PEMERIKSAAN NEUROLOGI
Disusun oleh :
Steven
Teow Sheng Hao
Preseptor :
Dr. Achmad adam, dr., M.Sc., Sp.BS
Rangsang meningeal
Kaku kuduk : Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan
pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian
kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama
penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan
tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau
berat
Kernig sign : Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90. Setelah itu tungkai
bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135
terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut
135, maka dikatakan Kernig sign positif.
Brudzinski I (Brudzinskis neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala
pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan
fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai
secara reflektorik.
Brudzinski II (Brudzinskis contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi
lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan
secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini
menandakan test ini postif.
Lasegue sign
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai
diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan
(fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam
keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70 sebelum
timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum
mencapai 70 maka disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah
lanjut usianya diambil patokan 60.
ketajaman
penglihatan
pasien
dengan
pemeriksa
Ptosis
Ptosis terjadi akibat kelumpuhan m. levator palpebra yang dipersarafi oleh N.
III di mana kelopak mata terjatuh, mata tertutup dan tidak dapat dibuka. Cara
pemeriksaannya dapat dilihat dengan meminta kedua mata pasien melihat ke
depan. Pada keadaan normal, kelopak mata tampak menutupi sebagian atas
iris mata sama tinggi. Bila lebih rendah disebut ptosis. Cara pemeriksaan
kedua, pasien diminta untuk memejamkan mata, kemudian disuruh
membukanya. Pada waktu membuka mata, gerakan ini ditahan dengan
memegang atau menekan pada kelopak mata.
Strabismus (juling atau jereng)
Perhatikan posisi bola mata dalam keadaan istirahat. Jika satu otot mata
lumpuh, hal ini mengakibatkan kontraksi atau tarikan yang berlebihan dari otot
antagonisnya dan mengakibatkan strabismus (juling, jereng).
Pada
3. Frekuensi
4. Amplitudo
5. Arah gerakan
6. Derajatnya
7. Lamanya
Gerakan Mata
Pemeriksa menggerakkan jari ke semua arah, jarak jangan terlalu dekat.
Kedua bola mata pasien mengikuti gerakan jari. Perhatikan apakah
pergerakan bola mata terbatas, yang satu tertinggal dari yang lain.
Pupil
Pupil yang normal berbentuk bundar dengan tepi rata dan diameter 2-4 mm,
isokor (kiri = kanan). Refleks cahaya direk diperiksa dengan meggunakan
penlight yang terang, mata disinari langsung, maka pupil konstriksi cepat.
Refleks cahaya indirek yang diperiksa adalah mata yang satu disinari, pupil
mata lain konstriksi. Cara pemeriksaan refleks konvergensi seperti berikut;
pasien melihat jauh, jari pemeriksa diletakkan kira-kira 30 cm di depan mata
pasien, lalu pasien disuruh melihat jari pemeriksa, maka tampak kedua mata
konvergensi, akomodasi dan kedua pupil konstriksi.
N. V (N. Trigeminus)
Bersifat motorik dan sensorik. Bagian yang motorik menuju ke m.masseter,
m.temporalis, m.pterygoideus, sedangkan yang sensorik mempersarafi kulit
wajah.
Pemeriksaan Motorik
a. Pasien diminta menggigit lalu pemeriksa meraba m.masseter dan
m.temporalis, bandingkan kanan dan kiri dengan memperhatikan
besar, tonus serta konturnya.
b. Pasien membuka mulut perlahan-lahan, apabila m.pterygoideus
lumpuh, rahang bawah berdeviasi ke sisi yang sehat dan mudah
didorong ke sisi lumpuh.
