Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Panca indra adalah organ-organ akhir yang dikhususkan untuk


menerima jenis rangsangan tertentu. Serabut saraf yang
menanganinya merupakan alat perantara yang membawa kesan rasa
dari organ indra menuju ke otak tempat perasaan ini ditafsirkan.
Beberapa kesan timbul dari luar seperti sentuhan, pengecapan,
penglihatan, penciuman dan suara. (Budimulja,Unandar, 2007).

Kulit dan apendicesnya merupakan struktur kompleks yang


membentuk jaringan tubuh yang kuat dan keras. Fungsinya dapat
dipengaruhi oleh kerusakan terhadap struktur demikian juga oleh
penyakit. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan Penyakit kulit dapat
terjadi karena berbagai faktor, mulai dari karena terkena virus,
lingkungan yang terkontaminasi dan masih banyak faktor-faktor
lainnya. (Budimulja,Unandar, 2007).

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai


respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema,
edema, papul, vesikel, skauma, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda
polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya
beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung sering kambuh kembali
(residif) dan menjadi kronis (Sularsito, 2010). Berdasarkan
penyebabnya, keadaan dermatitis mencangkup dermatitis kontak
iritan, dermatitis kontak alergik, dermatitis medikamentosa, dermatitis

1|Gatal sekali
alimentosa, dermatitis statis dan lain sebagainya.
(Budimulja,Unandar, 2007).

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui letak permasalahan dan maksud pada skenario
LBM 6 “Gatal Sekali”.
2. Untuk mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi dan epidemiologi
dermatitis kontak iritan beserta Diagnosis Bandingnya.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dermatitis kontak iritan beserta
Diagnosis Bandingnya.
4. Untuk mengetahui metode diagnosis dermatitis kontak iritan
Diagnosis Bandingnya.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan dermatitis kontak iritan.

.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui letak permasalahan dan maksud pada
skenario LBM 6 “Gatal Sekali”.
2. Mahasiswa dapat mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi dan
epidemiologi dermatitis kontak iritan beserta Diagnosis Bandingnya.
3. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dermatitis kontak iritan
beserta Diagnosis Bandingnya.
4. Mahasiswa dapat mengetahui metode diagnosis dermatitis kontak
iritan beserta Diagnosis Bandingnya.
5. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dermatitis kontak iritan

2|Gatal sekali
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data tutorial

Hari / Tanggal Sesi 1 : Senin, 14 Oktober 2019

Hari / Tanggal Sesi 2 : Rabu, 16 Oktober 2019

Tutor : dr. SukandrianiUtami, S. Ked

Moderator : Wayan Riantana

Sekretaris : Lalu Azid Airlangga

2.2 Skenario LBM

LBM 6

GATAL SEKALI

Seorang pembantu rumah tangga berusia 25 tahun datang ke


puskesmas dengan keluhan muncul bercak merah dan kulit mengelupas di
kedua tangan hingga lengan, kedua ketiak, dada, perut, kedua
selangkangan dan kedua tungkai atas sejak 1 minggu yang lalu. Bercak
merah dan kulit mengelupas tersebut terasa gatal dan panas. Keluhan
bertambah luas sejak pertama kali muncul. Ia mengatakan keluhan muncul
setelah ia sering mencuci piring menggunakan sabun sunlight. Pertama
kali muncul berupa plenting-plenting merah berair yang terasa gatal dan
panas di kedua telapak tangan serta punggung tangan, dan jika pecah
mengeluarkan cairan bening. Pasien mengatakan sering menggaruk kedua
tangannya tersebut. Lama-kelamaan plenting-plenting merah berair
tersebut menjadi bercak-bercak merah disertai kulit mengelupas dan
menyebar hingga ke kedua lengan, kedua ketiak, dada, perut, kedua

3|Gatal sekali
selangkangan dan kedua tungkai atas. Selama 1 minggu ini hanya di beri
obat yang dibeli di apotek (pasien lupa nama obatnya). Bila pasien minum
obat, gatal terasa berkurang. Namun bila terkena air atau setelah mencuci
piring, rasa gatal, dan panas muncul kembali. Selain terasa gatal dan
panas, tidak ada keluhan lain yang menyertai. Pasien pernah mengalami
keluhan seperti ini selama +- 8 bulan. Riwayat alergi disangkal.

Pada pemeriksaan didapatkan :

 Lokasi : kedua tangan hingga lengan, kedua ketiak, dada, perut, kedua
selangkangan dan kedua tungkai atas.
 UKK : Plakat eritem, papul eritem multipel, skuama, erosi, makula
hiperpigmentasi batas tak tegas, central healing (-), tepi aktif (-), fenomena
tetesan lilin (-), fenomena Auspitz (-), fenomena kobner (-).

2.3 PEMBAHASAN LBM

I. Klarifikasi Istilah

1. Plakat : Plakat adalah lesi berupa


peninggian pada kulit
menyerupai permukaan
bidang yang relatif luas
dibanding ketebalan
kulitnya.
Sifat Fluorensi dari Ukuran
Lesi
 Miliar: sebesar
kepala jarum pentul.
 Lentikular: sebesar
biji jagung
 Numular: sebesar

4|Gatal sekali
uang logam
 Plakat : lebih besar
dari numular.
(Siregar, 2004)
2. Eritema : adalah kemerahan pada kulit
yang disebabkan pelebaran
pembuluh kapiler yang
reversible. (Siregar, 2004)
3. Papul : adalah penonjolan
superficial pada permukaan
kulit dengan massa zat
padat, berbatas tegas,
berdiameter <1 cm. (Anwar,
2017)

4. Multiple : adalah sifat fluorensi dari


lokalisasi/penyebaran
dimana lesi berjumlah
banyak (varisela). (Anwar,
2017)

5. Skuama : adalah pelepasan lapisan


tanduk dari permukaan kulit
yang dapat berupa sisik
halus (TV), sedang
(dermatitis), kasar
(psoriasis). (Anwar, 2017)

6. Erosi adalah kelainan kulit yang


disebabkan oleh kehilangan
jaringan yang tidak

5|Gatal sekali
melampaui stratum basal
berupa lesi basah dengan
batas tegas akibat hilangnya
sebagian/ seluruh epidermis
akibat atapbula/vesikel yang
terkelupas. (Siregar, 2014)

7. Makula adalah lesi datar berbatas


tegas berbeda warna dengan
kulit sekitarnya tanpa terjadi
perubahan bentuk (Siregar,
2014)
8. Hiperpigmentasi adalah penimbunan pigmen
berlebih sehingga kulit
tampak lebih hitam dari
sekitarnya. (Rosita, 2008)
9. Central healing adalah suatu ujud kelainan
kulit dimana pada suatu lesi
tampak bagian tengahnya
bersih, seolah-olah sudah
sembuh, sedangkan bagian
tepinya terlihat aktif. (Rosita,
2008
10 Fenomena tetsan lilin Fenomena tetsan lilin
. (Karsvlek phenomena)
adalah kondisi ketika
skuama dikerok, maka akan
timbul garis-garis putih pada
goresan seperti lilin yang
digores, disebabkan oleh
berubahya indeks bias.
(Siregar, 2004)

6|Gatal sekali
11 Fenomena Auspitz adalah kondisi apabila
. skuama yang berlapis-lapis
dikerok akan timbul bintik-
bintik pendarahan yang
disebabkan papilomatosis
yaitu papilla dermis yang
memanjang tetapi bila
kerokan tersebut diteruskan
maka akan tampak
pendarahan yang merata.
(Siregar, 2004)

12 Fenomena kobner adalah kondisi ketika


. kulit sehat pasien apabila
dilakukan goresan atau
digaruk berulang-ulang,
maka setelah kurang lebih 3
minggu (lebih), di tempat
goresan/garukan tersebut
akan muncul lesi serupa
dengan lesia asal. (Siregar,
2004)
13 Kulit adalah selimut yang
. menutupi permukaan tubuh
dan memiliki fungsi utama
sebagai pelindung dari
berbagai macam gangguan
dan rangsangan luar
(tranggono, 2007)

7|Gatal sekali
II. Identifikasi Masalah
1. Mengapa keluhan yang dirasakan pasien menghilang setelah
mengkonsumsi obat sejak 1 minggu yang lalu, kemudian
keluhan muncul kembali apabila pasien mencuci piring?

