Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagaimana diketahui jumlah penduduk di Indonesia adalah yang kelima terbesar di


dunia. Ini merupakan suatu potensi nasional yang besar bila dapat dibina kualitas insaninya. Pada
dasarnya kualitas manusia ditentukan oleh derajat kesehatannya. Sebagaimana dilihat, piramida
kependudukan di Indonesia pada saat ini menunjukkan besarnya jumlah anak-anak umur 0-15
tahun yaitu 38,6% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Dengan demikian untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, hendaknya perlu diperhatikan masalah
kesehatan terhadap generasi muda untuk melanjutkan pembangunan bangsa.(Harimurti 1996)
Dalam 50 tahun terakhir ilmu pengetahuan tentang jantung dan penyakitnya berjalan
sangat cepat terutama pada tahun-tahun terakhir, sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu
dan teknologi dibidang-bidang lain. Ini mengakibatkan berbagai pembaharuan baik mengenai
konsep pendekatan kardiovaskuler, cara diagnostik, penanggulangan maupun pemulihan dari
penyakit jantung dan pembuluh darah. (Harimurti 1996)
Penyakit jantung dan pembuluh darah yang banyak di Indonesia adalah penyakit jantung
koroner, penyakit jantung reumatik, dan penyakit darah tinggi (hipertensi). Namun penyakit
jantung bawaan juga semakin banyak ditemukan karena perbaikan diagnostik dan pelayanan
perawatan perinatal, sehingga perlu sekali pengetahuan dan penanganannya oleh dokter agar
dapat mengatasi masalah kesehatan terutama penyakit jantung bawaan yang banyak didapat pada
anak-anak.

1.1 DEFINISI
Penyakit jantung bawaan (congenital heart disease) adalah suatu kelainan jantung yang
disebabkan karena terganggunya proses pembentukan jantung (sebelum akhir trimester pertama).

1
1.2 INSIDENSI
Penyakit jantung bawaan dapat ditemukan sekitar 8 dari 1000 bayi lahir hidup. Di Indonesia,
penyakit jantung bawaan cukup banyak ditemukan, yaitu sekitar 6-10 dari 1000 bayi lahir hidup.
Terdapat kecenderungan timbulnya beberapa penyakit jantung bawaan dalam satu keluarga.
Resiko menderita PJB untuk anak dari orang tua dengan PJB meningkat sebesar 4-5%.
(Madiyono 2005)
Sebagian besar kelainan terjadi antara gestasi 18-50 hari. Defek septum ventrikel
merupakan jenis PJB yang terbanyak, kemudian diikuti dengan duktus arteriosus persisten,
tetralogi Fallot, dan ASD.(Putra 1996)
Penyakit jantung bawaan lebih sering dijumpai pada bayi-bayi prematur. Tetapi menurut
penulis lain dikatakan bahwa sebagian besar neonatus yang menderita kelainan ini merupakan
bayi cukup bulan dengan ukuran antropometri normal. Duktus arteriosus persisten dan defek
septum atrium lebih banyak ditemukan pada anak perempuan, sedangkan stenosis aorta lebih
sering dijumpai pada anak lelaki.(Madiyono 2005)
Sekitar 30% bayi dengan kelainan jantung diikuti dengan malformasi ekstrakardiak yang
juga mempengaruhi morbiditas dan mortalitasnya. Sebagian besar (90%) kasus PJB tidak
berhubungan dengan defek pada gen tunggal atau teratogen. Beberapa kasus berhubungan
dengan kelainan kromosom (delesi atau trisomi), sindrom anomali kongenital (Vater atau
Charge), atau kelainan metabolik maternal (misalnya fenilketonuria atau diabetes). (putra 1996)

1.3 ETIOLOGI
Terjadinya penyakit jantung bawaan masih belum jelas, namun dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor-faktor yang berperan terhadap terjadinya penyakit ini adalah sebagai berikut :
1. Genetik
2. Lingkungan : seperti paparan sinar rontgen, trauma fisik dan psikis, minum jamu
atau pil KB, rubella

1.4 KLASIFIKASI
Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi dalam 2 kelompok, yaitu:
1. Penyakit jantung bawaan non-sianotik
2. Penyakit jantung bawaan sianotik

2
Penyakit jantung bawaan non-sianotik merupakan kelompok penyakit terbanyak, yaitu sekitar
75% dari semua PJB, sisanya merupakan PJB sianotik (25%).(Madiyono 2005)
Sebenarnya klasifikasi PJB secara tradisional yang membagi PJB menjadi sianotik dan
non-sianotik telah banyak ditinggalkan karena pada tingkat desaturasi darah arterial yang ringan
atau sedang, sianosis secara klinis sulit dideteksi terutama pada neonatus. Selanjutnya sianosis
secara klinis dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti pneumonia, sepsis, hipoglikemi, dan
gangguan sirkulasi pada gagal jantung kongestif. Dengan demikian klasifikasi sianotik dan non
sianotik tidak mempunyai implikasi diagnosis yang memadai.(Putra 1996)
Berdasarkan hemodinamiknya, PJB non sianotik dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Kelompok dengan pirau kiri ke kanan seperti duktus arteriosus persisten, defek septum
atrium dan defek septum ventrikel
2. Kelompok dengan obstruksi jantung kanan seperti stenosis katup pulmonal.
3. Kelompok dengan obstruksi jantung kiri seperti stenosis katup aorta, koartasio aorta, dan
stenosis mitral.
Penyakit jantung sianotik ditandai oleh adanya sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri,
diantaranya Tetralogi Fallot (TF), Transposisi arteri besar(TAB), Double Outlet Right Ventricle
(DORV).(Jordan 1989)
Pada referat ini pembahasan dibatasi hanya untuk PJB yang sering dijumpai, yaitu defek
septum ventrikel, defek septum atrium, stenosis pulmoner, stenosis aorta,stenosis mitral, duktus
arteriosus persisten, dan tetralogi Fallot.

3
BAB II
ANAMNESA DAN PEMERIKSAAN FISIK
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

2.1 TAHAPAN DIAGNOSIS


Evaluasi awal untuk menegakkan diagnosis PJB meliputi 4 tahap, yakni
1. Evaluasi klinis yang meliputi yang meliputi riwayat penyakit/anamnesis dan pemeriksaan
fisik
2. Pemeriksaan penunjang sederhana termasuk EKG dan foto thoraks
3. Ekokardiografi yang terdiri dari M mode, 2 dimensi, dan Doppler/Color flow mapping
4. Kateterisasi jantung yang meliputi penghitungan hemodinamik dan angiografi.
Saat ini dengan makin berkembangnya alat ekokardografi, kateterisasi hanya dilakukan
bila dengan pemeriksaan ekokardiografi kelainan anatomi jantung masih belum pasti.(Jordan
1989)
Saat ini terdapat kecenderungan kardiologi pediatri intervensi nonbedah mulai
mengambil alih peran bedah jantung dalam penanganan beberapa PJB seperti penutupan VSD
muskular dan perimembran (misalnya dengan Amplatzer Muscular Ventricular septal defect
Occluder/AMVO dan Amplatzer Perimembranous Ventricular septal defect Occluder/APMVO),
penutupan duktus arteriosus persisten (misalnya dengan Amplatzer Ductal Occluder/ADO), dan
penutupan defek septum atrium sekundum (misalnya dengan Amplatzer Septal Occluder).
(Madiyono 2005)

2.2 ANAMNESIS
Pada anamnesis, harus dicari keluhan-keluhan nonspesifik maupun keluhan-keluhan
spesifik untuk kelainan jantung. Di samping itu, juga harus ditanyakan riwayat penyakit
keluarga.
1. Riwayat keluarga
Adanya kelainan jantung kongenital pada anggota keluarga yang lain, juga perlu ditanyakan
karena suatu kelainan jantung yang sama, dapat terjadi pada satu keluarga.

4
Perlu ditanyakan apakah ibu penderita pada waktu hamil pernah menderita rubela karena ibu
hamil yang menderita rubela, dapat menyebabkan kelainan jantung kongenital.(Penyakit jantung
anak 2003)
2. Keluhan nonspesifik
Keluhan nonspesifik yang kemungkinan ada kaitannya dengan kelainan jantung, perlu
ditanyakan yaitu: sukar makan, sering muntah, pertumbuhan terlambat, pemapasan cepat dan
radang paru, serta sering berkeringat.
Sukar makan atau sering muntah, perlu ditanyakan karena keluhan ini ada hubungannya
dengan kelainan jantung kongenital pada anak.
Pertumbuhan terlambat, kelainan jantung sering kali menyebabkan pertumbuhan anak
terlambat, tetapi sebagian besar anak dengan kelainan jantung tidak mengalami hambatan
pertumbuhan.
Pernapasan cepat, bayi biasanya mempunyai frekuensi pernapasan pada waktu istirahat
sekitar 40-50 per menit. Akan tetapi, bila frekuensi pernapasan lebih cepat lagi, kita harus
berpikir pada kelainan jantung.
Bila anak sering menderita radang paru atau batuk-batuk, kita juga. harus memikirkan pada
kelainan jantung terutama kelainan jantung yang mengakibatkan penambahan aliran darah pada
arteria pulmonalis, misalnya PDA, ASD, atau VSD besar.
Bila. anak sering berkeringat, kita juga harus berpikir pada kelainan jantung dengan gagal
jantung.(Penyakit jantung anak 2003)
3. Ke1uhan spesifik
Gangguan fungsional. Anak dengan kelairtan jantung, fidak dapat bermain-main seperti anak
normal lainnya. Anak dengan tetralogi Fallot atau transposisi arteri-arteri besar komplit, sama
sekaliti tidak dapat bermain karena dengan bermain sebentar, menangis atau makan, sudah dapat
menjadikannya tidak sadar akibat anoksia. Akan tetapi, kelainan seperti VSDdan stenosis katup
pulmonal ringan, tidak menimbulkan keluhan kelainan.(Penyakit jantung anak 2003)
Sering jongkok (squatting). Anak dengan kelainan jantung sianosis, bila melakukan.
pekerjaan ringan. atau berjalan jalan sebentar saja sudah berhenti untuk istirahat. Istirahatnya
khas, yaitu jongkok, lutut difleksikan kuat-kuat. Posisi ini mempunyai efek menguntungkan pada
sirkulasi karena mengurangi volume bantalan vaskular perifer, dan ini dapat memperbaiki
sirkulasi pada organ-organ penting. Posisi jongkok ini tidak hanya terjadi pada anak dengan

