Anda di halaman 1dari 26

PENATALAKSANAAN KARSINOMA LARING

Tri apriyani, Denny Satria Utama

Bagian IKTHT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya / Departemen


IKTHT-KL RSUP Dr. Mohammad HoesinPalembang

Abstrak
Karsinoma laring adalah keganasan pada regio kepala dan leher yang menduduki
peringkat ketiga setelah karsinoma nasofaring dan keganasan hidung serta sinus
paranasaal. Jenis karsinoma ini tertinggi pada dekade ke-6 dan ke-7 kehidupan,
perbandingan laki-laki dan perempuan 5 : 1. Penyebab pasti tidak diketahui tetapi
lebih dari 90% karsinoma laring adalah perokok. Lokasi karsinoma laring
meliputi supraglotik, glotik dan subglotik. Suara serak adalah gejala yang sering
timbul. Diagnosis pasti karsinoma ini dengan pemeriksaan histopatologi dari
biopsi dan jenis karsinoma sel skuamosa merupakan jenis yang terbanyak.
Penatalaksanaannya yaitu operatif, radioterapi dan kemoterapi maupun kombinasi
dari ketiganya.

Kata kunci : Karsinoma laring, diagnosis dan penatalaksanaan

Abstract
Laryngeal carcinoma is a common malignancy in head and neck region, it is the
third most common after carcinoma nasofaring and nasal and paranasal sinuses
carcinoma. The incidens of this malignancy is highest at the 6 th and 7th decade of
life, within man and women ratio 5 : 1. The causes of this desease is still
undefined but morethan 90% people with laryngeal carcinoma are smokers.
Laryngeal carcinoma can be located in supraglotic, glotic, and subglotic. Most
common symptom found in people with laryngeal carcinoma is hoarseness. The
diagnosis is define histopathologically from laryngeal biopsy and the squamous
cell carcinoma is the most common type. Management of this desease includes
operation, radiotherapy, or combination approaches.

Key word : Laryngeal carcinoma, diagnosis and management

BAB I
PENDAHULUAN
2

Karsinoma laring adalah keganasan yang terjadi pada kepala dan leher di
daerah laring yang menduduki peringkat ketiga setelah karsinoma nasofaring dan
keganasan hidung serta sinus paranasal. Perkembangan kejadian karsinoma sel
skuamosa laring berasal dari perubahan epitel sel skuamus yang potensial
berkembang kearah keganasan. Sebagian besar terjadi pada lanjut usia dengan
puncak insidensi pada dekade keenam dan ketujuh. Jika diagnosis dini terlambat
ditegakkan ataupun penderita tidak mendapat terapi yang tepat maka dapat
mengancam nyawa karena dapat terjadi sumbatan jalan nafas. Biasanya pasien
datang pada stadium lanjut sehingga pengobatan yang diberika kurang
memuaskan. Prognosis dipengaruhi faktor umur, jenis kelamin, ukuran tumor,
keterlibatan kelenjar limfe, dan banyak pula yang menghubungkannya dengan
faktor molekuler diantaranya gen supresor tumor P 53, Epidermal Growth Factor
Receptor (EGFR), Proliferating Cell Nuclear Antigen (PCNA).1-5
Karsinoma laring dapat dijumpai di berbagai belahan dunia dengan insiden
yang bervariasi. Di Amerika karsinoma laring menempati tempat pertama dalam
urutan keganasan di regio kepala dan leher. Menurut laporan The American
Cancer Society tahun 2006 di Amerika tercatat 12.000 kasus baru dan 4740 kasus
meninggal karena karsinoma laring. Tahun 2007 juga dilaporkan sekitar 11.300
kasus yang didiagnosis sebagai karsinoma laring dan 3660 kematian akibat
karsinoma laring di Amerika, sedangkan di Inggris sekitar 3 per 100.000, di
skotlandia sekitar 8,2 per 100.000 orang lelaki pertahun, di Jerman sekitar 4000
kasus baru karsinoma laring dan menyebabkan kematian lebih dari 1500 kasus
kematian. Di bagian THT FKUI RSCM selama periode 1982 sampai 1987
dilaporkan proporsi karsinoma laring sebesar 13,8 persen dari 1030 yakni sekitar
40 kasus, sedangkan di Bandung 20 kasus, Denpasar 6 kasus, Malang 12 kasus
dan Surabaya 25 kasus. Untuk jenis kelamin, perbandingan penderita laki-laki dan
perempuan berkisar antara 5:1 di mana terbanyak pada usia 60-70 tahun. Di
bagian THT-KL RSMH Palembang dilaporkan periode Agustus 2010 sampai
Agustus 2012 dilaporkan 16 kasus karsinoma laring, 10 kasus laki-laki (usia
antara 50-92 tahun) dan 6 orang perempuan (usia mulai 27 tahun sampai 79
tahun), dimana 9 kasus karsinoma laring supraglotik, 4 kasus karsinoma laring
3

glotik dan 3 kasus karsinoma subglotik. Hasil histopatologi terdapat 8 kasus jenis
karsinoma sel skuamosa dan 5 jenis karsinoma tidak berdifferensiasi.6-10
Merokok merupakan faktor resiko utama dan lebih dari 98% pasien
dengan karsinoma laring adalah perokok. Merokok dan konsumsi alkohol yang
tinggi merupakan suatu kombinasi yang meningkatkan resiko terjadinya
karsinoma laring. Faktor-faktor etiologi lainnya termasuk terpaparnya debu
pekerjaan dan campuran gas ataupun polusi di tempat kerja serta di lingkungan.
Pekerjaan dengan paparan asbestosis, debu kayu, debu semen, dan tar terlihat
memiliki peningkatan faktor resiko. Inflamasi pada daerah laring baik akut
ataupun kronik yang disebabkan oleh refluk dapat menjadi suatu kofaktor
karsinogenik dan infeksi dengan human papilloma virus (HPV) dapat terlibat
dalam beberapa kasus.8-10
Dilaporkan lebih dari 90% karsinoma laring adalah karsinoma sel
skuamosa. Untuk regio laring dibagi ke dalam 3 regio yaitu supraglotik, glotik dan
subglotik. Regio supraglotik terdiri dari permukaan laring, epiglotik, plika
ariepiglotika, aritenoid, plika ventrikularis dan ventrikel. Karsinoma pada daerah
supraglotik jumlahnya sekitar 40% dari semua karsinoma laring. Untuk regio
glotik terdiri dari plika vokalis dan komisura anterior dan posterior. Tumor-tumor
pada regio ini jumlahnya sekitar 59% dari seluruh karsinoma laring. Regio
subglotik meluas dari batas bawah krikoid sampai dibawah permukaan plika
vokalis dan paling sedikit jumlahnya (1%) untuk karsinoma laring yang timbul.
Secara umum penatalaksanaan karsinoma laring adalah dengan pembedahan,
radiasi, kemoterapi atupun kombinasi dari ketiganya, tergantung stadium penyakit
dan keadaan umum penderita. 5,8,11