I. BrainStorming
2. Mengapa keluhan yang dirasakan pasien menghilang
setelah mengkonsumsi obat sejak 1 minggu yang lalu,
kemudian keluhan muncul kembali apabila pasien mencuci
piring?
Jawaban :

Pada skenario pasien mengaku bahwa memang sempat


membeli obat di apotek dan mengkonsumsinya selama 1
minggu terakhir ini, kemungkinan obat yang dibeli dan
didapatkan pasien di apotek adalah obat dari kelompok
antihistamin (berhubung pasien lupa nama obatnya) yang
hanya dapat menghilangkan rasa gatal salah satunya
Chlorpheniramine Maleate. Sehingga, ketika terpapar kembali
dengan bahan iritan dapat memicu rasa gatal dan panas pada
tangan. Disamping itu juga pekerjaan pasien sebagai pembantu
rumah tangga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
keadaan tersebut, karena setiap hari terus-menerus terpapar
bahan kimia salah satunya sabun pencuci piring/deterjen.
(Anisa, 2015)

II. Rangkuman Permasalahan

8|Gatal sekali
III. LearningIssue
1. Bagaimana anatomi dari kulit?
2. Bagaimana histologi dari kulit?
3. Bagaimana fisiologi dari kulit?
4. Jelaskan korelasi klinis dari Diagnosis Diferensial/Banding
(DD)!
5. Identifikasi Diagnosis Definitif/Kerja(DX) dari
a. Epdemiologi
b. Faktor resiko
c. Pathofisiologi
d. Pemeriksaan fisik dan pemriksaan penunjang
e. Terapi
f. komplikasi dan prognosis

IV. Referensi
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan
membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit sendiri
bersifat esensial, vital, komplek, elastis, dan sensitif bergantung
pada berbagai faktor predisposisi setiap masing – masing
individu. Karena letaknya yang terluar dari tubuh manusia,

9|Gatal sekali
kulit memiliki peranan proteksi terhadap berbagai patogen
yang dapat menyerang dan menimbulkan berbagai macam
keluhan. Adanya gangguan pada kulit paling sering akan
menyebabkan keluhan rasa gatal. Rasa gatal ini sendiri
merupakan suatu sensasi tidak nyaman akibat adanya
hipersensitivitas, dimana serabut – serabut saraf memiliki
peranan besar untuk menghantarkan informasi dan
dipersepsikan oleh korteks serebri sebagai rasa gatal. Keluhan
rasa gatal dapat mengindikasi adanya kelainan pada kulit, salah
satunya adalah dermatitis. Dermatitis adalah adanya
peradangan pada bagian epidermis dan dermis yang dapat
disebabkan oleh bahan – bahan yang bersifat alergen, iritatif
atau bahkan dapat disebebkan secara atopik.
(Budimulja,Unandar, 2007).

V. Pembahasan LearningIssue
1. Bagaimana anatomi dari kulit?
Jawaban :
Kulit adalah pembatas antara manusia dan lingkungannya.
Kulit mempunyai berat rata-rata 4 kg dan meliputi area
seluas 2m². Kulit berperan sebagai pembatas, melindungi
tubuh dari lingkungan luar dan mencegah hilangnya zat-zat
tubuh yang penting, terutama air. Kulit memiliki 3 lapisan,
yaitu:
a. Epidermis
Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai
bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter,
misalnya pada telapak kaki dan telapak tangan, dan
lapisan yang tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada
kelopak mata, pipi, dahi, dan perut. Sel-sel epidermis
disebut keratinosit. (Siregar, 2013)

10 | G a t a l s e k a l i
 Stratum Korneum
Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak
memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak
berwarna, dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini
sebagian besar terdiri atas keratin, jenis protein yang tidak
larut dalam air, dan sangat resisten terhadap bahan-bahan
kimia. Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk
memproteksi tubuh dari pengaruh luar. Secara alami, sel-
sel yang sudah mati di permukaan kulit akan melepaskan
diri untuk beregenerasi. Permukaan stratum korneum
dilapisi oleh suatu lapisan pelindung lembab tipis yang
bersifat asam, disebut mantel asam kulit. (Siregar, 2013)
 Stratum Lucidum
Terletak tepat di bawah stratum korneum, merupakan
lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin. Antara
stratum lucidum dan stratum granulosum terdapat lapisan
keratin tipis yang disebut rein's barrier (Szakall) yang
tidak bisa ditembus. (Siregar, 2013)
 Stratum Granulosum
Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal,
berbutir kasar, berinti mengkerut. Di dalam butir
keratohyalin terdapat bahan logam, khususnya tembaga
yang menjadi katalisator proses pertandukan kulit.
(Siregar, 2013)
 Stratum Spinosum
Memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri.
Intinya besar dan oval. Setiap sel berisi filamen-filamen
kecil yang terdiri atas serabut protein Cairan limfe masih
ditemukan mengitari sel-sel dalam lapisan malphigi ini.
(Siregar, 2013)
 Stratum Germinativum

11 | G a t a l s e k a l i
Adalah lapisan terbawah epidermis. Di dalam stratum
germinativum juga terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-sel
yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya
membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada
sel-sel keratinosit melalui dendrit-dendritnya. Satu sel
melanosit melayani sekitar 36 sel keratinosit. Kesatuan ini
diberi nama unit melanin epidermal. (Siregar, 2013)

b. Dermis
Terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin
yang berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid
dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida. Serabut
kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit
manusia bebas lemak. Di dalam dermis terdapat adneksa-
adneksa kulit seperti folikel rambut, papila rambut,
kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot
penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf,
juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan
lemak bawah kulit. (Siregar, 2013)
c. Hipodermis atau Subkutis
Hipodermis atau lapisan subkutis (tela subcutanea)
tersusun atas jaringan ikat dan jaringan adiposa yang
membentuk fasia superficial yang tampak secara
anatomis. Hipodermis ini terdiri dari sel-sel lemak, ujung
saraf tepi, pembuluh darah dan pembuluh getah bening,
kemudian dari beberapa kandungan yang terdapat pada
lapisan ini sehingga lapisan hipodermis ini memiliki
fungsi sebagai penahan terhadap benturan ke organ tubuh
bagian dalam, memberi bentuk pada tubuh,
mempertahankan suhu tubuh dan sebagai tempat
penyimpan cadangan makanan. (Siregar, 2013)

12 | G a t a l s e k a l i
(Siregar, 2013)

2. Bagaimana histologi dari kulit?


Jawaban :

Kulit merupakan organ terbesar tubuh, tersusun atas


epidermis pada bagian atas dan dermis pada bagian bawah.
Kulit mempunyai banyak fungsi selain menyelubungi jaringan
lunak di bawahnya, yaitu
 Proteksi terhadap jejas, invasi bakteri dan desikasi
/evaporasi
 Pengaturan temperatur tubuh
 Reseptor sensasi dari lingkungan secara terus menerus
(seperti sentuhan, temperatur dan nyeri
 Ekskresi dari kelenjar keringat

