Anda di halaman 1dari 14

RESEKSI ENDOSKOPIK INVASIF MINIMAL PADA

KARSINOMA SINONASAL

Tujuan : Tujuan dari studi ini adalah untuk meninjau pengalaman satu institusi
dengan reseksi endoskopik pada karsinoma sinonasal tidak berdiferensiasi
Materi dan metode : Tiga belas pasien yang menderita karsinoma sinonasal tidak
berdiferensiasi yang mengalami pengobatan antara Januari 2002 dan Juli 2009. Data
retrospektif dikumpulkan termasuk data demografik, karakteristik tumor, teknik
operasi, terapi adjuvant, rekurensi lokal dan regional, metastase jauh, overall survival
dan disease free survival
Hasil : Rata-rata usia 51,8 tahun. Stadium paling banyak tumor pada T4 ( 92% ).
Tujuh pasien (53%) diterapi dengan Reseksi Endoskopik Invasif Minimal dengan
pendekatan negative intra operatif. Reseksi endoskopik anterior dasar tengkorak
dilakukan pada 5 pasien dan bantuan endoskopik kraniotomi bifrontal pada 1 pasien
untuk membersihlkan batas superior tumor. Enam pasien menerima kemoradiasi
sebelum dan sesudah operatif. Satu pasien menerima kemoradiasi paliatif, dan satu
pasien mendapat reseksi kraniofasial terbuka. Pada grup Reseksi endoskopik invasif
minimal , rekurensi local dan regional pada 1 pasien ( 14% ) setelah 30 bulan.
Metastase jauh pada 2 pasien ( 28%) tanpa rekurensi local atau regional. Sebanyak 3
pasien dengan rekurensi meninggal karena penyakit mereka. Empat pasien secara
klinik, endoskopik dan radiografik bebas dari penyakit, sehingga secara keseluruhan
masa bebas sakit rata-rata 57% dengan follow up rata-rata 32,3 bulan
Kesimpulan : Data pendahuluan itu menyarankan peran potensial untuk grup Reseksi
endoskopik invasif minimal pada manajemen algoritma komprehensif karsinoma
sinonasal tidak berdiferensiasi pada seleksi pasien secara tepat. Outcome pasien
termasuk rekusensi lokal dan regional, metastase jauh, dan kejadian bebas sakit dapat
dibandingkan dengan strategi pengobatan dengan menggunakan reseksi craniofasial
cara tradisional/ cara lama.

1
I. Pendahuluan
Karsinoma Sinonasal tidak berdifferensiasi adalah kanker kepala leher yang
jarang dan pertumbuhannya cepat, pertama digambarkan sebagai kesatuan klinis
berbeda oleh Frierson dan kawan-kawan pada tahun 1986. Timbul pada sinus
paranasal, keganasan ini dekat dengan struktur penting dan biasanya datang dengan
penyakit lanjut dan rata-rata dengan metastase regional dan metastase jauh. Karena
jarangnya karsinoma sinonasal tidak berdiferensiasi dan kurangnya kontrol studi
klinik, tidak ada konsensus yang pasti mengenai pengobatan yang optimal.
Multimodalitas terapi termasuk kemoterapi, radioterapi dan operasi masih digunakan
secara luas sebagai usaha untuk memperbaiki angka ketahanan hidup dan
mengontrol penyakit. Rata-rata ketahanan hidup 2 tahun pasien yang di obati pada
fase ini dilaporkan 25% sampai 67%.
Secara tradisional, keganasan yang melibatkan sinus paranasal dan berdekatan
dengan dasar tengkorak bagian depan ditangani dengan reseksi kraniofasial.
Pendekatan ini menawarkan paparan yang luas, tapi ini dihubungklan dengan angka
kesakitan yang signifikan begitu juga dengan angka kematian. Lebih jauh lagi,
reseksi kraniofasial melibatkan insisi eksterna, yang potensial untuk mengubah
penampilan fisik dan kualitas hidup pasien. Diagnosis dengan fasilitas pendekatan
endoskopik dan mengevaluasi efek patologis yang berdekatan dengan dasar
tengkorak bagian depan dan sinus paranasal. Dengan meningkatnya teknik
endoskopik disesuaikan untuk reseksi tumor benigna dan maligna yang melibatkan
dasar tengkorak bagian depan dan sinus paranasal. Dengan pengalaman yang masih
harus diakui, indikasi untuk reseksi endoskopik pada keganasan dasar tengkorak
perlu dikembangkan untuk meningkatkan angka keberhasilan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengevaluasi peran Reseksi Endoskopik Invasif Minimal pada
penatalaksanaan karsinoma sinonasal tidak berdiferensiasi.

