Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumor parotis adalah tumor yang menyerang kelenjar liur parotis. Dari tiap 5 tumor kelenjar
liur, 4 terlokalisasi di glandula parotis, 1 berasal dari kelenjar liur kecil atau submandibularis dan 30 %
adalah maligna. Disebutkan bahwa adanya perbedaan geografik dan suku bangsa: pada orang Eskimo
tumor ini lebih sering ditemukan, penyebabnya tidak diketahui. Sinar yang mengionisasi diduga
sebagai faktor etiologi.
Dalam rongga mulut terdapat 3 kelenjar liur yang besar yaitu kelenjar parotis, kelenjar
submandibularis, dan kelenjar sub lingualis. Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur utama yang
terbesar dan menempati ruangan di depan prosesus mastoid dan liang telinga luar. Tumor ganas
parotis pada anak jarang didapat. Tumor paling sering pada anak adalah karsinoma
mukoepidermoid, biasanya jenis derajat rendah. Massa dalam kelenjar liur dapat menjadi ganas
seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi tumor ganas yang biasanya terjadi pada orang
dengan usia lebih dari 40 tahun adalah 25 % tumor parotis, 50 % tumor submandibula, dan satu
setengah sampai dua pertiga dari seluruh tumor kelenjar liur minor adalah ganas.
Keganasan pada kelenjar liur sebagian besar asimtomatik, tumbuhnya lambat, dan
berbentuk massa soliter. Rasa sakit didapatkan hanya 10-29% pasien dengan keganasan pada
kelenjar parotisnya. Rasa nyeri yang bersifat episodik mengindikasikan adanya peradangan atau
obstruksi daripada akibat dari keganasan itu sendiri. Massa pada kelenjar liur yang tidak nyeri
dievaluasi dengan aspirasi menggunakan jarum halus (Fine Needle Aspiration) atau biopsi.
Pencitraan menggunakan CT-Scan dan MRI dapat membantu. Untuk tumor ganas, pengobatan
dengan eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar 50%, bahkan pada keganasan
dengan derajat tertinggi.

Tumor jinak rongga mulut yang timbul dari kelenjer saliva minor atau mayor biasanya timbul
pada kelenjer parotis submaksila dan sublingual. Sel-sel pada tumor inti masih memiliki fungsi yang
sama dengan asalnya. (Arif mansoer, 2001). Tumor-tumor jinak dari glandula parotis yang teretak di
bagian medial n.facialis dapat menonjol ke dalam oropharynx, dan mendorong tonsil ke medial.
(Zwaveling, 2006)
Mengingat banyaknya masalah yang dialami akibat yang ditimbulkan, maka perlu adanya
perawatan dan support sistem yang intensif, serta tindakan yang komprehensif melalui proses asuhan
keperawatan, sehingga diharapkan masalah yang ada dapat teratasi dan komplikasi yang mungkin
terjadi dapat dihindari secara dini.
Peran perawat pada kasus tumor parotis meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan
langsung kepada klien yang mengalami tumor parotis, sebagai pendidik memberikan pendidikan
kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti
asuhan keperawatan kepada klien tumor parotis melalui metode ilmiah.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1
2.1.1

Konsep Dasar
Defenisi
Tumor jinak rongga mulut yang timbul dari kelenjer saliva minor atau mayor biasanya timbul
pada kelenjer parotis submaksila dan sublingual. Sel-sel pada tumor inti masih memiliki fungsi yang
sama dengan asalnya. (Arif mansoer, 2001)
Tumor-tumor jinak

dari glandula parotis yang teretak di bagian medial n.facialis dapat

menonjol ke dalam oropharynx, dan mendorong tonsil ke medial. (Zwaveling, 2006)

Tumor didefinisikan sebagai pertumbuhan baru suatu jaringan dengan multiplikasi sel-sel
yang tidak terkontrol dan progresif, disebut juga neoplasma. Kelenjar Parotis adalah kelenjar air liur
terbesar yang terletak di depan telinga. (kamus kedokteran Dorland edisi 29, 2005)

2.1.2

Anatomi Fisiologi
Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva mayor dan
kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar submandibularis, dan
kelenjar sublingualis (Dawes, 2008; Roth and Calmes, 1981)

Lokasitumor

Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara bilateral di depan
telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus mastoideus dengan bagian yang meluas ke muka di
bawah lengkung zigomatik (Leeson dkk, 1990; Rensburg, 1995). Kelenjar parotis terbungkus dalam
selubung parotis (parotis shealth). Saluran parotis melintas horizontal dari tepi anterior kelenjar. Pada

tepi anterior otot masseter, saluran parotis berbelok ke arah medial, menembus otot buccinator, dan
memasuki rongga mulut di seberang gigi molar ke-2 permanen rahang atas (Leeson dkk., 1990; Moore
dan Agur, 1995).
Kelenjar submandibularis yang merupakan kelenjar saliva terbesar kedua, terletak pada dasar
mulut di bawah korpus mandibula (Rensburg, 1995). Saluran submandibularis bermuara melalui satu
sampai tiga lubang yang terdapat pada satu papil kecil di samping frenulum lingualis. Muara ini dapat
dengan mudah terlihat, bahkan seringkali dapat terlihat saliva yang keluar (Moore dan Agur, 1995).
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam. Masingmasing kelenjar berbentuk badam (almond shape), terletak pada dasar mulut antara mandibula dan
otot genioglossus. Masing-masing kelenjar sublingualis sebelah kiri dan kanan bersatu untuk
membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda di sekitar frenulum lingualis (Moore dan Agur,
1995).
Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis, kelenjar labialis, kelenjar
palatinal, dan kelenjar glossopalatinal (Rensburg, 1995). Kelenjar lingualis terdapat bilateral dan terbagi
menjadi beberapa kelompok. Kelenjar lingualis anterior berada di permukaan inferior dari lidah, dekat
dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar mukus anterior dan kelenjar campuran posterior.
Kelenjar lingualis posterior berhubungan dengan tonsil lidah dan margin lateral dari lidah. Kelenjar ini
bersifat murni mukus (Rensburg, 1995).
Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar ini bersifat mukus
dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada palatum lunak dan uvula serta regio
posterolateral dari palatum keras. Kelenjar glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama dengan
kelenjar palatinal, yaitu murni mukus dan terletak di lipatan glossopalatinal (Rensburg, 1995).
Fungsi kelenjer ludah ialah mengeluarkan saliva yang merupakan cairan pertama yang
mencerna makanan. Deras nya air liur dirangsang oleh adanya makanan di mulut, melihat, membaui,
dan memikirkan makanan.

Fungsi saliva atau ludah adalah cairan yang bersifat alkali. Ludah mengandung musin, enzim
pencerna, zat tepung yaitu ptialin dan sedikit zat padat. Fungsi ludah bekerja secara fisis dan secara
kimiawi.