13 | G a t a l s e k a l i
 Absorpsi radiasi ultraviolet dari matahari untuk sintesis
vitamin D.
Kulit terdiri dari 2 lapisan yaitu epidermis pada bagian luar
dan dermis yang merupakan jaringan ikat. Epidermis tersusun
atas epitel berlapis gepeng berkeratin yang berasal dari
ektoderm. Lapisan di bawah epidermis yang juga
berinterdigitasi dengannya ialah dermis, berasal dari Mesoderm
dan tersusun atas jaringan ikat padat kolagen yang tersusun
tidak teratur. Pertemuan antara epidermis dan dermis dibentuk
oleh rigi yang menonjol pada dermis (papil dermis/rigi dermis),
yang berinterdigitasi dengan invaginasi epidermis (rigi
epidermis). Kedua rigi tersebut disebut apparatus rete.
Invaginasi lainnya yang merupakan turunan epidermis (seperti
folikel rambut kelenjar keringat dan kelenjar sebasea)
menyebabkan pertemuan epidermis dermis tidak teratur
(Waschke. J. 2012)

Hipodermis merupakan jaringan ikat longgar mengandung


berbagai jumlah lemak yang terletak di bawah kulit.
Hipodermis bukan merupakan bagian dari kulit namun bagian
fasia superfisial (dari potongan anatomi makroskopik) yang
menyelubungi seluruh tubuh, tepat di bawah kulit. Orang yang
kelebihan nutrisi atau yang tinggal pada iklim dingin
mempunyai lemak yang banyak pada fasia superfisial
(hipodermis) yang dinamakan panikulus adiposus (Waschke.
J. 2012)
Pada daerah tertentu pada tubuh, kulit memperlihatkan
tekstur dan ketebalan yang berbeda. Sebagai contoh, kulit pada
kelopak mata lembut, halus dan tipis serta mempunyai rambut
halus, sedangkan pada jarak yang dekat dengannya, yakni pada
alis, kulit lebih tebal dan mempunyai rambut yang kasar. Kulit

14 | G a t a l s e k a l i
pada kening memproduksi sekret berminyak; kulit pada dagu
tidak banyak memproduksi sekret berminyak namun
mempunyai banyak rambut (pada kaum lelaki) (Waschke. J.
2012)
Telapak tangan dan telapak kaki termasuk kulit tebal dan
tidak memproduksi rambut namun mengandung banyak
kelenjar keringat. Permukaan jari jemari mempunyai rigi dan
lekuk yang berselang-seling serta berbatas tegas, yang
kemudian membentuk pola lingkaran, lengkungan, busur dan
pusaran disebut dermatoglifi (sidik jari) yang berkembang pada
fetus dan tetap tak berubah sepanjang hidup. Dermatoglifi
sangat spesifik untuk tiap individu sehingga digunakan untuk
tujuan identifikasi dalam kedokteran forensik dan penyelidikan
kriminal. Meskipun sidik jari ditentukan secara genetik,
kemungkinan oleh gen yang multipel, alur dan lekuk pada
lutut, siku dan tangan sebagian besar berhubungan dengan
kebiasaan penggunaan dan stres fisik dalam lingkungan
seseorang (Waschke. J. 2012)
 Epidermis
Epidermis, lapisan permukaan kulit, merupakan turunan dari
ektoderm dan tersusun atas epitel berlapis gepeng berkeratin.

15 | G a t a l s e k a l i
Epidermis mempunyai ketebalan 0,07 hingga 0,12 mm pada
sebagian besar tubuh, dengan penebalan setempat pada telapak
tangan dan telapak kaki (ketebalan hingga sekitar 0,8 mm dan
1,4 mm). Kulit yang lebih tebal pada telapak tangan dan
telapak kaki terlihat jelas pada fetus, namun seiring waktu
berjalan dan dengan penggunaan, tekanan dan gesekan
mengakibatkan peningkatan ketebalan kulit pada daerah ini.
Epidermis terdiri dari 5 lapisan yaitu stratum basal, stratum
spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum
korneum (Waschke. J. 2012)

1) Stratum Basal (Stratum Germinativum)


Merupakan lapisan terdalam pada epidermis yang
disokong oleh membran basalyang terletak di atas dermis,
membentuk daerah perbatasan yang ireguler. Stratum basal

16 | G a t a l s e k a l i
terdiri atas selapis sel kuboidal hingga silindris rendah yang
aktif bermitosis, mengandung sitoplasma basofilik dan sebuah
nukleus besar. Desmosom banyak terletak pada sisi lateral
membran sel melekatkan antar sel stratum basal, dan antara sel
stratum basal dengan sel stratum spinosum. Hemidesmosom
terletak di basal sel berfungsi melekatkan sel pada lamina
basal. Mikrograf elektron menunjukkan beberapa mitokondria,
sebuah kompleks Golgi kecil, beberapa retikulum endoplasma
kasar (rough endoplasmic reticulum/RER), dan banyak
ribosom bebas. Sejumlah filamen intermedia (tonofilamen)
baik tunggal (10 nm) maupun berupa berkas, melintasi plak
desmosom yang berada di lateral sel dan berakhir pada plak
hemidesmosom (Waschke. J. 2012)

17 | G a t a l s e k a l i
Gambaran mitosis harusnya mudah terlihat pada
stratum basal karena lapisan ini sebagian bertanggung jawab
untuk pembaruan sel pada epitel. Namun mitosis terjadi
sebagian besar saat malam hari, sedangkan spesimen histologi
diambil saat siang hari; sehingga gambaran mitosis jarang
terlihat pada sediaan histologis kulit. Saat sel baru dibentuk via
mitosis, lapisan sebelumnya terdorong ke arah permukaan
untuk bergabung dengan lapisan epidermis selanjutnya yakni
stratum spinosum (Waschke. J. 2012)

2) Stratum Spinosum
Lapisan paling tebal pada epidermis ialah stratum
spinosum, terdiri atas sel gepeng hingga polihedral. Keratinosit
yang terletak di basal stratum spinosum juga bermitosis secara
aktif, dan kedua strata, juga disebut sebagai lapisan malpighi,
bertanggung jawab atas pembaruan keratinosit epidermis.
Keratinosit stratum spinosum mempunyai populasi organel
yang sama seperti pada stratum basal. Namun sel pada stratum
spinosum mempunyai berkas-berkas filament intermedia
(tonofilamen) yang lebih banyak serta berperan sebagai
sitokeratin/kerangka sel, daripada sel pada stratum basal. Pada
sel stratum spinosum, berkas tersebut menjulur keluar dari
daerah perinuklir (kitar inti) menuju prosesus seluler yang
berinterdigitasi, yang melekatkan sel-sel yang berdekatan
dengan desmosom. Prosesus ini disebut 'jembatan interseluler'
oleh ahli histologi terdahulu, memberikan gambaran sel
'berduri' pada stratum spinosum. Seiring dengan pergerakan
keratinosit ke permukaan melalui stratum spinosum, ia juga
memproduksi tonofilamen yang terkumpul dalam berkas-
berkas yang disebut tonofibril menyebabkan sitoplasmanya
eosinofilik. Sel stratum spinosum juga mengandung granula

18 | G a t a l s e k a l i
sekretori pada sitoplasmanya (berdiameter 0,1 hingga 0,4 μm)
yang disebut granula pelapis membrane (membrane coating
granules/lamellar granules). Vesikel gepeng ini mengandung
substansi lipid tersusun dalam bentuk lamelar yang padat
(Waschke. J. 2012)

