Kelainan Refraksi
Oleh :
Indra Danny 1301-1210-0015
Farry 1301-1210-0088
Pembimbing :
dr. Maya Sari Wahyu K, Sp.M
PENDAHULUAN
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina (makula lutea atau bintik kuning). Pada kelainan refraksi terjadi
ketidak seimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan
yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik
fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan
lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi sinar tidak
dibiaskan tepat pada bintik kuning, akan tetapi dapat di depan atau di belakang
bintik kuning dan malahan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopi.
Miopia disebut sebagai rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk
melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Hipermetropia
juga dikenal dengan istilah hyperopia atau rabun dekat. Pasien dengan
hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya
berakomodasi. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang
diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya
kekenyalan lensa. Astigmat adalah terdapatnya variasi kurvatura atau
kelengkungan kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang akan
mengakibatkan sinar tidak terfokus pada satu titik. Presbiopi adalah
perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, dimana akomodasi yang
diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang.
Makalah ini akan membahas tentang miopi, hipermetropia, astigmatisme
dan presbiopia yang merupakan gangguan refraksi utama pada mata.
(Sumber:Oftalmologi Umum, edisi ke-14. Vaughan DG et al (editors). Widya Medika, 2000)
(Sumber:http://www.utoronto.ca/neuronotes/NeuroExam/images/content/cn2_snellen&near.gif)
MIOPIA
Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga
membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada makula lutea.
Titik fokus sinar yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina. Titik
jauh (pungtum remotum) terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar.
Berdasarkan penyebabnya:
Miopia aksialis
Terjadi karena jarak antara anterior dan posterior terlalu panjang. Normal
jarak ini 23 mm. Pada miopia 3 D : 24 mm, miopia IOD = 27 mm. Dapat
merupakan kelainan kongenital maupun didapat, serta ada pula faktor herediter.
Yang kongenital didapatkan pada makroftalmus. Sedang yang didapat terjadi
karena :
Anak membaca terlalu dekat
Bila anak membaca terlalu dekat, maka ia harus berkonvergensi
berlebihan. M rektus internusberkontraksi berlebihan, bola mata terjepit
oleh otot-otot mata luar sehingga polus posterior mata, yang merupakan
tempat terlemah dari bola mata memanjang.
Wajah yang lebar
Menyebabkan terjadinya konvergensi yang berlebihan bila hendak
melakukan pekerjaan dekat sehingga mengakibatkan hal yang sama seperti
di atas.
Bendungan, peradangan atau kelemahan dari lapisan yang mengelilingi
bola mata, disertai dengan tekanan yang tinggi, disebabkan penuhnya vena
dari kepala akibat membungkuk, dapat menyebabkan pula tekanan pada
bola mata, sehingga polus posterior memanjang.
Pada orang dengan miopia 6 D, pungtum remotumnya 100/6 = 15 cm. Jadi
harus membaca pada jarak yang dekat sekali, 15 cm, jika tidak dikoreksi,
sehingga ia harus mengadakan konvergensi yang berlebihan. Akibatnya polus
posterior mata lebih memanjang dan miopianya bertambah. Jadi didapatkan
suatu lingkaran setan antara miopia yang tinggi dan konvergensi. Makin lama
miopianya makin progresif.
Miopia refraktif
Penyebabnya terletak pada :
Kornea : kongenital; keratokonus dan keratoglobus
Didapat; karatektasia, karena menderita keratitits, kornea menjadi lemah.
Oleh karena tekanan intraokuler, kornea menonjol ke depan.
Lensa : Lensa terlepas dari zonula zinnii, pada luksasi lensa atau
subluksasi lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih
cembung. Pada katarak imatur, akibat masuknya humor akueus, lensa
mnjadi cembung.
Cairan mata; pada penderita diabetes melitus yang tidak diobati, kadar
gula dari humor akueus meninggi sehingga daya biasnya meninggi pula.