2
Bahan dan Metode
Grafik tinjauan retrospektif yang dilakukan pada seluruh pasien yang
ditatalaksana pada karsinoma sinonasal tidak berdiferensiasi antara Januari 2002
sampai Juli 2009 di klinik Cleveland Institute Head and Neck. Institusi Klinik
Cleaveland meninjau persetujuan pada studi ini. Data dikumpulkan termasuk data
demografik, karakteristik tumor ( lesi asal, stadium TNM ), modalitas
penatalaksanaan termasuk operasi ( temuan intraoperatif, pendekatan operasi,
komplikasi ), juga penggunaan terapi neo adjuvant dan adjuvant. Regimen
penatalaksanaan secara individual direkomendasikan berdasarkan Head and Neck
Institusi. Keberhasilan pada pasien dinilai termasuk angka kekambuhan, angka
ketahan hidup ( overall dan disease free) dan status jangka panjang ( disease-free,
alive with disease, dead of disease, dead from other causes).
Tiga belas pasien dengan karsinoma sinonasal tidak berdiferensiasi dikelola
pada studi ini. Dua pasien di keluarkan dari analisis survival karena mereka tidak
termasuk dalam grup pengobatan 1 atau 2 ( reseksi endoskopik invasif minimal /
kemoradiasi atau hanya definitif kemoradiasi )

1.1. Analisa statistik


Kurva Kaplan Meier digunakan untuk menghitung secara keseluruhan dan
masa bebas sakit pada 2 tahun untuk seluruh pasien dan juga pengelompokan
berdasarkan jenis perlakuan. Untuk seluruh estimasi, 95% interval kepercayaan di
hitung. Analisis menggunakan R software ( Version 2.8<;Vienna, Austria )

2. Hasil
2.1. Demografi pasien
Usia rata-rata 13 pasien 51,8 tahun ( interval 16-78). Perbandingan laki-laki
dan perempuan 1,2 : 1. Rata-rata waktu follow up 23,3 bulan ( jarak, 3 62 bulan )

3
2.2. Karakteristik tumor
Diagnosis didasarkan pada gambaran histopatologi oleh ahli patologi kepala
leher di klinik Cleveland. Tidak ada spesimen yang memiliki bukti mengandung
neuroendokrin, skuamous dan kelenjar. tabel 1 menggambarkan, letak tumor,
stadium, terapi dan status survival. Menggunakan kriteria American Joint Commite
on Cancer untuk stadium tumor, 12 dari 13 pasien ada pada lesi T4, 1 pasien di tandai
sebagai T1 tumor terbatas pada sinus maksila. Enam tumor ( 46% ) primer pada sisi
kiri, 3 (23%) primer pada sisi kanan, dan sisanya 4 (31%) dengan presentasi bilateral.
Kebanyakan sinus yang terlibat adalah sinus ethmoid pada 11 dari 13 tumor
(85%), spehenoid 8 ( 62%0) frontal 6 ( 46%) dan sinus maksilaris 5 (38%). Delapan
tumor (62%) melibatkan cribiformis, dengan dura terlibat pada 5 kasus (38%) dan
melibatkan otak pada 3 pasien (23%) dari kasus-kasus itu. Tujuh pasien (54%)
dengan keterlibatan lamina papiracea, dengan 4 (31%) dengan keterlibatan periorbita
dan 2 (15%) dengan keterlibatan orbita. Tiga tumor (23%) fossa pterigomaksila dan
fossa infratemporal. Dua pasien (15%) melibatkan clivus, dan 1 pasien (8%) meluas
ke nasofaring.
pada presentasi ini, 2 pasien dengan penyakit sudah lanjut dengan metastase
hati, dan 1 dari 2 pasien tersebut juga dengan penyakit regional dengan adenopati
cervical bilateral.

