Anda di halaman 1dari 28

KAMAR BEDAH SERTA TINDAKAN ASEPSIS DAN ANTISEPSIS

Asepsis Dan Antisepsis


Kedua kata ini merupakan sinonim, dimana antiseptik berarti membunuh
bakteri, sememtara aseptik merupakan tindakan bedah yang bersih dan steril.
Tata Letak Kamar Bedah
Daerah steril
Daerah semisteril
Daerah cucitangan
Ventilasi
Tindakan Asepsis dan antisepsis
1. Baju, topi, masker dan sepatu kamar operasi
2. Memasuki ruangan operasi
3. Cuci tangan
4. Mengeringkan tangan
5. Memakai sarung tangan
6. Memakai baju operasi
7. A dan antisepsis pada daerah operasi
8. Draping daerah operasi
9. Membalut luka operasi
Persiapan dan pakaian operasi
1. Semua orang yang memasuki daerah operasi semi steril dan streril harus
memakai pakaian yang hanya digunakan untuk di dalam kamar operasi.
2. Semua rambut dikepala dan wajah harus ditutup pakaian bedah.
3. Semua orang yang memasuki ruangan operasi harus memakai masker.
4. Semua orang yang memakai baju operasi harus melepaskan semua
perhiasan, namun jam dan cincin kawin masih diperkenankan, anting
harus tertutup dengan tutup kepala.
5. Pewarna kuku dan kuku palsu tidak boleh dipakai.
6. Bahan pelindung (sarung tangan, masker, pelindung mata dan penutup
wajah) disediakan oleh rumah sakit dan harus digunakan untuk
mengurangi resiko terpapar dengan bahan yang berbahaya.
7. Sepatu hanya digunakan untuk di dalam kamar operasi dan penutup sepatu
tidak diperlukan. Bila penutup sepatu tetap diperlukan, pemakainya harus
melepaskannya sebelum meninggalkan kamar operasi untuk menghindari
terbawanya darah dan debris dari ruangan.
Cara cuci tangan bedah
1. 5 menit merupakan waktu cuci tangan bedah yang digunakan pada semua
jenis bahan cuci tangan.

1
2. Kuku jari harus bebas dari kutek dan panjangnya kuku sedang. Tidak
diperbolehkan memakai perhiasan di tangan dan kuku saat menjadi team
bedah.
3. Ingatlah memakai maskes sebelum mencuci tangan.
4. Cucilah tangan dan lengan sampai 2 inchi diatas siku.
5. Bersihkan kuku dengan file, ambil sikat yang steril ditangan kanan. Basahi
sikat dengan air dan sabun, sikat kuku jari tangan kiri.
6. Mulailah menyikat jari tangan kiri, saat bersamaan mencuci tangan
dianggap sebagai 4 sisi, palm, knuckles, punggung tangan.
7. Cucilah pergelangan tangan dan lanjutkan sampai 2 inchi diatas siku,
ulangi pada tangan kiri. Buang sikat. Bilas kedua tangan dan lengan
dibawah air mengalir, tangan lebih tinggi daari siku, jadi air mengalir dari
siku bukan dari tangan.
Pemakaian sarung tangan sistem terbuka
1. Hindari kontak sarung tangan yang steril dengan tangan yang tidak
memakai sarung tangan, selama prosedur pemakaian tertutup.
2. Untuk metode pemakaian tertutup, jari tidak boleh menyentuh sarung
tangan. Kontak dengan jari yang tidak memakai sarung tangan akan
menyebabkan kontaminasi.
3. Untuk metode pemakaian tertutup, hanya menyentuh bagian dalam sarung
tangan dengan tangan yang tidak memakai sarung tangan, kemudian
tangan yang sudah memakai sarung tangan boleh memegang sarung
tangan sebelahnya.
4. Bila terjadi kontaminasi selama prosedur, baik gaun maupun sarung tangan
harus diganti dengan yang baru.
5. Ketika membuka sarung tangan saat tindakan sudah selesai, sarung tangan
dibuka setelah gaun dibuka, menggunakan glove-glove kemudian skin-
skin.
Poin yang harus di ingat tentang aseptic atau tehnik dasar yang harus
dipegang teguh dari tindakan aseptic.
1. Pasien diletakan pada pusat tempat yang steril
2. Hanya menggunakan alat steril pada lapangan yang steril. Sehingga alat
yang steril diberi tanda atau lebel.
3. Operator yang steril menggunakan gaun dan sarung tangan yang steril.
i) Letakan tangan didepan dada dan ditempat yang terlihat setiap saat
ii) Jauhkan tangan dari wajah
iii) Jangan letakan telapak tangan dibawah siku

2
iv) Gunakan gaun yang steril terutama di daerah dada hingga setinggi
meja operasi.
v) Duduk hanya untuk prosedur yang memerlukan duduk
4. Meja yang steril hanya pada permukaan meja
a. Benda lain diluar sisi meja dianggap tidak steril
b. Gunakan alat yang tidak mudah bocor untuk mencegah alat-alat
jatuh ke lantai.
5. Operator steril hanya menyentuh alat dan area steril, seangkan orang yang
tidak steril hanya menyentuh alat dan area yang tidak steril.
a. Team yang steril hanya kontak dengan alat dan area yang sterildan
menggunakan gaun dan sarung tangan yang steril.
b. Petugas alat hanya bertugas membuka plastic, sedangkan yang
mengambil alat adalah bagian dari team yang steril.
6. Petugas yang tidak steril harus menghindari daerah yang steril dan juga
sebaliknya.
7. Tepi dari alat-alat steril yang tidak tertutup dianggap tidak steril.
a. Ketika membuka set steril, bukalah dengan hati-hati agar tidak
jatuh.
b. Pembungkus dianggap steril sampai batas 1 inchi di dalamnya
c. Bungkusan yang ujungnya menggunakan penutup lem, ujungnya
dianggap tidak steril.
8. Tempat yang steril dipertahankan sedekat mungkin dengan, menutup meja
yang steril tidak dianjurkan.
9. Daerah yang steril harus terus diawasi, sterilitas tidak dapat dipastikan
tanpa pengawasan langsung.
10. Petugas steril tetap pada area steril
a. Petugas streil melalui satu sama lain dengan saling membelakangi
atau berhadap- hadapan
b. Petugas steril menghadapi area steril
c. Petugas steril sebaiknya tidak berjalan-jalan keluar ruangan
d. Pergerakan yang dilakukan usahakan seminimum mungkin untuk
mengurangi kontaminasi.
11. Petugas steril tidak menghindari area steril
a. Petugas steril tidah menjauhi daerah steril minimal 1 foot dari
daerah steril
b. Petugas tidak steril hanya diperbolehkan untuk observasi, namun
tidah boleh menyentuh
c. Petugas tidak steril tidak boleh jalan diantara dua daerah steril
12. Penghancuran integritas mikroorganisme menyebabkan kontaminasi.