BAB II
KARSINOMA LARING

2.1. Anatomi
4

Laring merupakan bagian terbawah saluran nafas atas dan memiliki


bentuk yang menyerupai limas segitiga yang terpancung. Batas atas laring
berupa aditus laring dan batas bawah berupa batas kaudal kartilago krikoid.
Batas depannya adalah permukaan belakang epiglotik, tuberkulum epiglotik,
ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago krikoid.
Laring laki-laki dewasa terletak setinggi vertebra servikalis 3-6. Pada anak
dan wanita sedikit lebih tinggi. Laring dibagi atas tiga bagian yaitu
supraglotik, glotik, dan subglotik. Supraglotik meluas dari puncak epiglotik
sampai ke ventrikel laring. Glotik melibatkan pita suara sampai 5-7 mm di
bawah ligamentum vokal, sedangkan subglotik dari bagian inferior glotik ke
pinggir inferior kartilago krikoid. Laring dibentuk oleh sebuah tulang di
bagian atas dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan dan diikat
satu sama lain oleh otot-otot intrinsik dan ekstrinsik.12-18
Tulang dan tulang rawan laring terdiri dari tulang hioid, tulang rawan
tiroid, tulang rawan krikoid, tulang rawan epiglotis, tulang rawan aritenoid
dan tulang rawan kornikulata dan kuneiformis. Otot-otot laring terdiri dari
otot ekstrinsik terdiri dari suprahioid (m. digastrikus, m. geniohioid, m.
milohioid) yang berfungsi menarik laring ke bawah. Otot instrinsik terdiri
dari bagian lateral (m. tiroepiglotika, m. vokalis, m. tiroaritenoid, m.
ariepiglotika, m.krikotiroid). Sedangkan bagian posterior (m. aritenoid
transversum, m. aritenoid oblique, m. krikoaritenoid posterior. Pita suara
terletak di dalam rongga laring, meluas dari dasar ventrikel morgagni ke
bawah sampai setinggi kartilago krikoid dengan jarak 0,8 cm sampai 2 cm.
Massa pita suara berada diatas batas inferior kartilago tiroid. Secara histologi
tepi bebas pita suara diliputi oleh epitel berlapis yang tebalnya 8-10 sel dan
cenderung menipis pada prosesus vokalis. Pita suara terdiri dari beberapa
lapis yaitu lapisan mukosa (lapisan paling luar) terdiri dari epitel thorak
berlapis semu menutupi permukaan superior dan inferior pita suara. Lapisan
kedua yaitu lapisan subepitel (lamina propria) yang terdiri dari 3 lapis yaitu
lapisan superfisialis yang tipis dan mengandung sedikit jaringan elastik dan
kolagen disebut juga Reikes space. Lapisan intermediate terutama
5

mengandung jaringan elastik dan membentuk sebagian dari ligamentum


vocal. Lapisan dalam mengandung jaringan kolagen dan membentuk sisa dari
ligamentum vocal.19-21
Perdarahan laring berasal dari a. laringis superior dan a. laringis
inferior. Kedua arteri ini mendarahi mukosa dan otot-otot laring. Vena-vena
pada laring berjalan sejajar dengan arteri. Persyarafan laring oleh cabang-
cabang nervus vagus, yaitu n. laringis superior dan n. laringis inferior.
Pembuluh limfe pada laring umumnya banyak kecuali pada plika vokalis.
Cairan limfe dari daerah supraglotik dialirkan melalui pembuluh limfe yang
menembus daerah preepiglotik dan membran tirohioid. Daerah subglotik
hanya terdapat sedikit pembuluh limfe yang dialirkan ke bawah kelenjar
limfe leher dalam. Laring walaupun dianggap sebagai organ penghasil suara,
namun laring mempunyai 3 fungsi utama yaitu proteksi jalan nafas, respirasi,
dan fonasi. Fungsi lain dari laring adalah fungsi sirkulasi, fungsi menelan,
dan fungsi emosi.19-21

Gb 1. Potongan melintang laring12

2.2. ETIOPATOGENESIS
Penyebab karsinoma laring sampai saat ini belum diketahui
secara pasti, namun terdapat berbagai macam faktor risiko yang terkait
dengan perkembangan karsinoma laring. Merokok adalah faktor risiko yang
memiliki kaitan paling kuat dengan keganasan laring maupun keganasan di
saluran aerodigestif lain seperti esofagus dan paru. Studi yang dilakukan
6