19 | G a t a l s e k a l i
3) Stratum Granulosum
Stratum terdiri atas 3 hingga 5 lapis keratinosit yang
gepeng, ialah lapisan paling superfisial epidermis yang sel-sel
penyusunnya masih mempunyai inti. Sitoplasma dari
keratinosit ini mengandung granula keratohialin yang basofilik,
kasar, berbentuk ireguler dan berukuran besar, yang tidak
terikat pada membran. Berkas filamen keratin melewati granula
tersebut. Sel stratum granulosum mengandung granula
berselubung membran. Kandungan granula ini dilepaskan
secara eksositosis ke dalam ruang ekstraseluler, membentuk
lembaran substansi yang kaya akan lipid yang berperan sebagai
sawar kedap air, yang merupakan salah satu fungsi kulit.
Lapisan impermeabel ini mencegah sel superfisial terbenam
dalam cairan ekstraseluler yang berisi nutrien sehingga
mempercepat kematian sel tersebut (Waschke. J. 2012)

4) Stratum Lusidum

20 | G a t a l s e k a l i
Lapisan sel yang tipis dan terwarnai pucat, jernih dan
homogen terletak tepat di atas stratum granulosum. Lapisan ini
hanya terdapat pada kulit tebal (seperti telapak tangan dan
telapak kaki). Meskipun sel gepeng stratum lusidum tidak
mempunyai organel dan nuklei, sel mengandung filamen
keratin yang tersusun padat yang terletak paralel terhadap
permukaan kulit dan eleidin, suatu produk turunan keratohialin.
Sitoplasma dari membran plasma sel mempunyai struktur
menebal oleh karena deposisi protein nonkeratin yang dikenal
sebagai involukrin, yang fungsinya masih belum diketahui
(Waschke. J. 2012)

5) Stratum Korneum
Lapisan paling superfisial dari kulit, stratum korneum,
tersusun atas beberapa lapis sel gepeng berkeratin dengan
plasmalema yang menebal. Sel ini tidak mempunyai nukleus
dan organel tetapi terisi dengan filamen keratin yang terbenam
dalam matriks amorf. Sel yang terletak jauh dari permukaan
kulit memperlihatkan desmosom, sedangkan sel dekat dengan
permukaan kulit disebut skuama, atau Sel tanduk, kehilangan
desmosomnya dan menjadi terdeskuamasi (terkelupas).
Selain itu epidermis juga mengandung 3 tipe sel yaitu
keratinosit, sel Langerhans, sel merkel, dan melanosit
(Waschke. J. 2012)
Keratinosit
Sel terbanyak (85-95%) berasal dari ectoderm
permukaan yang merupakan sel epitel yang mengalami
kreatinisasi, menghasilkan lapisan kedap air dan perisai
pelindung tubuh. Keratinosit melakukan mitosis pada malam
hari, dan seiring pembentukan sel baru, sel diatasnya terdorong
ke permukaan. Dalam perjalanan sel ke arah permukaan, sel

21 | G a t a l s e k a l i
berdiferensiasi dan mulai mengakumulasi filamen keratin pada
sitoplasmnya. Akhirnya, pada saat sel dekat dengan
permukaan, sel mati dan terkelupas, proses ini berlangsung
selama 20-30 hari (Waschke. J. 2012)

Sel Langerhans

Sel Langerhans, terkadang disebut sel dendritic karena


sejumlah prosesusnya yang panjang, yang sebagian besar
terletak pada stratum spinosum. Sel ini juga dapat ditemukan
dalam dermis sebagaimana juga dalam epitel berlapis gepeng di
rongga mulut, esofagus dan vagina. Namun, sel ini paling
banyak terdapat pada epidermis, yakni mencapai 800 buah per
mm2 (Waschke. J. 2012)

Jika dilihat dengan mikroskop cahaya, sel Langerhans


mempunyai nukleus yang padat, sitoplasma pucat serta
prosesus panjang dan ramping yang menjulur keluar dari badan
sel ke dalam rongga interseluler diantara keratinosit. Mikrograf
elektron memperlihatkan nukleus yang polimorfik; sitoplasma
elektron lusen menampung beberapa mitokondria, beberapa
retikulum endoplasma kasar dan tidak ada filament intermedia
tetapi mengandung lisosom, badan multivesikuler dan vesikel
berukuran kecil (Waschke. J. 2012)
Sel Merkel
Sel Merkel, yang tersebar diantara keratinosit stratum
basal epidermis, banyak terdapat di ujung jari, mukosaoral dan
pangkal folikel rambut. Sel ini merupakan turunan krista
neuralis dan biasanya ditemukan sebagai sel tunggal berjajar
paralel terhadap lamina basalis; namun ia dapat menjulurkan
prosesusnya di antara keratinosit, yang menempel satu sama
lain melalui desmosom (Gambar 14-5). Nukleus sel Merkel

22 | G a t a l s e k a l i
mempunyai takik yang dalam, dan terdapat tiga tipe sitokeratin
dalam sitoplasma yang membuat filamen sitoskeletal. Granula
berinti padat terletak dalam zona perinuklir dan dalam
prosesusnya, yang fungsinya belum jelas, ialah gambaran khas
dari sel Merkel (Waschke. J. 2012)

Melanosit

Melanosit, merupakan turunan dari krista neuralis,


terletak diantara sel stratum basal, walaupun juga dapat terletak
di bagian superfisial dermis. Melanosit ialah sel berbentuk
bundar hingga silindris yang mempunyai prosesus panjang
bergelombang menjulur dari permukaan sel dan menembus
ruang interseluler stratum spinosum. Tirosinase diproduksi oleh
retikulum endoplasma kasar melanosit, kemudian dikemas
menjadi granula berbentuk oval oleh aparatus Golgi yang
disebut dengan melanosom (meskipun melanosom orang
berambut merah berbentuk bundar, bukan oval) (Waschke. J.
2012)

 Dermis ( Korium )
Daerah pada kulit yang terletak di bawah epidermis,
disebut dengan dermis, berasal dari mesoderm dan terbagi atas
dua lapisan: lapisan papilar yang terletak superfisial dan
tersusun longgar, dan lapisan reticular yang terletak lebih
dalam dan tersusun lebih padat. Dermis tersusun atas jaringan
ikat padat kolagen yang tersusun tidak teratur sebagian besar
mengandung serat kolagen tipe I dan rangkaian serat elastin,
yang menyokong epidermis dan mengikat kulit dengan
hipodermisdi bawahnya (fasia superfisialis). Ketebalan dermis
berkisar antara 0,6 mm pada kelopak mata hingga sekitar 3 mm
pada bagian telapak tangan dan telapak kaki. Namun, tidak

23 | G a t a l s e k a l i
terdapat batas tegas antara dermis dengan hipodermis yang
berada tepat di bawahnya. Pada keadaan normal, dermis lebih
tebal pada laki-laki daripada perempuan dan pada bagian dorsal
daripada ventral permukaan tubuh (Waschke. J. 2012)

1) Lapisan Papilar Dermis

Lapisan papilar pada bagian superfisial dermis tidak


merata ketebalannya dan lapisan ini berinterdigitasi dengan
epidermis kemudian membentuk rigi dermis (papilla). Lapisan
ini tersusun atas jaringan ikat longgar yang tipis, yakni serat
kolagen tipe III (serat retikuler) dan serat elastin yang tersusun
menjadi jaringan yang longgar. Lapisan papilar mengandung
fibroblast, makrofag, sel plasma, sel mast, dan sel lainnya yang
sering berada dalam jaringan ikat (Waschke. J. 2012)
Lapisan papilar juga mempunyai banyak lingkaran
kapiler, yang menjangkau hingga pertemuan epidermis-dermis.
Kapiler ini mengatur temperatur tubuh dan menutrisi sel
epidermis yang avaskular. Pada beberapa papila dermis,
terdapat badan Meissner yang bersimpai, mekanoreseptor yang
bertugas merespons perubahan ringan pada epidermis. Reseptor
ini paling banyak terdapat pada daerah kulit yang sensitif
terhadap stimulasi taktil (seperti bibir, genitalia eksterna, dan
puting). Mekanoreseptor bersimpai lainnya yang terdapat pada
lapisan papilar ialah badan Krause. Walaupun reseptor ini pada
mulanya dianggap sebagai penerima rangsang dingin, namun
sekarang fungsinya belum diketahui (Waschke. J. 2012)