3
a. Pembersihan langsung dengan mencuci dari daerah steril ke daerah
tidak steril
b. Sterilitas adalah keadaan relative
13. Mikroorganisme harus diusahakan seminimal mungkin.

ANATOMI BEDAH KEPALA DAN LEHER


Kranium yang ditutupi oleh rambut dan skalp yang terdiri dari kulit dan
jaringan subkutan. Suplai darah berasal dari a.supraorbita dan a.supratroklea di
anterior, cabang terminal a.temporal superfisial di lateral dan v.oksipital di
posterior. Kalvaria yang terdiri dari os.frontal, os.parietal dan os.oksipital serta di
bagian lateral dilengkapi oleh os sfenoid dan os temporal.
Kavitas intrakranial dibagi ke dalam tiga fossa yaitu fossa kranialis
anterior (frontal), fossa kranialis medial dan fossa kranialis posterior. Fossa
kranialis anterior terdiri dari sepasang lobus frontalis untuk akses n.olfaktorius
menuju kavum nasi melalui lamina kribiformis. Fossa kranialis media terdiri dari
lobus temporal. A.meningea muncul dari foramen spinosum, n.trigeminus masuk
melalui fissura orbitalis superior (V1), foramen rotundum (V2) dan foramen ovale
(V3) serta n.kranialis II, III, IV dan VI. Fossa kranialis posterior terdiri dari
sepasang hemisferium serebri dan batang otak. Merupakan lokasi meatus
auditorius internus bersama n.fasialis dan n.akustikus.
Kelopak mata superior dan inferior mempunyai struktur yang sama
meskipun superior lebih mudah bergerak. Ruang antar palpebra disebut fissura
palpebra yang dibatasi oleh kantus medial dan lateral. Pada kantus medial terdapat
karunkula lakrimal dengan duktus lakrimal. Dinding medial orbita terdiri dari
os.etmoid, os.lakrimal dan prosesus nasalis os.maksila. Lantai orbita terdiri dari
Akar dari maksila. Pada sisi media terdapat foramen etmoid yang merupakan rute
a.etmoidalis anterior dan posterior. Kanal optik posterior mentransmisikan
a.optalmika dan n.oftalmikus. Fissura orbitalis superior mentransmisikan n.III, IV,
V dan VI dan v.oftalmika. Mata terdiri dari kornea dan sklera di sisi anterior dan

4
lensa dan iris di didi posterior. Tujuh otot volunter orbita yaitu m.levator palpebra
superior, m.rektus superior, m,rektus inferior, m.rektus medial, m.rektus lateral,
m.oblikus superior dan inferior. M.oblikus superior dipersarafi oleh n.IV,
m.rektus lateralis oleh n.VI dan otot volunter lainnya oleh n.III.
Telinga terdiri dari telinga luar yaitu daun telinga dan liang telinga sampai
membaran timpani, telinga tengah yaitu membran timpani, tuba eustachius, tulang
pendengaran dan antrum mastoid sedangkan telinga dalam terdiri dari koklea dan
kanalis semisirkularis.
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah yaitu pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak
hidung (hip), ala nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). Rongga
hidung berbentuk terowongan yang dipaisahkan oleh septum nasi. Bagian atas
rongga hidung mendapat perdarahan dari a.etmoid anterior dan posterior yang
merupakan cabang dari a.oftalmika dari a.karotis interna. Bagian bawah mendapat
perdarahan dari cabang a.maksilaris interna, diantaranya ujung a.palatina mayor
dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama
n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka
media. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arterinya. Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat
persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari
n.nasosiliaris yang berasal dari n.oftalmikus. Rongga hidung lainnya sebagian
besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion
sfenopalatina.. Sinus paranasal terdiri dari sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid dan sinus sphenoid.
Struktur tulang wajah meliputi os frontal, os nasal dan tulang-tulang wajah
yaitu maksila, mandibula, zigomatikus dan os palatina. Glandula parotis terletak
di anterior dan bawah dari telinga bagian bawah yang mendapat persarafan dari
n.aurikulotemporal.
Struktur oral yaitu maksila, palatum, mandibula, os hioid dan lidah serta
kelenjar submandibula. Faring dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung
ke esofagus setinggi vertebra servikalis ke-6. Faring berhubungan dengan rongga