Maier dan De Stefani secara terpisah ditemukan 96,5 persen dan 97,2
persen pasien dengan keganasan laring adalah perokok atau mantan
perokok. Penelitian Wynder menyebutkan, terdapat peningkatan risiko
sebesar 30 kali pada pria yang merokok sedikitnya satu setengah bungkus
sehari selama lebih dari sepuluh tahun sedangkan penelitian yang dilakukan
di RSCM pada tahun 1988 didapatkan 89 persen penderita karsinoma laring
adalah perokok berat.1,19,21
Alkohol juga merupakan faktor risiko dari keganasan laring.
Menurut American Cancer Society tahun 2000, risiko relatif peminum
alkohol meningkat lima kali dibandingkan dengan yang tidak minum
alkohol sedangkan perokok jika digabung dengan peminum alkohol
mempunyai risiko 100 kali dibandingkan dengan yang tidak merokok dan
tidak peminum. Hubungan antara pekerjaan dengan perkembangan
keganasan laring jarang ditemukan dan tidak terdokumentasi dengan baik.
Tetapi dilaporkan pajanan yang lama dengan debu kayu, asbes, produk tar
dan beberapa debu industri kimia juga merupakan faktor risiko terjadinya
keganasan laring. Di samping faktor-faktor di atas, diet dan defisiensi
vitamin A dan C ditengarai juga menjadi faktor risiko.. Selain itu,
gastroesophageal refluk disease (GERD) dan human papilloma virus (HPV)
juga dilaporkan sebagai salah satu faktor risiko.1,8,19,20
Tahapan perkembangan karsinoma sel skuamosa laring melalui
perubahan displasia epitel karena dianggap sebagai lesi prekanker.
Perkembangan kejadian karsinoma sel skuamosa laring oleh karena
perubahan epitel skuamosa yang berpotensial displasia. Berbagai penelitian
telah menemukan peningkatan kadar Epidermal Growth Factor Reseptor
(EGFR) sebesar tiga kali lipat pada penderita karsinoma laring. Terdapat
juga hubungan antara peningkatan ekspresi protein P53 mutan dengan
transformasi keganasan. Mekanisme karsinogenesis bersifat multi faktor
dimana kejadiannya juga memerlukan waktu yang lama. HPV juga diduga
akan menyebabkan terjadinya disregulasi siklus sel dan meningkatkan
proliferasi sel epitel dengan cara regenerasi dan atau degradasi produk dari
gen supresor tumor sehingga mencegah gen supresor tumor (P53)
7

melaksanakan fungsinya sebagai regulator pertumbuhan sel yang


mengakibatkan terjadinya akumulasi berbagai mutasi (multi gene defect)
maka sel abnormal tersebut akan berkembang secara progresif menjadi
keganasan. Walaupun masih kontroversi laring juga dianggap sebagai organ
seksual sekunder dimana dalam perkembangannya dipengaruhi hormon
seksual tidak hanya pada masa remaja namun juga pada saat dewasa
sehingga hormon seks ini juga mempengaruhi membran epitel laring,
metaplasia kartilago dan perubahan struktur laring. Faktor endokrin juga
terlibat dalam proses keganasan melalui receptor hormon seksual estrogen,
androgen, dan progesterone, sehingga dalam beberapa penelitian hormon
seksual ini meningkat juga pada keganasan laring.12,14-16,18
2.3. KLASIFIKASI
Berdasarkan The American Joint Committee on Cancer (AJCC)
membagi klasifikasi dan stadium karsinoma laring terbagi atas : 1)
Supraglotik, 2) Glotik, dan 3) Subglotik. Yang termasuk supraglotik adalah
permukaan posterior epiglotik yang terletak disekitar os hioid, plika
ariepiglotika, epiglotik yang terletak dibawah os hioid, pita suara palsu dan
ventrikel. Sedangkan yang termasuk glotik adalah pita suara asli, komisura
anterior dan komisura posterior. Bagian subglotik meluas dari batas bawah
krikoid sampai dibawah permukaan pita suara asli. Stadium karsinoma laring
berdasarkan AJCC (The American Joint Committee on Cancer) sebagai
berikut:

1. Tumor primer (T)


Supraglotik :
Tis : Tumor insitu
T0 : Tidak jelas adanya tumor primer
T1 : Tumor terbatas di supraglotik dengan pergerakan normal
T1a: Tumor terbatas pada permukaan laring epiglottik, plika
ariepiglotika, ventrikel atau pita suara palsu unilateral.
T1b: Tumor telah mengenai epiglotik dan meluas ke rongga ventrikel
atau pita suara palsu.
8

T2 : Tumor telah meluas ke glotik tanpa fiksasi.


T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dan atau adanya
infiltrasi ke dalam.
T4 : Tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring.
Glotik :
Tis : Tumor insitu
T0 : Tidak jelas adanya tumor primer.
T1: Tumor terbatas pada pita suara termasuk komisura anterior dan
posterior dengan pergerakan masih normal.
T1a : Tumor terbatas pada pita suara asli.
T1b : Tumor mengenai kedua pita suara.
T2 : Tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supraglotik
maupun subglotik dengan pergerakan pita suara normal atau
terganggu.
T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau kedua pita
suara.
T4 : Tumor dengan perluasan ke luar laring.
Subglotik :
Tis : Tumor insitu.
T0 : Tidak jelas adanya tumor primer.
T1 : Tumor terbatas pada subglotik.
T1a: Tumor terbatas pada satu sisi.
T1b: Tumor telah mengenai kedua sisi
T2 : Tumor terbatas dilaring dengan perluasan pada satu atau kedua pita
suara asli dengan pergerakan normal atau terganggu.
T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita
suara.
T4 : Tumor dengan kerusakan tulang rawan dan atau meluas keluar
laring.
2. Pembesaran Kelenjar Getah Bening leher (N)
Nx : Kelenjar tidak dapat dinilai
9

N0 : Secara klinis tidak ada kelenjar.


N1 : Klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter 3 cm.
N2 : Klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 - <6cm
atau klinis terdapat kelenjar homolateral multiple dengan
diameter 6cm.
N2a: Klinis terdapat satu kelenjar homolateral denagn diameter >3cm
- 6 cm.
N2b : Klinis terdapat kelenjar homolateral multiple dengan diameter
6cm.
N3 : Kelenjar homolateral yang massif, kelenjar bilateral atau
N3a : Klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >6 cm.
N3b : Klinis terdapat kelenjar bilateral
N3c : Klinis hanya terdapat kelenjar kontralateral.