2.1.3

Etiologi
1.

Idiopatik
Idiopatik adalah jenis yang paling sering dijumpai. Siklus ulserasi yang sangat nyeri dan penyembuhan
spontan dapat terjadi beberapa kali disdalam setahun. Infeksi virus, defisiensi nutrisi, dan stress
emosional, adalah factor etiologik yang umum.

2.

Genetik
Resiko kanker / tumor yang paling besar diketahui ketika ada kerabat utama dari pasien dengan kanker
/ tumor diturunkan dominan autososom. Onkogen merupakan segmen dna yang menyebabkan sel
meningkatkan atau menurunkan produk produk penting yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
difesiensi sel .akibatnya sel memperlihatkan pertumbuhan dan penyebaran yang tidak terkendali
semua sifat sieat kanker fragmen fragmen genetic ini dapat merupakan bagian dari virus virus tumor.

3.

Bahan-bahan kimia
obat-obatan hormonal Kaitan hormon hormon dengan perkembangan kanker tertentu telah terbukti.
Hormon bukanlah karsinogen, tetapi dapat mempengaruhi karsigogesis Hormon dapat mengendalikan
atau menambah pertumbuhan tumor.

4.

Faktor imunologis
Kegagalan mekanisme imun dapat mampredisposisikan seseorang untuk mendapat kan kanker
tertentu.Sel sel yang mempengaruhi perubahan { bermutasi} berbeda secara antigenis dari sel sel
yang normal dan harus dikenal oleh system imun tubuh yang kemudian memusnahannya.Dua puncak

insiden yang tinggi untuk tumbuh nya tumor pada masa kanak kanak dan lanjut usia, yaitu dua periode
ketika system imun sedang lemah. (Sr. Mari Baradero.2008.hal10)

2.1.4

Patofisiologi
Kelainan peradangan Peradangan biasanya muncul sebagai pembesaran kelenjer difus atau
nyeri tekan. Infeksi bakterial adalah akibat obstruksi duktus dan infeksi retograd oleh bakteri mulut.
Parotitis bacterial akut dapat dijumpai pada penderita pascaoperasi yang sudah tua yang mengalami
dehidrasi dan biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus.
Tumor-tumor Dari semua tumor kelenjer saliva, 70% adalah tumor benigna, dan dari tumor
benigna 70% adalah adenoma plemorfik. Adenoma plemorfik adalah proliferasi baik sel epitel dan
mioepitel duktus sebagaimana juga disertai penigkatan komponen stroma. Tumor-tumor ini dapat
tumbuh membesar tanpa menyebabkan gejala nervus vasialis. Adenoma plemorfik biasanya muncul
sebagai masa tunggal yang tak nyeri pada permukaan lobus parotis. Degenerasi maligna adenoma
plemorfik terjadi pada 2% sampai 10%.
Tumor-tumor jinak dari glandula parotis yang terletak di bagian medial n.facialis, dapat
menonjol ke dalam oropharynx, dan mendorong tonsil ke medial. Tumor-tumor jinak bebatas tegas dan
tampak bersimpai baik dengan konsistensi padat atau kistik.
Tumor parotis juga dapat disebabkan oleh infeksi telinga yang berulang dan juga dapat
menyebabkan ganguan pendengaran.
Tumor parotis juga dapat disebabkan oleh peradangan tonsil yang berulang.

2.1.5

Web Of Coution

2.1.6

Tanda dan gejala


1.

Adanya benjolan yang mudah digerakkan

2.

Pertumbuhan amat lambat

3.

Tidak memberikan keluhan

4.

Paralisis fasial unilateral


(Shirley E. Otto, 2003)

2.1.7

Klasifikasi
Penggolongan histologik tumor-tumor kelenjer ludah, (Thackray, 1972). Tumor tumor
epithelial
1.

Adenoma

1)

Pleimorph adenoma (meng. tumor)

2)

Monomorph adenomas

2.

(1)

Adenolimfoma (tumor dari warthin)

(2)

Oxifil adenoma (onkositoma)

(3)

Jenis-jenis lain (tipe lain)

Tumor muko epidermoid

3.

Tumor sel asinus

4.

Karsinoma

2.1.8

1)

Karsinoma adenoid kistik (silindroma)

2)

Adenokarsinoma

3)

Karsinoma planoselulare

4)

Undifferentiated carcinoma

5)

Karsinoma dalam adenoma pleimorph (maligna meng. tumor)

Komplikasi
Komplikasi komplikasi pengobatan kanker kepala dan leher dapat di kelompokkan sebagai
anatomis, fisiologis, teknik atau fungsional. Pendekatan paling baik pada komplikasi adalah
pencegahan. Perbaikan dini keseimbangan mellitus, dan penghentian ketergantungan alcohol adalah
pengukuran non-spesifik yang penting. Penggunaan antibiotic praoperasi tampaknya menurunkan
kecendrengunan infeksi luka dan gejala sisa nya. Pengobatan radiasi pra operasi diberikan dalam
dosis terapeutik jelas meningkatkan resiko komplikasi. Pendidikan untuk penderita sangat penting
untuk mendapatkan kerjasama dimana mungkin terjadi penyulit rehabilitasi pascaoperasi.(Schwartz ,
2000)

2.1.9

Pemeriksaan Penunjang
1.

Pemeriksaan rontgen
Foto foto rontgen tengkorak dan leher kadang-kadang dapat menunjukan ikut sertanya
tulang-tulang. Sedangakan foto thorax diperlukan untuk penilaian kemungkinan metastasis hematogen.
Pemeriksaan rontgen glandula parotis dan submandibularis dengan bahan kontras (sialografi)
dapat menunjukan, apakah tumor yang ditetapkan klinis itu berasal dari atau berhubungan dengan
kelenjer-kelenjer ludah tersebut. Pemeriksaan ini penting untuk membedakan antara suatu tumor

dengan radang (khronik), dan kalau dapat ditambah dengan temografi. Metode ini kurang berguna
untuk membedakan antara tumor jinak dan ganas. (Zwaveling, 1985)
2.

3.

Pemeriksaan laboratorium
1)

Pemeriksaan darah lengkap, urin.

2)

Laboratorium patologi anatomi

Pemeriksaan CT-Scan
Diagnosa dari suatu tumor dapat tergantung pada batas-batas tumor dan hasil biobsi dari lesi.
Kanker dari organ-organ visceral lebih sulit di diagnosis dan di biobsi. Informasi dari pemeriksaan CTScan dapat bermanfaat untuk membantu mendiagnosis.