5
hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melaui ismus
orofaring sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring
dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. Bentuk mukosa bervariasi
tergantung letaknya, di nasofaring berupa epitel toraks berlapis bersilia,
sedangkan di orofaring dan laringofaring berupa epitel gepeng berlapis tidak
bersilia. Perdarahan daerah faring terutama berasal dari cabang a.karotis eksterna
(cabang faring asendens dan fausial) serta.maksila interna yakni cabang palatina
superior. Laring berbentuk limas segitiga terpancung dengan batas atas yaitu
aditus laring dan batas bawah yaitu batas kaudal kartilago krikoid. Laring
mendapat perdarahan dari a.laringis superior dan inferior serta dipersarafi oleh
cabang-cabang n.vagus yaitu n.laringis superior dan inferior
Batas-batas anatomik leher yaitu batas atas adalah batas bawah mandibula,
ujung mastoid dan garis nukae superior, batas bawah adalah insisura suprasternal,
klavikula dan garis horizontal melalui prosesus spinosus vertebra servikalis
ketujuh. Untuk tujuan deskriptif leher dibagi menjadi dua bagian oleh garis
tengah vertikal dan setiap sisi dibagi menjadi segitiga anterior dan posterior oleh
otot sternokleidomastoideus. Segitiga leher anterior dengan batas superior yaitu
mandibula, anterior yaitu garis tengah dan posterior yaitu sternokleidomastoideus.
Terdiri dari segitiga submaksila (digastrik), segitiga karotis, segitiga otot dan
segitiga submental (suprahioid). Segitiga leher superior dibatasi oleh
sternokleidomastoideus di anterior, posterior oleh trapezius dan inferior oleh
klavikula. Terdiri dari segitiga oksipital dan segitiga subkalvia. Sebagian besar
massa terjadi pada segitiga servikal anterior.
Letak kelenjar limfe leher dibagi dalam tujuh daerah penyebaran
kelompok kelenjar, yaitu : 1). Level I, kelenjar yang terletak di segitiga submental
dan submandibula; 2). Level II, kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk
kelenjar limfa jugular superior, kelenjar digastrik dan kelenjar servikal posterior
superior; 3). Level III, kelenjar limfe jugularis diantara bifurkasio karotis dan
persilangan m.omohioid dengan m.sternokleidomastoideus dan batas posterior
m.sternokleidomastoideus; 4). Level IV, kelompok kelenjar di daerah jugularis
inferior dan supraklavikula; 5). Level V, kelenjar yang berada di segitiga posterior

6
servikal; 6). Level VI, kelenjar yang berada di segitiga anterior servikal; 7). Level
VII, kelenjar yang berada di superior mediastinum anterior.

PRINSIP PEMBEDAHAN PADA MANAJEMEN KANKER


Dahulu pembedahan pada kanker digunakan untuk menegakkan diagnosis
dan penatalaksanaan pada kanker primer. Kenyataannya pembedahan merupakan
terapi penyembuhan pada kanker. Saat ini kanker dapat sembuh hanya dengan
pembedahan saja atau dengan kombinasi kemoterapi atau radioterapi. Dokter
harus dapat melakukan edukasi terhadap pasien dan keluarganya mengenai
etiologi, insiden dan pencegahan terhadap kanker. Diagnosis secara akurat
tergantung dari riwayat alamiah masing-masing tumor.
Teknik diagnosis yang dapat dilakukan antara lain : 1). Sitologi; 2). Biopsi
jarum; 3). Biopsi insisi; 4). Biopsi eksisi. Penentuan stadium yang akurat penting
dilakukan sebelum membuat rencana manjemen kanker. Penatalaksanaan bedah
pada kanker merupakan modalitas yang efektif meskipun pada beberapa pasien
terjadi mikrometastasis saat pembedahan. Penatalaksanaan pada kanker primer
memerlukan pertimbangan yang matang apakah dilakukan reseksi enblok pada
tumor primer dan area limfatik regional agar rekurensi minimal. Dokter harus
faham mengenai resiko, manfaat, morbiditas dan mortalitas dari tindakan bedah
yang dilakukan juga memperhatikan apakah bermanfaat bila pembedahan
dikombinasi dengan kemoterapi dan atau radioterapi.
Operasi debulking/operasi sitoreduktif dilakukan untuk kontrol residu
penyakit yang tidak dapat direseksi. Reseksi pada metastasis dilakukan untuk
mengurangi morbiditas. Biasanya dilakukan pada metastasis ke hati, paru dan otak
yang terbukti membaik setelah pembedahan. Penggunaan kateter permanen pada
atrium kanan merupakan jalan masuk yang nyata untuk pengaturan kemoterapi
dan nutrisi. Hal ini dapat mengurangi insiden komplikasi ke kulit akibat
ekstravasasai obat.
Keadaan emergensi yang memerlukan pembedahan dapat terjadi pada
pasien kanker. Dapat terjadi perdarahan, perforasi dan pembentukan abses.
Metastasis tumor ke susunan saraf pusat yang dapat menyebabkan kompresi saraf

7
mungkin memerlukan dekompresi darurat bedah saraf dan radioterapi untuk
memelihara fungsi.

PERTIMBANGAN ETIK PADA MANAJEMEN KANKER


Konsep dasar pertimbangan etik pada pasien kanker meliputi 1). Respect
yaitu rasa menghormati pada pasien; 2). Otonomi, yaitu bebas dari pengaruh luar
dalam mengambil keputusan untuk dirinya.; 3). Nonmalefisiensi, artinya tidak
membuat pasien menderita atau mendapat resiko atas tindakan yang dilakukan; 4).
Benefisens, artinya hal yang dilakukan merupakan yang terbaik bagi pasien; 5).
Paternalism, yaitu keputusan dari dokter merupakan hal terbaik yang harus
dituruti pasien.
Informed consent adalah kemauan dan penerimaan intervensi medis oleh
pasien setelah diberikan keterangan yang adekuat mengenai intervensi, resiko dan
manfaat juga keterangan mengenai resiko dan manfaat dari intervensi alternatif.
Lima elemen esensial pada persetujuan tindakan medis yaitu : 1). Kompetensi,
yaitu kemampuan untuk membuat keputusan yang beralasan; 2). Penyingkapan
informasi pada pasien, yaitu pemberitahuan resiko dan manfaat dari tindakan
utama maupun alternatif; 3). Komprehensif; 4). Volunter; 5). Autorisasi.

