MODUL 2
KELAINAN VISUS
Kelompok :3
Tutor : dr. Rizka Sofia, MKT
PRODI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NEGERI MALIKUSSALEH
TA. 2019/2020
MODUL II
KELAINAN VISUS
Skenario 2 : Pandangan kabur
Saat pembagian rapor Ibu Hera sangat heran melihat rapor Hera yang semuanya
angka merah, wali kelas Hera juga mengatakan Hera sering sekali tidak masuk kelas padahal
menurut Ibunya Hera selalu pamit ke sekolah. Setiba di rumah Ibu Hera langsung bertanya
kepada Hera, saat ditanya Hera langsung menangis, ia mengatakan bahwa sejak 2 bulan yang
lalu ia tidak dapat melihat dengan jelas apa yang di tuliskan Guru di papan. Karena itu ia
sering salah menjawab soal dan mendapat nilai jelek, sehingga dia malu ke sekolah. Lalu
esoknya Ibu Hera membawa Hera ke Rumah Sakit. Dokter mata melakukan pemeriksaan
visus dan menurut dokter, Hera harus memakai kaca mata.
Kemudian Ibu Hera menanyakan pada dokter apakah dengan kaca mata saja Hera bisa
dapat melihat jelas kembali? Karena Paman Hera walaupun sudah menggunakan kacamata
pandangannya tetap kabur dan berasap, ibu Hera juga menambahkan paman Hera menderita
darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu namun tidak rutin minum obat.
Saat yang bersamaan masuk seorang wanita berumur 60 tahun dengan keluhan mata
kanan nyeri dan merah disertai mual muntah sejak 2 hari yang lalu. Ia juga mengeluhkan saat
melihat cahaya lampu tampak lingkaran seperti warna pelangi, menurutnya pandangannya
bertambah kabur bila cahaya terang.
JUMP 1 : TERMINOLOGI
1. Visus
Ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di mana
tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitifitas dari
interpretasi di otak.
JUMP 2 : RUMUSAN MASALAH & JUMP 3 : HIPOTESA
1. Mengapa hera sejak 2 bulan yang lalu tidak dapat melihat dengan jelas?
Jawab :
Kondisi yang dialami hera merupakan gangguan pada penglihatan yang menyebabkan
objek yang letaknya jauh terlihat kabur (tulisan di papan tulis). Ini merupakan salah
satu kelainan retraksi mata sehingga mata tidak dapat memfokuskan cahaya pada
retina. Hal ini karena sering terjadi pada anak dan remaja.
px visus utk evaluasi awal dapat menggunakan snellen chart px-nya dilakukan pd
jarak 6m atau 20kaki. Pasien diminta membaca huruf2 dengan ukuran tertentu dengan
menutup salah satu mata.
kemungkinan paman hera mengalami katarak yaitu keadaan kekeruhan pada lensa
yang dapat terjadi akibat hidrasi lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat
kedua duanya.
JK: harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan oleh laki- laki, ini di
indikasikan sebagai faktor resiko katarak dimana perempuan penderita katarakak
lebih banyak dibandingkan laki- laki
Sering bertambahnya usia, lensa berkurang kebeningannya, keadaan ini akan
berkembang dengan bertambahnya berat katarak. Prevalensi katarak meningkat
tiga sampai empat kali pada pasien >65thn.
5. Apakah keluhannya berhubungan dengan riwayat hipertensi yang tidak
terkontrol?
Jawab:
pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon thdp peningkatan tekanan darah. Pada
tahap awal, pembuluh darah retina mengalami vasokontriksi secara generalisata.
Ketika tekanan darah tinggi, dinding pembuluh darah pada retina akan menebal,
yang menyebabkan pembuluh darah menyempit dan aliran darah keretina
berkurang. Seiring berjalannya waktu, kerusakan pembuluh darah retina akibat
hipertensi ini akan merusak saraf penglihatan, shg menimbulkan masalah
penglihatan sampai menimbulkan kebutaan.
- Operasi/bedah
- Penggunaan kacamata
- Obat aldose reductase inhibitor
10. Mengapa wanita yg berumur 60 thn mengalami keluhan mata kanan nyeri dan
merah disertai mual-muntah?
Jawab:
wanita tersebut mengalami glaukoma dimana gejalanya seperti nyeri, mual dan
muntah.
Kelainan Visus
etiologi
Patofisiologi
Manifestasi klinis
Px. penunjang
Diagnosis
Diagnosis banding
Tatalaksana
1. Gangguan Refrasksi
2. Katararak
3. Glukoma
4. Penyakit mata yang berhubungan dengan penyakit sistemik.
JUMP 6 : SEARCHING INFORMATION
GANGGUAN REFRAKSI
1. MIOPIA
Miopia adalah kelainan refraksi mata, di mana mata mempunyai kekuatan pembiasan
berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga difokuskan di depan
retina oleh mata dalam keadaan tanpa akomodasi.