3. Metasatse jauh (M)


M0 : Tidak ada metastase jauh.
M1 : Terdapat metastase jauh.

Stadium :
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0 atau T1, T2, T3, N1 M0
Stadium IV : T4 N0 M0 atau setiap T N2 M0 atau setiap T, setiap N, M1
Kontralateral19-21

2.4. DIAGNOSIS
Diagnosis karsinoma laring ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Suara serak adalah gejala dini
yang utama pada keganasan laring, terutama bila tumor berasal dari pita suara
atau glotis. Ini disebabkan adanya gangguan fungsi fonasi laring akibat
ketidakteraturan pita suara, gangguan pergerakan atau getaran pita suara dan
10

penyempitan celah pita suara. Seseorang dengan suara serak yang menetap
selama dua minggu atau lebih, apalagi mempunyai faktor risiko yang sesuai,
harus diwaspadai adanya keganasan laring (glotik). Sementara untuk tumor
supraglotik dan subglotik, suara serak bukan merupakan keluhan pertama
namun biasanya akan timbul jika tumor sudah menyebar ke pita suara. Sesak
napas atau dispnea dan napas berbunyi (stridor), adalah gejala akibat
gangguan jalan napas oleh massa tumor serta sudah terjadinya fiksasi gerak
pita suara. Adanya gejala-gejala tersebut menjadi tanda tumor sudah masuk
ke stadium yang lebih lanjut. Nyeri menelan, batuk dan hemoptisis serta
disfagia dapat timbul tergantung dari perluasan tumor. Adanya pembesaran
kelenjar getah bening leher dipertimbangkan sebagai penyebaran tumor dan
ini menunjukkan tumor sudah stadium lanjut. 17,19,20
Pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk pasien-pasien yang
dicurigai sebagai karsinoma laring. Pemeriksaan laring secara langsung
dengan menggunakan nasoendoskopi fleksibel, pemeriksaan panendoskopi
juga perlu untuk dilakukan yang terdiri dari laringoskopi, esofagoskopi dan
bronkoskopi. Laringoskopi dapat juga mengidentifikasi lesi jinak laring
seperti polip atau Reinkes edema yang mungkin menyebabkan gejala-gejala
pada pasien. Bagian yang penting lainnya pemeriksaan termasuk palpasi
seluruh bagian leher untuk mengidentifikasi beberapa limpadenopati
servikal. Laringoskop direk dan pemeriksaan biopsi dilakukan dibawah
anastesi umum. Suatu laringoskop kaku digunakan untuk visualisasi secara
rinci dari laring dan hipofaring dan memberi beberapa informasi penting
untuk stadium dari penyakit. Selama melakukan prosedur ini juga dilakukan
biopsi untuk pemeriksaan histopatologi yang biasanya memberikan suatu
diagnosis defenitif.13,19-21
Pemeriksaan radiologi yang dianjurkan adalah tomografi
komputer dari dasar kepala sampai diafragma juga Magnetic Resonance
Imaging (MRI) yang memiliki sensitivitas 60-80% dan spesificitas 70-90%.
Possitron Emission Tomography (PET) scan dapat menunjukkan sensitivitas,
specificitas dan akurasi yang lebih baik daripada tomografi komputer maupun
11

magnetic resonance imaging. PET scan juga dapat mendeteksi kelenjar limfe
yang tersembunyi. Penyebaran karsinoma laring pertama kali ke kelenjar
limfe regional dan penyebaran selanjutnya ke paru-paru. Stadium suatu lesi
keganasan laring adalah penting sekali untuk merencanakan penatalaksanaan
lebih lanjut dan untuk menentukan prognosis.1,20,21

2.5. DIAGNOSA BANDING


Diagnosis banding suara serak ada beberapa penyebab antara lain:
penyebab lokal, neurologis, gangguan muskular. Penyebab lokal seperti
laringitis akut berkaitan dengan infeksi saluran nafas atas. Polip pita suara,
kista maupun nodul, granuloma pita suara, papiloma pita suara, muscle
tension disphonia yang berkaitan dengan vocal abuse dan gastroesofageal
reflux dimana keluhan suara serak bervariasi dan hilang timbul. Penyebab
neurologis antara lain paralisis pita suara oleh karena paralisis n.laringeal
rekuren. Selain itu penyakit motorneuron, multiple sklerosis, dan myasthenia
gravis. Masalah muskular seperti muskular distropi. Sedangkan kelompok
Miscellaneous yaitu pengaruh obat-obatan seperti steroid inhalen dapat
menyebabkan miopati dari otot aduktor plika vokalis yang mendasari
disfonia. Efek ini biasanya reversibel pada saat dilakukan penghentian terapi
steroid inhalasi. Selain itu, hipotiroid juga dapat menyebabkan disfonia.1,20,21
Diagnosis banding keganasan di laring antara lain yaitu Karsinoma
sel skuamosa meliputi 95 98% dari semua tumor ganas laring, dengan
derajat diffrensiasi yang berbeda-beda. Jenis lain yang jarang kita jumpai
adalah karsinoma anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarkoma.
Karsinoma Verukosa adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya
jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 2% dari seluruh tumor ganas
laring, perbandingan pria dan wanita 3:1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat
membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak
terjadi metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi,
radioterapi tidak efektif pada jenis tumor ini dan merupakan kontraindikasi.
Prognosisnya sangat baik. Adenokarsinoma adalah jenis tumor ganas laring
12

dengan angka insiden 1%. Jenis tumor ini berasal dari kelenjar mukus
supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glotis. Sering bermetastasis
ke paru-paru dan hepar. Angka harapan hidup dua tahunnya sangat rendah.
Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe
regional dan radiasi paska operasi. Kondrosarkoma adalah tumor ganas yang
berasal dari tulang rawan krikoid 70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Jenis
tumor ini sering pada laki-laki 40 60 tahun. Terapi yang dianjurkan adalah
laringektomi total.19-21