2.3. Manajemen operasi


Delapan pasien (62%) mendapatkan terapi operatif. Tujuh pasien dengan
Reseksi endoskopik invasif minimal mendapatkan penatalaksanaan definitif terhadap
tumor. Pemeriksaan penunjang dengan imaging digunakan pada tujuh kasus ini. Satu
pasien pada grup ini diharuskan dilakukan kraniotomi bifrontal untuk membersihkan
batas atas tumor karena perluasan tumor ke intracranial. Satu tambahan pasien
mendapatkan reseksi kraniofasial yang juga terdiri dari ektended maksilektomi, open
sphenoidektomi dan ethmoidektomi dengnan eksenterasi orbita.

4
Enam (86%) dari 7 pasien dengan Reseksi endoskopik invasif minimal
mendapatkan/ dilakukan endoskofik formal anterior skull base reseksi. Rekonstruksi
di lakukan didasarkan pada pilihan operator pada fasilitas multilayer pada semua
kasus. Tiga pasien dicatat terdapat kebocoran cairan cesebrospinal intraoperatif
dengan 2 pasien dilakukan drain subarachnoid lumbal selama 3-5 hari. Bantuan bedah
saraf diwajibkan pada 2 kasus, termasuk pada 3 pasien dengan kraniotomi bifrontal.
Dekompresi orbita dibutuhkan pada empat pasien dan dekompresi nervus optikus
dengan reseksi subtotal pada clivus dilakukan pada 1 pasien. Disini tidak ada
komplikasi perioperatif atau kebocoran LCS bebih lanjut.

5
2.4. Kemoterapi dan Radioterapi
Seluruh pasien yang diobati pada studi ini mendapat kemoterapi dan atau
radioterapi. Paling banyak regimen kemoterapi terdiri atas cisplatin ( 60mg/m2
diberikan sekali ) biasanya bersamaan dengan etoposide ( 120 mg/m 2 selama 3 hari
diulang setiap 3 minggu untuk 2-5 siklus total).
Seluruh pasien menerima radioaterapi dengan tujuan kuratif ke primer tumor,
dengan pengecualian pada satu pasien yang hanya mendapat radioterapi paliatif.
Dosis fraksinasi harian (200cGy) dengan dosis diberikan ke dosis total 56 sampai 70
Gy ( rata-rata 59,4 Gy) dengan 1 didapatkan sebelum operatif dan 2 setelah operatif.
Pasien dengan reseksi craniofasial mendapat radioterapi Intensity-modulated pada
tumor primer.
Empat pasien mandapat concurrent kemoterapi/radioterapi sebagai
pengobatan definitif tanpa intervensi operasi. Dua dari pasien itu mendapat rencana
preoperative kemoterapi/radioterapi.
Bagaimanapun karena tidak ada bukti dari penyakit bahwa adanya imaging
pasca pengobatan atau endoskopi diagnostik, operasi berbeda satu dari 2 pasien
didapatkan rekurensi regional pada 10 bulan, yang mana diobati dengan radiasi dan
modifikasi. Radikal neck diseksi dan terus hidup tanpa bukti dari penyakit pada 23
bulan setelah kekambuhannya. Pasien lain sekarang dibawah survailance tanpa bukti
penyakit pada 9 bulan. Pasien lain menyelesaikan perencanaan pre operative
kemoterapi/radioterapi yang ditemukan tidak dapat direseksi lokal dan metastase jauh
dan meninggal pada sakitnya. Akhirnya pada 4 pasien yang dimulai pada kemoterapi
dan radioterapi karena besar, penyakit intra cranial yang tidak dapat direseksi .
metastase regional dan jauh tertutupi selama terapi dan pasien segera meninggal
sesudah itu karena sakit.
Enam dari 7 pasien Reseksi endoskopik invasif minimal mendapat
concurrent kemoterapi/radioterapi, dengan 3 ( 43%) dari 7 pasien mendapat terapi
sebelum operasi dan 3 (43%) mendapat terapi setelah operasi. Satu dari 7 (Pasien 2)
mengalami kemoterapi sebelum operasi diikuti radioterapi setelah operasi.

