SKENARIO 5
“PENGLIHATAN KABUR”
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
SKENARIO 5
Penglihatan Kabur
STEP 1
STEP 2
STEP 4
MIND MAP
SASARAN BELAJAR
STEP 6
Belajar mandiri
REFLEKSI MANDIRI
PBL pada hari Senin, 15 Februari 2021 berjalan dengan baik. Pada
permasalahan ini saya dapat mengetahui mengenai gangguan penglihatan refraksi
dan non-refaksi. Namun masih harus diperlukan pembahasan secara spesifik
dalam pembahasan mengenai gangguan penglihatan ini. Semoga ilmu yang
didapatkan bisa bermanfaat bagi saya dan orang lain.
STEP 7
1. Kelainan pada gangguan pengelihatan dari definisi – edukasi (refraksi
dan non refraksi)
MYOPIA
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau
kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat.1
Etiologi Myopia
Dikenal beberapa bentuk miopia seperti : 1
a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti
terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung
sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia
indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea
dan lensa yang terlalu kuat.
b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam : 1
a. Miopia ringan, dimana miopia kecildaripada '1-3 dioptri
b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk: 1
a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa.
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan Miopia
pernisiosa = miopia maligna = miopia degeneratif.
Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya bila miopia lebih dari 6
dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai
terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai
dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi
sklera dan kadang-kadang dapatmenimbulkanrangsangan untuk terjadinya
neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa
biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan
dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik. 1
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan
melihat terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah
rabun jauh. 1
Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering
disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia
mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis
atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). 1
Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata
selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan
astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan
terlihat juling ke dalam atau esoptropia. 1
Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran
bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, sklera oleh
koroid. Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus
okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer. 1
Tata Laksana
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata
sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai
contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dab
demikian juga bila diberi 5-3'25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar
untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi. 1
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya
ablasi retina dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata
berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu
mata telah berkurang atau terdapat ambliopia. 1
HIPERMETROPIA
Jenis hipermetropia :
ASTIGMATISMA
Pada astigmat berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam
pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi
akibat kelaipan kelengkungan permukaan kornea. Pada mata dengan astigmat
lengkungan jari-jari meridian yang tegak lurus padanya. 1
Bayi yang baru lahir biasanyb mempunyai kornea yang bulat atau sferis
yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan apa yang disebut sebagai
astigmatisme with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea
pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek
dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. Pada keadaan
astigmat lazim ini diperlukan lensa silinder negatif dengan sumbu 180 derajat
untuk memperbaiki kelainan refraksi yang terjadi. 1
Pada usia pertengahan kornea menjadi lebih sferis kembali sehingga
astigmat menjadi agaiits the rute (astigmat tidak lazim). 1
Astigmat tidak lazim (astigmatisme againts the rule) Suatu keadaan
kelainan refraksi astigmat dimana koreksi dengan silinder negatif
dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder
positif sumbu horizontal (30-150 derajat). Keadaan ini terjadi akibat
kelengkungan kornea pada meridian horizontal lebih kuat dibandingkan
kelengkungan kornea vertikal. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut. 1
Bentuk astigmat :
Astigmat regular: Astigmat yang memperlihatkan kekuatan pembiasan
bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian
ke meridian berikutnya. 1
Bayangan yang terjadi pada astigmat regular dengan bentuk yang teratur
dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran. 1
Astigmat iregular: Astigmat yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian
saling tegak lurus. 1
Astigmat iregular dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian
yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi iregular. Astigmatisme
iregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat
kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda. 1
Tata Laksana
Pengobatan dengan lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau lensa
kontak lembek bila disebabkan infeksi, trauma dan distrofi untuk memberikan
efek permukaan yang iregular. 1
Pada pasien plasidoskopi terdapat gambaran yang iregular. Koreksi dan
pemeriksaan astigmat, pemeriksaan mata dengan sentris pada permukaan
kornea. 1
KATARAK
Definisi
Katarak dapat didefinisikan sebagai segala jenis kekeruhan yang terjadi pada lensa
mata. 2
Klasifikasi
Klasifikasi katarak berdasarkan maturitasnya: 2
Katarak insipien: kekeruhan awal pada lensa dengan visus pasien masih
mencapai 6/6.