Pemeriksaan Sensorik
Pemeriksaan dilakukan dengan perabaaan memakai kapas, rasa nyeri
memakai penusuk gigi dan rasa suhu memakai tabung uji yang berisi air
hangat atau air dingin pada kulit wajah. Pasien kemudian diminta
memejamkan mata dan merasakan perbedaan rasa raba antara kiri dan
kanan dimulai dari daerah dahi, pipi dan dagu. Pemeriksaan ini diulang untuk
tes nyeri dan tes suhu.
1. N. Ophtalmicus
a. Refleks Kornea, limbus kornea disentuh dengan kapas maka mata
akan berkedip
b. Foramen supraorbita ditekan, keadaan normal tak nyeri.
c. Dahi , diperiksa rasa raba, nyeri dan suhu, bandingkan kanan dan kiri
2. N. Maxilaris
a. Refleks bersin, cavum nasi bawah disentuh dengan kapas, pasien
bersin.
b. Foramen Infraorbita ditekan, keadaan normal tidak nyeri.
c. Pipi, diperiksa rasa raba, nyeri dan suhu, bandingkan kanan dan kiri.
3. N. Mandibularis
a. Jaw jerk reflex, letakkan jari horizoontal pada dagu, mulut pasien
terbuka sedikit dan rileks, ketuk jari dengan palu reflex maka terjadi
gerakan elevasi rahang.
b. Foramen mental ditekan, keadaan normal tidak nyeri.
c. Pipi dan rahang bawah, diperiksa rasa raba, nyeri dan suhu,
bandingkan kanan dan kiri.
N VII (N. Fascialis)
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
-
Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan
rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh
nervus trigeminus. Daerah ovelapping (disarafi oleh lebih dari satu
saraf (tumpang tindih) ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus
eksterna, dan bagian luar gendang telinga.
Fungsi Motorik
Untuk memeriksa fungsi motorik, perhatikan muka pasien, apakah simetris
atau tidak. Perhatikan kerutan pada dahi, pejaman mata, plika nasolabialis
dan sudutn mulut. Bila asimetri (dari) muka tampak jelas, maka hal ini
disebabkan oleh kelumpuhan jenis perifer. Dalam hal ini kerutan dahi
menghilang, mata kurang dapat dipejamkan, plika nasolabialis mendatar dan
sudut mulut menjadi lebih rendah. Pada kelumpuhan jenis sentral
(supranuklir), muka tampak simetris waktu istirahat, kelumpuhan baru nyata
bila penderita disuruh melakukan gerakan, misalnya menyeringai.
Gejala Chvostek dibangkitkan dengan mengetok N VII. Ketokan dilakukan
dibagian depan telinga. Bila positif, ketokan ini menyebabkan kontraksi otot
yang disarafinya. Pada tetani didapatkan gejala Chvostek positif, tetapi dapat
juga positif pada orang normal. Dasar gejala Chvostek ialah bertambah
pekanya nervus fasialis terhadap rangsang mekanik.
Minta pasien mengangkat alis dan mengerutkan dahi.
Perhatikan apakah ini dapat dilakukan, dan apakah ada asimetri. Pada
kelumpuhan jenis supranuklir satu sisi, penderita dapat mengangkat alis dan
mengerutkan dahinya, sebab otot ini mendapat persarafan bilateral. Pada
kelumphan jenis perifer terlihat adanya asimetri.
Minta pasien memejamkan mata.
Apabila kelumpuhannya berat, maka penderita tidak dapat memejamkan
mata; bila kelumpuhannya ringan, maka tenaga pemejaman kurang kuat. Hal
ini dapat dinilai dengan cara mengangkat kelopak mata dengan tangan
pemeriksa, sedangkan pasien diminta tetap memejamkan mata. Minta pasien
memejamkan matanya satu persatu. Hal ini merupakan pemeriksaan yang
baik untuk parese ringan. Bila terdapat parese, penderita tidak dapat
memejamkan matanya pada sisi yang lumpuh. Perlu diingat bahwa ada juga
orang normal yang tidak dapat memejamkan matanya satu persatu.
