ILMU MATA
SKENARIO 2
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Tutor :
Winawati Eka Putri, dr., Sp.KK
KELOMPOK PENYUSUN
HALAMAN PENGESAHAN
Skenario
Laki-laki 40 tahun dengan keluhan kabur saat melihat jauh dan saat
membaca dekat. Rpd tidak pernah pakai kacamata. Tidak ada diabet dan
hipertensi.
Data tambahan:
• Pemeriksaan fisik :
- VOD 1/300 Tensi OD n/palpasi
- VOS 6/20 Tensi OS n/palpasi
• Pemeriksaan refraksi
- Visus ODS dikoreksi
- Cilindris -1, 00 6/6
- Karena usia 40, ditambah addisi +1.00
- Dengan kartu jagger terang
- Diagnosa ODS astigmatisma
- Presbiopia
4
STEP 1
Identifikasi Kata Sulit : -
Kata Kunci
1. Laki-laki 40 tahun
2. Mata kabur saat melihat jauh dan membaca dekat
3. OD = 6/15
4. OS = 6/15
5. Pemeriksaan refraksi
- Visus ODS dikoreksi
- Cilindris -1, 00 6/6
- Karena usia 40, ditabah addisi +1.00 dengan kartu jagger terang
STEP 2
Identifikasi Masalah
1. Apa diagnosa dan diagnosa banding kasus dari skenario tersebut?
2. Apa saja etiologi dan faktor resiko kasus dari skenario tersebut?
3. Apa saja manifestasi klinis dari skenario tersebut?
4. Bagaimana pemeriksana penunjang dari skenario tersebut?
5. Bagaimana tatalaksana dari skenario tersebut?
6. Bagaimana komplikasi dan prognosis dari skenario tersebut?
STEP 3
Jawaban Rumusan Masalah
Jawaban Rumusan Masalah
Faktor resiko :
₋ Usia
₋ Life style
₋ Nutrisi
3. Manifestasi klinis :
₋ Mata lelah berair
₋ Mata perih
₋ Kabur melihat jauh
₋ Kabur membaca dekat
₋ Pusing
4. Pemeriksaan penunjang :
₋ Kartu Snellen
₋ Pemeriksaan refraksi astigmatisma
₋ Tes Douchrome
₋ Kartu Jagger
5. Tatalaksana :
₋ Kacamata
₋ Lasik
₋ Lensa
₋ Perubahan life style
₋ Konseling dan edukasi
6. Komplikasi :
₋ Ablasio retina
₋ Strabismus
Prognosis :
₋ Ad vitam : Bonam
₋ Ad functionam : Bonam
₋ Ad sanationam : Bonam
6
STEP 4
Mind Mapping
- Presbiopi
- Astigmatisma Hiperpetropi Miopi
-
- - Visus ODS
dikoreksi Cilindris -1, 00 6/6
- Karena usia 40, ditambah addisi
+1.00
-
Presbiopi +
Astigmatisma
Tatalaksana
Hipotesis
Seorang laki- laki 40 tahun dengan keluhan mata kabur saat melihat jauh
dan membaca dekat. Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, pasien
tersebut diduga pasien tersebut mengalami presbiopi dan astigmatisma.
7
STEP 5
Learning Objective
1. Mengetahui fisiologi penglihatan
2. Mengetahui diagnosa dan diagnosa banding kasus dari skenario tersebut
3. Mengetahui etiopatofisiologi dari skenario tersebut
4. Mengetahui faktor resiko manifestasi klinis dari skenario tersebut
5. Mengetahui tatalaksana dari skenario tersebut
6. Mengetahui pemeriksana penunjang dari skenario tersebut
7. Mengetahui komplikasi dan prognosis dari skenario tersebut
8. Mengetahui peresepan kacamata
9. Mengetahui pandangan islam dari skenario tersebut
STEP 6
Belajar Mandiri
1. Fisiologi Penglihatan
Proses fisiologi visual (penglihatan) dimulai saat cahaya memasuki mata,
terfokus pada retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik.
Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih
banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini
sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang
terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial
kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai
myoepithelial cells (Saladin, 2006).
Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan
pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi
pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita
memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh.
Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan
pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata (Saladin, 2006).
8
Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang
terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract, lateral
geniculate dari thalamus, superior colliculi, dan korteks serebri (Seeley, 2006).
9
Gambaran jaras penglihatan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada
gambar 1.
Diagnosis Banding
1. Miopi
Miopia atau sering disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan
mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau
kelengkungan kornea yang terlalu cekung. Pada miopia panjang bola mata
anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu
kuat.pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat, sedangkan
melihat jauh akan kabur atau disebut rabun jauh (Sidarta, 2013).
Gejala pada pasien miopia adalah sakit kepala sering disertai dengan juling dan
celah kelopak mata yang sempit, kebiasaan mengernyitkan mata untuk mencegah
aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil) (Sidarta, 2013).
Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit
yang terlihat pada polus posterior fundus. Pada miopia tinggi akan terdapat pula
kelainan fundus okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi perifer retina
(Sidarta, 2013).