Katarak imatur: lensa mengalami kekeruhan parsial.
Katarak matur: lensa mengalami kekeruhan total.
Katarak hipermatur: katarak menyusut dan kapsul anterior berkerut karena
kebocoran air dari lensa.
Katarak morgani: liquefaksi korteks lensa katarak hipermatur berakibatkan
nukleus jatuh ke inferior.
Manifestasi Klinis
Akibat perubahan opasitas lensa, terdapat berbagai gangguan pada
penglihatan termasuk: 2
1. Penurunan tajam penglihatan perlahan;
2. Penurunan sensitivitas kontras: pasien mengeluhkan sulitnya melihat
benda di luar ruangan pada cahaya terang.
3. Pergeseran ke arah miopia. Normalnya. pasien usia lanjut akan
mengeluhkan perubahan hiperopia, akan tetapi pasien katarak mengalami
perubahan miopia karena perubahan indeks refraksi lensa.
4. Diplopia monokular. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan indeks refraksi
antara satu bagian lensa yang mengalami kekeruhan dengan bagian lensa
lainnya.
5. Sensasi silau (glare). Opasitas lensa mengakibatkan rasa silau karena
cahaya dibiaskan akibat perubahan indeks refraksi lensa.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan oftalmologi. 2
1. Anamnesis riwayat perjalanan penyakit pasien.
2. Tajam penglihatan dengan dan tanpa koreksi.
3. Pemeriksaan segmen anterior dengan senter atau slit lamp didapatkan
kekeruhan lensa. Pemeriksaan shadow test dengan membuat sudut 4 5°
arah sumber cahaya (senter) dengan dataran iris. Bayangan iris yang jatuh
pada lensa, menunjukkan shadow test (+) yang berarti katarak masih
imatur. Sementara shadow test (-) menunjukkan katarak sudah matur.
4. Pemeriksaan refleks pupil langsung dan tidak langsung (+). Bila terdapat
relative afferent pupillary defect, perlu dipikirkan adanya kelainan
patologis lain yang mengganggu tajam pengelihatan pasien.
Tata Laksana
Tata laksana utama katarak adalah pembedahan. Tidak ada manfaat dari
suplementasi nutrisi atau terapi farmakologi dalam mencegah atau memperlambat
progresivitas dari katarak. 2
Indikasi Bedah : 2
1. Penurunan fungsi penglihatan yang tidak dapat lagi ditoleransi pasien
karena mengganggu aktivitas sehari-hari.
2. Adanya anisometropia yang bermakna secara klinis.
3. Kekeruhan lensa menyulitkan pemeriksaan segmen posterior.
4. Terjadi komplikasi terkait lensa seperti peradangan peradangan atau
glaukoma sekunder (fakoanafilaksis, fakolisis, dan fakomorfik glaukoma).
Kontradiksi Bedah : 2
1. Penurunan fungsi penglihatan yang masih dapat ditoleransi oleh pasien
2. Tindakan bedah diperkirakan tidak akan memperbaiki tajam pengelihatan
dan tidak ada indikasi bedah lainnya.
3. Pasien tidak dapat menjalani bedah dengan aman karena keadaan medis
atau kelainan okular lainnya yang ada pada pasien.
4. Perawatan pasca bedah yang sesuai tidak bisa didapatkan oleh pasien.
ABLASIO RETINA
Definisi
Ablasio retina (retinal detachment) merupakan keadaan terpisahnya bagian
sensoris retina (fotoreseptor dan lapisan jaringan dalam) dari retinal pigment
epithelium (RPE). 3
Klasifikasi
Secara umum terdapat tiga jenis ablasio retina, yaitu: 3
1. Rhegmatogen: terjadi sekunder akibat adanya robekan pada retina sensoris,
yang memungkinkan cairan yang berasal dari vitreus mencapai rongga
subretina.
2. Traksional: terjadi karena adanya kontraksi membran vitreoretina atau
tarikan tanpa adanya robekan retina sebelumnya.
3. Eksudatif: terjadi karena adanya cairan subretina yang berasal dari
pembuluh darah retina neurosensoris, koroid, atau keduanya.