KLASIFIKASI MIOPIA
Berdasarkan tinggi dioptrinya, dibedakan menjadi :
Miopia sangat ringan : sampai dengan 1 D
Miopia ringan : 1-3 D
Miopia sedang : 3-6 D
Miopia tinggi : 6-10 D
Miopia sangat tinggi : lebih dari 10 D
GEJALA MIOPIA
Tanda objektif :
Musculus siliaris penderita miopa umumnya atrofi. Menyebabkan
terjadinya midriasis, dan menyebabkan iris letaknya lebih ke dalam, sehingga
bilik mata depan lebih dalam.
KOREKSI MIOPIA
Miopia dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis konkaf (minus) yang
dapat memindahkan bayangan mundur ke retina.
Berikut ini adalah beberapa metode yang dapat digunakan untuk koreksi
miopia dan juga kelainan refraksi lainnya.
a. Lensa kacamata
b. Lensa kontak (lensa kontak keras dan lensa kontak lunak)
c. Bedah keratorefraktif
d. Lensa intraokular
e. Ekstraksi lensa jernih untuk miopia
(Sumber:hcd2.bupa.co.uk)
KOMPLIKASI MIOPIA
Komplikasi lebih sering terjadi pada miopia tinggi. Komplikasi yang dapat
terjadi berupa:
- Dinding mata yang lebih lemah, karena sklera lebih tipis.
- Degenerasi miopik pada retina dan koroid. Retina lebih tipis sehingga
terdapat risiko tinggi terjadinya robekan pada retina.
- Ablasi retina, lubang pada makula sering terjadi pada miopia tinggi.
Orang dengan miopia mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjadi glaukoma.
ASTIGMATISME
ETIOLOGI
Penyebab astigmatisme secara garis besar :
1. Kelainan kornea
Perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau
pemanjangn diameter anteroposterior bola mata. Bisa kongenital atau
akuisita akibat kecelakaan, peradangan kornea ataupun operasi.
Astigmatisme konea harus diperiksa dengan tes placido, dimana gambaran
kornea terlihat tak teratur.
2. Kelainan lensa
Kekeruhan lensa biasanya katarak insipien atau imatur.
PATOFISIOLOGI
Pada mata normal permukaan kornea yang melengkung teratur akan
memfokuskan sinarpada satu titik. Pada astigmatisme pembiasan sinar tidak
difokuskan pada satu titik. Sinar pada astigmatisme dibiaskan tidak sama pada
semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan satu titik fokus pembiasan.
Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan retina sedangkan sebagia sinar
difokuskan dibelakang retina, akibatnya penglihatan akan terganggu. Mata dengan
astigmatisme dapat dibandingkan dengan melihat melalui gelas dengan air yang
bening, bayangan yang terlihat dapat menjadi terlalu besar, kurus atau terlalu lebar
dan kabur.
PEMERIKSAAN ASTIGMATISME
Terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu
Snellen, pasang pinhole untuk menentukan apakah penurunan tajam penglihatan
diakibatkan oleh kelainan refraksi. Bila setelah diberi pinhole tajam penglihatan
bertambah baik maka kemungkinan ada kelainan refraksi (miopia, hipermetroipia
atau astigmatisme), lakukan tes fogging bila dengan lensa cekung atau cembung
tidak memberikan perbaikan pada ketajaman penglihatan.
Setelah pemberian lensa foging penderita disuruh melihat gambaran kipas
dan ditanyakan garis manakah dari kipas yan dilihatnya paling jelas garis yang
paling jelas ini menunjukkan meridian yang paling ametropia, yang harus
dikoreksi dengan pemberian lensa silinder, dengan aksis tegak lurus dengan pada
meridian ini. Dengan lensa silinder ini kita dapat mempersatukan fokus.
Kemudian berikan lensa silindris didepan mata, geser sumbu sedikit-sedikit, bila
penglihatan bertambah tajam maka sumbu silinder teleh dapat ditentukan, naikkan
perlahan-lahan kekuatan lensa silinder. Penlihtan terjelas lensa silinder yang
dipasang menunjukkan lensa silinder yang akan dipakai.