5
tetralogi Fallot, tetapi juga terjadi pada anak dengan kelainan jantung sianosis lain.(Penyakit
jantung anak 2003)
Sianosis. Riwayat sianosis yang didapat dari orang tua harus ditafsirkan dengan hati-hati
karena kadang-kadang orang tua mengatakan anaknya sianosis, tetapi ternyata setelah diperiksa
tidak demikian. Sianosis dapat mudah dilihat pada bantalan kuku maupun bibir. Sianosis
condong lebih jelas pada waktu kerja. Sianosis yang sebenarnya tampak pada bibir, bukan pada
sekeliling bibir. Sianosis yang sering tampak pada sekeliling bibir pada bayi adalah anyaman
vena yang mudah dilihat pada bayi. Perlu juga diingat bahwa adanya sianosis, tidak mutlak
terjadi hanya pada kelainan jantung kongenital dan gagal jantung, tetapi dapat juga terjadi pada
fistula arteriovenosus, methaemoglobinemia, kelainan pada paru, dan penyakit-penyakit pada
susunan saraf pusat.(Penyakit jantung anak 2003)

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Pada perneriksaan fisik, jangan dilupakan inspeksi karena dengan inspeksi kita dapat
menduga sesuatu pada jantung bila ada sindrom. tertentu. Misalnya saja kalau ada anak dengan
sindrom Down atau mongoloid, kita dapat menduga bahwa anak tersebut kemungkinan
menderita defek bantalan endokardium atau defek septum ventrikel supaya pada pemeriksaan
fisik tidak ada yang ketinggalan, perlu dibuat suatu daftar urut-urutan pemeriksaan. (Penyakit
jantung anak 2003)
1. Keadaan umum
Apakah anak tampak sakit atau tampak cerah dan senang bermain-main, atau tampak sering
jongkok? Apakah anak tampak tertekan? Apakah berat badan sesuai standar? Apakah tinggi
badan sesuai standar? Juga diperhatikan bentuk tubuh karena kelainan kongenital atau
kromosom. Misalnya, Sindrom Down. Bila anak dengan sindrom ini semasa masih bayi telah
mengalami kelainan/kesukaran dengan jantungnya, biasanya anak tersebut menderita kelainan
jantung: kanal atrioventrikular. Bila anak dengan sindrom ini sudah agak besar, biasanya
kelainan pada VSD. Sindrom Turner XO: cenderung bersama dengan kelainan jantung,
koarktasio aortae. Sedang sindrom Turner XY (Turner laki-laki) atau campuran (XO/XY):
cenderung pada kelainan stenosis katup pulmonal. Sindrom Marfan: biasanya bersama dengan
insufisiensi katup aorta atau katup mitral, ASD atau penyakit miokardium. Sindrom Ellis van
Creveld: (kondrodistrofi, polidaktilisme) mungkin bersama dengan atrium tunggal atau kanal

6
atrioventrikular. Sindrom Holt-Oram: (anomali ibu jari dan radius) biasanya bersama dengan
defek septum atrium atau anomali pada sistem konduksi. (Penyakit jantung anak 2003). Posisi
tertentu yang khas ialah posisi jongkok (squatting)
2. Pola perturnbuhan.
Bila kelainan jantung hanya sedikit mempengaruhi hemodinamik jantung, seperti defek
septum ventrikel kecil maka pola pertumbuhan tinggi dan berat badan akan normal. Jika anak ini
pertumbuhannya tidak sesuai dengan umurnya maka masalah pertumbuhan ini jangan dikaitkan
dengan cacat jantung tersebut. Biasanya pertumbuhan juga normal pada anak dengan gangguan
obstruksi, misalnya koarktasio aortae, stenosis aorta atau stenosis pulmonal. Bahkan, meskipun
obstruksinya berat, perkembangan tubuh masih superior dan toleransi terhadap pengerahan
tenaga masih normal. Akan tetapi, bila shunt dari kiri-ke-kanan besar, pertumbuhan dapat sangat
menurun, dan pertumbuhan berat biasanya lebih menurun daripada pertumbuhan tinggi. Pada
anak dengan penyakit jantung kongenital asianosis dan terjadi keterlambatan pertumbuhan yang
berat, berarti diagnosis yang paling mungkin adalah shunt dari kiri-ke-kanan yang berat.
(Penyakit jantung anak 2003)
3. Kulit
Kulit Pucat. Kulit pucat dapat terjadi karena anemia kronis, yang terjadi pada penderita dengan
Endokarditis Bakterial Subakut (SBE atau endokarditis infektif). Pada SBE kulit pucat kekuning-
kuningan. Pada dernam reumatik, kepucatan biasanya disebabkan vasokonstriksi perifer, bukan
karena Hb yang berkurang.
Seluruh permukaan tubuh termasuk konjungtiva dan pangkal kuku perlu diperiksa untuk
mencari petekie, ini terjacli pada endokarditis infektif. Perhatikan ruam yang khas.
Sianosis. Jika ada sianosis harus diperhatikan apakah ringan atau berat. Pada kelainan
jantung yang menyebabkan sianosis, misalnya stenosis katup pulmonal, penyakit Ebstein atau
hipertensi pulmonal, sianosis tidak jelas, hanya bisa tampak merah dengan sedikit biru. Klinisi
yang berpengalaman kadang-kadang dapat keliru dengan anak sehat karena udara panas. Sianosis
ringan ini biasanya punya saturasi oksigen arterial antara. 85-90% (saturasi oksigen normal
96%).(Penyakit jantung anak 2003)
4. Kepala
Anak yang menderita sianosis sejak lahir sering mempunyai kepala relatif tampak besar
daripada badannya, bila dipandang secara. keseluruhan. Kepala bagian frontal mencolok dan

7
fontanela anterior tetap membuka sampai umur 3 tahun. Kombinasi antara kepala kecil dan cacat
jantung memberi kesan adanya sindrom pascarubela. Sindrom rubela keseluruhannya mudah
dikenali, yaitu bayi menderita gagal jantung dengan mikrosefali kelainan mata (terutama katarak
dan glaukoma) dan tuli. Pada saat neonatus mungkin ditemukan ikterus dan trombositopenia.
Kelainan jantung yang paling sering adalah Duktus Arteriosus Paten (PDA), banyak koarktasio
pada arteria pulmonalis dan stenosis katup pulmonal. Kadang-kadang sindrom. rubela sukar
dideteksi. Ketulian dapat menyebabkan anak lambat belajar dan mengecilnya lingkaran kepala
mungkin tidak jelas. Bising sistolik akibat banyak koarktasio arteria pulmonalis terkeras di salah
satu atau di kedua aksila, tetapi mungkin tidak mudah terdengar jika yang diauskultasi hanya
prekordium. Bila ada hidrosefalus dan padanya dipasang pipa pengalir (drain) dengan katup,
pada ujung pipa pengaliran yang terletak di dalam vena kava superior akan terjadi emboli
berulang dari ujung kateter ke dalam bantalan-bantalan kapiler paru dan akan menyebabkan
terjadinya hipertensi pulmonal pada lebih dari 10% kasus. jika foramen ovale tidak menutup
secara anatomik, dapat terjadi shunt dari kanan-ke-kiri pada tingkat atrium. Penderita demikian
dapat menderita gagal jantung. (Penyakit jantung anak 2003)
5. Muka.
Muka anak dengan stenosis aorta supravalvular sangat khusus. Sepasang mata yang berjarak
lebar pada muka yang bundar dengan dahi lebar dan dagu kecil adalah khas. Hipertelorisme saja
dengan muka bundar seperti bulan ditemukan pada stenosis katup pulmonal murni. Udem
palpebra, terutama tampak pada saat bangun, merupakan tanda yang berarti pada adanya gagal
jantung. Udem palpebra, hipertensi sistemik, dan sering udem paru memberi kesan ke arah
penyakit ginjal, terutama glomerulonefritis akut. Teleangiektasia kecil banyak, di lidah dan
membran mukosa individu sianosis memberi kesan teleangiektasia herediter (sindrom Weber
Osler Rendu) dengan banyak fistula arteriovenosus paru.
6. Leher
Pemeriksaan leher dapat menemukan tiroid yang membesar, memberi kesan bahwa
takikardia, kardiomegali, dan bising aliran mungkin akibat hipertiroidisme. Pemeriksaan leher
sangat penting pada penderita dengan kelainan jantung. Pulsasi yang kuat pada fosa
suprasternalis biasanya terdapat pada penderita dengan kelainan aorta (koarktasio aortae, PDA,
dan insufisiensi katup aorta) dan hipertrofi idiopatik miokardium. Adanya getaran (thrill) yang