2.1.10

tumor jinak

umor ganas

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis untuk tumor parotis yaitu dengan tindakan ekstervasi (pengangkatan)
Glandula submandibularis dan glandula sublingualis
:

Eksis local yang luas dari seluruh kelenjer ludah dengan sebagian

daerah sekitarnya.
: Disseksi kelenjer leher en-bloc dan eksisi luas kedua kelenjer ludah, radioterapi.
Massa tersendiri pada kelenjer saliva harus dipertimbangkan sebagai suatu kemungkinan
keganasan. Riwayat dan pemeriksaan fisik memberikan tanda-tanda penting apakah suatu lesi kelenjer
saliva adalah keganasan. Resolusi lengkap dan trial terapeutik adekuat. Aspirasi jarum halus dapat
membantu untuk merencanakan bedah eksisi. MRI memberikan informasi anatomi paling baik tentang
ukuran tumor dan penetrasi. Sialografi, atau injeksi bahan kontras ke dalam duktus stenson atau
Wharton, berguna untuk memperlihatkan perbedaan perubahan stenotik kronis pada lesi-lesi

limfoepitelial dari penyumbatan karena batu. 80% batu kelenjer submandibular adalah radioopak.
(Schwartz, 2000)

Penatalaksanaan non medis


Tumor parotis juga dapat diobati dengan obat tradisional atau disembuhkan dengan meminum
rebusan daun sirsak. Kanker merupakan penyakit yang mematikan dan pengobatan nya melewati
kemoterapi. Pengobatan-pengobatan kimia walaupun berhasil membunuh kanker, tetapi tidak menutup
kemungkinan, sel-sel akan tumbuh kembali dan menyebar. Daun sirsak baru diketahui memiliki khasiat
sebagai pembunuh kanker, walaupun sebenarnya khasiat ini sudah ditemukan dari beberapa tahun
silam. Menurut hasil riset Dr. Jerry McLaughlin dari Universitas Purdue, Amerika Seikat, daun sirsak
mengandung senyawa acetoginis yang terdiri dari annomuricin F yang bersifat sitotoksik atau
membunuh kanker. Untuk pengobatan, daun sirsak selain di konsumsi tunggal, akan lebih baik bila di
konsumsi berbarengan dengan herbal jenis lainnya seperti sambiloto, temu putih atau temu mangga.
Perpaduan beberapa jenis herbal akan bersifat sinergis dan saling mendukung untuk mempercepat
proses penyembuhan penyakit.

2.2

Asuhan Keperawatan Teoritis

2.2.1

Pengkajian
Pengakjian merupakan langkah awal dasar dari proseskeperawatan. Tujuan utama dari
pengkajian ini adalah untuk mendapatkan data secara lengakap dan akurat karena dari data tersebut
akan ditentukan masalah keperawatan yang dihadapi klien.
1.
1)

Pengkajian umum :

Identitas klien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal pengkajian, diagnosa medis,
rencana terapi

2)

Identitas penanggung jawab : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat

3)

Alasan masuk rumah sakit

2.

Data riwayat kesehatan


1)

Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat klien pernah menderita penyakit akut / kronis, Riwayat klien pernah menderita tumor lainnya,
Riwayat klien pernah memakai kontrasepsi hormonal, pil ,suntik dalam waktu yang lama, Riwayat klien
sebelumnya sering mengalami peradangan kelenjer parotis.
2)

Riwayat kesehatan sekarang


Perlu diketahui:
(1)

Lamanya sakit
Lamanya klien menderita sakit kronik / akut

(2)

Factor pencetus

Apakah yang menyebabkan timbulnya nyeri, sters, posisi, aktifitas tertentu


(3)

Ada tidak nyakeluhan sebagai berikut: demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, malaise
3)

Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular atau kronis.Menderita penyakit kanker
atau tumor.
3.

Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) TTV
3) Tingkat kesadaran
4) Rambut dan hygiene kepala.

Keadaan rambut biasanya kotor, berbau, biasanya juga ada lesi, memar,dan bentuk kepala
5) Mata
Pemeriksaan mata meliputi konjungtiva, sclera mata, keadaan pupil
6) Gigi dan mulut
Meliputi kelengkapan gigi, keadaan gusi, mukosa bibir, warna lidah, peradangan pada tonsil.

7) Leher
(1)

Inspeksi dalam keadaan istirahat

pembengkakan yang abnormal, Penderita juga diperiksa dari belakang. Kulitnya abnormal, Dinilai
saluran-saluran keluar kelenjer ludah dan melakukan pemeriksaan intraoral
(2)

Inspeksi pada gerakan

Dinilai fungsi n.facialis, n.hipoglosus dan otot-otot, trismus fiksasi pada sekitarnya ada
pembnengkakkan atau tidak.
(3)

Palpasi

Selalu bimanual, dengan satu jari di dalam mulut dan jari-jari tangan lainnya dari luar. Tentukan
lokalisasi yang tepat, besarnya (dalam ukuran cm), bentuk, konsistensi dan fiksasi kepada sekitarnya.
(4)

Stasiun-stasiun kelenjer regional

Selalu dinilai dengan teliti dan dicatat besar, lokalisasi, konsistensi, dan perbandingan terhadap
sekitarnya. Selalu diperlukan pemeriksaan klinis daerah kepala dan leher seluruhnya.
8) Dada / thorak
Biasanya jenis pernapasan klien dada dan perut, terjadi perubahan pola nafas dan lain-lain

9) Cardiovaskuler
Biasanya akan terjadi perubahan tekanan darah klien dan gangguan irama jantung
10) Pencernaan/Abdomen
Ada luka, memar, keluhan (mual, muntah, diare) dan bising usus
11) Genitalia
Kebersihan dan keluhan lain nya
12) Ekstremitas
Pembengkakan, fraktur, kemerahan, dan lain-lain.
13) Aktifitas sehari-hari

Pada aktifitas ini biasanya yang perlu diketahui adalah masalah, makan, minum, bak, bab, personal,
hygine, istirahat dan tidur. Biasanya pada klien dengan tumor parotis tidak terjadi keluhan pada saat
beraktifitas karena kien tidak ada mengeluhkan nyeri sebelum dilakukan operasi.
14) Data social ekonomi
Menyangkut hubungan pasien dengan lingkungan social dan hubungan dengan keluarga
15) Data psikologis
Kesadaran emosional pasien
16) Data spiritual
Data diketahui, apakah pasien/keluarga punya kepercayaan yang bertentangan dengan kesehatan.

2.2.2

Diagnosa Keperawatan
1.

Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan pada
lambung sekunder akibat dari terapi radiasi.

2.

Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang terapi radiasi, takut terhadap aspekaspek tindakan.

3.

Resiko infeksi berhubungan dengan kulit yang rusak, trauma jaringan (insisi bedah)

4.

Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
pemajanan/mengingat, kesalahan interprestasi informasi
(Doenges, 1999)

LAPORAN PRAKTEK PROFESI DI ISNTALASI BEDAH SENTRAL


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN UGM
Nama mahasiswa : Sri Suparti
NIM
: 03/167861/EIK/00311

Tanggal praktek : 30 Januari 04 Pebruari 2006


Nama Klien
: Ny. Umi Fatonah ( 69 th)
Diagnosa medis : Tumor Parotis Dextra
Rencana Tindakan : Parotidectomy
DI RUANG PERSIAPAN OPERASI: (TAHAP PRE OPERASI)
Data Fokus:
Keluhan utama saat masuk RS: ada benjolan sebesar telur ayam pada maxila kanan.
RPS: klien mengatakan ada benjolan di maxila kanan sudah lama, lupa mulai kapan. Tetapi
benjolan masih kecil sebesar biji jagung, lama kelamaan benjolan membesar, pada satu bulan
ini benjolan kok makin membesar dengan cepat.
RPD: Riwayat Hipertensi dan DM disangkal.
Data subyektif:
Klien mengatakan ada benjolan di dekat telinga kanan makin lama makin membesar
Klien mengatakan agar segera dioperasi.
Klien menyatakan siap dilakukan operasi walaupun agak deg-degan dan sedikit takut.
Data obyektif:
Klien direncanakan operasi jam 9.30
Kesadaran: compos mentis
TD: 177/80 mmHg, N: 80x/mnt, R: 28 x/mnt, suhu: 36.60C.
Kemampuan penglihatan normal
Mulut: terdapat gigi palsu pada rahang atas dan bawah.
Riwayat alergi (-)
EKG : NSR
ANALISA DATA
No Data Masalah Penyebab
Ds:
Klien menyatakan siap dilakukan operasi walaupun agak deg-degan dan sedikit takut.
Do:
TD 177/80 mmHg, Nadi 80 x/m, R 28x/mnt
Cemas Krisis situasional
ASUHAN KEPERAWATAN
Dx kep./ mslh kolaborasi Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi
Cemas berhubungan dengan krisis situasional NOC: kontrol kecemasan dan coping,
setelah diberi penjelasan selama 5 menit diharapkan klien mampu mengatasi cemas dg:
Indikator:
Ps mampu:
Mengungkapkan cara mengatasi cemas
Mampu menggunakan coping
Klien tidak tampak tegang dan ketakutan
NIC: Penurunan kecemasan
Aktifitas:
1. Bina Hub. Saling percaya
2. Jelaskan Prosedur persiapan tindakan

3. Anjurkan untuk berdoa dan berserah diri agar hatinya tenang


4. Berikan suport mental dan spiritual.
5. Temani klien sebelum dilakukan tindakan operasi Tgl 04 02- 2006
Jam 09.20
1. Membina hubungan saling percaya dengan klien
2. Menjelaskan prosedur tindakan kepada klien
3. Menganjurkan klien untuk berdoa agar klien merasa lebih tenang dan pelaksanaan
operasi juga berjalan dengan lancar.
4. Mendampingi klien sampai masuk kamar operasi
S:

O:
A:
P: Jam 09.30
Klien mengatakan merasa senang ditemani, dan dibimbing berdoa.
Klien terlihat lebih santai. Klien tampak berdoa.
Masalah teratasi sebagian
Pindahkan klien ke OK untuk dilakukan anestesi dengan SAB
DI RUANG OPERASI: (TAHAP INTRA OPERASI)
Laporan intra operasi:
Persiapan:
- Alat-alat disiapkan
- Pasien dipindahkan dari brancard ke meja operasi
- Dipasang infus pada tangan kiri
- Klien diposisikan telentang
- Klien dilakukan general anestesi
- Klien mulai dipasang ET, DC dan negatif plat pada kaki.
- Klien dipasang monitor: TD 137/76 mmHg, nadi 88 x/m, RR 20 x/m, SaO2 97%
- Instrumentator dan operator mencuci tangan secara steril lalu mengenakan jas operasi dan
sarung tangan.
Pelaksanaan operasi mulai jam 09.30,
- Klien nafas spontan, RR 28 x/m, pemeliharaan dipasang O2 nasal kanul 4 liter/menit
- Dalam stadium anastesi dilakukan aseptik dan antiseptik medan operasi: betadin 10 %
medan di garis dengan pisau mess untuk memberikan tanda yang akan dilakukan insisi
sekitar 15 cm.
- Dipasang doek biasa pada 4 sisi, difiksasi dengan doek klem selanjutnya ditutup/dipasang
doek lubang besar.
- Operator mulai melakukan eksisi pada daerah maxila dextra sepanjang sekitar 15 cm,
eksisi dari dermis sampai subcutan dan sampai batas pembebasan tumor, sambil dilakukan
kouter bila terjadi perdarahan serta didrug dengan kassa steril, eksisi dilakukan untuk
membebaskan tumor parotis.

- Setelah tumor diangkat dimasukkan kedalam plastik oleh instrument nursing dan diberi
formalin oleh circulator nursing.
- Pasang drainase dan difiksasi.
- Luka operasi dijahit lapis demi lapis
- Instrumen, kassa dan jarum bekas pakai dihitung untuk memastikan tidak ada yang
tertinggal dalam tubuh klien.
- Control perdarahan perdarahan disuction, jumlah perdarahan sekitar 70 cc.
- Daerah area operasi dibersihkan dengan Nacl 0,9%
- Doek lubang diangkat, doek klem dilepaskan, 4 doek biasa diangkat.
- Luka bekas operasi diolesi betadin diberi sufratul ditutup dengan kasa steril
diplester.
- Mengontrol v/s setelah selesai operasi ;TD 130/87mmHg, Nadi 84 x/m, R: 20 x/m, Sao2
99 %
Jam 10.30 WIB
- Operasi selesai, mesin anestesi dimatikan dan ET dilepaskan
- Klien dipindahkan ke brancard dan dipindahkan ke RR
- Klien dipindahkan ke brancard dan diantar keluar ruangan operasi
ANALISA DATA
No Data Masalah Penyebab
1 Ds: Do:
Dilakukan insisi didaerah maxilla sekitar 15 cm
Dipasang infuse pada lengan kiri
Dipasang DC
dipasang ET
terpasang drainase Resiko infeksi Prosedur invasif, dan pembedahan