2) Lapisan Retikular Dermis


Secara khusus, lapisan retikular tersusun
atas jaringan ikat padat kolagen yang

24 | G a t a l s e k a l i
tersusun tidak teratur, memperlihatkan serat
kolagen tipe I, yang tersusun padat ke
dalam berkas besar dan berjalan paralel
terhadap permukaan kulit. Jaringan serat
elastin tebal diselingi dengan serat kolagen,
tampak banyak di sekitar kelenjar sebasea
dan keringat. Proteoglikans yang kaya akan
dermatan sulfat, mengisi sela-sela lapisan
retikular. Sel di lapisan ini lebih jarang
dibanding pada lapisan papilar. Sel-sel
tersebut ialah fibroblas, sel mast, limfosit,
makrofag dan sel lemak yang seringkali
ditemukan pada bagian dalam lapisan
reticular (Waschke. J. 2012)

3. Bagaimana fisiologi dari kulit?


Jawaban :

Kulit merupakan organ paling luas permukaannya


yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit
sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya
matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi
terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh
terhadap lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi
seseorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat
perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat,
kekuning–kuningan, kemerah–merahan atau suhu kulit
meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada
tubuh gangguan kulit karena penyakit tertentu (Waschke. J.
2012)

25 | G a t a l s e k a l i
Gangguan psikis juga dapat menyebabkan kelainan
atau perubahan pada kulit. Misalnya karena stress, ketakutan
atau dalam keadaaan marah, akan terjadi perubahan pada kulit
wajah. Perubahan struktur kulit dapat menentukan apakah
seseorang telah lanjut usia atau masih muda. Wanita atau pria
juga dapat membedakan penampilan kulit. Warna kulit juga
dapat menentukan ras atau suku bangsa misalnya kulit hitam
suku bangsa negro, kulit kuning bangsa mongol, kulit putih
dari eropa dan lain-lain (Waschke. J. 2012)
Perasaan pada kulit adalah perasaan reseptornya yang
berada pada kulit. Pada organ sensorik kulit terdapat 4
perasaan yaitu rasa raba/tekan, dingin, panas, dan sakit. Kulit
mengandung berbagai jenis ujung sensorik termasuk ujung
saraf telanjang atau tidak bermielin. Pelebaran ujung saraf
sensorik terminal dan ujung yang berselubung ditemukan pada
jaringan ikat fibrosa dalam. Saraf sensorik berakhir sekitar
folikel rambut, tetapi tidak ada ujung yang melebaratau
berselubung untuk persarafan kulit.Penyebaran kulit pada
berbagai bagian tubuh berbeda-beda dan dapat dilihat dari
keempat jenis perasaan yang dapat ditimbulkan dari daerah-
daerah tersebut. Pada pemeriksaan histologi, kulit hanya
mengandung saraf telanjang yang berfungsi sebagai
mekanoreseptor yang memberikan respon terhadap
rangsangan raba. Ujung saraf sekitar folikel rambut menerima
rasa raba dan gerakan rambut menimbulkan perasaan (raba
taktil). Walaupun reseptor sensorik kulit kurang menunjukkan
ciri khas, tetapi secara fisiologis fungsinya spesifik. Satu jenis
rangsangan dilayani oleh ujung saraf tertentu dan hanya satu
jenis perasaan kulit yang disadari (Waschke. J. 2012)
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam
menjaga homeostasis tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat

26 | G a t a l s e k a l i
dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi,
persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan
pembentukan vitamin D (Waschke. J. 2012)
Kulit juga sebagai barier infeksi dan memungkinkan bertahan
dalam berbagai kondisi lingkungan (Waschke. J. 2012)
a) Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai
cara sebagai berikut:
1) Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi
(gesekan), panas, dan zat kimia.
2) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari
permukaan kulit dan dehidrasi, selain itu juga
mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh
melalui kulit (Waschke. J. 2012)
3) Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea
mencegah kulit dan rambut dari kekeringan serta
mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh
bakteri di permukaan kulit (Waschke. J. 2012)
4) Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV
yang berbahaya. Pada stratum basal, sel-sel melanosit
melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya.
Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik dari
sinar matahari, sehingga materi genetik dapat
tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan pada
proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan
(Waschke. J. 2012)
5) Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun
yang protektif. Yang pertama adalah sel Langerhans,
yang merepresentasikan antigen terhadap mikroba.
Kemudian ada sel fagosit yangbertugas

27 | G a t a l s e k a l i
memfagositosis mikroba yang masuk melewati keratin
dan sel Langerhans (Waschke. J. 2012)

b) Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap
material larut-lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-
obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida (Djuanda,
2007).Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida
dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian
pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik
dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri (Harien,
2010). Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak,
seperti kortison, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan
melepaskan antihistamin di tempat peradangan (Guyton
and Hall. 2011).
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal
tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis
vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah
antarsel ataumelalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih
banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang
melalui muara kelenjar (Tortora dkk., 2012).
c) Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan
dua kelenjar eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat:
1) Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat
pada folikel rambut dan melepaskan lipid yang dikenal
sebagai sebum menuju lumen (Harien, 2010). Sebum
dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi
menekan kelenjar sebasea sehingga sebum dikeluarkan

28 | G a t a l s e k a l i
ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum
tersebut merupakan campuran dari trigliserida,
kolesterol, protein, dan elektrolit. Sebum berfungsi
menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan
memproteksi keratin (Tortora dkk., 2012).
2) Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar
400 mL air dapat keluar dengan cara menguap melalui
kelenjar keringat tiap hari (Djuanda, 2007).Seorang
yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL
keringat tambahan, dan bagi orang yang aktif
jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air
dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk
mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua
molekul organik hasil pemecahan protein yaitu
amoniak dan urea (Martini, 2006). Terdapat dua jenis
kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan
kelenjar keringat merokrin (Tortora dkk., 2012).
 Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila,
payudara dan pubis, serta aktif pada usia pubertas
dan menghasilkan sekretyang kental dan bau yang
khas (Djuanda, 2007). Kelenjar keringat apokrin
bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf dan
hormon sehingga sel-sel mioepitelyang ada di
sekeliling kelenjar berkontraksi dan menekan
kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar
keringat apokrin melepaskan sekretnya ke folikel
rambut lalu ke permukaan luar (Tortora dkk.,
2012)
 Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di
daerah telapak tangan dan kaki. Sekretnya

29 | G a t a l s e k a l i
mengandung air, elektrolit, nutrien organik, dan
sampah metabolism (Harien, 2010). Kadar pH-nya
berkisar 4,0−6,8dan fungsi dari kelenjar keringat
merokrin adalah mengatur temperatur permukaan,
mengekskresikan air dan elektrolit serta melindungi
dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan
agen asing dan menghasilkan dermicidin, sebuah
peptida kecil dengan sifat antibiotic (Tortora dkk.,
2012).
d) Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis
dan subkutis (Djuanda, 2007).Terhadap rangsangan panas
diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan
subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan
Krause yang terletak di dermis, badan taktil Meissner
terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan,
demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di
epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh
badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut
lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik (Tortora
dkk., 2012).

e) Fungsi pengaturan
suhu tubuh (termoregulasi) Kulit berkontribusi terhadap
pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua cara:
pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di
pembuluh kapiler (Djuanda, 2007).Pada saat suhu tinggi,
tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak
serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga
panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada
saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit

30 | G a t a l s e k a l i
keringat dan mempersempit pembuluh darah
(vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas
oleh tubuh (Tortora dkk., 2012).
f) Fungsi pembentukan vitamin D
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi
prekursor 7 dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar
ultraviolet(Djuanda, 2007). Enzim di hati dan ginjal lalu
memodifikasi prekursor dan menghasilkan kalsitriol,
bentuk vitamin D yang aktif. Calcitriol adalah hormon yang
berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari
traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah
(Tortoradkk., 2006). Walaupun tubuh mampu
memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi
kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian
vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.Pada manusia
kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya
pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah
kulit (Tortora dkk., 2012).