2.6. PENATALAKSANAAN
Stadium penyakit pada waktu pertama kali didiagnosis akan
mempengaruhi metode pengobatan, morbiditas dan harapan hidup penderita.
Secara umum terdapat tiga jenis penatalaksanaan keganasan laring yaitu
operasi, radiasi dan kemoterapi atau kombinasi dua atau tiga modalitas
tersebut. Pengobatan yang dipilih tergantung pada stadium perluasan invasi
tumor menurut klasifikasi TNM. Pasien dengan stadium awal diterapi dengan
suatu modalitas tunggal dimana kombinasi modalitas digunakan untuk
penyakit yang sudah lanjut. Untuk massa supraglotis diterapi dengan operasi
atau radioterapi karena mudahnya resiko metastasis dari tumor ini.1-5

Reseksi laser endoskopi dapat digunakan dalam penatalaksanaan


karsinoma laring yang masih kecil (stadium T1 dan T2). Tindakan operasi yang
dilakukan dapat berupa pengangkatan seluruh organ laring (laringektomi total)
atau pengangkatan sebagian dari organ laring (laringektomi parsial). Pada
laringektomi parsial dapat berupa hemilaringektomi atau supraglotik laringektomi,
tergantung dari lokasi dan penyebaran tumor. Laringektomi total sebagai terapi
pada pasien keganasan laring akan menyebabkan kecacatan. Pengangkatan
seluruh organ laring beserta pita suara yang ada di dalamnya menyebabkan pasien
tidak dapat bersuara atau afoni dan selanjutnya bernapas melalui lubang di leher
berupa stoma permanen. Laringektomi total melibatkan pembuangan laring dari
dan termasuk tulang hioid bagian bawah sampai cincin trakea bagian atas. Ini
13

memiliki efek pada sebagian sistem respirasi dan traktus gastrointestinal. Suatu
hemitiroidektomi biasanya dilakukan pada waktu bersamaan tergantung pada sisi
tumor primer. Suatu diseksi leher selektif dapat juga dilakukan jika ada beberapa
metastase ke kelenjar limfe servikal.1,2,20
Pada kanker supraglotik stadium dini dimana tidak melibatkan kelenjar
limfe leher diterapi dengan elektif radioterapi atau dengan laringektomi
supraglotis horizontal terbuka yang biasanya dikombinasi selektif diseksi leher.
Sejak tahun 1900an, terapi kanker supraglotik menggunakan bedah laser transoral
telah berkembang pesat. Kanker glotik stadium dini diterapi dengan radioterapi,
eksisi transoral, atau laringektomi parsial terbuka, terapi dengan fotodinamic serta
kemoterapi merupakan perkembangan baru. Pada kanker subglotik radioterapi
sangat sesuai untuk kanker stadium dini namun kebanyakan pasien datang dalam
kondisi yang terlambat dengan gejala stridor yang kemudian di terapi dengan
laringektomi total dilanjutkan dengan radioterapi. Radioterapi yang dikombinasi
dengan operasi biasanya dimulai 6 minggu setelah operasi. Seluruh terapi
biasanya berakhir 5-6 minggu dengan pemberian harian. Radioterapi digunakan
untuk mengobati tumor ganas glotik dan supraglotik stadium T1 dan T2 dengan
hasil yang baik (angka kesembuhan hampir 90%). Keuntungan dengan cara ini
adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan.1,5,20,21
Kemoterapi diberikan biasanya pada tumor stadium lanjut. Kemoterapi
yang digunakan bervariasi sesuai keadaan dapat sebagai terapi neoajuvan,
concurrent, ajuvan, ataupun paliatif, maupun kombinasi dari pendekatan ini.
Cisplatin dan 5-fluorourasil adalah dua preparat yang sering digunakan dan lebih
efektif untuk karsinoma laring. Selain itu paclitaxel dan docetaxel juga
menunjukkan aktivitas yang efektif dengan efek samping yang tidak terjadi seperti
pada cisplatin seperti neurotoksik, ototoksik dan renal toksik. Kemoterapi juga
sering digunakan sebagai terapi paliatif pada karsinoma stadium lanjut, namun
tidak diberikan sebagai terapi lini pertama untuk karsinoma stadium awal (T1 dan
T2). Secara umum rehabilitasi pascaoperasi bertujuan agar pasien dapat
bersosialisasi dan berkomunikasi kembali dan bisa hidup mandiri. Unsur
terpenting dalam rehabilitasi adalah rehabilitasi suara, di samping rehabilitasi
secara psikologis. Rehabilitasi suara dapat dilakukan melalui teknik esophageal
14

speech yaitu dengan cara menelan udara dan mengumpulkannya di dalam


esophagus / lambung kemudian dikeluarkan secara terkontrol untuk menghasilkan
suara. Untuk pasien yang tidak dapat mempelajari teknik esophageal speech dapat
memakai alat bantu berupa vibrator listrik untuk menghasilkan suara. Selain itu,
salah satu usaha untuk mengatasi afoni adalah dengan memasang protesis suara
pada daerah trakeoesofageal. Pemasangan ini dapat dilakukan pada waktu operasi
(primer) atau beberapa saat setelah operasi (sekunder). Cara ini dapat
menghasilkan suara paling baik.1,5,20,21
Penatalaksanaan bedah pada laring yaitu bedah mikrolaring,
hemilaringektomi, laringektomi supraglotik, laringektomi suprakrikoid,
laringektomi mendekati total, laringektomi total, bedah robotik. Penatalaksanaan
non bedah pada laring meliputi fotodinamik terapi, terapi radiasi, kemoterapi.
Bedah mikrolaring merupakan pengangkatan kanker laring dengan pendekatan
endoskopik menggunakan mikroskop dan alat bedah mikrolaring. Laser karbon
dioksida dengan menggunakan laringoskopi langsung dan dibantu mikroskop
terutama pada lesi supraglotik. Kontra indikasi untuk tindakan ini apabila tumor
tidak dapat diidentifikasi secara visual, tumor yang terlalu besar, berkurangnya
proteksi jalan napas, dan terkenanya kartilago dengan massa tumor.

