Anda di halaman 1dari 14

ANATOMI BEDAH KEPALA DAN LEHER

Kranium yang ditutupi oleh rambut dan skalp yang terdiri dari kulit dan
jaringan subkutan. Suplai darah berasal dari a.supraorbita dan a.supratroklea di
anterior, cabang terminal a.temporal superfisial di lateral dan v.oksipital di
posterior. Kalvaria yang terdiri dari os.frontal, os.parietal dan os.oksipital serta di
bagian lateral dilengkapi oleh os sfenoid dan os temporal.
Kavitas intrakranial dibagi ke dalam tiga fossa yaitu fossa kranialis
anterior (frontal), fossa kranialis medial dan fossa kranialis posterior. Fossa
kranialis anterior terdiri dari sepasang lobus frontalis untuk akses n.olfaktorius
menuju kavum nasi melalui lamina kribiformis. Fossa kranialis media terdiri dari
lobus temporal. A.meningea muncul dari foramen spinosum, n.trigeminus masuk
melalui fissura orbitalis superior (V1), foramen rotundum (V2) dan foramen
ovale (V3) serta n.kranialis II, III, IV dan VI. Fossa kranialis posterior terdiri dari
sepasang hemisferium serebri dan batang otak. Merupakan lokasi meatus
auditorius internus bersama n.fasialis dan n.akustikus.
Kelopak mata superior dan inferior mempunyai struktur yang sama
meskipun superior lebih mudah bergerak. Ruang antar palpebra disebut fissura
palpebra yang dibatasi oleh kantus medial dan lateral. Pada kantus medial terdapat
karunkula lakrimal dengan duktus lakrimal. Dinding medial orbita terdiri dari
os.etmoid, os.lakrimal dan prosesus nasalis os.maksila. Lantai orbita terdiri dari
Akar dari maksila. Pada sisi media terdapat foramen etmoid yang merupakan rute
a.etmoidalis anterior dan posterior. Kanal optik posterior mentransmisikan
a.optalmika dan n.oftalmikus. Fissura orbitalis superior mentransmisikan n.III, IV,
V dan VI dan v.oftalmika. Mata terdiri dari kornea dan sklera di sisi anterior dan
lensa dan iris di didi posterior. Tujuh otot volunter orbita yaitu m.levator palpebra
superior, m.rektus superior, m,rektus inferior, m.rektus medial, m.rektus lateral,
m.oblikus superior dan inferior. M.oblikus superior dipersarafi oleh n.IV,
m.rektus lateralis oleh n.VI dan otot volunter lainnya oleh n.III.
Telinga terdiri dari telinga luar yaitu daun telinga dan liang telinga sampai
membaran timpani, telinga tengah yaitu membran timpani, tuba eustachius, tulang

1
pendengaran dan antrum mastoid sedangkan telinga dalam terdiri dari koklea dan
kanalis semisirkularis.
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah yaitu pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak
hidung (hip), ala nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). Rongga
hidung berbentuk terowongan yang dipaisahkan oleh septum nasi. Bagian atas
rongga hidung mendapat perdarahan dari a.etmoid anterior dan posterior yang
merupakan cabang dari a.oftalmika dari a.karotis interna. Bagian bawah mendapat
perdarahan dari cabang a.maksilaris interna, diantaranya ujung a.palatina mayor
dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama
n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka
media. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arterinya. Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat
persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari
n.nasosiliaris yang berasal dari n.oftalmikus. Rongga hidung lainnya sebagian
besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion
sfenopalatina.. Sinus paranasal terdiri dari sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid dan sinus sphenoid.
Struktur tulang wajah meliputi os frontal, os nasal dan tulang-tulang wajah
yaitu maksila, mandibula, zigomatikus dan os palatina. Glandula parotis terletak
di anterior dan bawah dari telinga bagian bawah yang mendapat persarafan dari
n.aurikulotemporal.
Struktur oral yaitu maksila, palatum, mandibula, os hioid dan lidah serta
kelenjar submandibula. Faring dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung
ke esofagus setinggi vertebra servikalis ke-6. Faring berhubungan dengan rongga
hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melaui ismus
orofaring sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring
dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. Bentuk mukosa bervariasi
tergantung letaknya, di nasofaring berupa epitel toraks berlapis bersilia,
sedangkan di orofaring dan laringofaring berupa epitel gepeng berlapis tidak
bersilia. Perdarahan daerah faring terutama berasal dari cabang a.karotis eksterna