SARAF KRANIALIS
Saraf kranialis (Latin: nervii craniales) adalah 12 pasang saraf pada
manusia yang mencuat dari otak, berbeda dari saraf spinal yang mencuat dari
sumsum tulang belakang. Saraf kranial merupakan bagian dari sistem saraf sadar.
Dari 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki jenis sensori (saraf I, II, VIII), 5 pasang
jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4 pasang jenis gabungan (saraf V, VII,
IX, X). Pasangan saraf-saraf ini diberi nomor sesuai urutan dari depan hingga
belakang, lazimnya menggunakan angka romawi.
Saraf-saraf ini terhubung utamanya dengan struktur yang ada di kepala dan
leher manusia seperti mata, hidung, telinga, mulut dan lidah. Pasangan I dan II
keluar dari otak besar, sementara yang lainnya keluar dari batang otak.

8
Saraf-saraf kranial
No Nama Jenis Fungsi

I Olfaktorius Sensori Menerima rangsang dari hidung dan


menghantarkannya ke otak untuk diproses
sebagai sensasi bau
II Optik Sensori Menerima rangsang dari mata dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses
sebagai persepsi visual
III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata
IV Troklearis Motorik Menggerakkan beberapa otot mata
V Trigeminus Gabungan Sensori: Menerima rangsangan dari wajah
untuk diproses di otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
VI Abdusen Motorik Abduksi mata
VII Fasialis Gabungan Sensorik: Menerima rangsang dari bagian
anterior lidah untuk diproses di otak sebagai
sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk
menciptakan ekspresi wajah
VIII Vestibulokoklearis Sensori Sensori sistem vestibular: Mengendalikan
keseimbangan
Sensori koklea: Menerima rangsang untuk
diproses di otak sebagai suara

9
IX Glosofaringeus Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari bagian
posterior lidah untuk diproses di otak
sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
X Vagus Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari organ
dalam
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
XI Aksesorius Motorik Mengendalikan pergerakan kepala
XII Hipoglossus Motorik Mengendalikan pergerakan lidah

Berikut adalah cara pemeriksaan setiap Saraf kranial dalam menentukan


diagnosa.
1. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman
Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang
baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.
Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
2. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris
di koran, ulangi untuk satunya.
Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah,
gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung
memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam
tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu
mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.

10
Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar
mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi
bola mata, diplopia, nistagmus.
Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa
menengok.
4. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak
mata atas dan bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata
klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan.
Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan
palpasi pada otot temporal dan masseter.
5. Test nervus VII (Facialis)
Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam,
manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan
kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan
merangsang pula sisi yang sehat.
Otonom, lakrimasi dan salivasi
Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk :
tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa
berusaha membukanya
6. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa
berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus,
apakah dapat melakukan atau tidak.
7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)

11
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi
bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian
parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior.
N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum
lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan ah) apakah
simetris dan tertarik keatas.
Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan
tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.
8. Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi
kekuatannya.
Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan > test
otot trapezius.
9. Test Nervus XII (Hypoglosus)
Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan
minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.

FRAKTUR LE FORT (LeFort Fractures)


Fraktur Le Fort (LeFort Fractures) merupakan tipe fraktur tulang-tulang
wajah yang adalah hal klasik terjadi pada trauma-trauma pada wajah. Fraktur Le
Fort diambil dari nama seorang ahli bedah Perancis Ren Le Fort (1869-1951)
yang mendeskripsikannya pertama kali di awal abab 20.

12
Klasifikasi
Fraktur Le Fort dibagi atas 3, yaitu :
Le Fort I
Garis Fraktur berjalan dari sepanjang maksila bagian bawah sampai dengan
bawah rongga hidung. Disebut juga dengan fraktur guerin. Kerusakan yang
mungkin :
a. Prosesus arteroralis
b. Bagian dari sinus maksilaris
c. Palatum durum
d. Bagian bawah lamina pterigoid

Le Fort II
Garis fraktur melalui tulang hidung dan diteruskan ke tulang lakrimalis, dasar
orbita, pinggir infraorbita dan menyeberang ke bagian atas dari sinus maksilaris
juga kea rah lamina pterogoid sampai ke fossa pterigo palatine. Disebut juga

13
fraktur pyramid. Fraktur ini dapat merusak system lakrimalis, karena sangat
mudah digerakkan maka disebut juga fraktur ini sebagai floating maxilla
(maksila yang melayang)

Le Fort III
Garis Fraktur melalui sutura nasofrontal diteruskan sepanjang ethmoid
junction melalui fissure orbitalis superior melintang kea rah dinding lateral ke
orbita, sutura zigomatikum frontal dan sutura temporo-zigomatikum. Disebut juga
sebaga cranio-facial disjunction. Merupakan fraktur yang memisahkan secara
lengkap sutura tulang dan tulang cranial.

Komplikasi yang mungkin terjadi pada fraktur ini adalah keluarnya cairan otak
melalui atap ethmoid dan lamina cribiformis.

14
BEBERAPA JENIS OPERASI
Operasi Caldwell-Luc
Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi.
Supaya tidak terdapat cacat di muka, maka insisis dilakukan di bawah bibir, di
bagian superior ( atas ) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas
tulang pipi diangkat kearah superior, sehingga tampak tulang sedikit di atas
cuping hidung, yang disebut fosa kanina. Dengan pahat atau bor tulang itu dibuka,
dengan demikian rongga sinus maksila kelihatan. Dengan cunam pemotong tulang
lubang itu diperbesar. Isi sinus maksila dibersihkan. Seringkali akan terdapat
jaringan granulasi atau polip di dalam sinus maksila. Setelah sinus bersih dan
dicuci dengan larutan bethadine, maka dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak
perdarahan dari sinus maksila, maka dimasukkan tampon panjang serta pipa dari
plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi ke luar rongga hidung.
Kemudian luka insisi dijahit.
Rinotomi Lateralis
Dalam menghadapi kasus-kasus di dalam rongga hidung dan sinus
paranasal sering ditemukan kesulitan oleh karena terbatasnya ruangan-ruangan
tersebut untuk tindakan operatif. Tindakan operatif intranasal biasa dapat
menyebabkan kerusakan struktur kavum nasi dan atau sinus paranasal terutama
mukosa sehat yang sangat penting dalam mempertahankan fungsi hidung yang
normal. Satu-satunya jalan untuk mendapat pandangan yang luas ke dalam kavum
nasi dan sinus paranasal ialah membuka piramid hidung dari luar. Tindakan ini
dikenal sebagai rinotomi. Bila sayatan rinotomi dibuat di sebelah lateral hidung
maka tindakan ini disebut rinotomi lateralis.
Rinotomi lateralis menurut Langenbeck terdiri dari sayatan transversal
yang dimulai dari sebelah medial kantus medialis salah satu mata melalui pangkal
hidung ke sebelah kantus medialis mata sebelahnya, diteruskan ke bawah lateral
dari hidung , mengelilingi ala nasi ke basis nares yang sebelahnya. Setelah itu
hidung dilipat ke arah yang berlawanan Takashi mengemukakan rinotomi lateralis
yang didasarkan insisi menurut Langenbeck. Insisi dimulai sedikit medial dari
kantus medial dilanjutkan ke bawah menyusuri samping hidung, melingkari ala