2 Ds: Do:
Dilakukan anestesi general Resiko cedera

Gangguan persepsi sensori karena anestesi

3 Ds: Do:
Dilakukan insisi didaerah maxilla sekitar 15 cm
Perdarahan sekitar 70 cc PK: perdarahan -

4 Ds: Do:
Suhu ruang 20-240 C

Resiko hipotermi

Berada diruangan yang dingin

5 Ds: Do:
Keadaan intra operasi

Pk: Syok

ASUHAN KEPERAWATAN
Dx kep./ mslh kolaborasi Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi
Resiko infesi, dengan faktor resiko: Prosedur invasive, pembedahan. NOC: Kontrol infeksi
Selama dilakukan tindakan operasi tidak terjadi transmisi agent infeksi.
Indikator:
Alat dan bahan yang dipakai tidak terkontaminasi
NIC: kontrol infeksi intra operasi
Aktifitas:
1. Gunakan pakaian khusus ruang operasi
2. Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik
Tgl 04 02- 2006
Jam 09.30
1. Mencuci tangan dengan disinfektan.
2. Memastikan daerah operasi telah dilakukan disinfektan
3. menjaga area steril tetap steril
4. Menampung cairan sisa dan darah pada tempatnya S:
O:
A:
P: prinsip steril dipertahankan
masalah tidak terjadi
Lakukan perawatan luka operasi dan tindakan invasive lain secara steril
Resiko cedera dengan faktor resiko: Gangguan persepsi sensori karena anestesi NOC:
control resiko
Indicator: tidak terjadi injuri NIC: surgical precousen
Aktifitas:
1. Tidurkan klien pada meja operasi dengan posisi sesuai kebutuhan
2. Monitor penggunaan instrumen, jarum dan kasa
3. Pastikan tidak ada instrumen, jarum atau kasa yang tertinggal dalam tubuh klien 1.
Mengamankan klien pada meja operasi sesuai kebutuhan
2. Menghitung dan memonitor instrumen, jarum dan kassa yang digunakan dengan teliti
S:
O:

A:
P: instrumen, jarum dan kassa yang digunakan berjumlah sama dengan yang dipersiapkan
Tidak terjadi injuri.
Cegah injuri post operasi
PK: perdarahan Perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari perdarahan
1. Pantau jumlah perdarahan yang keluar melalui daerah pembedahan
2. Pantau TTV secara teratur terutama TD dan nadi 1. Memantau jumlah perdarahan
yang keluar melalui pembedahan/ yang disuction
2. dilakukan couter bila terjadi perdarahan
3. Memantau TTV secara teratur S:
O:
A:
P: jumlah perdarahan 70 cc.
Tidak terjadi komplikasi perdarahan
Lanjutkan pemantauan perdarahan post operasi
Resiko hipotermi dengan faktor resiko: Berada diruangan yang dingin NOC: control
temperature
Criteria:
Temperature ruangan nyaman
Tidak terjadi hipotermi
NIC: pengaturan temperature: intraoperatif
Aktivitas:
1. Atur suhu ruangan yang nyaman
2. Lindungi area diluar wilayah operasi 1. Melindungi tubuh klien di luar wilayah
operasi dengan selimut.
2. Memantau kondisi klien dari kedinginan.
3. Menggantikan selimut yang basah setelah operasi selesai S:
O:
A:
P: Klien tidak menggigil.
Hipotermi tidak terjadi
Lanjutkan pemantauan post operasi
PK: syok Perawat menangani dan meminimalkan terjadinnya syok
1. Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan
2. Pantau tanda dan gejala syok seperti peningkatan nadi disertai TD atau sedikitnya
menurun, peningkatan RR, sianosis, penurunan SaO2
3. Pantau tempat pembedahan terhadap perdarahan 1. Bersama anestesi memantau
aliran infuse

2. Memantau TTV secara teratur.


3. Memantau keluarnya perdarahan melalui luka operasi.
O:

S:

A:
P: TD 130/87 mmHg, Nadi 84 x/m, R: 20 x/m, Sao2 99 %
Tidak ada tanda-tanda syok.
Lanjutkan pemantauan post operasi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Parotitis merupakan penyakit infeksi yang pada 30-40 % kasusnya merupakan infeksi
asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus RNA untai tunggal negative sense berukuran
100-600 nm, dengan panjang 15000 nukleotida termasuk dalam genus Rubulavirus subfamily
Paramyxsovirinae dan family Paramyxoviridae (Sumarmo,2008). Penyebaran virus terjadi
dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin. Sekarang
penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga menimbulkan epidemi secara
umum. Pada umumnya parotitis epidemika dianggap kurang menular jika dibanding dengan
morbili atau varicela, karena banyak infeksi parotitis epidemika cenderung tidak jelas secara
klinis (Warta medika,2009).
Dalam perjalanannya parotitis epidemika dapat menimbulkan komplikasi walaupun jarang
terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa: Meningoencepalitis, artritis, pancreatitis,
miokarditis, ooporitis, orchitis, mastitis, dan ketulian.
Insidensi parototis epidemika dengan ketulian adalah 1 : 15.000. Meningitis yang terjadi
berupa Meningitis aseptik. Insidensi atau komplikasi dari parotitis Meningoencephalitis
sekitar 250/100.000 kasus. Sekitar 10% dari kasus ini penderitanya berumur kurang dari 20
tahun. Angka rata-tata kematian akibat parotitis Meningoencephalitis adalah 2%. Kelainan
pada mata akibat komplikasi parotitis dapat berupa neutitis opticus, dacryoadenitis,
uveokeratitis, scleritis dan trombosis vena central retina. Gangguan pendengaran akibat
parotitis epidemika biasanya unilateral, namun dapat pula bilateral. Gangguan ini seringkali
bersifat permanen.
Parotitis yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat menimbulkan berbagai
komplikasi serius yang akan menambah resiko terjadinya kematian. Maka disebabkan hal
tersebut, melalui makalah ini kami memberikan solusi dapat memberikan pengetahuan dan
tata cara pencegahan dari penyakit parotitis sehingga skala kejadian penyakit tersebut dapat
menurun dan bermanfaat pula bagi perawat yakni mampu melaksanakan asuhan keperawatan
atas pasien dengan Parotitis dengan tepat dan benar.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimanakah konsep dari gangguan saliva parotitis
1.2.2
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saliva parotitis
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Konsep dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan saliva