2
(cabang faring asendens dan fausial) serta.maksila interna yakni cabang palatina
superior. Laring berbentuk limas segitiga terpancung dengan batas atas yaitu
aditus laring dan batas bawah yaitu batas kaudal kartilago krikoid. Laring
mendapat perdarahan dari a.laringis superior dan inferior serta dipersarafi oleh
cabang-cabang n.vagus yaitu n.laringis superior dan inferior
Batas-batas anatomik leher yaitu batas atas adalah batas bawah mandibula,
ujung mastoid dan garis nukae superior, batas bawah adalah insisura suprasternal,
klavikula dan garis horizontal melalui prosesus spinosus vertebra servikalis
ketujuh. Untuk tujuan deskriptif leher dibagi menjadi dua bagian oleh garis
tengah veritkal dan setiap sisi dibagi menjadi segiitga anterior dan posterior oleh
otot sternokleidomastoideus. Segitiga leher anterior dengan batas superior yaitu
mandibula, anterior yaitu garis tengah dan posterior yaitu sternokleidomastoideus.
Terdiri dari segitiga submaksila (digastrik), segitiga karotis, segitiga otot dan
segitiga submental (suprahioid). Segitiga leher superior dibatasi oleh
sternokleidomastoideus di anterior, posterior oleh trapezius dan inferior oleh
klavikula. Terdiri dari segitiga oksipital dan segitiga subkalvia. Sebagian besar
massa terjadi pada segitiga servikal anterior.
Letak kelenjar limfe leher dibagi dalam tujuh daerah penyebaran
kelompok kelenjar, yaitu : 1). Level I, kelenjar yang terletak di segitiga submental
dan submandibula; 2). Level II, kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk
kelenjar limfa jugular superior, kelenjar digastrik dan kelenjar servikal posterior
superior; 3). Level III, kelenjar limfe jugularis diantara bifurkasio karotis dan
persilangan m.omohioid dengan m.sternokleidomastoideus dan batas posterior
m.sternokleidomastoideus; 4). Level IV, kelompok kelenjar di daerah jugularis
inferior dan supraklavikula; 5). Level V, kelenjar yang berada di segitiga posterior
servikal; 6). Level VI, kelenjar yang berada di segitiga anterior servikal; 7). Level
VII, kelenjar yang berada di superior mediastinum anterior.

3
PRINSIP PEMBEDAHAN PADA MANAJEMEN KANKER

Dahulu pembedahan pada kanker digunakan untuk menegakkan diagnosis


dan penatalaksanaan pada kanker primer. Kenyataannya pembedahan merupakan
terapi penyembuhan pada kanker. Saat ini kanker dapat sembuh hanya dengan
pembedahan saja atau dengan kombinasi kemoterapi atau radioterapi. Dokter
harus dapat melakukan edukasi terhadap pasien dan keluarganya mengenai
etiologi, insiden dan pencegahan terhadap kanker. Diagnosis secara akurat
tergantung dari riwayat alamiah masing-masing tumor.
Teknik diagnosis yang dapat dilakukan antara lain : 1). Sitologi; 2). Biopsi
jarum; 3). Biopsi insisi; 4). Biopsi eksisi. Penentuan stadium yang akurat penting
dilakukan sebelum membuat rencana manjemen kanker. Penatalaksanaan bedah
pada kanker merupakan modalitas yang efektif meskipun pada beberapa pasien
terjadi mikrometastasis saat pembedahan. Penatalaksanaan pada kanker primer
memerlukan pertimbangan yang matang apakah dilakukan reseksi enblok pada
tumor primer dan area limfatik regional agar rekurensi minimal. Dokter harus
faham mengenai resiko, manfaat, morbiditas dan mortalitas dari tindakan bedah
yang dilakukan juga memperhatikan apakah bermanfaat bila pembedahan
dikombinasi dengan kemoterapi dan atau radioterapi.
Operasi debulking/operasi sitoreduktif dilakukan untuk kontrol residu
penyakit yang tidak dapat direseksi. Reseksi pada metastasis dilakukan untuk
mengurangi morbiditas. Biasanya dilakukan pada metastasis ke hati, paru dan otak
yang terbukti membaik setelah pembedahan. Penggunaan kateter permanen pada
atrium kanan merupakan jalan masuk yang nyata untuk pengaturan kemoterapi
dan nutrisi. Hal ini dapat mengurangi insiden komplikasi ke kulit akibat
ekstravasasai obat.
Keadaan emergensi yang memerlukan pembedahan dapat terjadi pada
pasien kanker. Dapat terjadi perdarahan, perforasi dan pembentukan abses.
Metastasis tumor ke susunan saraf pusat yang dapat menyebabkan kompresi saraf
mungkin memerlukan dekompresi darurat bedah saraf dan radioterapi untuk
memelihara fungsi.