Tes Rinne
Pada pemeriksaan ini dibandingkan konduksi tulang dengan konduksi udara.
Pada telinga normal, konduksi udara lebih baik daripada konduksi tulang
(Rinne positif). Pada tuli konduktif, konduksi tulang lebih baik baik daripada
konduksi udara (Rinne negatif). Sedangkan pada tuli perspektif, konduksi
udara
lebih
baik
daripada
konduksi
tulang
namun
berkurang
bila
terdengar pada telinga yang tuli. Kita katakan tes weber berlateralisasi ke
kanan bila bunyi terdengar lebih keras di telinga kanan dan sebaliknya.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa tuli perseptif, pendengaran berkurang,
Rinne positif dan Weber berlateralisasi ke telinga yang sehat. Pada tuli
konduktiif, pendengaran berkurang, Rinne negatif dan Webber berlateralisasi
ke telinga yang tuli.
Saraf Vestibularis
Saraf vestibularis berperan dalam mempertahankan keseimbangan pada tiap
macam sikap, koordinasi gerakan badan dan anggota gerak. Sistem
vestibular juga berperan dalam refleks okuler, fiksasi dan gerakan
terkonjugasi
dari
kepala
dan
mata
yang
memungkinkan
seseorang
memfiksasi pandangannya pada benda yang diam bila kepala dan badannya
bergerak.
Gangguan
saraf
vestibularis
dapat
menyebabkan
vertigo,
lamanya
nistagmus
berlangsung
dicatat.
Lamanya
nistagmus
diminta
menyebutkan:
aaaaaa.
Kemudian
pasien
diminta
lebih rendah daripada yang sehat. Dan bila bergerak, uvula dan arkus seolaholah tertarik ke bagian yang sehat.
1. Refleks faring: Waktu pasien membuka mulut, kita rangsang (tekanenteng) dinding faring atau pangkal lidah dengan tongue-spatel. Dalam
hal ini, terlihat faring terangkat dan lidah ditarik (refleks positif). Bila
ada gangguan N.IX dan X, refleks dapat negatif. Bila rangsang
tersebut
di
atas
dilakukan
dengan
cukup
keras,
kita
dapat
yang
melawan/mendorong
sedangkan
penderita
yang
penderita
kebawah,
sementara
itu
penderita
berusaha
Pada lesi unilateral, lidah akan berdeviasi ke arah lesi. Pada Bells palsy
(kelumpuhan saraf VII) bisa menimbulkan positif palsu (hati-hati).
2. Menggerakkan lidah ke lateral
Pada kelumpuhan bilateral dan berat, lidah tidak bisa digerakkan ke arah
samping kiri dan kanan.
3. Kekuatan otot lidah
Ujung jari pemeriksa ditempatkan pada salah satu pipi penderita, kemudian
penderita diminta mendorong ujung jari tersebut dengan kekuatan lidahnya.
Bandingkan kekuatan dorongan kanan dan kiri.
Meskipun inti saraf XII mendapat inervasi cortico-bulbar bilateral, lesi akut
pada capsula interna (pada CVD) bisa memperlihatkan deviasi lidah ke arah
yang berlawanan dengan lesi sewaktu menjulurkan lidah kedepan (pada
stadium awal). Restitusi terjadi beberapa hari, karena fungsi tersebut diambil
alih oleh cortico-bulbar yang ipsilateral.
Sering terjadi bahwa pada pemeriksaan kekuatan otot-otot lidah, tidak tampak
adanya kelemahan, tetapi penderita mengeluhkan pembicaraannya jadi
lain/berubah (disartria) terutama saat mengucapkan nada tertentu (la.....la)
yang menggunakan otot lidah.
Pada setiap penderita dengan disartria (gangguan artikulasi suara), maka
harus
dibedakan
apakah
akibat
kelumpuhan
otot-otot
bibir
(NVII),
Inspeksi
Gerakan volunter
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:
Palpasi otot
Nyeri tekan.