8
kuat di daerah ini juga merupakan petunjuk adanya stenosis katup aorta atau stenosis katup
pulmonal.
Desakan venosa, pada leher perlu diperhatikan, tetapi pemeriksaan ini kurang dapat
dilaksanakan pada bayi, anak gemuk, atau anak yang tidak kooperatif Yang dimaksud dengan
desakan venosa adalah desakan vena jugularis. Pengukuran desakan venosa ini berguna untuk
mengetahui desakan atrium kanan. Cara memeriksa desakan venosa ada dua macam, yaitu:
1. Anak duduk tegak (900). Menurut Lewis, vena jugularis eksterna pada keadaan normal
seharusnya tidak kelihatan di atas fosa suprastemalis, bila desakan venosa naik, vena
kelihatan. Pengukuran desakan venosa ini ialah mengukur tinggi vena jugularis eksterna
yang terlihat (terisi) pada keadaan duduk/berdiri terhitung dari fosa suprasternalis.
2. Anak tidur telentang, posisi setengah duduk (dengan sudut 450) Normal, vena jugularis
eksterna yang terisi tidak boleh melebihi garis yang ditarik horizontal dari manubrium
sterni. Bila melebihi garis tersebut, berarti desakan pada atrium kanan naik.
7. Desaturasi arterial dan sianosis.
Sianosis adalah penentuan secara kolorimetri yang mata pengamat berperan sebagai
spektrofotometer terhadap warna darah. Agar mata dapat melihat sianosis, kadar hemoglobin
yang tereduksi atau tidak teroksigenasi harus kurang dari 3g/dI. Jumlah ini adalah minimum dan
tidak bergantung pada hemoglobin total. Saturasi oksigen yang sebenarnya dari individu sianosis
mungkin sangat bervariasi bergantung pada berapa banyak hemoglobin yang tersedia. Misalnya
penderita dengan hemoglobin total 20 g/dl akan tampak sianosis bila, 3 g/dl darinya berupa
hemoglobin yang tereduksi, sisanya 17 g/ dl (85%) hemoglobin teroksidasi. Penderita dengan
hemoglobin total 10 g/dl agar terjadi sianosis harus mengandung 3 g/dl hemoglobin yang
tereduksi, sisa hemoglobin yang teroksigenasi 7 g/dl (70%). Artinya bahwa pada anak dengan
anemia agar menjadi sianosis dia harus mempunyai saturasi 0 2 yang lebih rendah daripada anak
dengan kadar hemoglobin yang tinggi. (Penyakit jantung anak 2003)
Bila ada sianosis yang jelas, saturasi 02 arterial biasanya di bawah 85%. Desaturasi darah
arterial yang kadarnya lebih sedikit dari ini sukar dideteksi. Kemerahan bibir, pipi, dan ujung-
ujung jari (bagi anak yang berwarna putih) dapat memberi kesan desaturasi bila sianosis yang
jelas tidak tampak. Hematokrit yang naik sangat bernilai dalarn memperkuat kesan sianosis
secara klinik. Sianosis yang cukup lama akan menimbulkan jari tabuh (clubbing fingers), yang
tampak paling nyata pada jempol kaki dan jempol tangan. Sudut bantalan kuku menghilang dan

9
kuku sendiri lebih lunak dan lebih lengkung daripada normal. Warna bantalan kuku tidak
seragam, bagian proksimal biasanya lebih biru. (Penyakit jantung anak 2003)
Sianosis yang berbeda (differential cyanosis) terjadi pada adanya aliran "shunt balik" pada
duktus arteriosus paten. Pada bayi dengan koarktasio aortae yang berat, terutama bila dengan
arkus aorta yang hipoplastik atau atresi, darah desaturasi dapat dibawa dari arteria pulmonalis
melalui duktus ke aorta desendens, sedang aorta asendens secara normal menerima darah dari
vena pulmonalis yang tersaturasi. Penderita semacam ini . pada bagian atas badan berwarna
merah sedang bagian bawah, yaitu abdomen, dan ekstremitas inferior akan sianosis. Jika arteria
subklavia. kiri muncul dari sebelah distal obstruksi aorta maka yang berwarna merah adalah dada
bagian atas, kepala, dan lengan kanan. Sebaliknya, kebanyakan bayi dengan arkus yang
terganggu. juga menderita defek septum ventrikel, dalarn hal ini pencampuran terjadi pada
setinggi ventrikel, mengurangi perbedaan antara kadar oksigen aorta dan arteria pulmonalis dan
karenanya tidak terjadi sianosis yang berbeda.
(Penyakit jantung anak 2003)
Anak sianosis, terutama mereka yang dengan penurunan aliran darah paru, dapat
melakukan posisi jongkok lutut-dada (knee-chest squatting position). Posisi jongkok
menghambat aliran balik vena dari kaki sehingga saturasi sejumlah darah yang kembali ke
jantung naik. Dengan demikian, darah teroksigenasi yang mengalir ke otak lebih besar. Jantung
juga mendekati kaki, dan karenanya gaya gravitasi berkurang. (Penyakit jantung anak 2003)
Dokter yang dihadapkan dengan neonatus penderita sianosis harus membedakan antara
sianosis karena shunt dari kanan-ke-kiri akibat penyakit jantung kongenital dan sianosis
nonkardial. Sianosis nonkardial meliputi penyakit paru primer; penguatan akrosianosis normal;
sindrom transfusi intrauterin maternal-janin (menyebabkan hematokrit naik), menimbulkan
sianosis, dan bahkan gagal jantung; cedera otak dengan depresi respirasi; anomali jalan napas
intrinsik atau ekstrinsik; serta hemoglobinopati kongenital dan didapat. (Penyakit jantung anak
2003)
8. Dada dan pernapasan
Sifat respirasi harus dianalisis dengan teliti. Takipnea (pernapasan cepat dan dangkal)
sering merupakan manifestasi pertama gagal jantung, dan ini biasanya karena bertarnbahnya
aliran darah dalam paru. Beberapa penderita yang sianosis, misalnya transposisi arteri-arteri
besar komplet, biasanya tampak selalu takipnea. Hiperpnea (pemapasan dalam.) biasanya terjadi

10
pada hipoksemia akibat kurangnya aliran darah dalam. paru. Pada tetralogi Fallot, saturasi dalam
darah arteri bervariasi bergantung pada aktivitas dan kebutuhan 0 2. Jadi, pada waktu tidur,
respirasi penderita mungkin normal karena aliran darah di paru cukup untuk kebutuhan
metabolisme pada waktu istirahat. Bila aktivitas bertambah, aliran darah sistemik bertambah,
tetapi aliran darah paru tidak dapat mengimbangi penambahan tersebut maka akan timbul
sianosis dan hiperpnea. (Penyakit jantung anak 2003)
Deformitas dada. Defek septum atrium (ASD) pada wanita remaja dihubungkan dengan
insiden anomali rongga dada dan spinal yang berarti. Prolaps katup mitral juga dihubungkan
dengan anomali skeleton, terutama skoliosis toraks. Bila tulang punggung sangat lurus (straight
back syndrome) menyebabkan perubahan posisi jantung. Arteria pulmonalis menonjol
(prominent) pada foto rontgen dada, hal ini menimbulkan bising fungsional yang lebih jelas
dariipada biasanya. (Penyakit jantung anak 2003)
9. Abdomen
Perabaan hati dan lien sangat penting pada evaluasi penyakit jantung. Pembesaran hati
dapat terjadi pada gagal jantung, dan evaluasi pembesaran hati dapat digunakan untuk
mengetahui ada atau tidak adanya respons terhadap digitalisasi. Bila hati teraba sama besar pada
kedua sisi abdomen, memberi kesan adanya sindrom. Ivemar (yaitu, sindrom tanpa lien,
asplenia). Sindrom ini biasanya bersama dengan kelainan jantung yang kompleks, misalnya
ventrikel tunggal dengan obstruksi saluran keluar arteriat pulmonalis, anomali. muara vena
pulmonalis, transposisi arteri-arteri besar, ASD L anomali pemutaran jantung, dan anomali vena
sistemik. (Penyakit jantung anak 2003)
Pada keadaan normal, hati teraba 2-3 cm di bawah arkus kostarum, sedang pada anak yang
agak besar, hati tidak teraba. Pada, keadaan tertentu, misalnya hiperinflasi paru, hati dapat
terdorong ke bawah Oleh, karena itu, harus hati-hati dalam menentukan pembesaran hati.
(Penyakit jantung anak 2003)
Lien pada umumnya tidak membesar pada gagal jantung atau pada kelainan jantung
kongenital. Bila lien membesar kita harus memikirkan endokarditis infektif. Asites biasanya
terjadi pada gagal jantung berat dan lama. MIA asites ada pada penderita yang relatif tidak
bergejala, kita harus, ingat pada perikarditis konstriktiva. (Penyakit jantung anak 2003)