Gangguan refraksi yang ditandai dengan kesulitan untuk melihat benda yang letaknya
jauh, dimana mata memunyai kekuatan pembiasan berlebihan sehingga sinar sejajar yang
datang dari jarak tak terhingga difokuskan didepan retina oleh mata dalam keadaan tanpa
akomodasi.
Etiologi
Miopia disebabkan karena terlalu kuatnya pembiasan sinar di dalam mata untuk
panjangnya bola mata akibat dari :
Patofisiologi
Disebabkan karena pembiasan sinar didalam mata yang terlalu kuat untuk panjangnya
bola mata akibat:
1. sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang lebih
panjang) disebut sebagai myopia aksial.
2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau lensa
mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut myopia kurvatura/refraktif.
3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus. Kondisi
ini disebut myopia indeks.
4. Myopia karena perubahan posisi lensa. Misalnya, posisi lensa lebih ke anterior.
Faktor Resiko
1. Miopia aksial, yaitu sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-
posterior lebih panjang, bola mata lebih panjang). Untuk setiap millimeter tambahan
panjang sumbu, mata kira-kira lebih mioptik 3 dioptri.
2. Miopia kurvatura/refraktif, yaitu kurvatura kornea atau lensa lebih kuat / lebih reraktif
dari normal (kornea terlalu cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih
kuat).
3. Miopia indeks, di mana indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada
diabetes mellitus.
2. Miopia progresif yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.
3. Miopia maligna yaitu keadaan yang lebih berat dari miopia progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.
Manifestasi Klinis
1. Penderita miopia akan mengatakan melihat jelas dalam jarak dekat atau pada jarak
tertentu dan melihat kabur jika pandangan jauh.
Komplikasi
1. Ablasio retina
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan
2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan,
namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan
dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat
bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan
viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan
menimbulkan risiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina.
Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi
akibat memanjangnya bola mata.
3. Glaukoma
Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia
sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%.Glaukoma pada miopia terjadi
dikarenakan stres akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat
penyambung pada trabekula.
5. Katarak
Pemeriksaan Miopia
1. Pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit yang
terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, yang terdapat pada daerah papil
saraf optik akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid
2. Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen) dan jarak dekat
(Jaeger).
3. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kaca mata.
4. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan kemungkinan ada atau
tidaknya kebutaan.
8. Pemeriksaan retina.
Penatalaksanaan
Koreksi miopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu diingat
bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila permukaan
refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada miopia, kelebihan daya bias ini
dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata.
Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata miopia ditentukan
dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakkan sebuah lensa kuat dan
kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai memberikan tajam
penglihatan yang terbaik (Guyton, 2006).
Pasien miopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan
-3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis -3.25 dioptri,
maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk memberikan istirahat mata dengan
baik setelah dikoreksi (Sidarta, 2007).
2. HIPERMETROPIA
Hipermetropia adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah
yang menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di
belakang retina.
Etiologi
Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek.
Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan difokuskan di belakang retina.
Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia dapat dibagi atas:
1. Hipermetropia sumbu atau aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata
pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.
3. Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem
optik mata (Ilyas, 2006).
Patofisiologi
1. Hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari normal
2. Hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari normal
3. Hipermetropia indeks karena indeks bias mata lebih rendah dari normal.
Gejala Klinis
1. Sakit kepala terutama daerah dahi atau frontal, silau, kadang rasa juling atau melihat
ganda, mata leleh, penglihatan kabur melihat dekat (Ilyas, 2006).
2. Sering mengantuk, mata berair, pupil agak miosis, dan bilik mata depan lebih dangkal
(Istiqomah, 2005).
Tatalaksana
2. Bedah refraksi: merupakan suatu prosedur bedah atau laser yang dilakukan pada mata
untuk merubah kekuatan refraksinya dan tidak terlalu bergantung pada kacamata atau
lensa kontak.
4. Photorefractive Keratectomy
5. LASIK
3. ASTIGMATISMA
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis
pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.
Epidemiologi
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar.Di
Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata.Kasus
kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.Ditemukan jumlah
penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta
jiwa.
Etiologi
Patofisiologi
Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan memfokuskan
sinar pada satu titik. Pada astigmatisma, pembiasan sinar tidak difokuskan pada satu titik.
Sinar pada astigmatisma dibiaskan tidak sama pada semua arah sehingga pada retina tidak
didapatkan satu titik fokus pembiasan. Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan
retina sedang sebagian sinar lain difokuskan di belakang retina (American Academy of
Opthalmology Section 5, 2009-2010).