Gb. 9 Tumor pada pita suara yang diterapi dengan bedah mikrolaring21
Keterangan gambar.

A. Pasien dengan karsinoma sel skuamosa pada laring


B. Setelah pengangkatan tumor
C. 6 bulan paska operasi
15

Hemilaringektomi adalah pengangkatan sebagian laring. Indikasi tindakan


ini (1) penyebaran subglotik tidak lebih dari 1 cm di bawah pita suara asli, (2)
keterlibatan unilateral laring, (3) tidak ada invasi ke kartilago, (4) tidak ada invasi
ke kartilago (5) tidak ada keterlibatan jaringan lunak diluar laring. Rekonstruksi
pita suara dilakukan dengan membuat katup bebas dari otot dan pembuluh darah
kecil sehingga pita suara yang tidak terkena masih dapat bergetar. Tindakan ini
ditujukan untuk pasien yang gagal dengan terapi radiasi.19-21

Gb 10 Hemilaringektomi21

Laringektomi supraglotik adalah tindakan pengangkatan supraglotik atau


bagian atas laring. Tindakan ini dipertimbangkan pada kondisi (1) tumor T1, T2,
atau T3 yang hanya melibatkan ruang preepiglotik, (2) pita suara bergerak bebas,
(3) kartilago tidak terlibat, (4) komisura anterior tidak terlibat, (5) pasien
mempunyai status paru yang baik, (6) pangkal lidah tidak terlibat, (7) apek sinus
piriformis tidak terlibat. Laringektomi supraglotik dapat dilakukan secara
endoskopis menggunakan laser karbon dioksida atau secara terbuka dengan
pendekatan dari luar. Bedah endoskopis hanya mengangkat bagian yang terlibat
dari supraglotik. Laringektomi yang kuno mengangkat seluruh supraglotik mulai
dari puncak ventrikel laryngeal meliputi pita suara palsu, epiglotik, ruang
preepiglotik; aritenoid dan sebagian dari kartilago tiroid dipertahankan. Penutupan
16

dari laringektomi supraglotik terbuka dilakukan dengan memasukkan sisa glotik


ke dasar lidah. Walaupun suara pasien secara umum normal dalam kualitas
aspirasi dapat menjadi efek samping dari operasi ini.19-21

Gb.11 Laringektomi supraglotik21

Laringektomi suprakrikoid merupakan tehnik bedah yang terbaru


perluasan dari laringektomi supraglotik kuno untuk mempertahankan suara pada
kasus dimana tumor berlokasi di anterior glotik meliputi komisura atau tumor
yang mengenai ruang preepiglotik yang luas. Pita suara asli, supraglotik,
kartilago tiroid di angkat, kartilago krikoid dan aritenoid dipertahankan. Setengah
dari pasien bergantung pada trakeotomi. 19-21

Gb.12 Laringektomi suprakrikoid21


17

Laringektomi hampir total lebih luas dibandingkan dengan prosedur


laringektomi partial atau hemilaringektomi dimana hanya satu kartilago aritenoid
yang dipertahankan dan trakeoesofageal digunakan untuk keperluan bicara. Suara
umumnya dihasilkan dari paru-paru namun terdapat keterbatasan dalam
pengucapannya. Intak oral dan proses menelan harus hati-hati karena dapat terjadi
bahaya aspirasi. Pasien tetap tergantung pada trakeotomi untuk bernapas. Prosedur
ini tidak diperbolehkan pada pasien yang mengalami kegagalan terapi radiasi,
status paru yang jelek, atau tumor yang telah mengenai bagian bawah cincin
krikoid. Pasien dengan lesi T3-T4 yang besar dengan tidak terlibatnya salah satu
kartilago aritenoid, ataupun pasien dengan tumor transglotik unilateral
diperbolehkan mendapat tindakan bedah ini.19-21

Gb 13 Laringektomi hampir total21

Laringektomi total adalah pengangkatan seluruh laring, kartilago tiroid,


cincin trakea bagian atas serta tulang hyoid. Trakea bagian proksimal
dihubungkan dengan trakeostoma sehingga terjadi pemisahan komplit antara
saluran napas dan saluran cerna. Indikasi total laringektomi (1) Kanker T3 dan T4
yang tidak cocok dengan prosedur laringektomi parsial ataupun terapi
penyelamatan organ dengan kemoradiasi (2) keterlibatan yang luas dari tiroid dan
kartilago krikoid (3) invasi langsung ke jaringan lunak sekitar leher (4)
keterlibatan dasar lidah diluar papilla sirkumvalata (5) terapi penyelamatan untuk
kegagalan strategi penyelamatan organ. Penutupan dilakukan dengan
18

mendekatkan mukosa faring. Jika faringektomi total atau parsial diperlukan


karena ukuran tumor maka katub bebas atau free flap akan membantu penutupan
dan mencegah striktur faringoesofageal. Tujuan utamanya adalah
mempertahankan pasien untuk menelan dengan mulut. Rehabilitasi suara setelah
laringektomi total terbaik dilakukan dengan berbicara melalui trakeoesofageal
menggunakan alat trakeostomal yang mana terdapat satu arah ke faring selama
ekshalasi sewaktu trakeostoma tertutup.19,20,21

Gb. 14 Laringektomi total21

Bedah robotik merupakan tindakan dengan invasive minimal mulai banyak


digunakan pada terapi kanker laring. Tehnik ini membantu pada bedah endolaring
baik yang terbuka maupun yang tertutup. Dibandingkan dengan bedah laser
transoral pendekatan robotik dapat mereseksi tumor en bloc. Teknik terakhir ini
dapat menurunkan morbiditas berhubungan dengan prosedur terbuka. Dengan
demikian trakeostomi tidak diperlukan.19-21
19