Tata Laksana
Tata laksana adalah dengan pembedahan. Pada kasus retinal break yang
ringan, dimana cairan subretina terbatas di sekitar break, dapat dilakukan
fotokoagulasi laser. Sebelum dilakukan pembedahan, pasien disarankan untuk
tirah baring dengan satu bantal untuk mencegah penyebaran cairan subretina
menuju makula. Terapi bedah yang dapat dipilih adalah sebagai berikut: 3
a) Pneumatic retinopexy: gas SF6 atau C3F8 diinjeksikan menuju vitreus
untuk mengembalikan posisi retina
b) Sclera buckling: terapi ini bertujuan untuk menempelkan kembali retina
yang terlepas dengan menempatkan expant pada daerah yang mengalami
robekan. Komplikasi termasuk gangguan refraksi, diplopia, ekstrusi
eksplan, dan kemungkinan terjadinya retinipati proliferatif
c) Vitrektomi pars-plana: terapi ini memungkinkan untuk melepaskan traksi
vitreo-retina.
Anamnesis 3
1. Penglihatan menurun seperti tertutup tirai.
2. Floaters dapat muncul karena adanya vitritis, namun tidak umum.
Pemeriksaan Fisik 3
1. Penurunan tajam penglihatan.
2. Pada pemeriksaan retina akan memunculkan gambaran :
a) Konfigurasi ablasio yang konveks dengan permukaan yang licin
b) Gambaran "shifting fluid" sesuai gaya gravitasi. Pada keadaan berdiri
tegak, cairan sub retina terletak pada retina inferior, namun pada saat
pada berada pada posisi supinasi. dapat meluas ke superior.
c) Apabila ablasio didasari oleh tumor koroid, maka dapat terlihat
penyebab yang mendasarinya.
Pemeriksaan Penunjang 3
1. USG mata: diindikasikan apabila media mengalami kekeruhan.
2. Pemeriksaan darah untuk uveitis dapat menentukan penyebab yang
mendasari.
3. Fluoresin angiography dapat membantu menentukan sumber cairan
subretina.
Tata Laksana
Tata laksana terutama ditujukan pada penyakit yang mendasari timbulnya
keadaan ini. Terapi dengan laser, krioterapi, atau steroid intravitreus dapat
digunakan pada keadaan tertentu. 3
Ablasio Retina Traksional
Etiopatogenesis
Keadaan yang paling umum mengakibatkan ablasio retina traksional
adalah retinopati diabetik proliferatif. Penyebab lain termasuk gangguan
proliferatif lainnya seperti vitreoretina proliferatif dan retinopathy of prematurity.
Trauma mata juga dapat menjadi penyebab. 3
Traksi muncul karena terbentuknya membran vitreus, epiretina, atau
subretina yang terdiri atas fibroblas. sel epitel pigmen retina, dan sel glia. Daya
tarikan ini akan menarik retina bagian sensoris menuju basis vitreus. 3
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis. pemeriksaan fisis, serta penunjang. 3
Anamnesis : 3
1. Mata tenang dengan penglihatan menurun, sering kali berjalan lambat.
2. Bisa terdapat fotopsia atau floaters.
Pemeriksaan Fisis : 3
1. Penurunan tajam penglihatan.
2. Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan:
a) Konfirgurasi konkaf dari ablasio retina.
b) Tidak ditemukannya fenomena shifting fluid seperti pada kasus
eksudatif.
c) Elevasi retina yang paling tinggi terjadi pada tempat traksi
vitreoretina.
d) Apabila terdapat robekan, maka akan muncul gambaran khas
ablasio retina rhegmatogen dan penyakit akan memiliki
progresivitas yang lebih cepat.
Pemeriksaan Penunjang 3
Ultrasonografi dilakukan pada media yang keruh.
Tata Laksana 3
Vitrektomi pars plana untuk membuang jaringan yang mengakibatkan
traksi. Injeksi heavy fluid mungkin dibutuhkan untuk meratakan retina.
Tamponade gas, cairan silikon, atau scleral buckling dapat dibutuhkan.