15
nasi ke dasar hidung dan berakhir di nares sisi lain. Kemudian dibuat insisi
melintang pada pangkal hidung (tipe I). Jaringan-jaringan yang meliputi tulang
termasuk periosteum dilepaskan.Jika kelainan mengenai mengenai salah satu atau
kedua sisi sinus frontalis, insisi dapat dilanjutkan ke atas di bawah alis pada satu
sisi atau kedua sisi (tipe II).
Insisi menurut Moure atau Diefenbach terdiri dari suatu insisi di
samping hidung yang dimulai kira-kira 1cm dari kantus medialis sampai ke ala
nasi, kemudian melingkari bagian lateralnya sampai basis kolumela. Weber
melanjutkan insisi Moure ke bawah melaui sulkus infranasalis dan memotong
bibir atas. Bila insisi Weber ini ditambah dengan insisi melengkung di bawah
kelopak mata bawah, maka disebut insisi Weber-Fergusson.
Insisi menurut Dupuytren terdiri dari suatu insisi yang berbentuk botol
air minum dengan mulut di sebelah atas. Piramid hidung kemudian dilipat ke atas.
Insisi Ollier yaitu insisi yang berbentuk U-terbalik. Untuk menghindari
gangguan vaskularisasi daerah ini, setelah dilakukan sayatan kulit, jaringan
subkutan dan peritoneum, maka tulang-tulang hidung dipahat dengan cara
transverse osteotomy dan lateral osteotomy, septum berserta jaringan-
jaringan lunak digunting. Kemudian hidung dilipat ke bawah tanpa merusak
bagian-bagian tulang rawan.
Insisi oleh Chaissaibnac-Bruns terdiri dari suatu insisi di garis tengah
hidung mulai dari pangkal hidung ke bawah sampai sepertiga bawah dorsum nasi,
membelok tegak lurus ke samping, melingkari ala nasi dan berakhir pada dasar
hidung. Eiselberg melukiskan suatu insisi yang dimulai pada pertengahan sutura
nasofrontalis, ke bawah sampai setinggi kantus medialis, membelok tegak lurus ke
samping, kemudian menyusur samping hidung, membelok melingkari ala nasi dan
berakhir pada dasar hidung.
Indikasi dilakukannya rinotomi lateralis yaitu : 1). Tumor-tumor dengan
ukuran besar yang mengisi salah satu kavum nasi; 2). Tumor-tumor dengan
ukuran besar yang letaknya di dalam dan di luar dinding kavum nasi atau sel-sel
etmoid yang masuk ke dalam kavum nasi dan sinus-sinus paranasal; 3). Hanya
tumor-tumor besar tapi jinak, tumor-tumor yang secara klinis ganas atau tumor-

16
tumor ganas setempat; 4). Bial diperlukan penelitian yang seksama agar dapat
dilakukan tindakan/pengobatan yang tepat pada penyakit atau gangguan pada
dasar tengkorak bagian depan yang berdekatan dengan dasar tengkorak dan yang
berhubungan dengan sinus-sinus paranasal; 5). Untuk melakukan observasi dan
tindakan yang tepat pada kelainan-kelainan dalam sinus sfenoidalis; 6). Kelainan
sinus-sinus paranasal unilateral yang ada hubungannnya dengan orbita; 7). Tumor-
tumor yang tumbuh dari dinding lateral kavum nasi ke dalam sinus maksilaris
pada sisi yang sama.
Kontraindikasi tindakan rinotomi lateralis yaitu : 1). Bila tumor tumbuh
ke dalam tulang dan tulang rawan hidung; 2). Bila tumor telah melewati batas-
batas sinus paranasal dan menembus ke dalam jaringan sekitarnya; 3). Tumor-
tumor yang tidak berbatas tegas.
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional
Prinsip Tatalaksana Bedah Endoskopik pada Tumor Hidung dan Sinus
Paranasal
Bedah tumor endonasal terdiri dari reseksi tumor dibawah kendali
endoskop, diikuti dengan eksisi jaringan tumor dari jaringan sehat sekitarnya.
Semua ini memerlukan diagnostik gambaran TK yang adekuat sebelum operasi,
diagnostik histologi, dan instrumentasi operasi yang tepat. Sangat diperlukan
seorang operator yang sangat menguasai anatomi lokal dan pengalaman yang
komprehensif dalam melakukan bedah endoskopik. Sebelumnya pasien harus
diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dijalankan dan telah membuat
informed consent, termasuk juga bila dibutuhkan perluasan pembedahan baik
melalui rute bedah eksternal maupun transoral. Dalam memilih terapi bedah yang
optimal, seorang ahli harus mempertimbangkan dengan seksama dalam memilih
pendekatan endonasal daripada prosedur klasik yaitu melalui pendekatan
transfasial, transoral, dan midfacial degloving. Pendekatan endonasal menghindari
insisi eksternal dan internal serta mobilisasi jaringan, sehingga menghindari
pembentukan parut yang tidak diinginkan, stenosis duktus lakrimalis, mukokel,
dan neuralgia. Komplikasi dan gejala ikutan yang dapat merugikan pasien lebih
rendah, sehingga metode ini dapat diterima dengan baik.