4. Jelaskan korelasi klinis dari Diagnosis Diferensial/Banding


(DD)!
Jawaban :
1. Dermatitis
 Definisi
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (epidermis dan
dermis) sebagai respons terhadap pengaruh faktor
eksogen dan endogen, menyebabkan kelainan klinis
berupa eflorensi polimorfik (eritema, edema, papul,
vesikel, skuama, likenifikasi), dan gatal. (Menaldi,
2016)
 Dermatitis Kontak

31 | G a t a l s e k a l i
 Adalah dermatitis yang disebabkan oleh
bahan/substansi yang menempel pada kulit.
a. Dermatitis Kontak Iritan
Yaitu reaksi peradangan kulit non
imunologik, jadi kerusakan kulit terjadi
langsung tanpa didahului proses sensitisasi.
b. Dermatitis Kontak Alergen
Yaitu suatu peradangan kulit yang timbul
setelah kontak dengan alergen melalui
proses sensitisasi. (Menaldi, 2016)
 Etiologi
Penyebab dermatitis dapat dari luar tubuh (eksogen),
misalnya bahan kimia (contoh : detergen, asam, basa,
oli, semen), fisik (contoh: sinar, suhu), mikroorganisme
(bakteri, jamur) ; dapat dari dalam tubuh (endogen),
misalnya dermatitis atopik. Sebagian etiologinya tidak
diketahui dengan pasti. (Menaldi, 2016)

 Gejala klinis
 Eritema
 Edema
 Papul
 Skuama, vesikel
 Likenifikasi
 Gatal (Menaldi, 2016)

2. Psoriasis
 Definisi
Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik yang
umum dijumpai, penyebabnya autoimun, bersifat kronik

32 | G a t a l s e k a l i
dengan dasar genetik yang kuat dengan karakteristik
perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis
disertai manifestasi vaskuler, juga diduga adanya
pengaruh sistemsaraf. (Menaldi, 2016)

 Etiologi
Psoriasis dapat disebabkan karena pengaruh autoimun
dan genetik yang mendasar. (Menaldi, 2016)

 Gejala klinis
 Terdapat plak eritematosa diliputi skuama putih
disertai titik titik perdarahan bila skuama
dilepas.
 Bercak-bercak eritema berbatas tegas
 Disertai fenomena tetesan lilin, auspitz, dan
kobner. (Menaldi, 2016)

3. Dermatofitosis
 Definisi
Dermatofitosis adalah infeki jamur superfisial yang
disebabkan oleh dermatofita yang memiliki kemampuan
untuk melekat pada keratin dan menggunakannya
sebagai sumber nutrisi, dengan menyerang jaringan
berkeratin, seperti stratum korneum pada epidermis,
rambut, dan kuku. (Menaldi, 2016)

 Etiologi
Biasanya dermatofitosis disebabkan oleh tiga genus
jamur yaitu : Microsporum, Trichophyton, dan
epidermophyton (Menaldi, 2016)

33 | G a t a l s e k a l i
 Klasifikasi dermatofitosis berdasarkan lokasi infeksinya
:
a. Tenia Kapitis : infeksi dermatofita pada daerah
kepala, alis mata, dan bulu mata
b. Tenia Barbe : infeksi dermatofita pada daerah dagu
dan jenggot
c. Tenia Cruris : infeksi dermatofita pada daerah
genokrural, sekitar anus, bokong, kadang-kadang
sampai perut bagian bawah.
d. Tinea pedis et manum : infeksi dermatofita pada
daerah kaki dan tangan
e. Tinea ungurium : infeksi dermatofita pada daerah
jari tangan dan jari kaki (kuku).
f. Tinea korporis : infeksi dermatofita pada daerah
lain yang mengenai jaringan keratin superficial
(tidak berambut)
g. Tinea fasialis : infeksi dermatofita pada daerah yang
terbatas pada kulit yang tidak berambut, yangterjadi
pada wajah,memiliki karakteristik sebagai eritema
yang melingkar dengan batas yang jelas. (Menaldi,
2016)

 Gejala klinis
 Gatal
 Berbatas tegas
 Terdiri dari bermacam-macam eflorensi kulit
(polimorfi) seperti eritema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi,dll), bagian tepi lesi lebih
aktif. (Menaldi, 2016)

4. Eritroderma

34 | G a t a l s e k a l i
 Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan
adanya eritema unoversalis (90%-100%), biasanya
disertai skuama. (Menaldi, 2016)

 Etiologi
Eritroderma biasanya disebabkan karena adanya akibat
alergi obat sistemik dan akibat perluasan penyakit kulit.
(Menaldi, 2016)

 Gejala klinis
 Adanya Eritema (harus ada)
 Adanya sukama
 Hiperpigmentasi (Menaldi, 2016)

Diagnosis Differential

Dermatitis Dermatitis
Keadaan sesuai
Kontak kontak Dermatofita Psoriasis Eritroderma
skenario
Iritan alergik
Pasien +/- +/- +/- +/- +/-
pembantu
rumah tangga
(25 tahun)
Muncul bercak ++ ++ + + +
merah, dan kulit
mengelupas
dikedua tangan,
kedua ketiak,
dada, perut,
selangkangan
sejak 1 minggu

35 | G a t a l s e k a l i
yang lalu
Gatal dan panas + + + + +/-
Keluhan muncul + + - - +/-
setelah mencuci
piring dengan
sunlight
Plenting- + + + + +
plenting merah
berair,jika pecah
mengeluarkan
cairan bening
Hilang setelah + +/- +/- +/- +/-
mengonsumsi
obat dan setalah
mencuci piring
timbul lagi
Riwayat
Keluhan sejak + + + + +
kurang lebih 8
bulan lalu
Riwayat alergi + - + + +/-
disangkal
Pemeriksaan ; UKK
Plakat eritema + + + + +
Papul eritema + + + + +
multiple
Skuama, erosi + + + + +
Macula + + +/- +/- +
hiperpigmentasi
batas tak tegas
Cental healing + + +/- +/- +/-
(-), tepi aktif (-)
Fenomena + + +/- - +/-
tetesan lilin (-)
Fenomena + + +/- - +/-
Auspitz (-)

36 | G a t a l s e k a l i
Fenomena + + +/- - +/-
Kobner (-)

Keterangan :