4
PERTIMBANGAN ETIK PADA MANAJEMEN KANKER

Konsep dasar pertimbangan etik pada pasien kanker meliputi 1). Respect
yaitu rasa menghormati pada pasien; 2). Otonomi, yaitu bebas dari pengaruh luar
dalam mengambil keputusan untuk dirinya.; 3). Nonmalefisiensi, artinya tidak
membuat pasien menderita atau mendapat resiko atas tindakan yang dilakukan; 4).
Benefisens, artinya hal yang dilakukan merupakan yang terbaik bagi pasien; 5).
Paternalism, yaitu keputusan dari dokter merupakan hal terbaik yang harus
dituruti pasien.
Informed consent adalah kemauan dan penerimaan intervensi medis oleh
pasien setelah diberikan keterangan yang adekuat mengenai intervensi, resiko dan
manfaat juga keterangan mengenai resiko dan manfaat dari intervensi alternatif.
Lima elemen esensial pada persetujuan tindakan medis yaitu : 1). Kompetensi,
yaitu kemampuan untuk membuat keputusan yang beralasan; 2). Penyingkapan
informasi pada pasien, yaitu pemberitahuan resiko dan manfaat dari tindakan
utama maupun alternatif; 3). Komprehensif; 4). Volunter; 5). Autorisasi.

5
DISEKSI LEHER

Diseksi leher adalah pembuangan sistematik dari kelenjar getah bening


servikal. Berguna untuk eradikasi kanker pada limfonodus servikal dan membantu
menentukan terapi tambahan jika limfonodul secara klinis tidak ditemukan.
Indikasi diseksi leher dilakukan bila tidak ditemukan metastasis jauh. Klasifikasi
diseksi leher direkomendasikan oleh The American Academy of Otolaryngology-
Head and Neck Surgery yang terdiri dari : 1). Radical Neck Dissection; 2).
Modified Radical Neck Dissection; 3).Selective Neck Dissection; 4). Extended
Neck Dissection.
Radical Neck Dissection (RND) adalah diseksi leher dengan membuang
semua kelenjar limfe level I-V, m.sternokleidomastoideus, v.jugularis interna dan
n.spnalis aksesorius. Indikasi RND pada metastasis kelenjar limfe servikal
multipel terutama pada segitiga posterior leher dan terdapat keterlibatan dengan
n.spinalis aksesorius.
Modified Radical Neck Dissection (MRND) adalah modifikasi RND
dengan mempertahankan m.sternokleidomastoideus, v.jugularis interna dan
n.spnalis aksesorius. Ada 3 tipe MRND yaitu : 1). Tipe I, mempertahankan
n.spnalis aksesorius; 2). Tipe II, mempertahankan n.spnalis aksesorius dan
v.jugularis interna; 3). Tipe III, mempertahankan n.spnalis aksesorius, v.jugularis
interna dan m.sternokleidomastoideus. Indikasi MRND adalah terapi definitif
pada metastasis ke servikal. Tiga struktur dari RND kadang-kadang tidak ikut
terlibat langsung sehingga masih bisa dipertahankan.
Selective Neck Dissection (SND) dilakukan jika lesi primer dapat di
operasi dan resiko metastasis tersembunyi ke kelenjar getah bening servikal >
20%. Yang dibuang hanya kelompok limfenodul yang beresiko tinggi merupakan
metastasis tumor, struktur yang dipertahankan yaitu m.sternokleidomastoideus,
v.jugularis interna dan n.spnalis aksesorius. SND terdiri dari 4 kelompok yaitu :
1).Supraomohyoid neck dissection/SND level I-III/anterolateral neck dissection,
pengangkatan kelenjar limfe regio 1,2 dan 3. Extended supraomohyoid neck
dissection/SND level I-IV yaitu pengangkatan kelenjar limfe regio 1,2 dan 3 dan