Pemeriksaan astigmatisme yang lain :
1. Test Fogging
Uji peeriksaan astigmatisme dengan memakai prinsip mengistirahatkan
akomodasi dengan memakai lensa positif. Dengan mata istirahat pasien
disuruh melihat astigmatisme dial (juring astigmat). Bila garis vertikal
yang terlihat jelas berarti garis ini telah terproyeksi baik pada retina
sehingga diperlukan koreksi bidang vertikal dengan memakai lensa
silinder negatif dengan sumbu 180 derajat.
2. Uji celah stenoptik
Celah selebar 1 mm lurus yang terdapat pada lempeng dan dipergunakan
untuk:
(1) mengetahui adanya astigmat, penglihatan akan bertambah bila letak
sumbu celah sesuai dengan sumbu astigmat yang terdapat,
(2) Melihat sumbu koreksi astigmat, penglihatan akan bertambah bila
sumbunya mendekati sumbu silinder yang benar, untuk memperbaiki
sumbu astigmat dilakukan dengan menggeser summbu celah stenopik
berbeda dengan sumbu silinder dipasang, bila terdapat perbaikan
penglihatan maka mata ini menunjukkan sumbu astigmatisme belum tepat,
(3) untuk mengetahui besarnya astigmat, dilakukan hal yang sama dengan
sumbu celah berhenti pada ketajaman maksimal. Pada sumbu ini ditaruh
lensa positif atau negatif yang memberikan ketajaman aksimal. Kemudian
sumbu stenopik diputar 90 derajat dari sumbu pertama. Ditaruh lensa
positif aau negatif yang memberikan ketajaman maksimal. Perbedaan
antara kedua kekuatan lensa sferis yang dipasangkan merupakan besarnya
astigmatisme kornea tersebut.
3. Uji silinder silang
Dua lensa silinder yang sama akan tetapi dengan kekuatan berlawanan dan
diletakkan dengan sumbu saling tegak lurus (silinser silang jackson).
Ekivalen sferisnya adalah nihil. Lensa silinser silang terdiri atas silinder
-0.25 (-0.50) dan silinder +0.25 (+5.00) yang sumbunya saling tegak lurus.
Lensa ini digunakan untuk
(1) melihat koreksi silinder yang telah dilakukan pada kelainan astigmat
pasien sudah cukup atau telah penuh, pada mata ini dipasang silinder
silang yagn sumbunya sejajar dengan sumbu koreksi. Bila sumbu lensa
silinder silang diputar 90 derajat ditanakan apakah penglihatan membaik
atau menurang. Bila membaik berarti pada kedudukan kedua lensa silinder
mengakibatkan perbaikan penglihatan. Bla silinder itu dalam kedudukan
lensa silinder positif maka untuk koreksi pasien diperlukan pemasangan
tambahan lensa silinder positif.
(2) melihat apakah sumbu lensa silinder pada koreksi yang telah diberikan
sudah sesuai.
HIPERMETROPIA
DEFINISI
Hipermetropia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang
datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan istirahat atau tanpa
akomodasi difokuskan dibelakang retina.
ETIOLOGI
1. Hipermetrop aksial
Hipermetrop disebabkan sumbu mata terlalu pendek. Hal ini dapat bersifat
congenital seperti mikroftalmi, ataupun akuisita akibat retinitis sentralis
ataupun ablasio retina yang mengakibatkan jarak lensa ke retina terlalu
pendek
2. Hipermetrop pembiasan
Hipermetrop disebabkan daya bias yang kurang. Penyebabnya antara lain:
Kornea: lengkung kornea kurang dari normal (aplanatio cornea)
Lensa: Sklerosis, sehingga tidak secembung semula, ataupun
afakia
Cairan mata: Pada penderita diabetes, karena pengobatan yang
berlebihan sehingga humor akueus yang mengisi bilik mata
mengandung kadar gula rendah dan daya bias berkurang
KLASIFIKASI
Klasifikasi hipermetropi berdasarkan klinis :
1. Hipermetropi manifes
Ditentukan dengan lensa sferis positif terbesar yang menghasilkan visus
sebaik-baiknya. Pemeriksaan dilakukan tanpa siklopegi. Dibedakan menjadi
hipetmetropi manifest absolut dan fakultatif, dimana hipetmetropi manifest
absolut merupakan hipetropi yang tak dapat diatasi dengan akomodasi,
sedangkan hipermetropi manifest fakultatif masih dapat diatasi dengan
akomodasi
2. Hipetmetropi total
Merupakan seluruh derajat hipermetropi yang didapatkan setelah
akomodasi dilenyapkan misalnya setelah pemberian siklopegi
3. Hipermetropi laten
Dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegia diimbangi seluruhnya
dengan akomodasi. Merupakan selisih antara hipetropi total dan manifes,
menunjukkan kekuatan tonus dari otot siliaris.