Gb.15 contoh alat bedah robotik21

Diseksi leher adalah pengangkatan kelenjar limfe di daerah leher, hal ini
dilakukan untuk menghilangkan kelenjar getah bening servikal dan diperlukan
untuk terapi ketika kelenjar limfe secara klinis dapat diidentifikasi. Indikasi
diseksi leher antara lain adanya resiko tinggi metastasis servikal, teraba kelenjar
getah bening leher secara klinis, kelenjar getah bening residu paska radiasi,
kelenjar getah bening muncul setelah mendapat radiasi, tumor primer dapat
diangkat radikal. Kontra indikasi diseksi leher yakni bila tumor tidak dapat
diangkat secara en blok, bila terdapat metastasis kelenjar getah bening di bawah
klavikula, terdapat infiltrasi ke dasar otak, sudah ada penetrasi ke fasia
prevertebral, sudah ada infiltrasi ke kulit leher yang luas, terdapat massa tumor
yang luas yang terfiksir di bawah angulus mandibula, terdapat infiltrasi ke arteri
karotis komunis atau arteri karotis interna. Komplikasi yang terjadi saat operasi
yakni perdarahan akibat cedera pembuluh dara atau hemostasis yang terganggu,
emboli udara, cedera duktus torasikus, cedera persarapan dengan segala
akibatnya, perangsangan pada carotid body. Komplikasi segera setelah operasi
hematom, infeksi, trakeomalasia, flap yang nekrosis, rupture arteri karotis.
Komplikasi lama yaitu drop shoulder, gangguan sensoris leher, kosmetik, odema
yang menebal di daerah muka, submental, submandibula. Komplikasi diseksi
20

leher intra operatif berhubungan dengan tehnik operasi yang buruk, status gizi
yang jelek, alkohol, serta adanya penyakit yang mendasari seperti diabetes.19-21
Klasifikasi zona leher yaitu zona 1 segitiga submandibula dan submental,
zona 2 daerah diatas regio jugularis, zona 3 regio pertengahan jugularis, zona 4
regio bawah jugularis, zona 5 segitiga posterior leher, zona 6 kompartemen
anterior. Klasifikasi diseksi leher terdiri dari diseksi leher radikal dimana terjadi
pengangkatan seluruh kelenjar limfe diantara submandibula dan klavikula
termasuk otot sternokleidomastoideus, vena jugularis interna dan syaraf asesorius
yang termasuk zona 1 dan 5, diseksi leher modifikasi mempertahankan salah satu
struktur otot sternokleidomastoideus, vena jugularis interna dan syaraf asesorius
spinalis disertai diseksi zona 1 dan 5 yang kadang-kadang dipertahankan seluruh
struktur bila tidak terlibat secara langsung dengan nodul patologis, diseksi leher
selektif akan mempertahankan satu atau lebih zona yang akan diangkat dimana
prosedur ini dilakukan bila terdapat lesi primer dan resiko metastasis ke kelenjar
limfe servikal lebih dari 20% dimana diseksi jenis ini dibagi menjadi beberapa
tipe yakni diseksi leher suprahioid, diseksi leher kompartemen lateral, diseksi
leher posterolateral, diseksi leher kompartemen anterior, dan yang terakhir adalah
diseksi leher radikal yang diperluas dimana dilakukan pengangkatan otot,
syaraf, pembuluh darah serta kelenjar getah bening yang dideteksi sebagai
penyakit primer ataupun metastase dari tempat lain sedangkan pasien dengan
metastase ke arteri carotis dievaluasi terlebih dahulu untuk dipertimbangkan
rekonstruksinya.19-21

.
21

Gb.2 Zona pada leher 21 Gb.3 Kelenjar limfe leher21

Gb. 4 Diseksi leher19

Gb5 diseksi leher radikal21 Gb.6 Diseksi leher modifikasi21


22

Gb.7 Diseksi leher selektif supraomohioid21 Gb.8 Diseksi leher lateral21

2.7. KOMPLIKASI
Komplikasi awal selama terapi radioterapi biasanya termasuk
eritema kulit, mukositis, disfagia dan odinofagia. Efek samping jangka
panjang dari radioterapi termasuk xerostomia (dry mouth), edema, indurasi,
timbulnya jaringan fibrosis jaringan leher, disfagia, dan perubahan
malignansi pada jaringan yang mengalami radiasi. Selain itu dapat juga
terjadi osteoradionekrosis pada gigi akibat radioterapi. Komplikasi akibat
tindakan operatif yang biasa terjadi adalah gangguan menelan yang dapat
mempengaruhi asupan nutrisi pascaoperasi. Gangguan penghidu dapat terjadi
akibat radioterapi maupun operasi akibat perubahan aliran udara melalui
hidung maupun kerusakan papil pengecapan. Hipotiroid dapat terjadi akibat
hemilaringektomi.19-21

2.7. PROGNOSIS

Prognosis tergantung stadium tumor, pilihan pengobatan, dan


lokasi tumor. Secara umum dikatakan 5 tahun harapan hidup pada karsinoma
laring stadium I sebesar 90-98%, stadium II 75-85%, stadium III 60-70% dan
stadium IV 40-50%. Adanya metastasis ke kelenjar limfe regional
menurunkan 5 tahun harapan hidup sampai sebesar 50%. Di Eropa, 5 tahun
angka harapan hidup secara keseluruhan antara tahun 1995 dan tahun 1999
adalah 55%, sedangkan di Jerman sekitar 59%. Rekurensi lokal dalam lima
tahun untuk lesi T1 yaitu 5-20%.1,3,4,9
23