6
4; 2). SND level II-IV/lateral neck dissection , yaitu pengangkatan kelenjar limfe
regio 2,3dan 4; 3). SND level VI/anterior neck dissection, yaitu pengangkatan
kelenjar limfe regio 6 dan 7; 4). SND level II-V/posterolateral neck dissection,
terbagi 3 yaitu radikal (mengangkat kelenjar limfe regio 2,3,4), tipe I
(mengangkat kelenjar limfe regio 2,3,4 dengan mempertahankan n.spinalis
aksesorius), tipe II (mengangkat kelenjar limfe regio 2,3,4 dengan
mempertahankan n.spinalis aksesorius dan v.jugularis interna), tipe III
(mengangkat kelenjar limfe regio 2,3,4,5 dengan mempertahankan n.spinalis
aksesorius, v.jugularis interna dan m.sternokleidomastoideus).
Extended Neck Dissection (END) adalah SND yang diperluas, dengan
membuang otot, nervus, vena dan kelenjar limfe yang tidak rutin dibuang yaitu
retrofaring, paratrakeal dan mediastinum superior serta struktur lain yang tidak
rutin dibuang yaitu kulit leher, a.karotis, levator skapula, n.vagus dan
n.hipoglosus.
Komplikasi diseksi leher pada saat operasi yaitu perdarahan dan kerusakan
saraf, komplikasi segera pasca operasi yaitu hematom, infeksi, chylous fistula dan
infark serebral sedangkan komplikasi lanjut berupa swinging scapula, trombosis
v.jugularis, kebutaan dan prolaps kelenjar submandibula.

7
RINOTOMI LATERALIS

Dalam menghadapi kasus-kasus di dalam rongga hidung dan sinus


paranasal sering ditemukan kesulitan oleh karena terbatasnya ruangan-ruangan
tersebut untuk tindakan operatif. Tindakan operatif intranasal biasa dapat
menyebabkan kerusakan struktur kavum nasi dan atau sinus paranasal terutama
mukosa sehat yang sangat penting dalam mempertahankan fungsi hidung yang
normal. Satu-satunya jalan untuk mendapat pandangan yang luas ke dalam kavum
nasi dan sinus paranasal ialah membuka piramid hidung dari luar. Tindakan ini
dikenal sebagai rinotomi. Bila sayatan rinotomi dibuat di sebelah lateral hidung
maka tindakan ini disebut rinotomi lateralis.
Rinotomi lateralis menurut Langenbeck terdiri dari sayatan transversal
yang dimulai dari sebelah medial kantus medialis salah satu mata melalui pangkal
hidung ke sebelah kantus medialis mata sebelahnya, diteruskan ke bawah lateral
dari hidung , mengelilingi ala nasi ke basis nares yang sebelahnya. Setelah itu
hidung dilipat ke arah yang berlawanan Takashi mengemukakan rinotomi lateralis
yang didasarkan insisi menurut Langenbeck. Insisi dimulai sedikit medial dari
kantus medial dilanjutkan ke bawah menyusuri samping hidung, melingkari ala
nasi ke dasar hidung dan berakhir di nares sisi lain. Kemudian dibuat insisi
melintang pada pangkal hidung (tipe I). Jaringan-jaringan yang meliputi tulang
termasuk periosteum dilepaskan.Jika kelainan mengenai mengenai salah satu atau
kedua sisi sinus frontalis, insisi dapat dilanjutkan ke atas di bawah alis pada satu
sisi atau kedua sisi (tipe II).
Insisi menurut Moure atau Diefenbach terdiri dari suatu insisi di
samping hidung yang dimulai kira-kira 1cm dari kantus medialis sampai ke ala
nasi, kemudian melingkari bagian lateralnya sampai basis kolumela. Weber
melanjutkan insisi Moure ke bawah melaui sulkus infranasalis dan memotong
bibir atas. Bila insisi Weber ini ditambah dengan insisi melengkung di bawah
kelopak mata bawah, maka disebut insisi Weber-Fergusson.
Insisi menurut Dupuytren terdiri dari suatu insisi yang berbentuk botol
air minum dengan mulut di sebelah atas. Piramid hidung kemudian dilipat ke atas.