17
Definisi BSEF
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic
Sinus Surgery (FESS) adalah teknik operasi pada sinus paranasal dengan
menggunakan endoskop yang bertujuan memulihkan mucociliary clearance
dalam sinus. Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks
osteomeatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi
dan drenase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. 13,28,34
Dibandingkan dengan prosedur operasi sinus sebelumnya yang bersifat invasif
radikal seperti operasi Caldwel-Luc, fronto-etmoidektomi eksternal dan lainnya,
maka BSEF merupakan teknik operasi invasif yang minimal yang diperkenalkan
pertama kali pada tahun 1960 oleh Messerklinger dan kemudian dipopulerkan di
Eropa oleh Stammberger dan di Amerika oleh Kennedy. Sejak tahun 1990 sudah
mulai diperkenalkan dan dikembangkan di Indonesia. Dengan alat endoskop maka
mukosa yang sakit dan polip-polip yang menyumbat diangkat sedangkan mukosa
sehat tetap dipertahankan agar transportasi mukosilier tetap berfungsi dengan baik
sehingga terjadi peningkatan drenase dan ventilasi melalui ostium-ostium sinus.
Teknik bedah BSEF sampai saat ini dianggap sebagai terapi terkini untuk
sinusitis kroniks dan bervariasi dari yang ringan yaitu hanya membuka drenase
dan ventilasi kearah sinus maksilaris (BSEF mini) sampai kepada pembedahan
lebih luas membuka seluruh sinus (fronto-sfeno-etmoidektomi). Teknik bedah
endoskopi ini kemudian berkembang pesat dan telah digunakan dalam terapi
bermacam-macam kondisi hidung, sinus dan daerah sekitarnya seperti
mengangkat tumor hidung dan sinus paranasal, menambal kebocoran liquor
serebrospinal, tumor hipofisa, tumor dasar otak sebelah anterior, media bahkan
posterior, dakriosistorinostomi, dekompresi orbita, dekompresi nervus optikus,
kelainan kogenital (atresia koana) dan lainnya.
Keuntungan dari teknik BSEF, dengan penggunaan beberapa alat
endoskop bersudut dan sumber cahaya yang terang, maka kelainan dalam rongga
hidung, sinus dan daerah sekitarnya dapat tampak jelas. Dengan demikian
diagnosis lebih dini dan akurat dan operasi lebih bersih / teliti, sehingga
memberikan hasil yang optimal. Pasien juga diuntungkan karena morbiditas pasca

18
operasi yang minimal. Penggunaan endoskopi juga menghasilkan lapang pandang
operasi yang lebih jelas dan luas yang akan menurunkan komplikasi bedah.
Indikasi
Indikasi umumnya adalah untuk rinosinusitis kronik atau rinosinusitis akut
berulang dan polip hidung yang telah diberi terapi medikamentosa yang optimal.
Indikasi lain BSEF termasuk didalamnya adalah rinosinusitis dengan komplikasi
dan perluasannya, mukokel, sinusitis alergi yang berkomplikasi atau sinusitis
jamur yang invasif dan neoplasia..36 Bedah sinus endoskopi sudah meluas
indikasinya antara lain untuk mengangkat tumor hidung dan sinus paranasal,
menambal kebocoran liquor serebrospinal, tumor hipofisa, tumor dasar otak
sebelah anterior, media bahkan posterior, dakriosistorinostomi, dekompresi orbita,
dekompresi nervus optikus, kelainan kogenital (atresia koana) dan lainnya.
Kontraindikasi
1. Osteitis atau osteomielitis tulang frontal yang disertai pembentukan sekuester.
2. Pasca operasi radikal dengan rongga sinus yang mengecil (hipoplasi).
3. Penderita yang disertai hipertensi maligna, diabetes mellitus, kelainan
hemostasis yang tidak terkontrol oleh dokter spesialis yang sesuai.
Komplikasi
Komplikasi BESF dapat dikategorikan menjadi komplikasi minor dan
mayor, terdiri dari komplikasi intranasal, periorbital/orbital, intrakranial, vaskular
dan sistemik. Komplikasi minor berkisar antara 0,5% - 8%. Kebanyakan
komplikasi minor tidak memerlukan tindakan pengobatan khusus atau bedah
revisi. Komplikasi mayor pada tindakan BSEF seperti perdarahan retrobulbar,
kerusakan nervus optikus, gangguan pergerakan otot bola mata, kebocoran cairan
serebrospinal sangat jarang terjadi dengan frekuensi kurang dari 1%.

DISEKSI LEHER
Diseksi leher adalah tindakan untuk membuang kelenjar limfe leher dan
jaringan sekitarnya dalam rangka penatalaksanaan kanker. Jaringan-jaringan yang
dibuang dipertimbangkan situasional sesuai kondisi klinis pasien, dengan berbagai

19
pertimbangan sehingga diseksi leher ini ada berbagai macam variasi berdasarkan
strukur-strukur yang dibuang.
Tujuan diseksi leher adalah untuk menghilangkan sel kanker yang berada
pada kelenjar limfe serta untuk melakukan diagnostik pemeriksaan kelenjar limfe
yang diambil. Dari penelitian dinyatakan apabila masih didapatkan pembesaran
kelenjar limfe leher pada karsinoma yang berasal dari traktus respiratorius
ataupun traktus digestivus bagian atas maka akan mempengaruhi survival sampai
50 %. Hal ini merupakan tantangan bagi klinisi dengan segala pertimbangan untuk
melakukan diseksi leher dengan segala konsekuensi dan kontroversi yang
mengiringinya.
Perkembangan teknik pembedahan, teknik diagnostik dan berbagai terapi
yang mengiringi penatalaksanaan karsinoma kepala leher, maka apakah diseksi
leher bisa disarankan untuk memperbaiki prognosis, morbiditas dan survival dari
pasien.
Problem bagi kita sebagai residen adalah kita perlu memahami anatomi,
patologi dan karakteristik onkologi dari tumor untuk melakukan diagnosis
diferensial dan untuk melakukan tindakan dalam hal kapan dan jenis diseksi leher
apa yang tepat untuk pasien. Sampai saat ini belum ada keseragaman metode dari
berbagai negara tentang bagaimana rencana preoperatif yang ditetap sebagai
patokan untuk diseksi leher.
Tabel 1. Klasifikasi regio kelenjar limfe menurut Sloan-Kettering
Memorial
LEVEL Lymph Node Group
I Submental and submandibular nodes
II Upper jugular nodes
III Middle jugular nodes
IV Lower jugular nodes
V Posterior triangle nodes
VI Anterior compartment lymph nodes