parotitis
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Dapat mengetahui definisi dari Parotitis
2. Dapat mengetahui etiologi dari parotitis
3. Dapat mengetahui Manifestasi klinis dari Parotitis
4. Dapat mengetahui penatalaksanaan dari parotitis
5. Dapat merumuskan pengkajian sampai dengan intervensi dan WOC dari Parotitis
6. Dapat merumuskan Asuhan Keperawatan dari Parotitis
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Teoritis:
Memberikan informasi ilmu pengetahuan tentang perjalanan penyakit infeksi parotitis
1.4.2 Untuk Praktis:
Memberikan informasi tentang parotitis agar perawat dapat memberikan asuhan keperawatan
kepada klien secara tepat dan optimal.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Kelenjar Saliva
Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva mayor dan
kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar
submandibularis, dan kelenjar sublingualis (Dawes, 2008; Roth and Calmes, 1981).
Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara bilateral di depan
telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus mastoideus dengan bagian yang meluas ke
muka di bawah lengkung zigomatik. Kelenjar parotis terbungkus dalam selubung parotis
(parotis shealth). Saluran parotis melintas horizontal dari tepi kelenjar. Pada tepi anterior otot
masseter, saluran parotis berbelok ke arah medial, menembus otot buccinator, dan memasuki
rongga mulut di seberang gigi molar ke-2 permanen rahang atas (Leeson dkk., 1990; Moore
dan Agur, 1995).
Kelenjar submandibularis yang merupakan kelenjar saliva terbesar kedua setelah parotis,
terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula. Saluran submandibularis bermuara
melalui satu sampai tiga lubang yang terdapat pada satu papil kecil di samping frenulum
lingualis. Muara ini dapat dengan mudah terlihat, bahkan seringkali dapat terlihat saliva yang
keluar (Rensburg, Moore dan Agur, 1995).
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam.
Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape), terletak pada dasar mulut antara
mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar sublingualis sebelah kiri dan
kanan bersatu untuk membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda di sekitar
frenulum lingualis (Moore dan Agur, 1995).
Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis, kelenjar labialis,
kelenjar palatinal, dan kelenjar glossopalatinal. Kelenjar lingualis terdapat bilateral dan
terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelenjar lingualis anterior berada di permukaan inferior
dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar mukus anterior dan kelenjar

campuran posterior. Kelenjar lingualis posterior berhubungan dengan tonsil lidah dan margin
lateral dari lidah. Kelenjar ini bersifat murni mukus (Rensburg, 1995).
Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar ini bersifat
mukus dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada palatum lunak dan
uvula serta regio posterolateral dari palatum keras. Kelenjar glossopalatinal memiliki sifat
sekresi yang sama dengan kelenjar palatinal, yaitu murni mukus dan terletak di lipatan
glossopalatinal (Rensburg, 1995)
2.2 Definisi Parotitis
Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit menular dimana sesorang
terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di
antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau
pipi bagian bawah. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara
endemik atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak dibawah usia 15
tahun (sekitar 85% kasus).(Warta Medika,2009)
Parotitis ialah penyakit virus akut yang biasanya menyerang kelenjar ludah terutama
kelenjar parotis (sekitar 60% kasus). Gejala khas yaitu pembesaran kelenjar ludah terutama
kelenjar parotis. Pada saluran kelenjar ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel
epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang
testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun
mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang
menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar
tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh (Sumarmo,2008)
Menurut Sumarmo (2008) penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat ditularkan melalui:
1. Kontak langsung
2. Percikan ludah (droplet)
3. Muntahan
4. Bisa pula melalui air kencing
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita
tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat menjadi sumber penularan
seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit. Masa tunas (masa inkubasi) parotitis
sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.
2.2 Etiologi Parotitis
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok paramyxovirus, yang juga
termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle disease. Ukuran dari
partikel paramyxovirus sebesar 90 300 m. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan
serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Mumps merupakan virus RNA
rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae.
Virus mumps mempunyai 2 glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan
protein. Virus ini juga memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S
atau yang dapat larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal
dari hemaglutinin permukaan.
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4
hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 C, oleh formalin, eter,

serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung
atau mulut.Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar
limfa local dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung
selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium,
pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf pusat melalui plexus
choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu
melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus
dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya
pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan
kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang (Sumarmo,2008)
2.3 Klasifikasi Parotitis
a. Parotitis Kambuhan
Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia antara 1
bulan hingga akhir masa kanak-kanak.Kambuhan berarti sebelumnya anak telah terinfeksi
virus kemudian kambuh lagi.
b. Parotitis Akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan dan
pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah yang dilakukan
pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut, khususnya apabila penggunaan
anestesi umum lama dan adanya gangguan dehidrasi.
2.4 Manifestasi Klinis Parotitis
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan, bahkan
sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun
demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat
menjadi sumber penularan penyakit tersebut. Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong
sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah
terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan
38,5 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri
rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit
membuka mulut).
2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali
dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami
pembengkakan.
3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur mengempis.
4. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan
kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria dewasa adalanya terjadi
pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.
2.5 Patofisiologi Parotitis
Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab parotitis (terinfeksinya
kelenjar parotis) antara lain akibat:

1. Percikan ludah
2. Kontak langsung dengan penderita parotitis lain
3. Muntahan
4. urine
Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar yang terkena
adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan
dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum
konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi
di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikurnya virus ke dalam aliran
darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf yang kemudian akan
menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi demam, anoreksia,
sakit kepala dan nyeri otot (Mansjoer, 2000). Kemudian dalam 3 hari terjadilah
pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian bilateral, disertai nyeri
rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia selama fase akut, virus mumps dapat
diisoler dari saliva, darah, air seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang terdapat
degenerasi dan nekrosis jaringan.
2.6. Komplikasi klinis
Komplikasinya meliputi septicemia, osteomielitis mandibular, ekstensi fasial, obstruksi
jalan napas, mediastinitis, thrombosis vena jugulris interna, dan disfungsi nervus fasialis.
Gondongan telah dilaporkan menyebabkan meningoensefalitis, pankretitis, orkitis,
miokarditis, perikarditis, arthritis, dan nefritis.
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi
kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti ini dapat
menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar liur. Hal
tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas.
Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang kurang
dini menurut Nelson (2000) :
1. Meningoensepalitis
Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan, yang kemudian disusul oleh
muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksia). Komplikasi ini
merupakan komplikasi yang sering pada anak-anak.
2. Ketulian
Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun insidensinya rendah (1:15.000),
parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral, kehilangan pendengaran mungkin
sementara atau permanen.
3. Orkitis
Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang terkena mungkin
akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen Sehingga kemandulan dapat
terjadi pada masa setelah puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil mual,
nyeri perut bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis. Testis paling sering
terinfeksi dengan atau tanpa epidedimitis. Bila testis terkena infeksi maka terdapat
perdarahan kecil. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8 hari setelah parotitis.
Keadaan ini dapat berlangsung dalam 3 14 hari. Testis yang terkena menjadi nyeri dan
bengkak dan kulit sekitarnya bengkak dan merah. Rata-rata lamanya 4 hari. Sekitar 30-40%