6
Kemoterapi diikuti oleh radioterapi setelah operasi. Satu-satunya pasien dengan
tumor T1N0M0 (pasien 11) mengalami hanya radiasi setelah operasi tanpa
kemoterapi karena usia lanjut, komorbiditas dan penyakit yang sudah parah.
Hanya dilaporka komplikasi dari kemoterapi atau radiasi pengobatan terdapat
transien mielosupresi pada 2 pasien.

2.5. Data survival ( data ketahanan hidup )


Data ketahanan hidup dan kekambuhan yang dikumpulkan terdapat pada 11
pasien yang menjalani terapi definitif kemoterapi/radioterapi atau Reseksi
endoskopik invasif minimal. Empat pasien (36%) kambuh mengikuti terapi definitif.
Untuk seluruh kohort, kekambuhan ditemukan terjadi secara lokal pada 1 kasus (9%),
regional pada 2 kasus (18%) dan jauh pada 2 kasus ( 18%).
Pada grup Reseksi Endoskopik invasif minimal, kekambuhan lokal secara
bersamaan ( space parafaring kiri) dan regional (Kelenjar getah bening pada level II)
didapatkan pada 1 pasien (14%) setelah 30 bulan. Ini diterapi dengan radioterapi
adjuvant pada tumor primer dan diiukuti dengan diseksi leher selektif unilateral.
Metastase jauh di observasi pada 2 pasien lain ( 28%) tanpa rekurensi lokal atau
regional. Ada juga diobservasi metastase paru bilateral pada 1 pasien ( pasien 3) pada
6 bulan dan metastase pada tulang iliaka kanan pada pasien lain ( pasien 9) pada 10
bulan. Secara keseluruhan 3 pasien pada grup Reseksi endoskopik invasif minimal

7
dengan rekurensi meninggal karena penyakitnya pada rata-rata 23 bulan setelah
terapi.
Pada follow up terakhir, 6 (54%) dari 11 pasien tetap hidup tanpa bukti dari
penyakit, 3 (2,7%) meninggal karena sakitnya dan 1 pasien (9%) tetap hidup dengan
penyakit. Dalam subgroup (tabel 2), 3 pasien diobati dengan Reseksi endoskopik
invasif minimal meninggal karena sakitnya, dan yang tersisa 4 pasien yang secara
klinis, endoskopik dan radiografik bebas dari penyakit, yang menghasilkan overall
dan disease free survival rata-rata 57% pada rata-rata follow up 32.3 bulan.

Dari 4 pasien yang diterapi dengan kemoterapi /radioterapi, 1 pasien


mendapat pengobatan. Dari yang tersisa 3 pasien, 1 meninggal dalam sakitnya, 1
pasien tetap hidup dalam sakitnya, 1 pasien masih hidup tanpa penyakit
Menghasilkan masing masing ,overall dan disease-free survival 66% dan 33%,
dengan follow-up 21 bulan.