8
Insisi Ollier yaitu insisi yang berbentuk U-terbalik. Untuk menghindari
gangguan vaskularisasi daerah ini, setelah dilakukan sayatan kulit, jaringan
subkutan dan peritoneum, maka tulang-tulang hidung dipahat dengan cara
transverse osteotomy dan lateral osteotomy, septum berserta jaringan-
jaringan lunak digunting. Kemudian hidung dilipat ke bawah tanpa merusak
bagian-bagian tulang rawan.
Insisi oleh Chaissaibnac-Bruns terdiri dari suatu insisi di garis tengah
hidung mulai dari pangkal hidung ke bawah sampai sepertiga bawah dorsum nasi,
membelok tegak lurus ke samping, melingkari ala nasi dan berakhir pada dasar
hidung. Eiselberg melukiskan suatu insisi yang dimulai pada pertengahan sutura
nasofrontalis, ke bawah sampai setinggi kantus medialis, membelok tegak lurus ke
samping, kemudian menyusur samping hidung, membelok melingkari ala nasi dan
berakhir pada dasar hidung.
Indikasi dilakukannya rinotomi lateralis yaitu : 1). Tumor-tumor dengan
ukuran besar yang mengisi salah satu kavum nasi; 2). Tumor-tumor dengan
ukuran besar yang letaknya di dalam dan di luar dinding kavum nasi atau sel-sel
etmoid yang masuk ke dalam kavum nasi dan sinus-sinus paranasal; 3). Hanya
tumor-tumor besar tapi jinak, tumor-tumor yang secara klinis ganas atau tumor-
tumor ganas setempat; 4). Bial diperlukan penelitian yang seksama agar dapat
dilakukan tindakan/pengobatan yang tepat pada penyakit atau gangguan pada
dasar tengkorak bagian depan yang berdekatan dengan dasar tengkorak dan yang
berhubungan dengan sinus-sinus paranasal; 5). Untuk melakukan observasi dan
tindakan yang tepat pada kelainan-kelainan dalam sinus sfenoidalis; 6). Kelainan
sinus-sinus paranasal unilateral yang ada hubungannnya dengan orbita; 7). Tumor-
tumor yang tumbuh dari dinding lateral kavum nasi ke dalam sinus maksilaris
pada sisi yang sama.
Kontraindikasi tindakan rinotomi lateralis yaitu : 1). Bila tumor tumbuh
ke dalam tulang dan tulang rawan hidung; 2). Bila tumor telah melewati batas-
batas sinus paranasal dan menembus ke dalam jaringan sekitarnya; 3). Tumor-
tumor yang tidak berbatas tegas.

9
MAKSILEKTOMI

Maksilektomi adalah suatu tindakan pemotongan tulang maksila untuk


mengeluarkan jaringan patologis yang berasal dari rongga hidung, bagian medial
maksila, etmoid, regio ptergomaksila dan nasofaring. Keganasan sinonasal dapat
ekspansi ke atas, hasil tomografi komputer dapat menunjukkan lokasi tumor yang
berbatasan dengan lamina kribiformis. Bila ada ekspansi tersebut maka selain
maksilektomi diperlukan tindakan berupa reseksi kraniofasial anterior yaitu
pembedahan untuk mengeluarkan secara lengkap (complete resection) tumor sinus
beserta dura dan lamina kribiformis di daerah tersebut. Keputusan pembedahan
didasarkan atas hasil pemeriksaan klinis dan studi radiologis. Bila tumor secara
radiologis telah menginvasi dan menembus lamina kribiformis, duramater dan
kemudian meluas ke jaringan otak maka kasus tersebut bersifat unresctable dan
merupakan kontraindikasi pembedahan.
Sibeleau pada tahun 1906 membuat 2 garis horizontal, garis yang pertama
melewati dasar antrum dan yang kedua melewati dasar orbita. Kedua garis ini
akan membagi kepala dalam 3 bagian (Sibeleau three plane) yaitu : I).
Infrastruktur; II). Mesostruktur; III). Suprastruktur. Sedangkan Ohngren pada
tahun 1933 membagi antrum menjadi 2 bagian yaitu bagian posterosuperior
(suprastruktur) dan bagian anteroinferior (infrastruktur). Garis pemisah kedua
bagian tersebut disebut sebagai Onghren line yaitu garis frontal melewati kantus
medialis mata dan angulus mandibula. Tumor suprastruktur apalagi dengan
perluasan ke fossa pterigoid atau basis tengkorak memerlukan tindakan operasi
yang sangat agresif. Sedangkan tumor yang terletak infrastruktur lebih mudah
dilakukan reseksi dan mempunyai prognosis yang lebih baik.
Berdasarkan banyaknya jaringan yang dikeluarkan saat operasi,
maksilektomi dibedakan menjadi maksilektomi medial, maksilektomi parsial
(infrastruktur/inferior dan suprastruktur/superior), maksilektomi total,
maksilektomi radikal dengan eksentrasi orbita dan maksilektomi luas dengan
reseksi basis kranii (reseksi kraniofasial anterior). Macam pendekatan insisi untuk