10. Ekstremitas

11
Pada ekstremitas perlu dicari adanya jari-jari tabuh (clubbingfingers). Nodulus subkutan
yang biasa terdapat pada demam reumatik dapat dicari di daerah ekstensor. Udem dapat
ditemukan pada kaki bila anak mulai berjalan. Pada bayi, udem harus dicari pada daerah sakrum
atau muka. Pada bayi dengan. sindrom Turner, sering didapat limfedema, terutama pada kaki.
(Penyakit jantung anak 2003)
11. Pengukuran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah harus dilakukan pada kedua lengan dan satu kaki. Di samping
itu, manset untuk pengukuran tekanan darah harus sesuai dengan panjang dan lingkaran lengan.
Panjang manset. harus menutupi 2/3-3/4 panjang lengan, sedang lebarnya gelembung udara
dalarn manset harus, melebihi setengah lingkaran lengan, sebaiknya memenuhi lingkaran lengan.
Juga manset jangan sampai dilipat, misalnya, karena kepanjangan(Penyakit jantung anak 2003)
Manset dipompa sedemikian rupa sehingga tekanannya 20-30 mmHg di atas tekanan
sistole, kemudian dilepaskan perlahan-lahan 2-3 mmHg per detik. Tekanan normal pada anak
lihat pada Pada anak, tensi kaki lebih baik diukur dalam posisi tiarap, dengan lutut sedikit
difleksikan. Pemeriksa mendengarkan dengan stetoskop, pada fosa poplitea. (Penyakit jantung
anak 2003)
Bila dengan auskultasi tekanan darah tidak dapat diukur, kita dapat memakai cara palpasi.
Tetapi dengan cara ini kita hanya mendapat angka sistole, sedang angka diastole tidak dapat.
Untuk bayi dapat dipakai cara flash. Caranya adalah manset dilingkarkan pada lengan bawah
atau pada lutut. Kemudian manset dipompa sehingga kulit di sebelah distal manset terlihat pucat.
Tekanan manset dikurangi sedikit demi sedikit lebih kurang antara 5 mmHg dan dipertahankan
2-3 detik. Pada waktu darah dapat mengatasi tekanan manset, saat itu kulit sebelah distal manset
mulai tampak merah. Hasil pengukuran ini bukannya angka sistole maupun diastole, tetapi
merupakan harga rata-rata tekanan darah. (Penyakit jantung anak 2003)
12. Pemeriksaan jantung
Palpasi. Palpasi pada prekordium. dapat meraba lokalisasi dan aktivitas jantung dan iktus
kordis. Pada anak dengan kelainan jantung kongenital yang kompleks, kadang-kadang sukar
membedakan antara aktivitas yang ditimbulkan oleh ventrikel kanan atau kiri karena pada anak
ini belurn tentu. ada pernisahan antara ventrikel kanan dan kiri. (Penyakit jantung anak 2003)

Seluruh prekordiurn dapat hiperaktif, terutama pada kelainan jantung dengan penambahan
volume, misalnya pada shunt dari kiri-ke-kanan, atau pada insufisiensi katup. Sebaliknya, pulsasi

12
prekordium dapat berkurang, misalnya pada perikarditis, anomali Ebstein, dan beberapa
kardiomiopati. (Penyakit jantung anak 2003)
Pada anak yang lebih besar, terutama bila kelainannya hanya tunggal, dengan mudah kita
dapat menganalisis aktivitas ventrikel. Dengan memakai pangkal telapak tangan yang
ditempelkan pada daerah sternum dan jari-jari menuju apeks kordis maka bila impuls sistolik
pada daerah sternum kiri mengangkat pangkal telapak tangan, ini merupakan tanda hiperaktivitas
ventrikel kanan. Bila terjadi juga hiperaktivitas ventrikel kiri, jari-jari akan terangkat. Pada VSD,
baik ventrikel kanan maupun ventrikel kiri menunjukkan aktivitas yang lebih. Impuls yang terasa
tajam dan cepat diduga adanya suatu beban volume ventrikel berlebihan (volume overload),
sedang bila impuls itu panjang dan lama, diduga ke arah beban tekanan dalam ventrikel yang
berlebihan (pressure overload). (Penyakit jantung anak 2003)
Bila ada bising yang keras, pada palpasi akan teraba getaran (thrill). Getaran sistolik jauh
lebih sering daripada getaran diastolik. Untuk meraba getaran. ini, kebanyakan pemeriksa lebih
suka memakai ujung telapak tangan karena lebih peka, tetapi pemeriksa lain lebih suka memakai
ujung jari. (Penyakit jantung anak 2003)
Auskultasi. Pada auskultasi kita harus memperhatikan pertama-tama suara kedua (S 2) dan
komponen-komponennya (P2 dan A2).. S2 ini merupakan kombinasi dari penutupan katup
pulmonal (P2) dan katup aorta (A2). Pada S2 ini harus diperhatikan apakah tunggal, mendua
konstan, atau mendua tidak konstan dan juga harus diperhatikan intensitasnya. S 2 yang tunggal,
terjadi bila suara penutupan katup pulmonal (P2) dan suara penutupan katup aorta (A2) terjadi
simultan, atau dapat juga karena salah satu katup ini tidak terdengar, Bila komponen pulmonal S 2
mengeras, harus dipikirkan adanya hipertensi pulmonal. Suara ketiga (S3) pada anak yang agak
besar atau pada remaja normal agak mengeras. Suara keempat (S 4) lebih sukar didengar karena
suara ini sangat dekat dengan Sl dan nadanya sangat rendah. Bila S 3 dan S4 kedua-duanya keras,
ada kemungkinan penyakit pada miokardium. (Penyakit jantung anak 2003)
Diduga bahwa sekitar 75% dari anak normal dapat didengar bising pada suatu waktu tertentu.
Di sini dokter harus memutuskan apakah bising yang terdengar tersebut tidak berbahaya, atau
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Kadang-kadang sangat sukar membedakan antara bising
anorganik dan bising organik, bila memakai cara auskultasi saja. Oleh karena itu, berikut ini kita
berikan beberapa petunjuk. (Penyakit jantung anak 2003)

13
1. Auskultasi dan interpretasi bising pada bayi umur sampai satu minggu sukar. Bila kita
mendengar bising pada bayi ini jangan segera mengambil suatu keputusan, terutama pada
bayi yang asianosis yang keadaan umumnya baik- Bising yang terdengar pada bayi umur
beberapa hari dapat menghilang sama sekali dan bising lain dapat terdengar. Jika keadaan
bayi tersebut tidak gawat, pemeriksaan lanjutan dapat dilakukan beberapa
minggukemudian.
2. Bising yang keras, yang tidak terdengar pada minggu pertama, tetapi terdengar pada
pemeriksaan, minggu keempat sampai keenam, biasanya disebabkan oleh shunt dari kiri-
ke-kanan, terutama VSD.
3. Bising yang cukup keras yang menimbulkan getaran, selalu harus dipandang tidak
normal.
4. Pada anak yang demam sering terdengar bising karena demam dapat menambah curah
jantung (cardiac output) dan ini dapat memperkeras bising. Anak ini perlu dievaluasi
kembali sesudah sembuh karena kita harus memutuskan apakah bising itu anorganik atau
organik. Bising lain yang dapat terdengar karena naiknya curah jantung adalah bising
yang disebabkan oleh anemia, tirotoksikosis, fistula arteriovenosa besar, pengerahan
tenaga atau kegembiraan.
5. Anak atlet mempunyai frekuensi jantung rendah dan isi sekuncup ,(stroke volume) tinggi
dan ini akan memperkeras intensitas bising anorganik.
6. Anak tanpa gejala yang padanya terdengar bising sistolik derajat 1 atau 2 jarang
menderita kelainan jantung yang berarti. Kelainan radiologik dan elektrokardiografi yang
ringan merupakan suatu variasi dari anak normal. Bila ragu-ragu, pemeriksaan fisik
terutama auskultasi, sering merupakan pedoman yang paling baik.
7. Jangan menduga-duga kelainan anatomi pada jantung bila hanya melakukan pemeriksaan
fisik. Bila menemukan bising yang diduga patologik terutama pada bayi, sudah
merupakan alasan untuk berkonsultasi dengan dokter

BAB III
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

14
3.1 PENYAKIT JANTUNG BAWAAN ASIANOTIK

3.1.1 DEFEK SEKTUM ATRIUM (DSA)


BATASAN
Defek pada septum yang memisahkan atrium kiri dan kanan sebagian besar merupakan
defek septum atrium sekundum (pedoman diagnosis dan terapi 2005) . namun defek dapat juga
terjadi pada bagian-bagian lain seperti primum atau sinus venosus tergantung dari struktur
embrionik septum yang gagal berkembang secara normal. Bahkan secara jarang terdapat kasus
dengan septum atrium yang hampir tidak ada yaitu dengan pembentukan atrium tunggal yang
fungsional (Nelson 2003)

Gambar 3.1 defek sektum atrium

EPIDEMOLOGI

15
Kelainan defek septum atrium sekitar 10% dari semua kelainan jantung kongenital,
dimana defek septum atrium lebih banyak terjadi pada wanita (56%) (Penyakit jantung Anak
2003)

KLASIFIKASI
Berdasarkan lokalisasi dan terjadinya defek dibagi atas tiga jenis yaitu
1. Defek sinus venosus. Defek ini terletak di bagian superior dan posterior sekat, sangant dekat
dengan Vena cava Superior. Juga dekat dengan salah satu muara vena pulmonalis
2. Defek sekundum. Defek ini terletak ditengah sekat atrium. Defek ini juga terletak pada foramen
ovale.
3. Defek sekat primum. Defek ini terletak di bagian bawah sekat primum. Bagian bawah hanya
dibatasi oleh sekat ventrikel. (Penyakit jantung anak 2003)