testis yang terkena menjadi atrofi. Gangguan fertilitas diperkirakan sekitar 13%. Tetapi
infertilitas absolut jarang terjadi.
1. Ensefalitis atau Meningitis
Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk,
koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan sembuh
total. 1 diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis cenderung mengalami
kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot wajah.
1. Ooforitis
Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada penderita wanita pasca
pubertas
1. Pankreatitis
Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita merasakan mual dan
muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita
akan sembuh total. Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-tiba pada parotitis.
Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai dengan pusing, mual, muntah, demam tinggi,
menggigil, lesu, merupakan tanda adanya pankreatitis akibat mumps.
1. Nefritis
Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan viruria terdeteksi
pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak belum diketahui. Nefritis yang
mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang.
Dapat sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
1. Tiroiditis
Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus dapat terjadi pada umur
sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan perkembangan selanjutnya antibodi
antitiroid pada penderita.
9. Miokarditis
Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi infeksi ringan miokardium
mungkin lebih sering daripada yang diketahui. Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul
510hari pada parotitis. Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti depresi segmen
S-T, flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi, pembesaran jantung
dan bising sistolik.
10. Artritis
Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan
kemerahan sendi biasanya penyembuhannya sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi
menarik pada parotitis adalah poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi
mulai 1-2minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah sendi besar
khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu dan sembuh sempurna.
11. Kelainan pada mata
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri, biasanya bilateral, dari
kelenjar lakrimalis; neuritis optik (papillitis) dengan gejala-gejala bervariasi dari kehilangan

penglihatan sampai kekaburan ringan dengan penyembuhan dalam 1020 hari; uveokeratitis,
biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata, kehilangan penglihatan cepat dan
penyembuhan dalam 20 hari; skleritis, tenonitis, dengan akibat eksoftalmus; trombosis vena
sentral.
2.7. Penatalaksanaan Parotitis
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang sendiri) yang
berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus
Mumps oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog seperti tetesan
lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah
dehidrasi karena terbatasnya asupan oral. Jika respons suboptimal atau pasien sakit dan
mengalami dehidrasi, maka antibiotik intravena mungkin lebih sesuai.
Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita:
1. Penderita rawat jalan
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan umum cukup baik).
a. Istirahat yang cukup, di berikan kompres.
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Kompres panas dingin bergantian
d. Medikamentosa
Analgetik-antipiretik bila perlu
metampiron : anak > 6 bulan 250 500 mg/hari maksimum 2 g/hari
parasetamol : 7,5 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin berisiko menimbulkan
Sindrom Reye yaitu sebuah penyakit langka namun mematikan. Obat-obatan anak yang
terdapat di apotik belum tentu bebas dari aspirin. Aspirin seringkali disebut juga sebagai
salicylate atau acetylsalicylic acid.
2. Penderita rawat inap
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala
hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi
a. Diet lunak, cair dan TKTP
b. Analgetik-antipiretik
c. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi
3. Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi
a. Encephalitis
simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk mengurangi sakit kepala.
b. Orkhitis
- istrahat yang cukup
- pemberian analgetik
- sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg /kg/24 jam, peroral, selama 2-4 hari
c. Pankreatitis dan ooporitis
Simptomatik saja
2.8 Pencegahan
Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi pasif dan
imunisasi aktif.
1. Pasif
Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau mengurangi
komplikasi.
2. Aktif

Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis epidemika yang hidup
tapi telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-merck, sharp and dohme) atau diberikan subkutan
pada anak berumur 15 bulan (Ngastiyah, 2007). Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau
reaksi lain dan tidak menyebabkan ekskresi virus dan tidak menular. Menyebabkan imunitas
yang lama dan dapat diberikan bersama vaksin campak dan rubella (MMR yakni vaksin
Mumps, Morbili, Rubella). Pemberian vaksinasi dengan virus mumps, sangat efektif dalam
menimbulkan peningkatan bermakna dalam antibodi mumps pada individu yang
seronegatif sebelum vaksinasi dan telah memberikan proteksi 15 sampai 95 %. Proteksi yang
baik sekurang-kurangnya selama 12 tahun dan tidak mengganggu vaksin terhadap morbili,
rubella, dan poliomielitis atau vaksinasi variola yang diberikan serentak.
Kontraindikasi: Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi maternal; Individu dengan
riwayat hipersensitivitas terhadap komponen vaksin; demam akut; selama kehamilan;
leukimia dan keganasan; limfoma; sedang diberi obat-obat imunosupresif, alkilasi dan anti
metabolit; sedang mendapat radiasi.
Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan setelah pemaparan,
tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaan vaksin Mumps dalam situasi ini
2.9 Pmeeriksaan Diagnostik
a. Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya leukopenia ringan yakni
kadar leukosit dalam satu liter darah menurun. Normalnya leukosit dalam darah adalah 4 x
109 /L darah .dengan limfositosis relatif, namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis
polimorfonuklear tingkat sedang.
b. Amilase serum
Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan pembengkakan parotis
dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2 minggu. Kadar amylase normal dalam
darah adalah 0-137 U/L darah.
c. Pemeriksaan serologis
Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk menunjukan adanya infeksi virus
(Nelson, 2000), yaitu:
1. 1.

Hemaglutination inhibition (HI) test

Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat dan serum yang
satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer spesimen 4 kali selama infeksi akut,
maka kemungkinannya parotitis.
1. 2.

Neutralization (NT) test

Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk biakan fibroblas embrio
anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi hemadsorpsi. Pengenceran serum yang
mencegah terjadinya hemadsorpsi dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika. Uji
netralisasi asam serum adalah metode yang paling dapat dipercaya untuk menemukan
imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.
3.Complement Fixation (CF) test
Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan jumlah respon antibodi terhadap
komponen antigen S dan V bagi diagnosa infeksi parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap
antigen V mencapai titer puncak dalam 1 bulan dan menetap selama 6 bulan berikutnya dan
kemudian menurun secara lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang rendah dan tetap ada.
Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan analisis standar apapun menunjukan infeksi yang
baru terjadi. Antibodi terhadap antigen S timbul cepat, sering mencapai maksimum dalam

satu minggu setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai 12 minggu.


d. Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus dilakukan dengan biakan
virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor serebrospinal atau darah. Biakan dinyatakan
positif jika terdapat hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada
pada biakan yang diberi serum hiperimun.
2.10 WOC (Web Of Caustion)
DOWNLOAD : WOC ASKEP PAROTITIS
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus:
An.B jenis kelamin perempuan berusia 9 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan
demam, nyeri pada daerah bawah telinga dan pipi kiri, dan nyeri otot sejak seminggu yang
lalu. Sulit menelan dan kaku rahang. An.B juga mengatakan bahwa teman sebangkunya
menderita penyakit yang sama.
3.1 Pengkajian:
Identitas :
Nama
Umur
Suku/Bangsa
Agama
Pendidikan
Alamat
Penanggung jawab biaya
Alamat

: An. B
: 9 tahun
: Jawa / Indonesia
: Islam
: Pelajar
: Jl. Karangrejo Sawah 1 Surabaya
: Ibu D
: Jl. Karangrejo Sawah 1 Surabaya