BAB III
KESIMPULAN

Karsinoma laring merupakan keganasan pada daerah laring yang


menduduki tempat ketiga dari keganasan kepala dan leher setelah nasofaring dan
sinus paranasal. Karsinoma laring dapat dijumpai diberbagai belahan dunia
dengan insidensi yang berbeda-beda. Lebih dari 90% karsinoma laring adalah
jenis karsinoma sel skuamosa dan berhubungan langsung dengan kebiasaan
merokok serta konsumsi alkohol. Resiko lain ada hubungannya dengan human
papiloma virus (HPV) dan gastroesophageal refluk disease (GERD).
Perkembangan kejadian karsinoma sel skuamosa laring terjadi disebabkan epitel
yang berpotensial dysplasia dimana dipengaruhi peningkatan kadar Epidermal
Growth Factor Reseptor (EGFR) dan protein P53 mutan.
Diagnosis klinik ditegakkan dengan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Untuk karsinoma laring stadium dini (stadium 1 dan 2)
dapat diterapi dengan pembedahan ataupun radiasi sebagai terapi tunggal ataupun
kombinasi keduanya. Pada karsinoma laring stadium lanjut diterapi dengan
pembedahan, radiasi dan dikombinasi dengan kemoterapi. Untuk terapi non bedah
dilakukan fotodinamic terapi, radiasi, kemoterapi. Penatalaksanaan bedah pada
laring yaitu bedah mikrolaring, hemilaringektomi, laringektomi supraglotik,
laringektomi suprakrikoid, laringektomi mendekati total, laringektomi total, bedah
robotic.
Prognosis pasien karsinoma laring tergantung stadium, pilihan pengobatan
dan lokasi tumor. Pasien dengan kanker laring harus di Follow up secara klinis,
setelah pengobatan selesai, kontrol rutin dilakukan dengan interval 4 sampai 6
minggu pada 1 tahun pertama, selama kunjungan ini dilakukan pemeriksaan
kepala dan leher berfokus pada tempat primer dari tumor dan sekitarnya. Lesi
primer dapat muncul ditempat lain dengan insiden 4-7%. Pada tahun kedua
kunjungan dilakukan setiap 2 bulan, tahun ketiga dan keempat setiap 3 bulan
sekali, seterusnya setiap 6-12 bulan sekali. Kekambuhan dari tumor umumnya
terjadi setelah 2 tahun pertama setelah pengobatan. Pasien dikatakan bebas
24

penyakit setelah 5 tahun tidak ditemukan kekambuhan tumor. Gejala dan tanda
kekambuhan sama seperti gejala awal yang didapat dari hasil pemeriksaan fisik
dan evaluasi metastasis melalui pemeriksaan penunjang seperti semula.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson R, Riggs C, Ellul D, Robson A. Laryngeal cancer. InnovAIT


2010;3(7):415-421.
2. Sewnaik A, Van den brink J, Wieringe M, Meeuwis CA. Surgery for
recurrent laryngeal carcinoma after radiotherapy : partial laryngectomy or
total laryrngectomy for a better quality of life. The American Academy of
Otolaryngology-Head and Neck Surgery 2005; 32: 95-98.
3. Prasetyo WWGT, Soemarno T. Ekspresi protein P 53 mutan & EFGR pada
papiloma dan karsinoma sel skuamosa laring. Majalah Patologi; Januari
2009; 18: 18-23.
25

4. Dikslit RP, Risk factors for the development of second primary tumors
among men after laryngeal and hypopharyngeal carcinoma. American
Cancer Society 2005: 2326-33.v
5. Back G, Sood S. The management of early laryngeal cancer: option for
patient and therapist. Head and Neck Oncology 2005:85-91.
6. Li Xy. Relationship between a family history of malignancy and the
incident of laryngeal carcinoma in the Liaoning province of China. Journal
compilation 2009: 127-31.
7. Ji L, Guan C, Pan Z. Analysis of curative effect on laryngeal carcinoma
patient in the northeast region on China. Acta Otolaryngology 2008: 574-
77.
8. Vicchia L, Zang Z, Altien A. Alcohol and laryngeal cancer: un apdate.
Upper aerodigestive tract neoplasma 2008: 116-24.
9. Ramroth H. Occupational asbestos exposure as a risk factor for laryngeal
carcinoma in a population. Based case control study from Germany.
American Journal of industrial Medicine 2011: 1-5
10. Olszewska E. Case report: Hexosaminidase as a new potential marker for
larynx cancer. Clinical biochemistry. 2009. Available on line at www.
Sciencedirect. Com: 1187-89.
11. Xu J, Wang K, Zhang X , Qiu Y, Huang D. HSP70: promosing target for
laryngeal carcinoma radiotherapy by inhibiting cleavage and degradation
of nucleolin. Journal of experimental and clinical cancer research 2010;
29: 3-7.
12. Yang B, Chen J, Zihang X, Cao J. Expression of epidermal Growth Factor
Receptor variant III in laryngeal carcinoma tissues. Auris nasus larynx 36
2009: 682-87.
13. Marioni Gl. Nuclear Maspine expression relate to a better prognosis in
elderly patients with laryngeal carcinoma. Acta otolaryngologica 2011:
1220-25.
14. Bianchini C. Protein expression of Epidermal Growth Factor Receptor in
laryngeal squamous cell carcinoma are not predictive marker for the effect
of adjuvant radiotherapy. Acta otolaryngologica 2009: 101-7.
15. Farhadieh D. Protein Expression of Epidermal Growth Factor Receptor in
laryngeal squamous cell carcinoma index tumor correlates with diagnosis
26

of second primary tumors of the upper aerodigestive tract. Official journal


of the society of surgical oncology 2009: 2887-94.
16. Jiang H, Yang B. P53 epidermal growth factor receptor and proliferating
cell nuclear antigen in laryngeal squamous cell carcinoma are not
predictive marker for the effect of adjuvant radiotherapy. Acta
Otolaryngologica 2009: 101-7.
17. Back G, Sood S. The management of early laryngeal cancer: option for
patient and therapist. Head and neck oncology 2005: 85-90.
18. El Gendi SM, Kazeem AH. Immunohistochemical expression of epidermal
growth factor receptor, PTEN, and e cadherin in laryngeal squamous cell
carcinoma. Egyption journal of pathology 2011; 3: 81-91.
19. Lee KJ. Cancer of the larynx. Essential otolaryngology Head and Neck
Surgery 9thed. 2008; 678-693.
20. Bailey. Laryngeal Cancer. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 4 th ed.
2006. 1757-77.
21. Current. Malignant Laryngeal Lession. Diagnosis & treatment.
Otolaryngology Head and Neck Surgery 2012. 3th ed. 456-73.

Anda mungkin juga menyukai