Gambar 3.2 Macam-macam defek septum atrium

PATOFISIOLOGI
Derajat pirau dari kiri ke kanan tergantung dari :
1. Ukuran defek : dengan defek yang besar darah teroksigenasi melintas dari atrium kiri ke atrium
kanan dan bercampur dengan venous return kemusian dipompa ke ventrikel kanan dank e paru
2. Compliance relative ventrikel kiri dan kanan.Kurangnya gejala pada bayi dengan DSA
berhubungan dengan struktur ventrikel kanannya pada awal kehidupan dimana dinding otot
jantung yang tebal dan kurang compliant sehingga membatasi pira dari kiri ke kanan
3. Resistensi vaskuler relative pada sirkulasi paru dan sistemik. Seiring bertambahnya usia bayi,
Tekanan vaskualr paru menurun, dinding ventikel kanan jantung menipis dan pirau dari kiri ke
kanan meningkat

Aliran darah yang besar dari sisi kanan jantung menyebabkan perrbesaran atrium dan ventrikel
kanan serta dilatasi arteri pulmonalis, namun ukuran ventrikel kiri dan aorta normal. Meskipun

16
aliran darah paru besar tekanan arteri paru biasanya normal. Resistensi vaskuler paru pada anak-
anak masih rendah namun meningkat pada saat dewasa. (Nelson 2003)

MANIFESTASI KLINIS
Bayi dan anak-anak paling sering asimtomatik. Pada masa bayi jarang terjadi gagal
jantung. Anak yang lebih muda biasanya terjadi gagal tumbuh kembang. Anak yang lebih tua
dapat terlihat berbagai tingkat exercise intolerance
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan mild left precordial bulge (Nelson 2003). Pulsasi yang
kuat pada sela iga 2-3 linea parasternalis kiri (Penyakit jantung anak 2003). Suara jantung I yang
keras dan kadang2 suara klik ejeksi pulmonal dapat didengar. pada kebanyakan pasien suara
jantung I terpecah lebar dan kembali menyatu pada semua fase respirasi. Murmur ejeksi sitolik
dapat terdengar(nelson 2003).

DIAGNOSIS
Anamnesis, pada bayi asimtomatis, tumbuh kembang biasanya normal; pirau kecil
Gangguan pertumbuhan, sesak nafas, sering mengalami infeksi paru; pirau besar (pedoman
diagnosis dan terapi 2005). Roentgenogram dada ditemukan perbesaran ventrikel dan atrium
kanan, arteri pulmoner serta peningkatan vaskularisaai pulmoner. Ekokardiogram ditemukan
overload volume ventrikuler kanan, peningkatan ukuran ventikel kanan dengan akhir diastolik,
flattening dan pergerakan abnormal septum ventrikuler. Kateterisasi tidak perlu kecuali jika ada
tanda-tanda hipertensi pumonal(nelson 2003)

PENATALAKSANAAN
Medis
Tidak diperlukan pembatasan latihan. Tidak diperlukan profilaksis terhadap endokarditis infektif.
Kecuali bila terdapat prolaps katup mitral. Terapi gagal jantung bila terdapat gagal jantung
Penutupan tanpa operasi : atrial septal ocluder (ASO)(Pedoman diagnosis dan terapi 2005).

17
Operasi penutupan defek dianjurkan untuk pasien pasien simptomatik dan asimtomatik dengan
rati QP;QS paling sedikit 2 :1, sedang pada DSA sekundum kecil dan minimal left to the right
shunt, secara konsensus tidak dilakukan operasi penutupan (Nelson 2003)

3.1.2 DEFEK SEPTUM VENTRIKEL (DSV)

BATASAN
Defek pada septum yang memisahkan ventrikel kiri dan kanan (pedoman diagnosis dan
terapi 2005). Merupakan malformasi jantung paling umum 25% dari penyakit jantung bawaan.
Tipe yang paling banyak adalah tipe membranosa(Nelson 2003)

Gambar 3.3 Defek septum ventrikel

KLASIFIKASI
Ditinjau dari segi patofisiologi maupun klinis ada 4 tipe yaitu :
1. DSV kecil dengan tahanan pada a.pulmonalis masih normal
2. DSV sedang dengan tahanan pada a.pulmonalis masih normal

18
3. DSV besar dan sudah disertai hipertensi pulmonal yang dinamis artinya hipertensi pulmonal
erjadi karena bertambahnya volume darah pada a. pulmonalis,tetapi belum ada kenaikan
tahanan a.pulmonalis
4. DSV besar dengan hipertensi pulmonal yang permanen karena pada kelainan ini sudah diserta
arteriskelorosis a. pulmonalis.(Penyakit jantung anak 2003)

PATOFISIOLOGI
Darah arterial mengalir dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan melalui lubang (defek) pada
septum. Perbedaan tekanan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan besar sehingga darah
mengalir dengan deras dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan sehingga menimbulkan bising.
Darah dari ventrikel kanan didorong masuk ke a.pulmonalis. Makin besar defek, makin
banyak darah masuk ke a.pulmonalis. Tekanan yang terus-menerus meninggi pada a.pulmonalis
akan menaikkan tekanan pada kapiler paru. Mula-mula naiknya tekanan kapiler ini masih
reversibel, artinya padanya belum ada perubahan pada endotelnya, dan juga belum ada
perubahan pada tunika muskularis arteri-arteri kecil paru. Akan tetapi, lama-lama pembuluh
darah paru menjadi sklerosis dan ini akan mengakibatkan naiknya tahanan yang permanen. Bila
tahanan pada a.pulmonalis sudah tinggi dan permanen, tekanan pada ventrikel kanan juga jadi
tinggi dan permanen. Pada keadaan demikian, operasi penutupan defek suclah merupakan
kontraindikasi.
Pada waktu lahir, tahanan pembuluh darah paru dan tahanan pembuluh darah sistemik
sama. Sesudah 4-6 minggu, tahanan pembuluh darah paru menurun perlahan-lahan. Dengan
demikian, tekanan pada a.pulmonalis dan tekanan pada ventrikel kanan menjadi turun.
Akibatnya, darah dari ventrikel kiri akan mengalir ke ventrikel kanan melalui defek.(Penyakit
jantung anak 2003)

MANIFESTASI KLINIS
DSV kecil biasanya teridentifikasi dengan mendeteksi adanya murmur yang timbul
karena menurunnya resistensi vaskuler paru pada beberapa hari pertama keshidupan. Murmur
bernada tinggi, harsh, holosistolik dan terletak di batas kiri sternum. Tanda tanda fisik lain yang

19
bias di temukan seperti prekordium yang tenang, thrill local yang teraba, S1 dan S2 normal dan
pada bayi kecil terdapat takipnew ringan. Pasien engan DSV besar, gejala dapat tidak tampak
pada bayi karena peningkatan resistensi vascular paru yang memperlambat (delay)
perkembangan murmur. Bayi dapat memperlihatkan gejala CHF (misalnya iritabilitas,
peningkatan usaha nafas, BB yang sulit naik) dan infeksi saluran pernafasan berulang (mis
Pnemonia). Tanda fisik yang bias ditemukan termasu tanda-tanda CHF (takikarfia, takipnew,
peningkatan usaha nafas, pallor, diaphoresis, ganguan pertumbuhan) ; precordium hipereaktif,
tril local ang terba, penyempitan pecahan S2 ; keras, nada rendah, harsh, holosistolik. Murmur
paling baik didengar di batas kiri sternum. Dengan CHF berat, nadi dapat menurun (diminish)
dan perbesaran Hati dan limfa. Anak yang lebih tua dengan Advanced Pulmonary Vascular
Obstructive Diseases (APVOD) mengalami sianosis saat istirahat (karena Pirau reversal),
exercise intolerance dan nail-bed clubbing ; jika murmur DSV tidak terdengar, murmur sistolik
dari regurgitasi tricuspid atau murmur diastolic dari regurgitasi pulmonik mungkin terdeteksi
(Oski’s pediatrics 1999)

DIAGNOSIS
Roentgenogram dada menunjukkan berbagai derajat pembesaran atrium dan ventrikel kanan
tergantung dari besarnya “shunt”. Pembesaran arteri pulmoner serta peningkatan vaskularitas
paru. Tanda-tanda ini bevarisasi dan mungkin tidak begitu menyolok pada kasus ringan (Nelson
2003). EKG pada DSV kecil gambarannya normal, sedangkan pada DSV yang sedang dan besar
terjadi perbesaran ventrikel kiri atau hipertrofi biventrikuler degan hipertrofi atrium murni. Pada
DSV besar dengan hipertensi pulmonal permanen, gambaran EKGnya hipertrofi Ventrikel kanan
murni. (Penyakit jantung anak)
Ekokardiografi dua dimensi maupun eknik Doppler, terutama pemetaan aliran dopler
berwarna dapat menampakkan DSV asalkan ada shunt yang cukup (Penyakit jantung anak)
Pemerikasaan lainnya seperti radiologi untuk menggambarkan ukuran dari left to the right shunt,
sedangkan sinar x thorax dapat menunjukkan normal atau hanya menunjukkan perbesaran
jantung yang ringan pada DSV kecil, kardiomegali difuse peningkatan tanda2 vaskuler paru atau
edem paru pada DSV besar, pemerikasaan diagnostic lainnya seperti kateterisasi jantung,
angigrafi dan MRI (Oskis’s pediatrics 1999)

20
PROGNOSIS
DSV kecil tanpa gejala , menutup spontan dalam jangka 10 tahun (penyakit jantung anak)

KOMPLIKASI
Hipertensi pulmoner
Disritmia atrial
Insufisinsi tricuspid dan mitral
Gagl jantung
Endokarditis sangat jarang (Nelson 2003)