20
Level II

Level V Level I

Level IV

Level
III

Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai secara luas adalah klasifikasi menurut American
Head and Neck Society dengan pembagian sbb :
1. Diseksi leher radikal (RND) : melakukan pembuangan kelenjar leher
pada level I-V, termasuk struktur non kelenjar yaitu vena jugularis interna,
m. sternokleidomastoid dan nervus spinasi asesori.
2. Diseksi Leher Modifikasi (MND) : seperti RND masih menyisakan satu
atau dua diantara v. jugularis interna, m. sternokleido mastoid dan nervus
aspinalis asesori.
3. Diseksi Leher selektif (SND) : Menyisakan satu atau lebih grup dari
kelenjar limfe leher dan tetap mempertahankan 3 strukur non limfatik
diatas.
4. Diseksi leher diperluas (Extended ND) : seperti RND namun juga
membuang kelenjar leher diluar grup level I-V dan atau beberapa struktur
diluar struktur non limfatik diatas.

21
Ada istilah fungsional diseksi leher (FND) yaitu tindakan membuang
level I-V kelenjar limfe leher namun tetap mempertahankan m.
strenokleidomastoideus, vena jugularis interna dan nervus spinalis asesori.
Diseksi leher harus dilakukan dengan anestesi umum dengan
kewasapadaan jalan nafas dengan posisi kepala menyudut 30 %. Dilakukan insisi
sesuai kebutuhan pengambilan kelenjar limfe dan jaringan yang diperkirakan
terinvasi sel tumor. Pengambilan kelenjar limfe dan jaringan sekitarnya
(dissection) sesuai jenis diseksi leher yang sesuai untuk pasien tersebut.
Melakukan penjahitan dan pemasangan drain yang bisa dilepas 2-6 hari setelah
operasi. Penyembuhan luka berlangsung sekitar 6-10 hari, jika didahului dengan
radiasi maka penyembuhan luka menjadi agak lebih lama.
Efek samping Diseksi Leher Radikal
Seperti disebutkan bahwa ada 3 struktur yang memang dianggap perlu
dihilangkan saat diseksi leher selain kelenjar limfe yaitu m. sternokleidomastoid,
vena jugularis interna dan nervus spinalis asesori. Membuang vena jugularis salah
satu hanya memberikan masalah minimal, karena masih banyak vena lain pada
leher yang bisa mengalirkan, barangkali hanya timbul bengkak sesaat yang akan
membaik dalam beberapa minggu.
Jika terpaksa diseksi leher dilakukan bilateral, maka suatu keharusan salah
satu vena jugularis tetap dipertahankan. Akibat dari dibuangnya vena jugularis
bisa mengakibatkan peningkatan intrakranial, edema laring, stroke, kematian,
bahkan pernah dilaporkan adanya kebutaan.
Dibuangnya nervus spinalis asesori akan mengakibatkan ketidakmampuan
mengangkat struktur pundak, yang tentunya juga mengakibatkan kesulitan
menggerakkan lengan dari posisi horisontal ke depan.
Membuang m. strernokleidomastoid seringkali tidak mengakibatkan
masalah, hanya kelihatan satu sisi leher mengkerut dan sedikit gangguan fiksasi
leher dari arah depan. Tentunya harus berhati-hati juga karena fungsi m.
sternokleidomastoid adalah melindungi arteri karotis.
Komplikasi akibat operasi sering terjadi karena banyaknya struktur yang
berada di leher yang bisa ikut terluka saat pembedahan. Nervus yang mensarafi

22
bibir bawah dan lidah bisa ikut terkena trauma, dan akibatnya bisa terjadi
kelemahan gerak temporer. Komplikasi lain adalah kebocoran cairan limfatik,
infeksi dan perdarahan. Kerusakan saraf bisa terjadi juga pada saraf-saraf yang
lain seperti pleksus brakialis dan nervus vagus.
Hipotensi intra operasi bisa terjadi ketika memanipulasi sekitar
percabangan a. karotis, untuk menghindari ini bisa dilakukan anastesi semprot
pada area tersebut. Pneumothorax dan bisa terjadi ketika memanipulasi area
bagian bawah leher. Emboli udara bisa terjadi ketika tekanan negatif dari vena
yang dimanipulasi mebwa udara ke jantung dan dan otak.
Kontra indikasi
Kontra indikasi secara umum adalah resiko yang harus dipertimbangkan
misalnya pasien memiliki penyakit jantung dan penyakit-penyakit lain yang
mengganggu jalannya operasi. Bila dipastikan kita tak mampu mengontrol tumor
primernya atau metastasis jauh dari kanker sebaiknya tidak dilakukan diseksi
leher.
Kontra indikasi dari diseksi leher radikal adalah :
1. Bila didapat benjolan yang terfiksasi sampai fasia leher bagian dalam.
2. Benjolan pada trigonum supra clavicula.
3. Ketidakmampuan ahli bedah untuk membersihkan tumor yang sudah
menyebar di seluruh leher, atau mencapai basis kranii, fasia vertebra
cervikalis, arteri karotis dan otot-otot bagian dalam, nervus frenikus dan
pleksus brakialis.
Kontra indikasi Diseksi leher selektif adalah :
1. bila pembesaran N2 atau N3.
2. merupakan rekurensi dimana sebelumnya sudah dilakukan radioterapi
3. terlibatnya saraf spinal.
Harus ada pertimbangan dalam benak kita untuk melakukan diseksi leher,
beberapa pertimbangan yang tersebut adalah :
1. Pasien dengan stadium klinik N0 atau N1 bisa dilakukan MRND atau
SND.
2. Pada pasien dengan N2 MRND masih bisa dilakukan.