8
Kurva Kaplan-Meier untuk overall dan disease-free survival di ilustasikan
pada gambar 1 sampai 3. Perkiraan hidup 5 tahun tidak dapat dihitung karena
keterbatasan jumlah pasien. Penghitungan survival overall untuk 11 pasien yang
termasuk dalam analisis survival adalah 80% dalam 2 tahun, dan disease-free survival
untuk seluruh pasien 70%. Untuk pasien yang ditatalaksana dengan Reseksi
endoskopik invasif minimal, overall dan disease-free survival diperkirakan 85% dan
71,4% dalam 2 tahun. Pasien yang ditatalaksana dengan kemoterapi/radioterapi pada
overall survival 66,7% dan disease-free survival 66,7% dalam 2 tahun.

9
3. Diskusi
Hasil studi sekarang yang baru di presentasikan menyoroti peran MIER
sebagai bagian dari regimen terapi multimodality pada sinonasal undifferentiated
carcinoma. Sejak di ungkapkan pada tahun 1986, managemen dari karsinoma
sinonasal tidak berdiferensiasi menyisakan tantangan yang signifikan. Dengan angka
ketahanan hidup dilaporkan masing-masing 25% menjadi 65% dan 38% menjadi 62%
pada 2 dan 5 tahun, lebih besar dari yang dipublikasikan. Kelangkaan dari tumor,
dipasangkan dengan variasi strategis penalataksanaan dan menggunakan perbedaan
sistem staging yang menyimpang dari literature, menegaskan kesulitan interpretasi
dan generalisasi hasil dari study sebelumnya.
Pada waktu dulu, Reseksi craniofasial ditawarkan dengan pasien sebagai
pilihan terapi operasi. Bagaimanapun, dengan kemajuan terapi endoskopi dan
menunjukkan kemanjuran dalam manajemen neoplasma dasar tengkorak, Reseksi
endoskopik invasif minimal memberikan alternatif yang potensial pada operasi
ekstirpasi karsinoma sinonasal. Terlepas dari teknik operasi yang disukai, stadium
lanjut pada presentasi dan keterlibatan struktur-struktur penting merupakan contoh
dilema bedah pada pasien-pasien tersebut. Duabelas (92%) dari 13 pasien yang di
presentasikan disini dengan penyakit stadium T4, dengan resiko tinggi keterlibatan ke
mata (23%), dural (38%) dan intracranial (23%). Musy dan kawan-kawan,
menggambarkan rata-rata yang sama dari keterlibatan mata dan dural masing-masing
33% dan 53%. Menariknya, meskipun presentasi lokal lanjut, Chen dan kawan-kawan
tidak menemukan katerlibatan dural untuk memprediksikan Overall survival. Pada
series kami, antara yang diterapi dengan Reseksi Endoskopik Invasif Minimal untuk
reseksi komplit, 2 dari 3 pasien dengan keterlibatan dural, ( satu dari mereka dengan
keterlibatan intracranial) tetap hidup tanpa follow up penyakit.
Perbaikan dalam overall dan disease-free survival menjadi tujuan utama
dalam terapi karsinoma Sinonasal Tidak Berddifferensiasi, dengan variasi dari
strategi pengobatan yang digunakan dari waktu ke waktu. Studi ini menyajikan
rangkaian dari pasien dengan overall estimasi 2 years survival pada 80%. semestinya,