PENATALAKSANAAN
Jika terjadi gagal jantung : terapi gagal jantung
Jika gagal jantung tak teratasi ; intervensi bedah diperlukan berupa
Pulmonari arteri banding (PAB) atau penutupan DSV tergantung kesiapan institusi (operasi atau
intervensi karsiologi)
Bila tidak terdapat gagal janung ; intervensi bedah dapat ditunda, selanjutnya pada usia 5-8 tahun
ditentukan besarnya pirau dengan penyadapan jantung
Bila aliran pirau (Flow rate =FR) > 1,5 ; DSV harus ditutp
Jika terdapat hipertensi pulmonal berdasarkan pemeriksaan klini, foto thoraks dan ekokardiografi
tanpa ada penyakit vaskuler paru (PVP) ; penutupan dilakukan tanpa didahului pemeriksaan
penyadapan
Apabila terdapat PVP ; penyadapan terlebih dahulu, dan bila pulmonary artery resistency index
(PARI) setelahpemberian oksigen 100% >8HRU/m2 ; penutupan DSV tidak dianjurkan
(Pedoman diagnosis dan terapi 2003)

3.1.3 DUKTUS ARTERIOSUS PERSISTEN

BATASAN

21
Kegagalan duktus arteriosus menutup setelah kelahiran, menghasilkan peningkatan
volum beban kerja jantung kiri. Normalnya, Secara fungsional duktus menutup pada umur 72
jam kehidupan dan secara structural menutup pada umur 3 bulan (Oski’s pediatrics 1999)

Gambar 3.4 Duktus Arteriosus Persisten (DAP).

PATOFISILOGI
Karena tekanan yang tinggi di aorta, darah pirau dari kiri kekanan melalui duktus, dari
aorta ke arteri pulmoner, besarnya pirau tergantung dari ukuran duktus dan rasio tahanan
vaskuler paru terhadap sistemik. Jika duktus kecil, tekanan atrium ka, ventrikeln ka dan arteri
pulmoner Normal, namun jika besar, tekanan arteri pulmoner dapat meningkat terhadap sistemik
selama sistol dan diastole (Nelson 2003)

MANIFESTAI KLINIS

22
DAP kecil ; asimtomatik, ukuran jantung normal (nelson) , nadi dengan amplitude yang
lebar iktus kordis tampak normal, bising kontinu terkeras pada sela ida 2 parasternalis kiri dan
dibawah klavikula (Penyakit jantung anak)
DAP sedang dan lebar : ukuran jantung membesar, terdapat bisingmurmur kontinu, low
pitched mitral mid diastolic murmur dapat terdengar di ape sebagai akibat peningkatan volume
aliran darah melintasi katup mitral (nelson), pada umur 6-8 minggu mulai timbul gejal2 klinis,
tampak lelah, makan sukar dan banyak berkeringat, makin ama makin takipne dan sering
menderita radang paru dan sukar diobati, pertumbuhan terlambat, anak tampak kecil dengan
gejal2 jantung (Penyakit jantung anak 2003)

DIAGNOSIS
DAP kecil
Anamnesis : biasanya asimtomatik
Pemeriksaan fisisk :
Auskultasi : P2 Normal, bising kontinu derajat 1-4/6, jelas terdengar di daerah infra klaviularis
kiri atau kanan (pedoman diagnosis dan terapi)
EKG ; Normal, gambaran ruang jantung dengan Ekokardiografi normal (Nelson)
DAV besar
Anamnesi : CHF, gagal tumbuh, takipne
Pemeriksaan fisik
Takikardi dan takipne terutama melakukan aktivis
Peningkatan aktivitas prekordium’trill teraba pada LSB atas
Pulsasi darah perifer yang teraba keras dengan tekanan nadi yang lebar akibat tekanan sistolik
menurun dan tekanan diatolik menurun
Auskultasi
Bising sistolik kresendo pada LSB atas
Diastolic rumble didaerah apeks, mungkin dapat P2 mengeras bila terdapat hipertensi pulmonal
(pedoman diagnosis dan terapi)
EKG; hipertrofi ventrikuler, biventrikluler
Radiologi ; pelebaran arteri pulmoner dengan peningkatan tanda tanda vascular intra pulmoner

23
Ekokardiografi ; Dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri meningkat, kateterisasi diindikasikan jika
ditemukan lesi di jantung atau temuan-temuan atifikal (Nelson 2003)

PROGNOSIS
DPA kecil ; dapat hidup normal tapi manifestasi lanjut dapat terjadi. Penutupan spontan sangat
jarang
DPA besar ; gagal jantung bias terjadi pada saat early infancy (oski’s pediatric 1999)

PENATALAKSANAAN
Tidak diperlukan pembatasan aktifitas jika tdak ditemukan hipertensi pulmonal
Diberikan profilaksis endokarditis infektif
Medis
Bayi kurang bulan diberikan ibuprofen sebeum usia 10 hari
Bila penutupan dengan medikamentosa ini gagal dan CHF enetap, bedah ligasi DAP perlu segera
dilakukan
Bila tanda2 CHF (-), bedah ligase dapat ditunda, tapi tidak melampaui umur tahun
Semua DAP yang ditemukan pada usia .12 mg, harus dilakukan intervensi tanpa menghiraukan
besarnya aliran pirau (Pedoman diagnosis dan terapi 2005)

3.1.4 STENOSIS AORTA

BATASAN
Obstruksi ejeksi ventrikel kiri dengan terdapatnya perbedaan tekanan sistolik antara ventikel
kiri dan aorta (pedoman diagnosis dan terapi). Kelainan ini sekitar 7 % dari seluruh CHD dan
berdasarkan anatomisnya dibagi menjadi 4 tipe :
1. Valvular (75%)
2. Subvalvular membranosa diskrit (20%)
3. Kardiomiopati hipertofi (3-4%)
4. Supravalvular (1-2%)

(Current pediatric diagnosis and treatment 2002)

24
Gambar 3.5 stenosis aorta

DIAGNOSIS
Berdasarkan pemeriksaan fiksik
Beratnya obstruksi dikonfirmasi melalui uji lab
(Nelson 2003)

PENATALAKSANAAN
Intervensi kardiologi
Operasi ; hasil memuaskan
Pencegahan terhadap endokarditis infeksi (Pedoman diagnosis dan terapi 2005)

3.1.5 STENOSIS PULMONAL

BATASAN
suatu obstruksi anatomis pada jalan keluar ventrikel kanan, dan karenanya ada perbedaan
tekanan anatara a. pulmonalis dan ventrikel kanan. Obstruksi anatomis ini dapat terletak
subvalvular, valvular dab supravalvular (Penyakit jantung anak 2003)

25
PATOFISIOLOGI
Obstruksi ejeksi ventrikel kanan ke arteri pulmoner menyebabkan penigkatan tekanan
sistolik dan stress dinding jantung sehingga terjadi hiopertrofi ventrikel kanan. Beratnya
abnormalitas tergantung dari ukuran katup yang dibatasi oleh stenosis. Pada kasus yang berat
tekanan ventrikuler dapat lebih besar dar tekanan sistolik arteri sistemik, sedangkan pada
obstruksi lebih ringan tekanan ventrikel kanan hanyan meningkat sedikit atau sedang. Saturasi
02 arterial akan normal bahkan pada kasus berat, kalau hubungan intrakardiak seperti VSD atau
DSA menyebabkan pirau dari kanan ke kiri. Ketika stenosis pulmonik yang berat terjadi pada
neonates,penurunan yang signifikan compliance ventrikel kanan dapat mengarah ke right to the
left shunting melalui foramen ovele, yang di kenal sebagai stenosis pulmonal kritikal (Nelson
2003)
Berdasarkan berat ringannya stenosis, dibagi dalam tiga tingkatan yaitu :
1. Tingkat I (ringan) : tekanan ventrikel kanan sampai 50 mmHg atau perbedaan antara tekanan
ventrikel kanan dan a. pulmonalis sekitar 15 mmHg
2. Tingkat II (sedang) : tekanan ventrikel kanan antara 50 -100 mmHg atau bila tekanan sistolik
vemtrikel kanan sekitar 50% dari tekanan sisitemik
3. Tingkat III (berat) : tekanan pada ventrikel kanan lebih besar dari 100 mmHg atau tekanan dari
ventrikel ka lebih besar dari 75% tekanan sistemik
Bila tekanan dalam ventrikel a kanan pada waktu di kateterisasi mencapai 300 mmHg atau lebih ; harus
segera operasi (Penyakit jantung anak 2003)

DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik tergantung berat ringannya stenosis
Pada stenosis ringan omponen pulmonal bunyi jantung 2 normal
Pada stenosis berat terdenganr wide splitting S2
(Pedoman diagnosis dan terapi 2005).