23
3. Pada pasien dengan N3 ( pembesaran benjolan > 6 cm ) memerlukan
RND, namun bagaimanapun MRND sebaiknya tetap dipertimbangkan
apabila masih visibel.
4. RND efektif dilakukan dalam membersihkan metastasis pada leher
untuk kasus karsinoma nasofaring, yang menjadi pertanyaan seberapa
ekstensif pengambilan kelenjar limfe ini seharusnya kita lakukan.
5. Radiasi paska operatif pada diseksi leher sering disarankan pada nodul
yang besar dan diperkirakan ada penyebaran ekstra nodul.
6. Sering juga direkomendasikan diseksi leher setelah dilakukan
kemoradioterapi.

GRAFT DAN FLAP


Kulit melindungi tubuh dari invasi luar dan mencegah kehilangan cairan,
elektrolit, protein dll. Kehilangan kulit harus diganti baik dengan epitelisasi
spontan atau graft maupun flap.
Skin Graft
Satu segmen kulit yang diambil secara komplit dari suatu daerah (donor
site) dan ditransplantasikan ke daerah lain (recipient site).
Klasifikasi
1. Berdasarkan species
a. Autograft : graft dari satu tempat ke tempat lain pada individu yang
sama
b. Allograft (homograft) : graft dari satu individu ke individu lain yang
satu species
c. Xenograft (heterograft) : graft dari satu individu ke lain species
2. Berdasarkan ketebalan
a. Split Thickness
1) Seluruh epidermis dan sebagian dermis
2) Sebagian dermal skin appendiges (glandula sebacea, glandula
sudorifera,follicle rambut) masih ada didonor site dan akan sembuh
dg epitelisasi.

24
3) Ketebalan
a. makin tipis kemungkinan take lebih besar
b. makin tipis graft makin besar akan terjadinya pengkerutan
4) Pemakaian
a. Penutupan suatu daerah yang kehilangan kulit yang luas
b. Penutupan jaringan granulasi
5) Metode
a. Free hand (dengan pisau khusus atau dengan pisau lain)
b. Dermatome (drum atau dengan power driven hair clipper
type machine)

6) Donor site
a. Sembuh dengan epitelisasi tepi luka dan skin appendige
b. Diperlukan perawatan untuk mencegah infeksi
b. Full Thickness
1) Seluruh ketebalan epidermis & dermis
2) Sebagai penutup luka yang lokal tetapi tidak semudah STSG
takenya karena vascularisasi yang lambat
3) Daerah donor harus ditutup primer atau STSG

25
Kontra Indikasi
- daerah yang miskin vaskularisasi seperti :
- tendo yaitu telanjang
- cortex tulang tanpa periostium
- daerah yang mendapat radiasi yang masif
- luka yang terinfeksi, dll

Skin Flap
Kulit & jaringan subkutan,kadang-kadang dapat dengan otot dan tulang
yang ditransfer dari satu tempat ke tempat lain dengan mempertahankan
vascularisasinya. Pedicle adalah dimana pembuluh darah dipertahankan.
Klasifikasi
1. Flap dg pedicle yg intact
a. Cutaneous (random flap) : Perdarahan dari pleksus dermal dan
subdermal
b. Arterial (axial flap) : Perdarahan dari direct cutaneous arteri
a) peninsular : kulit dan pembuluh darah intact
b) island : hanya pembuluh darah intact
c) musculocutaneus flap

26
2. Free Flap
Suatu arterial flap dimana pembuluh darahnya dipotong, kemudian flap
dipindahkan ke lokasi lain dan pembuluh darah direanastomosis dengan tehnik
micro surgery dengan pembuluh darah dari recipient site
Penggunaan
1. Menggantikan jaringan yang hilang akibat trauma atau akibat
operasi
2. Dapat sebagai penutup kulit segera setelah operasi
3. Sebagai bantalan jaringan diatas tulang yang menonjol
4. Memberikan pendarahan yang baik pada bed yang pendarahannya
buruk
5. Meningkatkan sensasi pada suatu area (nerve pada flap skin intact)
6. Dapat memakai jaringan lain seperti tulang untuk rekonstruksi

Graft lain
1. Tendon : Dipakai pada penggantian tendo yang hilang (Donor site :
palmaris dan plantaris)
2. Tulang : Dipakai pada defek yang rigid seperti tulang wajah, tengkorak,
tulang panjang (Donor site : os iliaca, costa)
3. Kartilago : Untuk pembentukan rongga telinga, hidung, dagu (Donor site :
kartilago costa, telinga, septum nasi)

27
4. Fascia : Dipakai pada dermal defek dan sling pd paralise n.fasialis (Donor
site : fascia lata, fascia temporalis)
5. Dermis : Untuk restorasi contour spt parut yang cekung, Jaringan fat dg
dermis dipakai sebagai pengisi (Donor site : dimana kulit yang tebal
seperti bokong)
6. Otot : Biasanya free graft dari otot-otot juga mempertahankan perdarahan,
graft gracillis atau gastrocnemous muscle graft.
7. Syaraf : Dipakai bila ada nerve gap, terutama pada N. medianus, n. ulnaris,
digital & facial nerve (Donor site : n. suralis & n. cutaneus humeri & ante
brachi)
8. Pembuluh darah : Bila ada vascular gap, Banyak dipakai pada replantasi
pada free graft transfer (Donor site : vena lengan atas & vena saphena)

28

Anda mungkin juga menyukai