10
maksilektomi dapat melalui rinotomi lateralis, midfasial/hemifasial degloving dan
bikorona.
Maksilektomi medial dengan pendekatan rinotomi lateral diindikasikan
untuk tumor yang terletak di bagian medial sinus maksila, dinding lateral kavum
nasi, sinus etmoid dan sakus lakrimal. Maksilektomi medial dengan pendekatan
midfasial/hemifasial degloving diindikasikan untuk tumor di bagian inferior
kavum nasi atau septum (traktus sinonasal), penderita dengan bakat sikatrik atau
keloid. Kelemahan teknik ini yaitu pada pemaparan yang terbatas terhadap etmoid
anterior dan resesus frontoetmoid.
Maksilektomi parsial dilakukan pada keadaan dimana terdapat tumor-
tumor kecil yang terbatas pada prosesus alveolaris gigi dan palatum durum, tumor
ganas sinus maksila dengan perluasan yang terbatas di maksila. Berdasarkan
lokasi tumor dan bagian maksila yang direseksi, dibedakan menjadi 2 macam
maksilektomi infrastruktur dan suprastruktur. Maksilektomi parsial infrastruktur
diindikasikan untuk tumor ganas yang terletak di bagian bawah maksila yaitu
tumor di dasar antrum, tumor sinus yang ekstensi ke bagian bawah sinus/palatum
durum, tidak meluas ke etmoid atau orbita dan tidak mengadakan infiltrasi ke
tulang atau mukosa dinding superior sinus maksila. Tumor ganas sinus maksila
yang terletak anteroalveolar atau tumor yang belum mengenai atap sinus maksila
dilakukan maksilektomi infrastruktur dengan mempertahankan dasar orbita.
Maksilektomi parsial suprastruktur dilakukan untuk tumor ganas sinus
maksila yang letaknya posterosuperior dimana dasar sinus masih intak. Dilakukan
pengangkatan bagian atas maksila dengan mempertahankan palatum durum
(bagian bawah maksila) dan orbita. Apabila tumor sudah meluas ke jaringan lunak
orbita (orbita involvement) dilakukan tindakan tambahan eksentrasi orbita.
Tahapan operasi yang dilakukan hampir sama dengan maksilektomi inferior dan
maksilektomi total, tetapi disini tidak dilakukan pemotongan tulang untuk
mengeluarkan bagian bawah maksila. Dengan demikian palatum durum tetap utuh
(intak).

11
Maksilektomi total diindikasikan untuk tumor yang telah memenuhi
seluruh antrum sinus, menginfiltrasi dan merusak palatum durum dan dasar orbita
tetapi belum menginvasi perios atau jaringan lunak rongga orbita.
Maksilektomi luas dengan reseksi basis kranii merupakan operasi
pengangkatan lamina kribriformis, dinding medial orbita etmoid, septum nasi
superior dan dinding posterior sinus frontalis transkranial (oleh dokter spesialis
bedah saraf) dilanjutkan maksilektomi (oleh dokter spesialis THT-KL). Indikasi
operasi yaitu tumor etmoid atau sinus maksila yang telah mengalami infiltrasi ke
dalam lamina kribriformis, meluas ke intrakranial serta mendesak duramater.
Perluasan tumor massif ke parenkim otak merupakan kontraindikasi karena
dianggap tidak dapat direseksi.