10
2 year survival rate lebih rendah. Pada tahun 1996, Righi dan kawan-kawan
melaporkan, 7 pasien diterapi dengan kombinasi Kemoterapi dan radioterapi, dengan
2 pasien mendapat concurrent kemoterapi. Tiga (42,9%) dari 7 pasien tetap hidup
dengan survival rata-rata yang hanya 12 bulan. Miyamato dan kawan-kawan
menggambarkan outcome yang sama pada 14 pasien yang diterapi secara dominan
dengan kemoterapi dan reseksi kraniofasial, menghasilkan masing-masing 57,3%
dan 38,2% dalam 2-5 tahun survival rate. Pada tahun 2002, Musy dan kawan-kawan
melaporkan penatalaksanaan menggunakan kemoterapi sebelum operasi ditambah
radiasi diikuti dengan reseksi kraniofasial pada 11 dari 20 pasien yang di diagnosa.
Survival rate 47% dilaporkan dalam 2 tahun. Survival rate lebih tinggi pada pasien
yang mengalami pembedahan dan radiasi vs yang tanpa terapi bedah (64% vs 25%),
menyarankan peran untuk terapi bedah.
Keperluan untuk intervensi bedah dipertanyakan oleh Rischin dan kawan-
kawan. Pentingnya, multiagen kemoterapi diberikan diikuti dosis penuh radiasi dan
single-agen platinum sebagai dasar concurrent terapi. 2 tahun survival secara kasar
ekuivalent untuk study sebelumnya pada 64%, menunjukan peran dari concurren
kemoradiasi pada penatalaksanaan karsinoma sinonasal tidak berifferensiasi. Proporsi
tinggi dari pasien dalam seri ini mendapatkan concurrent kemoradiasi, dengan atau
tanpa operasi, dengan survival yang dapat diterima. Peran operasi harus walaupun
tidak diteruskan. Hal ini penting dalam membersihkan sisa-sisa dari penyakit setelah
kemoradiasi definitif. Menariknya, dua kasus yang menjalani Reseksi Endoskopic
Invasif minimal setelah diberikan kemoradiasi signal abnormal pada dasar tumor
dengan MRI. Tidak ada didapati tumor pada specimen pada akhir pemeriksaan
patologi.
Walaupun tingginya rata-rata metastase regional di presentasikan (30%),
kegagalan regional dalam 3 tahun (60%). Tidak ada konsensus pada penatalaksanaan
dari leher.Tanzler dan kawan-kawan menyarankan radiasi pada N0 dileher. Kontrol
regional pada 7 (100%) pasien dari 7 pasien yang ditatalaksana dengan radiasi leher
elektif VS 4 (66%) dari 6% pasien yang tidak menerima radiasi. Hanya 2 dari pasien

11
yang mengalami tatalaksana elektif pada leher, dengan tidak seorangpun pasien yang
kambuh pada rata-rata follow up 9 bulan. Bagaimanapun, rata-rata 9% dari
kekambuhan regional pada series ini mungkin mencondongkan hasilnya.
Metastase jauh dilaporkan terdapat pada 13% sampai 43% pasien. Analisis
ditunjukkan oleh Chen dan kawan-kawan yang tidak mengidentifikasi faktor prediksi
dari metastase jauh. Walaupun 6 dari 7 pasien mendapat Kemoterapi, disini tidak ada
rekurensi jauh pada grup Reseksi Endoskopik Invasif Minimal VS grup Kemoterapi/
Radioterapi (28,9% VS 0%). Bagaimanapun, ini bisa dihubungkan dengan waktu
tindak untuk lanjut yang pendek pada grup Kemoterapi/ Radioterapi (21 VS 32
bulan). Sebaliknya, rata-rata kekambuhan lokoregional lebih rendah pada grup
Reseksi Endoskopik Invasif minimal (14,3% VS 25%) walaupun dengan follow up
lama.
Meskipun data yang diperoleh sampai saat ini, rekomendasi definitif untuk
strategi pengelolaan yang optimal tetap sulit dipahami. Tanzler dan kawan-kawan
menyarankan melakukan terapi pasien dengan Reseksi Kraniofasial dan radiasi
setelah operasi, sedangkan Rischin dan kawan-kawan merekomendasikan induksi
Platinum dan fluoro urasil sebagai dasar kemoterapi diikuti oleh concurrent platinum
sebagai dasar kemoterapi dan radioterapi. Pada Study kami, Semua pasien ditawarkan
concurrent kemoradiasi, selain untuk reseksi bedah berdasarkan rekomendasi dari
multidisiplin dari dasar tumor. Pada pasien yang menjalani Reseksi endoskopik
Invasif minimal (n=7), 2-tahun overall survival dan Disease-free survival masing-
masing 85% dan 71,4%. Ini jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan. Kini, pasien
dengan penyakit yang dapat dioperasi ditawarkan operasi yang diikuti kemoradiasi
adjuvant. Pasien dengan penyakit yang lanjut dianggap tidak dapat dioperasi
diberikan preoperative kemoradiasi, diikuti pembedahan jika penyakit dianggap
menjadi dapat dioperasi. Jika pembedahan ditawarkan, Reseksi endoskopik Invasif
minimal lebih disukai dari Kraniofasial Reseksi jika memungkinkan. Meskipun
waktu kemoterapi tidak jelas, selain itu harus dipikirkan dengan serius pada semua