PENATALAKSANAAN
Moderat- berat : balloon-dilation valvuoplasty
Neonatal dengan critical obstruction ; infuse prostaglandin untuk mempertahankan PDA
Profilaksis diindikasikan untuk prosedur bedah gigi mulut
(Oski’s pediatric 1999)

26
3.1.6 STENOSIS MITRAL

BATASAN
Obstruksi ejeksi ventrikel kiri dengan terdapatnya perbedaan sistolik antara ventrikel kiri
dan aorta (pedoman diagnosis dan terapi 2005).
Merupakan anomaly yang jarang dengan daun katup yang menebal dan berfusi untuk membenuk
seperti dapragma atau struktur seperti corong dengan lubang dibagian tengahnya. (nelson,
current pediatric diagnosis and treatment 2005)

PENATALAKSANAAN
Operasi : penggantian katup dengan katup mitral prostetik telah memungkinkan bahkan sewaktu
berat badan bayi 3 – 5 kg (current pediatric diagnosis and treatment)
Pencegahan terhadap endokarditis infeksi (pedoman diagnosis dan terapi)

3.2 PENYAKIT JANTUNG BAWAAN SIANOSIS

27
3.2.1 TETRALOGI FALLOT (TF)

BATASAN :
Kelainan jantung kongenital yang berupa adanya :
1. Stenosis pulmonal, baik valvular maupun infundibular.
2. Defek Sekat Ventrikel (DSV) besar.
3. Hipertrofi ventrikel kanan.
4. Dekstroposisi (Overriding) aorta pada sekat ventrikel.
(Nelson 2003)

Gambar 3.6 Tetralogi fallot.

EPIDEMIOLOGI
Kelainan ini kurang lebih 10 % dari seluruh kelainan jantung kongenital. Pada umur 4 tahun
diduga 3 dari 4 penderita kelainan jantung sianosis adalah tetralogi Fallot.
(Penyakit jantung anak 2003)

28
KLASIFIKASI
1. TF tipe asianotik : - Terdapat shunt kiri-kanan yang ringan sampai sedang.
- Tekanan sistolik ventrikel kanan sama dengan ventrikel kiri dan aorta.
- Terdapat perbedaan tekanan a. Pulmonalis dengan ventrikel kanan akibat adanya
stenosis ringan pada a. Pulmonalis.
- Akibat adanya stenosis a. Pulmonalis maka shunt dari ventrikel kiri ke kanan akan
meningkat sehingga ukuran jantung dan corakan vaskular paru hanya sedikit
menurun.
2. TF tipe sianotik : - Stenosis a. Pulmonalis berat
- Shunt dari ventrikel kanan-kiri.
- Penurunan aliran darah ke paru.
- Tekanan sistolik ventrikel kanan sama dengan di ventrikel kiri dan aorta.
(Pedoman diagnosis dan terapi 2005)
Secara klinis kelainan ini dibagi menurut derajat beratnya kelainan sebagai berikut :
1. Penderita tidak sianosis, kemampuan kerja normal.
2. Sianosis baru timbul pada waktu kerja, kemampuan kerja kurang.
3. Sianosis sudah timbul pada waktu istirahat, bila kerja fisik sianosis juga bertambah, juga
ada dispnea.
4. Sianosis dan dispnea sudah ada waktu istirahat, ada jari tabuh.
(Penyakit jantung anak 2003)

PATOFISIOLOGI
Menurut Kirklin, tetralogi Fallot yang mumi tidak hanya sederetan kompleks tersebut di
atas, tetapi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: VSD harus besar, paling sedikit harus
sebesar lubang aorta, stenosis pulmonal derajat tinggi, sedemikian sehingga tekanan pada
ventrikel kanan sama atau lebih besar daripada tekanan pada ventrikel kiri. Dengan demikian,
jelas akan ada shunt dari kanan-ke-kiri. Sebenamya, secara hemodinamik yang memegang
peranan adalah adanya VSD dan stenosis pulmonal. Dan dari kedua kelainan ini yang terpenting
adalah obstruksi (stenosis) pulmonal. Misalnya, VSD sedang kombinasi dengan stenosis
pulmonal ringan, tekanan pada ventrikel kanan masih lebih rendah daripada tekanan pada
ventrikel kiri. Tentu saja shunt akan berjalan dari kiri-ke-kanan. Bila anak dan jantung semakin

29
besar (karena pertumbuhan), defek pada sekat ventrikel relatif lebih kecil, tetapi derajat stenosis
menjadi lebih berat, arah shunt dapat berubah. Pada suatu saat dapat terjadi tekanan ventrikel
kanan sama dengan tekanan ventrikel kiri, meskipun defek pada sekat ventrikel besar, shunt tidak
ada. Tetapi bila keseimbangan ini terganggu, misalnya karena melakukan pekerjaan, isi sekuncup
bertambah, tetapi obstruksi pada ventrikel kanan tetap, tekanan pada ventrikel kanan lebih tinggi
daripada tekanan pada ventrikel kiri, shunt menjadi dari kanan-ke-kiri dan terjadilah sianosis.
Jadi, sebenarnya gejala klinis sangat bergantung pada derajat stenosis, juga pada besarnya defek
sekat.
Kadang-kadang darah dari atrium kanan dapat masuk ke atrium kiri melalui foramen
ovale yang terbuka karena tekanan pada atrium kanan menjadi lebih besar daripada tekanan pada
atrium kiri(penyakit jantung anak 2003).

GEJALA KLINIK
Pada bayi, keterangan tentang adanya sianosis sangat bergantung pada pengamatan
ibunya. Ada orang tua penderita yang tidak begitu menaruh perhatian terhadap anaknya sehingga
adanya sianosis ringan tidak diperhatikan. Pada bayi memang keluhan sianosis sangat ringan.
Bila pada bayi ada sianosis berat, ada kecenderungan bahwa ada atresi jalan keluar ventrikel
kanan (infundibulum dan atresi a.pulmonalis). Akan tetapi, ketika sianosis mulai tampak,
sianosis ini makin lama maktn kelihatan jelas. Pada anak ini di samping keluhan sianosis, orang
tuanya juga melaporkan adanya dispnea, kelelahan, dan pertumbuhan terlambat.
Gejala hipoksia biasanya mulai timbul pada umur 18 bulan. Pada waktu anak bangun
tidur malam atau tidur siang atau sesudah makan, atau pada waktu menangis, sianosis bertambah
jelas. Anak menjadi dispnea dan pucat, hilang kesadaran dan apnea, kadang-kadang menjadi
kaku. Kehilangan kesadaran dapat agak lama sehingga anak seperti dalam keadaan meninggal.
Sebab-sebab terjadinya serangan hipoksia diduga karena otot infundibulum ventrikel kanan
berkontraksi sehingga aliran darah ke dalam puimo berkurang. Untuk mengatasi keadaan ini,
biasanya lutut anak ditekuk pada dada, dan ini dimaksudkan untuk memperbesar tahanan pada
sirkulasi besar, dan mengurangi jumlah darah vena yang kembali ke jantung dari ekstremitas
inferior. Dengan demikian, dapat diharapkan mengurangi tahanan pada infundibulum. Dapat juga

30
otot infundibulum dikendorkan dengan pemberian morfin atau obat golongan blokade beta (beta
blacker). Dapat juga serangan hipoksia ini dikurangi dengan pemberian sedativa.
Anak yang sudah dapat berjalan sering menunjukkan gejala sering jongkok (squatting =
hocken (Jerman). Bila berjalan sekitar 20-50 m, anak ini lalu jongkok, kegiatan ini selalu
dikerjakan berulang-ulang. Jongkok ini maksudnya sama dengan usaha kita menekuk lutut
seperti di atas, dan ternyata mengurangi gejala dispnea.
Pada pemeriksaan, biasanya sianosis terlihat terutama pada kulit dan mukosa. Jari-jari
berbentuk, seperti trommel (jari tabuh), kuku seperti gelas arloji, dan gingiva hiperplasi.
Takipnea pada saat istirahat dan bertambah berat pada saat kerja fisik sedikit saja. Vena jugularis
biasanya terisi penuh sehingga kelihatan sedikit menonjol, dan gelombang A (gelombang atrium)
jelas kelihatan. Sering dapat teraba suara ke-2, yaitu suara penutupan katup aorta, suara pertama
normal. Getaran kadang-kadang dapat diraba sepanjang linea parasternalis kiri, tetapi jarang
teraba pada fosa suprasternalis.
Pada auskultasi sangat khas. Bisingnya ada 2 macam, yaitu: bising sistolik keras dengan
nada rendah terdengar terkeras pada sela iga 4 linea parasternalis kiri (bising VSD) dan bising
sistolik ejeksi dengan nada sedang, berbentuk fusiform dengan amplitude maksimum pada akhir
sistole dan berakhir dekat suara ke-2. Bising kedua ini adalah bising stenosis pulmonal. Pada
stenosis ringan, bising kedua ini akan lebih keras dengan amplitude maksimum pada akhir
sistole, suara ke-2 masih membelah. Sedang bila stenosisnya berat, bisingnya lemah dan
terdengar pada permulaan sistole. Suara ke-2 keras dan biasanya tunggal (A2), P2 tidak
terdengar. Bising diastolik tidak ada. Bila terjadi pertumbuhan pembuluh darah kolateral/ dapat
terdengar Bising kontinu pada punggung.
Pada beberapa penderita, hepar sedikit membesar. Bila hepar ditekan, v.jugularis akan
tampak lebih berisi. Fenomena ini disebut fenomena: Hepatojugular reflux merupakan petunjuk
bahwa atrium kanan dan vena-vena penuh darah.

Gambaran darah
Makin berat sianosisnya makin tinggi jumlah eritrosit. Kadang-kadang jumlah eritrosit dapat
mencapai 6 juta atau lebih. Hemoglobin 17 gr%, hematokrit lebih besar dari 50%, dapat sampai
80%. Kadang-kadang dapat dijumpai adanya anemia hipokrom relatif.