12
REKONSTRUKSI BEDAH KEPALA DAN LEHER

Konsep tradisional berjenjang dari rekonstruksi dimulai dengan analisis


defek awal sampai defek khusus untuk hierarki teknik yang tepat dari simpel ke
kompleks mulai dari rekontruksi jahitan primer, skin graft, flap lokal, flap
regional, flap jauh dan transfer neurovaskuler jaringan bebas. Dokter sudah harus
mempertimbangkan bagaimana melakukan rekonstruksi dan kemungkinan
kegagalan flap serta rekurensi penyakit. Pertimbangan defek meliputi volume,
komposisi (jaringan lunak, tulang), lokasi (pendekatan dengan struktur vital,
kebutuhan eksternal/internal) dan keadaan umum pasien. Pertimbangan fungsional
termasuk sensibilitas, stok tulang untuk jaringan skeletal dan integrasi tulang,
sekresi mukosa permukaan, kelenturan dan kemapuan bertahan.
Suplai darah pada flap dan pengetahuan tentang sirkulasi kulit merupakan
faktor penentu utama keberhasilan flap. Ada 3 tipe flap berdasarkan suplai darah
yaitu local /random pattern flaps, axial-pattern flaps dan myocutaneous flaps.
Random-pattern flaps berupa diseksi sampai level lapisan lemak subkutan. Dasar
flap mendapat suplai darah dari perforasi pembuluh darah muskulokutaneus pada
lapisan subdermis dan muskular. Perfusi bagian bebas dari flap mendapat
perdarahan dari hubungan antara pleksus papilar dermis superfisial dan pleksus
subdermal profunda. Advancement dan rotation flaps termasuk kategori ini. Rasio
panjang dan lebar berkisar 1:1, untuk daerah wajah 2:1.
Axial-pattern flaps mendapat suplai darah langsung dari arteri kutaneus
dan vena sepanjang aksis longitudinal dari flap. Contoh local flap yaitu flap
nasolabial, sedangkan regional flap dengan suplai darah aksial yaitu pada
deltopektoral, lateral dahi dan medial dahi. Myocutaneous flaps dibentuk
mengelilingi secara segmental arteri dan vena disepanjang flap dengan perforasi
pembuluh darah di atas otot dan kulit.
Local skin flaps diklasifikasikan berdasarkan metode pergerakan menjadi
3 yaitu : 1). Pivotal flaps yang terdiri dari rotasi, transposisi dan interpolasi; 2).
Advancement flaps yang terdiri dari single pedikel, bipedikel dan Y-V; 3). Hinged
flaps.

13
Flap rotasi adalah pivotal flaps berbentuk kurve linier. Rotasi disekitar
titik sumbu dekat dengan defek. Sesuai untuk defek yang berbentuk triangular.
Ideal untuk defek menegah sampai besar pada dagu, leher dan skalp tapi tidak
bermanfaat untuk rekonstruksi nasal. Macam-macam flap rotasi yaitu : 1). True
rotation flaps (Z-plasty); 2). Transposition flaps; 3). Rhomboid flaps; 4).
Dufourmental flaps; 5). Bilobed flaps (double rotation flaps).
Flaps transposisi adalah pivotal flaps dibentuk sehingga batas flap dengan
jarak tertentu untuk direpair. Termasuk 1). S flaps; 2). Rhombic flaps; 3). Bilobe
flaps; 4). Melolabial flaps; 5). Midforehead flaps dan 6). Z-plasty. Advancement
flaps meliputi : 1). Simple linier closure; 2). Cheek advancement flaps dan 3). V to
Y island advancement flaps.
Regional flaps dilakukan bila repair yang dilalukan terlalu luas untuk lokal
dan random flap. Terdiri dari : 1). Deltopectoral flaps; 2). Pectoralis major
cutaneous flaps; 3). Trapezius myocutaneous flaps; 4). Sternocleidomastoid
myocutaneous flaps.
Microvascular free flaps terdiri dari : 1). Fascial-fasciocutaneous flap
yaitu radial forearm flap, lateral arm flap, lateral thigh flap, anterolateral thigh
flap, temporoparietal fascial flap; 2). Muscle-musculocutaneous flaps yaitu rectus
abdominis flap, latissimus dorsi flap, gracilis flap; 3). Composite free flaps yaitu
fibular osteocutaneous flap, osteocutaneous dan osteomusculocutaneous iliac
crest flaps, fasciocutaneous dan osteofasciocutaneous scapular dan parascapular
flaps; 4) Visceral flaps yaitu jejunum, omentum dan gastroomentum.

14

Anda mungkin juga menyukai