Jatuhnya fokus sinar dapat dibagi menjadi 5 (Ilyas dkk, 2002), yaitu :
3. Astigmaticus miopicus simplex, dimana 2 titik masing- masing jatuh di depan retina
dan satunya tepat pada retina
4. Astigmaticus hipermetropicus simplex, dimana 2 titik masing- masing jatuh di
belakang retina dan satunya tepat pada retina
5. Astigmaticus mixtus, dimana 2 titik masing-masing jatuh didepan retina dan belakang
retina
Etiologi
1. Penyebab umum astigmatisma adalah kelainan bentuk kornea. Lensa kristalina juga
dapat berperan untuk timbulnya astigmatisma (Vaughan,2009).
2. Astigmatisma paling sering disebabkan oleh terlalu besarnya lengkung kornea pada
salah satu bidangnya (Guyton et al, 1997).
3. Astigmatisma pasca operasi katarak dapat terjadi bila jahitan terlalu erat (James et
al,2003) (james b,2006) (fitriani, 2002)
klasifikasi
1. Astigmatisma reguler: dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena
adanya dua bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang saling tegak lurus pada
bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat
dari pada bidang yang lain
Gejala Klinis
1. Pada nilai koreksi astigmatisma kecil, hanya terasa pandangan kabur. Tapi terkadang
pada astigmatisma yang tidak dikoreksi, menyebabkan sakit kepala atau kelelahan
mata, dan mengaburkan pandangan ke segala arah.
2. Pada anak-anak, keadaan ini sebagian besar tidak diketahui, oleh karena mereka tidak
menyadari dan tidak mau mengeluh tentang kaburnya pandangan mereka (Waluyo,
2007).
Pemeriksaan
1. Keratometer adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur jari-jari kelengkungan
kornea anterior. Perubahan astigmatisma kornea dapat diketahui dengan mengukur
jari jari kelengkungan kornea anterior, meridian vertical dan horizontal, sebelum dan
sesudah operasi
3. Uji refraksi
Penatalaksaan
Kelainan astigmatisma dapat dikoreksi dengan lensa silindris, sering kali dikombinasi
dengan lensa sferis.Karena tak mampu beradaptasi terhadap distorsi penglihatan yang
disebabkan oleh kelainan astigmatisma yang tidak terkoreksi (American Academy of
Opthalmology Section 5, 2009-2010).
KATARARAK
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya
(Ilyas, 2010).
Epidemiologi
1. prevalensi katarak di Indonesia dalam Riskesdas tahun 2013 adalah (1,8%), tertinggi
di provinsi Sulawesi Utara (3,7%) dan terendah di DKI Jakarta (0,9%) dan di Sumatra
Utara (1,4%).
2. Katarak terjadi 38,8% pada laki-laki dan 45,9% pada wanita dengan usia lebih rendah
74 tahun.
3. Sebanyak 95% penduduk yang berusia 65tahun telah mengalami berbagai tingkat
kekeruhan pada lensa.
Faktor Resiko
Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik
internal maupun eksternal.
1. Faktor internal yang berpengaruh antara lain adalah umur dan jenis kelamin
sedangkan
2. Faktor eksternal yang berpengaruh adalah pekerjaan dan pendidikan yang berdampak
langsung pada status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang, serta faktor
lingkungan, yang dalam hubungannya dalam paparan sinat Ultraviolet yang berasal
dari sinar matahari (Sirlan F, 2000).
Patogenesis
Crystallin (protein lensa) mengalami modifikasi dan agregasi kimia menjadi high-
molecular-weight-protein. Agregasi protein ini menyebabkan fluktuasi mendadak pada index
refraksi lensa, penyebaran sinar cahaya, dan penurunan transparansi. Perubahan kimia protein
lensa nuklear ini juga menghasilkan pigmentasi yang progresif sehingga seiring berjalannya
usia lensa menjadi bercorak kuning kecoklatan sehingga lensa yang seharusnya jernih tidak
bisa menghantarkan dan memfokuskan cahaya ke retina. Selain itu, terjadi penurunan
konsentrasi Glutathione dan Kalium diikuti meningkatnya konsentrasi Natrium dan Kalsium.
Klasifikasi
1. Katarak nuklear
2. Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Ini adalah jenis katarak yang
paling sering terjadi.
3. Katarak subkapsularis posterior terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior bagian
sentral
Stadium
1. Katarak Insipien
a. Katarak kortikal : kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju
korteks anterior dan posterior. Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.
2. katarak imatur
Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak.Katarak yang belum mengenai
seluruh lapis lensa.