++ = sangat mungkin

+ = mungkin

+/- = mungkin iya / mungkin tidak

- = tidak mungkin

5. Identifikasi DX dari epidemiologi, faktor resiko,


pathofisiologi, cara mendiagnosis, tatalaksana, komplikasi,
dan prognosis!
Jawaban:
Sesuai hasil diskusi kami yang berdasarkan korelasi
klinis yang telah dibahas sebelumnya, diagnosis definitif
(DX) sementara pasien adalah Dermatitis Kontak Iritan,
sehingga selanjutnya akan dibahas epidemiologi, faktor
resiko pathofisiologi,pemeriksaan fisik dan penunjang,
tatalaksana , komplikasi, dan prognosis diagnosis tersebut.

a. Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh
semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis
kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup
banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan
(DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara

37 | G a t a l s e k a l i
tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh
banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang
berobat, atau bahkan tidak mengeluh. Di Amerika, DKI
sering terjadi pada pekerjaan yang melibatkan kegiatan
mencuci tangan atau paparan berulang pada kulit terhadap
air, bahan makanan atau iritan lainnya. Pekerjaan yang
berisiko tinggi meliputi pembatu rumah tangga, pelayan
rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut. Prevalensi
dermatitis tangan karena pekerjaan ditemukan sebesar
55,6% di intensive care unit dan 69,7% pada pekerja yang
sering terpapar (dilaporkan dengan frekuensi mencuci
tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian
menyebutkan frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap
pergantian memiliki hubungan kuat dengan dermatitis
tangan karena pekerjaan (odds ratio 4,13. Di Jerman,
angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja,
dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut
(46,9 kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang
roti dan tukang masak. Berdasarkan jenis kelamin, DKI
secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding
laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita
dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetic
(Balgis,2018).

b. Faktor resiko

Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis kontak


merupakan penyakit kulit multifaktoral yang dipengaruhi
oleh faktor eksogen dan faktor endogen (Cahyono, 2004).

 Faktor Eksogen

38 | G a t a l s e k a l i
Faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis
kontak sebenarnya sulit diprediksi. Beberapa faktor
berikut dianggap memiliki pengaruh terhadap
terjadinya dermatitis kontak (Balgis,2018).

a. Karakteristik bahan kimia:


Meliputi pH bahan kimia (bahan kimia dengan
pH terlalu tinggi >12 atau terlalu rendah <3 dapat
menmbulkan gejalairitasi segera setelah terpapar,
sedangkan pH yang sedikit lebih tinggi >7 atau
sedikit lebih rendah <7 memerlukan paparan
ulang mampu menimbulkan gejala), jumlah dan
konsentrasi (semakin pekat konsentrasi bahan
kimia maka semakin banyak pula bahan kimia
yang terpapar dan semakin poten untuk merusak
lapisan kulit), berat molekul (molekul dengan
berat<1000 dalton sering menyebabkan dermatitis
kontak,biasanya jenis dermatitis kontak kontak
alergi), kelarutan dari bahan kimia yang
dipengaruhi oleh sifat ionisasi dan polarisasi
bahan kimia dengan sifat lipofilik akan mudah
menembus stratum korneum kulit masuk
mencapai sel epidermis dibawahnya
(Balgis,2018).

b. Karakteristik paparan
Meliputi durasi yang dalam penelitian akan dinilai
dari lama paparan perhari dan lama bekerja
sebagai karyawan semprot karena semakin lama
durasi paparan dengan bahan kimia maka semakin
banyak pula bahan yang mampu masuk ke kulit

39 | G a t a l s e k a l i
sehingga semakin poten pula untuk menimbulkan
reaksi, tipe kontak melalui udara maupun kontak
langsung dengan kulit, paparan dengan lebih dari
satu jenis bahan kimia adanya interaksi lebih dari
satu bahan kimia dapat bersifat sinergis ataupun
antagonis, terkadang satu bahan kimia saja tidak
mampu memberikan gejala tetapi mampu
menimbulkan gejala ketika bertemu dengan bahan
lain, dan frekuensi paparan dengan agen bahan
kimia asam atau basa 21 kuat dalam sekali
paparan bisa menimbulkan gejala, untuk basa atau
asam lema butuh beberapa kali paparan untuk
timbulkan gejala, sedangkan untuk bahan kimia
yang bersifat sensitizer paparan sekali saja tidak
bisa menimbulkan gejala karena harus melalui
fase sensitisasi dahulu (Balgis,2018).

c. Faktor lingkungan
Meliputi temperatur ruangan yaitu kelembaban
udara yang rendah serta suhu yang dingin
merupakan komposisi air pada stratum korneum
yang membuat kulit lebih permeable terhadap
bahan kimia dan faktor mekanik yang dapat
berupa tekanan, gesekan, atau lecet, juga dapat
meningkatkan permeabilitas kulit terhadap bahan
kimia akibat kerusakan stratum korneum pada
kulit (Balgis,2018).

 Faktor Endogen
Faktor endogen yang turut berpengaruh terhadap
terjadinya dermatitis kontak meliputi.

40 | G a t a l s e k a l i
a. Faktor genetik, telah diketahui bahwa
kemampuan untuk mereduksi radikal bebas,
perubahan kadar enzim antioksidan, dan
kemampuan melindungi protein dari trauma
panas, semuanya diatur oleh genetik dan
predisposisi terjadinya suatu reaksi pada tiap
individu berbeda dan mungkin spesifik untuk
bahan kimia tertentu.
b. Jenis kelamin, mayoritas dari pasien yang ada
merupakan pasien perempuan, dibandingkan
laki−laki, hal ini bukankarena perempuan
memiliki kulit yang lebih rentan, tetapi karena
perempuan lebih sering terpapar dengan bahan
iritan dan pekerjaan yang lembab
(Balgis,2018).
c. Usia, anak dengan usia kurang dari 8 tahun
lebih rentan terhadap bahan kimia, sedangkan
pada orang yang lebih tua bentuk iritasi
dengan gejala kemerahan sering tidak tampak
pada kulit .
d. Ras, sebenarnya belum studi yang
menjelaskan tipe kulit yang mana yang secara
signifikan mempengaruhi terjadinya
dermatitis. Hasil studi yang baru,
menggunakan adanya eritema pada kulit
sebagai parameter menghasilkan orang
berkulit hitam lebih resisten terhadap
dermatitis, akan tetapi hal ini bisa jadi salah,
karena eritema pada kulit hitam terlihat
(Balgis,2018).

41 | G a t a l s e k a l i
e. Lokasi kulit, ada perbedaan yang signifikan
pada fungsi barier kulit pada lokasi yang
berbeda seperti wajah, leher, skrotum dan
punggung tangan lebih rentan dermatitis.
f. Riwayat atopi, dengan adanya riwayat atopi,
akan meningkatkan kerentanan terjadinya
dermatitis karena adanya penurunan abang
batas terjadinya dermatitis, akibat kerusakan
fungsi barier kulit dan perlambatan proses
penyembuhan (Balgis,2018).

c. Patofisiologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau
fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan
mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak bahan iritan
(toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi
sebagian dapat menembus membran sel dan merusak
lisosom, mitokondria atau komplemen inti (Streit, 2001).
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan
melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG),
faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3). AA dirubah
menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan
LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan
permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah
transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga
bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit dan
neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan
histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga
memperkuat perubahan vaskuler DAG dan second

42 | G a t a l s e k a l i
messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte
macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF). IL-1
mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan
mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi
autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga
mengakibatkan molekul permukaan HLADR dan adesi
intrasel (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit
juga melepaskan TNF-α, suatu sitokin proinflamasi yang
dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit,
menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan
sitokin (Beltrani et al., 2006). Rentetan kejadian tersebut
menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan
iritannya. Ada dua jenis bahan iritan, yaitu: iritan kuat
dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan
kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang dan
menimbulkan gejala berupa eritema, edema, panas, dan
nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang
paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang,
dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena
delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan
fungsi sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel
dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya
kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi,
mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut
(Balgis,2018).

d. Pemeriksaan fisik dan pemriksaan penunjang


Secara garis besar terdapat tiga metode diagnose yang
dilakuan dalam mengidentifikasi jenis dermatitis kontak.

