. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4 th ed. Philadelpia :
Lippincot Williams & Wilkins; 2006. p. 1516-17.
21. Thiagarajan B. Pleomorphic adenoma hard palate a case report and
literature review - ENT Scholar. 2013 ; 1-4
22. Sharma N, Singh V, Malhotra D. Pleomorphic adenoma of the hard palate-
a case report. Indian Journal of Dental Sciences. 2010 ; 2(1) : 18-20.
23. Byakodi S, Charanthimath S, Hiremath S, Kashalikar JJ. Pleomorphic
adenoma of palate : a case report. Int J Dent Case Reports. 2011 ; 1(1):
36-40.
24. Gupta S, Gupta K, Ram H, Gupta OP. Pleomorphic Adenoma of Minor
Salivary Gland: Report of Two Cases. Asian Journal of Oral Health &
Allied Sciences.2012 ; 2( 1) : 31-34.
25. Ord RA, Pazoki AE. Salivary Gland Disease and Tumors. In : Miloro M,
editor. Petersons Principles of oral and Maxillofacial Surgery. 2 nd ed.
London : BC Decker : 2004 : p. 671-73
26. Moghe S, Pillai AK, Prabhu S, Nahar S, Kartika UK. Pleomorphic
Adenoma of the Palate:Report of a Case. International Journal of
Scientific Study. 2014 ; 2(1) : 54-56.

22
27. Lenka SP, Padhiary SK, Subudhi SK, Pathak H, Sahoo S. .Pleomorphic
Adenoma of Hard Palate : a case report. International Journal of
Scientific and Research Publications. 2013 ; 3(1) : 1-3.
28. Vujhini SK, Kumar KM, Omkareshwar K, Reddy S, Ganesh. FNAC
diagnosis of pleomorphic adenoma of palate. MRMS Journal of health
sciences. 2014; 2(1) : 57-58.
29. Everson JW, Kusafuka K, Stenman G, Nagao T. Pleomorphic Adenoma. In
: Barnes L, Everson JW, Reichart P, Sidransky D, editors. Pathology and
Genetics of Head and Neck Tumours. Lyon : International Agency for
Research on Cancer ( IARC) Press ; 2005.p.254-8.
30. Mubeen K, Vijayalakshmi KR, Abhishek RP, Girish BG, Chandravir S.
Beningn pleomorphic adenoma of minor salivary gland of palate. Journal
of Dentistry and Oral Hygiene. 2011; 3(6) : 82- 88.
31. Singh RB, Baliarsingh RR, Satpathy AK, Naik CB, Nayak A, Lohar TP,
Parida A. Pleomorphic adenoma of both hard and soft palate- a case report.
Annals and Essences of Dentistry. 2012 ; 4(3) : 30-33.
32. Bradley PJ. Recurrent Pleomorphic Adenoma. In : Myers EN, Ferris RL,
editors. Salivary Gland Disorders. New York : Springer-Verlag Berlin
Heidelberg,2007.p.268-77.
33. Bucak A, Ulu S, Tekin MS, Kacar E, Kahveci OK, Haktanir N. Two
Different Giant Pleomorphic Adenoma Arising from the Palate and
Parapharyngeal Space. Kocatepe Medical Journal. 2014;15(3) : 345-8

23

Anda mungkin juga menyukai