GEJALA KLINIK
Gejala pada hipermetropi dapat dibedakan menjadi berdasarkan gejala
subjektif dan gejala objektif.
Gejala subjektif terdiri dari :
- Penglihatan dekat kabur, kecuali pada hipermetrop tinggi atau pada
usia tua, penglihatan jauh juga terganggu
- Asthenophia akomodatif dengan gejala sakit sekitar mata, sakit kepala,
konjungtiva merah, lakrimasi, mata terasa panas dan berat. Gejala biasanya
timbul setelah melakukan pekerjaan dekat seperti menulis, membaca, dan
sebagainya
Gejala objektif terdiri dari :
- Bilik mata depan dangkal karena akomodasi terus menerus sehingga
menimbulkan hipertrofi otot siliaris yang disertai terdorongnya iris ke
depan
- Pupil miosis karena berakomodasi.
- Pseudopapilitis (pseudoneuritis) karena hiperemis papil N.II akibat akomodasi
terus menerus sehingga seolah-olah meradang
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditemukan antara lain:
Glaukoma sudut tertutup karena sudut bilik mata depan dangkal
Strabismus konvergen akibat akomodasi terus menerus
TERAPI
Terapi dilakukan dengan koreksi menggunakan lensa spheris positif
terbesar yang memberikan visus terbaik dan dapat melihat dekat tanpa kelelahan.
Secara umum tidak diperlukan lensa spheris positif pada hipermetropi ringan,
tidak ada astenopia akomodatif, dan tidak ada strabismus.
PRESBIOPIA
DEFINISI
Presbiopia merupakan kelainan refraksi pada mata yang menyebabkan
punctum proksimum mata menjadi jauh. Hal ini disebabkan karena telah terjadi
gangguan akomodasi yang terjadi pada usia lanjut. Presbiopia merupakan suatu
keadaan yang fisiologis, bukan suatu penyakit dan terjadi pada setiap mata.
ETIOLOGI
Gangguan daya akomodasi akibat kelelahan otot akomodasi yaitu
menurunnya daya kontraksi dari otot siliaris sehingga zonulla zinii tidak dapat
mengendur secara sempurna. Gangguan akomodasi juga terjadi karena lensa mata
elastisitasnya berkurang pada usia lanjut akibat proses sklerosis yang terjadi pada
lensa mata.
GEJALA KLINIK
Gejala yang timbul akibat gangguan akomodasi pada pasien berusia di atas
40 tahun ini adalah keluhan saat membaca atau melihat dekat menjadi kabur dan
membaca harus dibantu dengan penerangan yang lebih kuat (pupil mengecil),
serta mata menjadi cepat lelah.
Keadaan ini bila tidak dikoreksi akan menimbulkan gejala astenopia yaitu
mata lekas lelah, berair, pusing, cepat mengantuk
TERAPI
Penatalaksanaan pada penderita presbiopia adalah dengan menggunakan
kacamata sferis positif (S+), yang kekuatannya sesuai dengan umur pasien. Pada
kacamata baca diperlukan koreksi atau penambahan sesuai dengan bertambahnya
usia pasien biasanya adalah :
a. +1.0 D untuk usia 40 tahun
b. +1.5 D untuk usia 45 tahun
c. +2.0 D untuk usia 50 tahun
d. +2.5 D untuk usia 55 tahun
e. +3.0 D untuk usia 60 tahun