Kontraktur.
Konsistensi (kekenyalan).
Kontraktur otot
Konsistensi otot yang menurun terdapat pada
Perkusi otot
oleh karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada
biasa.
Tonus otot
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa
LMN).
Parkinson.
Kekuatan otot
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada
dua cara:
Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan
ia disurun menahan.
Cara menilai kekuatan otot:
-
0:
1:
2:
gaya
-
3:
berat (gravitasi).
Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4:
5:
Sistem sensibilitas
Eksteroseptif : terdiri atas rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba.
Rasa nyeri bisa dibangkitkan dengan berbagai cara, misalnya dengan
menusuk menggunakan jarum, memukul dengan benda tumpul, merangsang
dengan api atau hawa yang sangat dingin dan juga dengan berbagai larutan
kimia.
Rasa suhu diperiksa dengan menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan
air es untuk rasa dingin, dan untuk rasa panas dengan air panas. Penderita
disuruh mengatakan dingin atau panas bila dirangsang dengan tabung reaksi
yang berisi air dingin atau air panas. Untuk memeriksa rasa dingin dapat
digunakan air yang bersuhu sekitar 10-20 C, dan untuk yang panas bersuhu
40-50 C. Suhu yang kurang dari 5 C dan yang lebih tinggi dari 50 C dapat
menimbulkan rasa-nyeri.
Rasa raba dapat dirangsang dengan menggunakan sepotong kapas, kertas
atau kain dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya
tekanan atau pembangkitan rasa nyeri. Periksa seluruh tubuh dan
bandingkan bagian-bagian yang simetris.
Proprioseptif : rasa raba dalam (rasa gerak, rasa posisi/sikap, rasa getar dan
rasa tekanan)
Rasa gerak : pegang ujung jari jempol kaki pasien dengan jari telunjuk dan
jempol jari tangan pemeriksa dan gerakkan keatas kebawah maupun
kesamping kanan dan kiri, kemudian pasien diminta untuk menjawab posisi
ibu jari jempol nya berada diatas atau dibawah atau disamping kanan/kiri.
Rasa sikap : Tempatkan salah satu lengan/tungkai pasien pada suatu posisi
tertentu, kemudian suruh pasien untuk menghalangi pada lengan dan tungkai.
Perintahkan untuk menyentuh dengan ujung ujung telunjuk kanan, ujung jari
kelingking kiri dsb.
Rasa getar : Garpu tala digetarkan dulu/diketuk pada meja atau benda keras
lalu letakkan diatas ujung ibu jari kaki pasien dan mintalah pasien menjawab
untuk merasakan ada getaran atau tidak dari garputala tersebut.
Diskriminatif : daya untuk mengenal bentuk/ukuran; daya untuk mengenal
/mengetahui berat sesuatu benda dsb.
Rasa gramestesia : untuk mengenal angka, aksara, bentuk yang digoreskan
diatas kulit pasien, misalnya ditelapak tangan pasien.
Rasa barognosia : untuk mengenal berat suatu benda.
Rasa topognosia : untuk mengenal tempat pada tubuhnya yang disentuh
pasien.
Refleks
Refleks fisiologis
Biseps
Stimulus
Afferent
: n. musculucutaneus (C5-6)
Efferenst
: idem
Triseps
Stimulus
Afferent
: n. radialis (C 6-7-8)
Efferenst
: idem
KPR
Stimulus
Respons
emoris.
Efferent
: n. femoralis (L 2-3-4)
Afferent
: idem
APR
Stimulus
Respons
Efferent
Afferent
: idem
Periosto-radialis
Stimulus
kontraksi m. brachioradialis
Afferent
: n. radialis (C 5-6)
Efferenst
: idem
Periosto-ulnaris
Stimulus
Afferent
: n. ulnaris (C8-T1)
Efferent
: idem
Refleks patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Gonda
Hoffman
Tromner