RETINOBLASTOMA
Definisi
Tumor ganas saraf retina embrional. 3
Etiologi
Terjadi akibat kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel dominan
protektif yang terdapat dalam pita kromosom 13q 14. Tumor ini dapat bersifat
unilateral atau bilateral (30%), serta herediter atau non-herediter. Sekitar 40%
kasus bersifat herediter (autosomal dominan) dengan 25% bersifat bilateral. 3
Diagnosis
1. Manifestasi Klinis 3
Leukokoria;
Strabismus;
Rubeosisiridis;
Heterokromia;
Hifemaspontan;
Glaukoma neovaskular atau sudut tertutup;
Pseudohipopion;
Nyeri (bisa karena glaukoma a tau inflamasi);
Proptosis (pada keadaan lanjut);
lritabilitas, kejang, muntah, dan penurunan kesadaran (bila
metastasis ke saraf pusat);
Oftalmoskopi indirek dan penekanan sklera oleh spesialis mata
berpengalaman, dengan bantuan anestesi saat pupil dilatasi
maksimal, dapat menegakkan diagnosis retinoblastoma pada kasus
terlokalisasi di retina.
Tumor dapat menyebar melalui invasi saraf optikus hingga ke otak,
atau melalui koroid ke jaringan lunak orbita dan tulang. Metastasis jauh
dapat terjadi pada paru, tulang, serta otak. 3
2. Pemeriksaan Penunjang 3
USG orbita: mengetahui ukuran tumor dan dapat mendeteksi
adanya kalsifikasi dalam tumor;
CT-scan serta MRI orbita dan kepala: untuk mengevaluasi nervus
optikus, orbital, keterlibatan sistem saraf pusat, dan kalsiflkasi
intraokular.
Pungsi lumbal untuk mengetahui metastasis.
Diagnosis Banding
Persistent hyperplastic primary vitreus(PHPV), penyakit Coat's,
fibroplasias retrolental, displasia retina, toksokariasis, katarak, maupun uveitis. 3
Tata Laksana
Penatalaksanaan tergantung dari stadium retinoblastoma. Pilihan terapi antara
lain: 3
Enukleasi;
Eksentrasi;
External-beam radiation therapy (EBRT) 35-46 Gy;
Focal therapy:
1) Plaque radiotherapy.
2) Laser photocoagulation,
3) Cryotherapy,
4) Thermotherapy.
5) Chemothermotherapy:
Chemoreduction
1) Intravenous,
2) Subconjunctival.
3) Transpupillary:
Systemic chemotherapy
Prognosis
Angka kematian akibat retinoblastoma berkisar antara 2-5%. Ukuran
tumor besar dengan penyebaran sampai ke vitreus, invasi tumor ke bilik mata
depan, diferensiasi buruk, keterlibatan saraf optik, rubeosisiridis, dan invasi
koroid merupakan faktor prognostik yang buruk. 3
NEURITIS OPTIC
Neuritis Retrobulbar
Neuritis retrobulbar adalah radang saraf optik dibelakang bola mata.
Biasanya berjalan akut yang mengenai satu atau kedua mata. Neuritis retrobulbar
dapat disebabkan sklerosis multipel, penyakit mielin saraf, anemia pernisiosa,
diabetes melitus, dan intoksikasi. 3
Bola mata bila digerakkan akan terasa berat di bagian belakang bola mata.
Rasa sakit akan bertambah bila bola mata ditekan yang disertai dengan sakit
kepala. 3
Neuritis retrobulbar mempunyai gejala seperti neuritis akan tetapi dengan
gambaran fundus yang sama sekali normal. Pada keadaan lanjut didapatkan reaksi
pupil yang lambat. Gambaran fundus pasien normal dan diagnosis ditegakkan
dengan pemeriksaan lapang pandangan dan turunnya tajam penglihatan yang
berat. Walaupun pada permulaan tidak terlihat kelainan fundus, lama kelamaan
akan terlihat kekaburan batas papil saraf optik dan degenerasi saraf optik akibat
degenerasi serabut saraf, disertai atrofi desenden akan terlihat papil pucat dengan
batas yang tegas. 3
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan lapang pandangan dan
turunnya tajam penglihatan yang berat. Pada pemeriksaan lapang pandangan
ditemukan skotoma sentral, parasentral dan cincin. 3