10
2. Hipermetropi
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat.
Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana
sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di
belakang macula lutea. Hipermetropia adalah suatu kondisi ketika kemampuan
refraktif mata terlalu lemah yang menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu
mata tanpa akomodasi difokuskan di belakang retina (Sidarta, 2013).
13
3. Presbiopi
Dengan bertambahnya usia sekitar ≥ 40 tahun , maka akan berkurang pula
daya akomodasi akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar
mencembung. Keadaan berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut
presbiopia. Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat: (1)
Kelemahan otot akomodasi; (2) Lensa mata tidak kenyal atau berkurang
elastisitasnya akibat sklerosis lensa (Sidarta, 2013).
Pada pasien presbiopia, kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat
yang berkekuatan tertentu, biasanya: (Sidarta, 2013)
melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca
terletak pada titik api lensa +3.00 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar
(Sidarta, 2013).
4. Astigmatisme
Pada astigmatisma berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam
pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api pada dua garis titik api yang saling
tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea. Bentuk
astigmatisma: (Sidarta, 2013)
a. Astigmatisma regular : Astigmatisma yang memberikan kekuatan pembiasan
bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke
meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmatisma regular dengan
bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong, atau lingkaran
b. Astigmatisma ireguler : Astigmatisma yang terjadi tidak mempunyai 2
meridian saling tegak lurus. Astigmatisma ireguler dapat terjadi akibat
kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan
menjadi ireguler. Astigmatisma ireguler terjadi akibat infeksi kornea, trauma,
dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada meridian lenda yang berbeda.
16
Etiopatofisiologi Astigmatisma
Etiopatofisiologi Presbiopi
• Keratometri
Pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan
sangat berharga namun mempunyai keterbatasan (Deborah, 2008).
3. Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam
penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam
penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan
menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring
astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis
juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu
lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°.
Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis
22
juring kisi-kisi astigmatisme vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring
4. Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa memerhatikan imej “ring
7. Peresepan kacamata
Komplikasi
1. Strabismus
Strabismus atau mata juling adalah suatu kondisi dimana kedua
matatampak tidak searah atau memandang pada dua titik yang berbeda.
Dalam keadaan normal, kedua mata kita bekerja sama dalam memandang
suatu obyek. Otak akan memadukan kedua gambar yang dilihat
oleh kedua mata tersebut menjadi satu gambaran tiga dimensi yang
memberikan persepsi jarak, ukuran dan kedalaman (depth perception)
(Bruce James, 2006).
Ada beberapa jenis strabismus yang bisa kita amati langsung
dengan meminta pasien memandang lurus ke depan. Ketika satu mata
memandang lurus ke depan maka mata sebelahnya dapat saja memandang
ke dalam (esotropia), ke luar (exotropia), ke bawah (hipotropia) atau
ke atas (hipertropia) (Bruce James, 2006).
2. Ablasio retina
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan
batang retina dari sel epitel pigmen retina. Lepasnya retina atau sel kerucut
dan batang dari koroidatau sel pigmen epitel akan mengakibatkan
gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung
lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap (Ilyas, 2013).
3. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah peningkatan tekanan intraokular yang terjadi
sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata lain (Riordan, 2009).
4. Kebutaan
Prognosis
Prognosis cukup jelek karena kelainan ini disebabkan karena proses
degenerasi (Riordan, 2009).
24
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kem
pandangannya, dan memelihara kemaluannya” [QS. An-Nuur : 30].
25
DAFTAR PUSTAKA
David A et al. 2006. Optometric Clinical Practice Guideline Care of The Patient
with Myopia.
Dieudonne Kaimbo Wa Kaimbo (2012). Astigmatism – Definition, Etiology,
Classification, Diagnosis and NonSurgical Treatment, Astigmatism -
Optics, Physiology and Management, Dr. Michael Goggin (Ed.), ISBN:
978- 953- 51-0230-4, InTech, Available from:
http://www.intechopen.com/books/astigmatism-optics-physiology-
ndmanagement/astigmatism-definition-etiology-classification-
Deborah, Pavan-Langston,Manual
diagnosis- of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th
and-non-surgical-treatment
Ilyas, Sidarta. 2013. Ilmu Penyakit Mata: Edisi Keempat. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
James, Bruce,Chris C., Anthony B. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta :
Erlangga
Khurana AK, Diseases of The Lens. Comprehensive Ophthalmology Fourth
Edition. India : Newage International Publishers.2007
Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L,
Ophtalmology at a Glance 2nd New York: Blackwell Science, 2014; 22-23.
Riordan Paul, Eva. 2009. Vaugan & Asbury’s General Opthalomologi. Jakarta :
EGC. Edisi 17.
Saladin, K.S., 2003. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. 3rd
ed. New York: McGraw-Hill.
Seeley, Stephens. 2006. Anatomy & Physiology. New York: McGraw Hill
International
Vaughan, Dale. Oftalmologi Umum. Alih bahasa Jan Tambajong dan Brahm U.
Ed.14. Jakarta : Widya Medika ; 2000.