31
Elektrokardiografi
Sumbu frontal jantungberdeviasi ke kanan. P meninggi pada hantaran II dan VI (= hipertrofi
atrium kanan). Ada gambaran hipertrofi ventrikel kanan; bila tidak ada gambaran ini diagnosis
tetralogi Fallot dengan atau tanpa atresia pulmonalis, diragukan. Gambaran khas pada tetralogi
Fallot ialah adanya transisi mendadak gambaran kompleks QRS pada VI dan V2. Pada VI
kompleks QRS hampir seluruhnya positif, tetapi pada V2, kompleks QRS berbentuk rS. Sumbu
frontal jantung yang mengarah ke superior kiri, mencurigakan ke arah tetralogi Fallot dengan
defek kanal atrioventrikular. Bila stenosis pulmonal minimal, gambaran EKG-nya dapat
menunjukkan hipertrofi biventrikular(penyakit jantung anak 2003).

Radiologi
Corak pembuluh darah paru sangat berkurang, pembuluh darah hilus berdiameter kecil
karena batang a.pulmonalis dan cabang-cabangnya hipoplasi, pada tempat yang semestinya ada
tonjolan pulmonal, digantikan cekungan pulmonal.
Besar jantung biasanya normal, apeks agak terangkat ke kranial, tepi kiri bawah jantung
dibentuk oleh ventrikel kanan, ada cekungan pulmonal sehingga gambaran ini tampak seperti
sepatu. Bila anak sianosis dengan besar jantung relatif normal, kemungkinan besar adalah
tetralogi Fallot. Gambaran erosi pada kosta sering tampak bila ada sirkulasi kolateral.

Ekokardiografi
Dengan ekokardiografi dapat ditampakkan defek sekat ventrikel, khas konuventrikular
dengan sekat infundibulum berdeviasi ke anterior. Akar aorta besar dan sangat menumpangi
(overriding). Penyempitan aliran saluran keluar a.pulmonalis biasanya mudah ditampakkan;
obstruksi padanya dapat direkam dengan teknik Doppler. Dengan teknik Doppler berwarna,
dimungkinkan menemukan defek lain pada sekat ventrikel. Dengan teknik ini, anatomi arteria
koronaria sering dapat dengan jelas ditampakkan sampai mengenali cabang-cabang konus
abnormal pada saluran aliran keluar ventrikel kanan, pada tempat yang diperlukan untuk irisan
pembedahan. Stenosis pulmonal perifer proksimal dan hipoplasia relatif pembuluh darah paru

32
dapat ditampakkan. Belum ada cukup data untuk merekomendasikan pembedahan tetralogi
Fallot hanya dengan hasil pemeriksaan ekokardiografi.
Defek sekat ventrikel, penumpangan aorta, dan obstruksi saluran aliran keluar ventrikel
kanan, paling jelas ditampakkan dengan pandangan subsifoid dan parasternal. Percabangan
arteria pulmonalis biasanya terlihat pada pandangan sumbu-pendek parasternal dan suprasternal.
Anatomi arteria koronaria kiri dapat tampak pada pandangan sumbupendek parasternal atau
pandangan sumbu-panjang yang dibelokkan ke arah bahu kiri. Sayangnya, ketika anak semakin
besar gambaran ekokardiografi makin tidak jelas sehingga harus dilakukan
angiokardiografi(penyakit jantung anak 2003).

Prognosis
Prognosis bayi dengan tetralogi Fallot sangat bergantung pada beratnya lesi. Bayi dengan
atresi pulmonal atau stenosis pulmonal yang berat bila tidak segera dioperasi akan meninggal
karena hipoksia. jarang hidup melebihi umur satu tahun. Bila penderita seperti ini dapat hidup
melebihi tahun pertama, berarti pada penderita tersebut timbul sirkulasi kolateral bronkial yang
intensif. Pada penderita dengan sianosis berat dengan polisitaemia dan tidak dapat bekerja karena
dispnea, biasanya sukar mencapai umur 20 tahun.
Penderita yang lebih ringan (penderita golongan 3) yang sianosisnya timbul pada waktu
umur setahun. Serangan hipoksia hanya kadang-kadang terjadi pada umur sebelum setahun,
tetapi sebagian besar penderita tanpa keluh-kesah sampai dapat berjalan. Oleh karena itu,
penderita tipe ini dapat hidup sampai umur 30 tahun.
Penderita yang pada waktu bayi sampai masa kanak-kanak tidak sianosis (penderita golongan 2)
dan kalau bekerja hanya timbul keluh kesah ringan, penderita tipe ini dapat hidup sampai kurang
lebih umur 40 tahun. Komplikasi lain pada anak dengan tetralogi Fallot dan dengan sianosis
berat ialah adanya polisitaemia, abses otak, endokarditis lenta, episode trombosis, dan gangguan
perdarahan(penyakit jantung anak 2003).

PENATALAKSAAN
Untuk mengurangi serangan hipoksia dapat diberi sedativa dan O2. Bila terjadi serangan sianosis
harus diobati dengan morfin dan propanolol (dapat juga digunakan untuk mengurangi serangan
hipoksia). Morfin menekan rasa tercekik dan menghilangkan rasa takut, sedang propanolol

33
merelaksasikan spasme infundibulum, kadang-kadang juga memperbaiki saturasi oksigen arterial
secara dramatis. Biasanya digunakan oksigen, namun pengaruhnya sedikit. Dalam beberapa
menit serangan berat, akan menimbulkan asidosis metabolik, yang biasanya dapat dikendalikan
dengan bikarbonat natrikus yang dapat diberikan berulang-ulang bila serangan sianosis berlanjut.
Namun, untungnya jarang, jika serangan ini telah tidak berespons pada segala upaya medik,
pembedahan gawat darurat harus dilakukan. Biasanya dilakukan operasi paliatif (lihat di bawah).
Digitalis jarang sekali digunakan pada penderita dengan tetralogi Fallot karena digitalis
akan memperkuat kontraksi infundibulum, dan ini akan menyebabkan lebih beratnya hipoksia.
Digitalis hanya diberikan pada anak dengan gagal jantung berat.
Pada tetralogi Fallot golongan satu, tidak perlu terapi. Operasi pada golongan ini
menimbulkan lebih banyak risiko daripada hasilnya. Pada anak di bawah umur 6 tahun dengan
keluh-kesah yang jelas (termasuk golongan 3 dan 4) perlu dilakukan operasi paliatif. Operasi
paliatif ini merupakan operasi pertolongan sebelum dilakukan operasi koreksi total. Operasi
koreksi total pada bayi dan anak dengan berat badan yang masih rendah mengandung banyak
risiko. Meskipun demikiap, dengan majunya teknik operasi pada akhir-akhir ini, banyak senter
penyakit jantung yang berusaha melakukan operasi koreksi total sedini mungkin.
Operasi paliatif pada umumnya membuat anastomosis antara aorta dan a.pulmonalis.
Dengan demikian, diharapkan darah dari aorta mengalir kedalam a.pulmonalis. Paru akan
mendapat cukup darah sehingga jumlah darah yang dioksigenasi lebih banyak. Operasi ini, di
samping menyelamatkan nyawa, namun dapat juga membantu mencegah cedera otak. Ada
beberapa rnacam teknik operasi paliatif:
1. Anastomosis Blalock-Taussig: menghubungkan salah satu a.subklavia dan salah satu
a.pulmonalis. Hubungan ini dapat secara end to side dapat juga secara end to end.
2. Anastomosis Pott: menghubungkan sisi sama sisi antara a.pulmonalis kiri dengan aorta
desendens di luar perikardium.
3. Anastomosis Waterston: menghubungkan sisi sama sisi antara a.pulmonalis kanan dengan
aorta asendens.
Pada beberapa senter penyakit jantung, operasi koreksi total dilakukan pada umur sekitar 3-5
tahun. Angka kematian operasi koreksi total pada pusat jantung yang baik sebanyak 5%, dengan
gambaran angka kematian lebih tinggi pada bayi kecil.

34
Umumnya, defek sekat ventrikel yang beriokasi dalam sekat muscular akan menutup
dengan spontan, atau mengecil sehingga tidak memerlukan operasi khusus. Namun, hal ini tidak
semuanya benar karena adanya VSD muskular kedua, besar, dan yang tidak diperbaiki dalam
perawatan intensif, teryata memerlukan operasi kedua yang tidak diharapkan(penyakit jantung
anak 2003).

35
DAFTAR PUSTAKA

Behrman et all., 2003 Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition : WB Saunders, Philadelphia
USA
Catherine et all., 1999 Oskis Pediatrics 3rd edition : Lippincot Williams& wilkins publise

Jordan SC, Scot O. 1989. Heart Disease in Paediatrics. 3rd ed. London : Butterworth & Co
Publiser ltd

Ganesja M. Harimurti, 236-237, FKUI, Gaya Baru, 1996, Edisi 4, Jakarta

Garna H, Melinda H., 2005 Pedoman Diagnosis dan Terapi RSHS Ed 3 Bandung

Madiyono B., dkk. 2005. Penanganan Penyakit Jantung pada Bayi dan Anak. Jakarta : FKUI

Putra ST. 1996. Pendekatan Diagnostik Penyakit Jantung Bawaan Sianotik. Dalam: Putra
ST, Advabi N., Rahayoe AU, penyunting. Dasar-dasar Diagnosis dan Tatalaksana
Penyakit Jantung pada Anak. Forum Ilmiah Kardiologi Anak

Wahab A Samik., 2003 Penyakit Jantung Anak Edisi 3 : EGC Jakarta

William W H,. 2002 Current Pediatrics Diagnosis and Treatment 16th edition :Mc Grow-Hill Edu.
Europe

http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/index.html diakses 18 juni 2007

36

Anda mungkin juga menyukai