43 | G a t a l s e k a l i
Metode-metode tersebut yaitu dengan melakukan
anamnesis, pemeriksaan klinis dan juga pemeriksaan
penunjang (Budimulja,Unandar, 2007).
 Anamnesis
Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat
atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat
kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh
dokter maupun dilakukan sendiri. Namun yang paling
penting ditanyakan pada anamnesis antara lain:
 Riwayat pekerjaan sekarang: tempat bekerja,
jenis pekerjaan, kegiatan yang lazim
dilakukan pada hari kerja, pakaian pelindung
dan peralatan, dan fasilitas kebersihan dan
prakteknya (Budimulja,Unandar, 2007).
 Faktor pekerjaan sehubungan dengan
gangguan kulit seperti material yang dipakai
dan proses yang dilakukan, informasi
mengenai kesehatan dan keselamatan
tentang material yang ditangani, apakah ada
perbaikan pada akhir pekan atau pada hari
libur, riwayat kerja yang lalu sebelum
bekerja di tempat tersebut, riwayat tentang
penyakit kulit akibat kerja yang pernah
diderita, apakah ada pekerjaan rangkap di
samping pekerjaan yang sekarang
(Budimulja,Unandar, 2007).
 Riwayat lainnya secara umum: latar
belakang atopi (perorangan atau keluarga),
alergi kulit, penyakit kulit lain, pengobatan
yang telah diberikan, kemungkinan pajanan

44 | G a t a l s e k a l i
di rumah, dan hobi pasien
(Budimulja,Unandar, 2007).

 Pemeriksaan fisik
Pertama-tama tentukan lokalisasi kelianan
apakah sesuai dengan kontak bahan yang
dicurigai, yang tersering adalah daerah tangan,
lengan, muka atau anggota gerak. Pemeriksaan
fisik sangat penting, karena dengan melihat
lokalisasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat
diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya,
di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan
oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh
permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan
kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen
(Budimulja,Unandar, 2007).
Kemudian tentukan ruam kulit yang ada,
biasanya didapatkan adanya eritema, edema dan
papula disusul dengan pembentukan vesikel yang
jika pecah akan membentuk dermatitis yang
membasah. Lesi pada umumnya timbul pada
tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat
meluas ke daerah sekitarnya (Budimulja,Unandar,
2007).

 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan


uji tempel. Uji tempel biasa digunakan untuk
allergen dengan BM rendah yang dapat menembus

45 | G a t a l s e k a l i
stratum korneum yang utuh, yaitu dengan
menggunakan unit uji tempel yang terdiri dari
filter paper disc (Budimulja,Unandar, 2007).

 Dari hasil pemeriksaan UKK pada skenario


didapatkan bahwa pembantu rumah tangga berusia
25 tahun mengalami dermatitis kontak iritan
(Budimulja,Unandar, 2007).

e. Penatalaksanaan
....Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah
menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat
mekanik (gesekan atau tekanan yang bersifat terus
menerus suatu alat), fisik (lingkungan yang lembab,
panas, dingin, asap, sinar matahari dan ultraviolet) atau
kimiawi (alkali, sabun, pelarut organic, detergen,
pemutih, dan asam kuat, basa kuat). Bila dapat dilakukan
dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu
pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk
memperbaiki kulit yang kering (Katzung,2009).
Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan
dapat diberikan kortikosteroid topikal. Pemakaian alat
perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang
bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan.
Pencegahan bahan iritan seharusnya menjadi diagnose
primer dan edukasi pada pasien. Penggunaan kompres
basah dengan astringent alumunium asetat dapat
digunakan untuk mendinginkan dan mengeringkan lesi.
Hidrokortison dan lotion kalamin membantu untuk
mengeringkan rasa gatal. Penggunaan topical anestesi

46 | G a t a l s e k a l i
local tipe caine perlu dihindari atau diawasi karena dapat
menyebabkan kontak dermatitis yang lebih luas.
(Katzung,2009).

f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada Dermatitis Kontak
Iritan antara lain :
 Peningkatan resiko sensitisasi terhadap terapi
topical.
 Lesi pada kulit dapat dikolonisasi oleh bakteri
Staphylococcus aureus. Hal ini dipermudah jika
terjadi lesi sekunder, seperti fissure akibat
manipulasi yang dilakukan penderita.
 Secondary neurodermatitis (lichen simplex
chronicus) akibat penderita Dermatitis Kontak
Iritan yang mengalami stress psikis.
 Pada fase post inflamasi dapat terjadi
hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
Scar, biasanya setelah terkena agen korosif
(Budimulja,Unandar, 2007).

g. Prognosis
Untuk prognosis pada dermatitis kontak iritan
komulatif biasanya baik, karena kelainan pada kulit ini
masi bisa ditangani dengan pemberian terapi yang
adekuat. (Budimulja,Unandar, 2007).

47 | G a t a l s e k a l i
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari hasil diskusi LBM 6 ini dapat disimpulkan bahwa,
pasien yakni mengalami dermatitits yang mengarah pada
dermatitis kontak iritan kumulatif, dimana ditandai dengan

48 | G a t a l s e k a l i
keluhan gatal pasien yang cukup mengganggu aktivitas dan dari
hasil pemeriksaan dimana UKK (Ujud Kelainan Kulit) didapatkan
adanya plakat, papul eritema multiple, skuama, erosi, dan makula
hiperpigmentasi batas tak tegas. Kemudian diperkuat dengan
pasien mengeluhkan tanda dan gejala klinis ini ketika ia sering
mencuci piring dengan sunlight dan tidak terdapat riwayat alergi.

DAFTAR PUSTAKA

Annisa Dania. 2015. Hand Dermatitis. Jurnal Kesehatan. Vol. 1. No. 5.


Bandung : UNISBA
Anwar, Anis Asvika. 2017. Karakteristik Penderita Dermatofitosis Pada
Pasien Rawat Jalan Di RSUD Daya Makassar Periode Januari –Desember
2016. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

49 | G a t a l s e k a l i
Balgis, V., Retno, S., Indrastuti, N. & Soebono, H., 2018. Dermatitis
Kontak Akibat Kerja pada Pekerja Kebun Anggrek. Media Dermato
Venerelogica Indonesia, pp.23-7.

Budimulja,Unandar, 2007,mofologi dan cara diagnosis. Olmu kulit


kelamin. Ed 5 jakarta : FKUI
Guyton and Hall. 2011. Fisiologi Kedokteran. Ed-11. Jakarta: EGC.

Junquira, LC dan Jose Carneiro.1980. Basic Histologi. California : Lange


Medical Publications.

Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2009. Basic & Clinical
Pharmacology. 11th Ed. New York: McGraw-Hill.

Menaldi, Sri Linuwih. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7.
Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Rosita Cita, Kurniati,. 2008. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Departemen/
SMF Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin
Siregar, R.S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Kulit. Jakarta:
EGC
Siregar, R.S. 2013. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Kulit. Jakarta:
EGC

Tortora GJ & Derrickson B. 2012. Principles of Anatomy & Physiology.


13th Ed. USA: John Wiley & Sons, Inc..

Tranggono, R.I., Latifah, F., 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan


Kosmetik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Waschke. J. 2012. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Ed-23. Jakarta:
EGC.

50 | G a t a l s e k a l i
51 | G a t a l s e k a l i

Anda mungkin juga menyukai