Keluhan Utama:
Demam, nyeri di bawah telinga, bengkak, dan sulit menelan
Riwayat Penyakit Sekarang:
An. B sejak seminggu lalu mengalami demam dan merasakan nyeri pada belakang telinga
dan pipi kiri. Beberapa hari kemudian timbul bengkak dan kemerahan di sekitar daerah nyeri
dan bengkak menyebar ke daerah pipi kanan. An. B menjadi sukar menelan dan nafsu makan
menurun. BB awal adalah 30kg, kemudian saat ini turun menjadi 28kg. Sudah 3 hari tidak
dapat mengikuti pelajaran di sekolah akibat penyakit ini.
Riwayat Penyakit Dahulu:
An.B sebelumnya tidak pernah dirawat di rumah sakit dengan gejala yang sama. Tidak punya
riwayat penyakit menular, dan tidak punya riwayat alergi. Belum pernah di imunisasi MMR
(Mumps, Morbili, Rubela)
Riwayat Penyakit Keluarga
Semua anggota keluarga An.B dahulu sudah pernah mengalami gejala yang sama dengan
An.B. Kemungkinan tertular teman sebangku.

Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital:
Suhu: 38 C
Nadi: 108 x/menit
RR: 20 x/menit
Tensi: Keadaran: Compos Mentis
B1 (breathing) : Normal
B2 (blood)
: kelemahan fisik dan takikardi
B3 (brain)
: An. B compos mentis, mengalami kecemasan dan terus
menerus gelisah akibat manifestasi klinis dari parotitis, sakit
kepala dan kaku leher
B4 (bladder)
: normal
B5 (bowel)
: porsi makan menurun
B6 (bone)
: kelemahan otot, malaise
Pemeriksaan Penunjang
Pada An.B telah dilakukan pemeriksaan darah di dapatkan leucopenia, kadar leukosit < 4 x
109/L darah. Dan di lakukan Pemeriksaan kadar amilase dalam serum, terbukti kadar amilase
naik >137 U/L darah.
4.Analisis Data
NO Data
1`
Data subjektif :
Sulit
menelan,bengkak,nafsu
makan menurun.
Data objektif :
-BB turun menjadi 28kg
dari BB semula yang 30kg.
2

Etiologi
Parotitis
Sulit menelan

Masalah Keerawatan
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

Intake menurun
Nutrisi kurang dari
kebutuhan

Data subjektif :
Gangguan rasa aman
Sulit tidur, tertutup dan
Parotitis
dan nyaman
tidak mau membuka diri
karena ada pembengkakan
ada kalenjar parotis.
Pembengkakan pada kelenjar
Data objektif :
parotid dan Sakit kepala
Nyeri

Data subjektif :
Nyeri kepala hebat,yang
kemudian disusul oleh
muntah-muntah, gelisah

Perasaan tidak aman dan


nyaman
Parotitis
Tidak tertangani

Resiko komplikasi

dan suhu tubuh yang tinggi


Data objektif :
penyebaran virus ke organ
-adanya ST deresi
lain
-suhu tubuh meningkat 38
c
-ditemukannya virus di
organ lain
risilo komplikasi
Diagnosa dan intervensi Keperawatan
a.Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna nutrien adekuat akibat kondisi infeksi
Tujuan: Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan
Kriteria hasil: Berat badan kembali ke rentang normal
No Intervensi
Rasional
1
Berikan makan lembut sedikit demi sedikit dan Makanan yang keras tidak
makanan kecil tambahan yang tepat.
mampu dikunyah oleh pasien
Menghindari makanan asam
parotitis. Makanan asam
menmbah rasa tidak nyaman
pada pasien parotitis.
2
Berikan diet cair atau makanan selang
Bila masukan kalori gagal untuk
/hiperalimentasi bila diperlukan
memenuhi kebutuhan metabolic,
dukungan nutrisi dapat
digunakan untuk mencegah
malnutrisi
3
Berikan minum yang sedikit-sedikit tetapi
Membasahi selaput lendir mulut
sering
yang kurang basah karena jarang
digunakan
b.Diagnosa Keperawatan: Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan manifestasi
klinis akibat parotitis dan pengaruh lingkungan
Tujuan: pasien dapat merasakan kembali rasa aman dan nyaman seiring dengan proses
penyembuhan
Kriteria Hasil: Pasien ikut serta dan bekrjasama dalam proses mengembalikan rasa aman dan
nyaman
No Intervensi
Rasional
1.
Istirahat selama periode demam
Pada perode demam, metabolism
tubuh tinggi sehingga istirahat
dapat Mengurangi metabolism
tubuh dan mempercepat
kesembuhan klien
2.
Kompres dingin pada daerah bengkak
Karena terjadi infeksi, suhu di
sekitar lokasi pembengkakan
mengalami peningkatan Dengan
kompres dingin diharapkan suhu
dapat turun dan mengurangi
pembengkakan
c.Diagnosa keperawatan : Resiko komplikasi berhubungan dengan pembengkakan kelenjar

parotis
Tujuan : menghilangkan factor resiko komplikasi
Kriteria hasil : komplikasi tidak terjadi
No Intervensi
1
Mengurangi terjadinya komplikasi dengan
pemberian obat Spt: Kortikosteroid selama 2-4
hari dan globulin
2

Pantau jantung dengan pemasangan EKG

Rasional
Kortikosteroid dapat menekan
pertumbuhan mikroba dan
Globulin mencegah terjadinya
orkitis
Mencegah resiko terjadi
komplikasi ke otot jantung

BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Pembengkakan akut pada kelenjar saliva dapat berupa parotitis dan sialadenitis. Penyakit
parotitis yang lebih awam disebut gondongan (mumps) merupakan suatu penyakit menular
dimana seseorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah
(kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada
leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Gejala yang ditimbulkan berupa pembengkakan,
rasa sakit, kemerahan, dan kelembutan pada saluran kelenjar ludah, namun juga terjadi
kelainan berupa pelebaran dan penyumbatan saluran. Gangguan parotitis cenderung
menyerang anak-anak dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus). Dahulu keadaan ini sering
terlihat pada pasien yang mendapat perawatan dari operasi abdomen, tetapi sekarang khasus
ini telah jarang terlihat, hanya kadang-kadang terlihat pada parotitis kronis rekuren, tetapi
tidak sesering yang diperkirakan.

4.2 Saran
Banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh peradangan kelenjar saliva ini sehingga harus
sedini mungkin penanganan diawali dengan berbagai tes laboratorium, disusul pada
pemberian antibiotik, penambahan volume cairan dalam tubuh, hingga akhirnya diadakan
operasi.

DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah. 2007. Perawatan Pada Anak. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2 Jilid 2. Jakarta: Media

Aesculapicus Penerbit FK UI
Soemarmo.2008.Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi 2.Jakarta:Penerbit IDAI

Anda mungkin juga menyukai