3. katarak matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa, karena seluruh lensa
telah keruh, maka tidak terdapat bayangan iris, sehingga uji shadow test hasilnya
negatif.
4. katarak Hipermatur
Pada katarak stadium ini telah mengalami proses degenerasi lebih lanjut sehingga
masa lensa akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Masa lensa yang keluar
mengakibatkan lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering.
Gejala Klinis
1. silau
3. halo
4. distorsi
6. myopic shift
Pemeriksaan
1. slit- lamp dapat menjelaskan morfologi katarak dan menilai secara keseluruhan dari
segmen anterior mata serta membantu menentukan penyebab dan prognosis
Penatalaksanaan
prosedur operasi/bedah, indikasi:
kehilangan penglihatan yang menganggu aktivitas normal atau katarak yang
menyebabkan glaucoma
kehilangan penglihatan berat dan akhirnya kebutaan akan terjadi.
Teknik Bedah
Patofisiologi
Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi karena adanya apoptosis sel ganglion
retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam retina serta
berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran
cawan optik.Kerusakan saraf dapat dipengaruhi oleh peningkatan tekanan intraokuler.
Semakin tinggi tekanan intraokuler semakin besar kerusakan saraf pada bola mata.Pada bola
mata normal tekanan intraokuler memiliki kisaran 10-22 mmHg.
Tekanan intraokuler pada glaukoma sudut tertutup akut dapat mencapai 60-80 mmHg,
sehingga dapat menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai dengan edema
kornea dan kerusakan nervus optikus.
Klasifikasi
1. Glaukoma Primer
2. Glaukoma Sekunder
3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan
perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital seringkali
diturunkan. Pada glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora dapat juga
berupa fotofobia serta peningkatan tekanan intraokuler.
Pemeriksaan
- Tonometri
- Gonioskopi
Penatalaksanaan
Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dengan kombinasi
dengan obat yang lain. Contoh obat golongan β- adrenergic bloker misalnya
timolol maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol.
Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu selektif dan tidak
selektif. Golongan α2-adrenergic agonis yang selektif misalnya apraklonidin
memiliki efek menurunkan produksi humor aquos, meningkatkan aliran keluar
humor aquos melalui trabekula meshwork dengan menurunkan tekanan vena
episklera dan dapat juga meningkatkan aliran keluar uveosklera.
a. Asetasolamid Oral
RETINO HIPERTENSI
Retinopati hipertensi merupakan kelainan pada vaskuler retina pada penderita dengan
peningkatan tekanan darah. Tekanan darah tinggi akan menyebabkan pembuluh darah
mengalami kerusakan (sclerosis, penebalan dinding pembuluh darah).
Epidemiologi
Diagnois
Penatalaksanaan
Komplikasi
RETINOPATI DIABETIK
Retinopati termasuk salah satu komplikasi mikrovaskuler dari DM. Bisa ditemukan
sebelum DM-nya sendiri. Retinopati diabetic dapat diklasifikasikan menjadi tipe proliperatif,
nonproliperatif, dan edema macular karena diabetes.
Yang membedakan tipe proliperatif dan nonproliperatif adalah adanya neovaskularisasi pada
retina atau adanya perdarahan vitreous.
1. Tipe proliperatif dini, ditandai dengan terlihatnya pembuluh darah baru pada
optic disc atau di retina sekitarnya.
2. Tipe proliperatif lanjut, ditandai dengan ditemukannya 1/3 zkondisi berikut:
a. Terlihat neovaskuler optic disc, >1/3 diameter optic disc
b. Adanya neovaskuler optic disc yang berkaitan langsung dengan perdarahan
vitreous
c. Adanya neovaskuler di retina >1/2 diameter optic disc dan berkaitan
langsung dengan perdarahan vitreous.
Keluhan pasien sama antara retinopati diabetic dan hipertensif, umumnya adalah scotoma
sentralis yang didahului buta senja karena gangguan fungsi macula.
1. Untuk tipe nonproliperatif berat, ada baiknya terapi diberikan sebelum penyakit
berkembang menjadi proliperatif
2. Untuk edema macular, cukup dimonitor ketat tanpa terapi laser fotokoagulasi; kecuali
jika sudah cukup besar. Edema fokal memerlukan terapi laser fokal dan edema difus
memerlukan laser grid. Unruk edema macular sering dipakai laser argon
3. Untuk tipe proliperatif, neovaskularisasi dapat dicegah dengan injeksi triamsinolon
atau anti-VEGF (penghambat pembentukan pembuluh darah baru) secara intravitreal
(khususnya yang sudah perdarahan intravitreal). Setelah itu, dilakukan fotokoagulasi
laser panretinal (PRP). Tindakan lanjutan dapat dilakukan vitrektomi.