12
kasus tanpa kontaindikasi medis, mengingat tingginya tingkat penyakit lokal dan
jauh.
Emergensi dari teknik endoskopik, termasuk teknologi image-guided dan
instrument canggih , merevolusi tatalaksana patologi sinonasal dan dasar tengkorak.
Teknologi itu bisa menawarkan keuntungan yang signifikan pada kasus yang
diseleksi, saat digunakan tunggal atau dikombinasi dengan banyak teknik
konvensional terbuka. Visualisasi superior, menghindarkan insisi fasial, rata-rata
komplikasi rendah, morbidity menurun, dan acceptable disease-free survival pada
pasien adalah semua manfaat yang mungkin pada endoskopik atau teknik dengan
bantuan endoskopik. Pada seri yang sekarang ini, pasien tidak mendapat komplikasi
intra atau post operasi, ini kontras sekali dengan tingginya komplikasi pada reseksi
kranio fasial.
Keterbatasan dari teknik endoskopi harus diakui juga. Kinerja operasi
tengkorak yang aman dan efektif dengan menggunakan endoskopik memerlukan
peralatan khusus, keahlian personil, dan team skull base yang lengkap. Juga
disarankan bahwa pendekatan ikremental ke dasar tengkorak teknik yang kompleks
meningkatkan hasil dan mengurangi resiko. Batasan dari operasi dasar tengkorak
dengan endoskopi masih di definisikan, tapi dikatakan pada studi ini, kontra indikasi
untuk pendekatan endoskopi pada Karsinoma Sinonasal Tidak Berdifferensiasi
termasuk penyebaran intrakranial dan keterlibatan dura. Keterlibatan jaringan lunak
wajah, keterlibatan sinus frontalis anterior, keterlibatan jauh dari serabut mata lateral
atau lokasi tumor terbatas pada struktur neurovaskular penting
Pada studi yang akan datang dibutuhkan penjelasan yang penuh mengenai
metode pengobatan yang optimal pada karsinoma sinonasal undifferensiated yang
memberikan hal baru dan pengobatan yang variatif antar institusi. Pada hasil studi
jangka panjang, data prospektif, dan evaluasi pada banyak institusi akan mengurangi
bias dan menyediakan data yang berarti untuk menentukan pendekatan yang optimal
untuk meningkatkan hasil bagi keganasan yang agresif

13
4. Kesimpulan
Study pada suatu institusi melaporkan hasil dari 13 pasien karsinoma
sinonasal undifferensiated. Tujuh pasien yang diterapi dengan reseksi endoskopik
invasif minimal dilanjutkan kemoradiasi, dimana 4 pasien diterapi dengan
kemoradiasi definitif. Hasilnya menunjukkan hasil yang sebanding atau lebih baik
pada pasien yang diterapi dengan reseksi endoskopik invasif minimal ditambah
kemoradiasi dibanding dengan kemoradiasi saja. Jadi, Reseksi endoskopik invasif
minimal pada karsinoma sinonasal tidak berdiferensiasi mungkin dipikirkan sebagai
bagian regimen treatment multimodality sebagai pilihan yang tepat pada pasien
dengan karsinoma sinonasal tidak berdiferensiasi yang diterapi pada center yang
berpengalaman pada bedah endoskopik dasar tengkorak.

14

Anda mungkin juga menyukai