Anda di halaman 1dari 35

RESUME PBL

SKENARIO 5
“PENGLIHATAN KABUR”

NAMA : Denaya Nindita


KELOMPOK : 7B
NPM : 119170034
BLOK : 3.3
TUTOR : dr. Catur Setiya Sulistiyana, M.Med.Ed.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
SKENARIO 5

Penglihatan Kabur

Seorang laki-laki usia 15 tahun datang ke klinik dengan keluhan


penglihatan kedua mata kabur sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan apabila
membaca huruf jarak jauh terlihat membayang. Keluhan dirasakan makin lama
makin berat. Keluhan mata merah, mata berair, silau dan nyeri kepala disangkal.
Sekolah online setiap harinya mengharuskannya menggunakan gawai lebih lama
setiap harinya sekitar 7-8 jam perhari. Riwayat trauma pada daerah mata
disangkal. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan visus
didapatkan OD S-1,25 ; OS S-1,50.

STEP 1

1. Pemeriksaan visus : pemeriksaan yang dilakukan untuk mengevaluasi ada


tidaknya gangguan ketajaman pada seseorang, serta untuk menentukan
apakah ada kelainan refraksi / tidak. Evaluasi ketajaman penglihatan,
seperti nyeri pada mata, cedera mata, floaters/flashes, pandangan kabur,
atau mata merah.
2. OD (Oculi Dextra) : pada mata kanan
3. OS (Oculi Sinistra) : pada mata kiri
4. Gawai : alat elektronik / mekanik dengan fungsi praktis.

STEP 2

1. Mengapa pasien mengeluhkan penglihatannya kabur ketika membaca


huruf dengan jarak jauh terlihat membayang?
2. Apa Penyebab dari gangguan ketajaman penglihatan pada pasien dan
hubungannya dengan penggunaan gawai ?
3. Bagaimana pendekatan klinis dan penegakan diagnosa pada pasien ?
4. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus tersebut ?
STEP 3

1. Mengapa pasien mengeluhkan penglihatannya kabur ketika


membaca huruf dengan jarak jauh terlihat membayang?
Berhubungan dengan refraksi merupakan gangguan yg terjadi ketika
cahaya yg masuk tidak dapat difokuskan dengan jelas.
Ketika titik focus cahaya terletak didepan retina maka disebut myopia
Jika titik focus terletak dibelakang retina maka disebut hipermetropia
Presbyopia : kelainan refraksi karna usia lanjut dikarenakan
Astigmatisma(silindris) : sinar cahaya tidak dapat direfraksikan dengan
sama pada meridian sehingga muncul 2 titik.
Bagian mata sebagai media refraksi :
 kornea,
 aquos humor,
 lensa,
 korpus vitreus,
 panjang bola mata
2. Apa Penyebab dari gangguan ketajaman penglihatan pada pasien
dan hubungannya dengan penggunaan gawai ?
 Ganggaun refraksi : myopia, hipermetropia, astigmatisma,
presbyopia
 Gangguan non refraksi : inflamasi, trauma, degenerasi, metabolik
Factor genetic : merupakan suatu defek dari gen PAX6 yg
menyebabkan perubahan antero bola mata.
Factor lingkungan : penggunaan gawai yang terlalu sering,
menyebabkan mata menjadi sedikit berbedip, musculus siliaris
terus menerus berkontraksi sehingga akan melemah dan lensa
akan sulit memfokuskan cahaya.
Mata buram karena adanya gangguan pada refraksi mata, jika titik
fokus cahaya terdapat didepan retina maka disebut miopia, jika
titik fokus mata terdapat di belakang retina maka disebut
hypermetropia.
Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa
(kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mat a terlalu
panjang sehingga titik fokus sinar yang dibia skan akan terletak
di depan retina.
Klasifikasi miopi berdasarkan tingkatan tinggi dioptri:
• Miopi ringan = sampai 3 dioptri
• Miopi sedang = 3-6 dioptri
• Miopi berat = 6-9 dioptri
• Miopi sangat berat = > 10 dioptri
Klasifikasi miopi berdasarkan klinis :
• Miopi Simplex (bertambah hingga usia ±20 tahun)
• Miopi Progresif (bertambah hingga usia ±25 tahun atau
lebih)
• Miopi Maligna (miopi progresif disertai proses degeneratif)

3. Bagaimana pendekatan klinis dan penegakan diagnosa pada pasien ?


Pemeriksaan ketajaman visus
4. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus tersebut ?
Penatalaksanaan pada kasus myopia :
Koreksi dengan kacamata lensa sferis - / lensa konkaf lemah yang
menghasilkan tajam penglihatan terbaik.
Optikal : penggunaan kacamata/kontak lens
Pembedahan : oprasi.

STEP 4

1. Mengapa pasien mengeluhkan penglihatannya kabur ketika


membaca huruf dengan jarak jauh terlihat membayang?
Penyebab kelainan pada pengelihatan Tergantung sesuai letak struktur
yang rusak :
Kornea : sulit menangkap cahaya yang masuk
Iris : mata sulit mengatur banyaknya cahaya yang masuk
Lensa : gangguan akomodasi sehingga sulit melihat benda jauh/dekat
Musculus siliaris :
Retina : sulit dalam melihat terang gelaap
Saraf optic : sulit dihantarkan menuju pusat penglihatan
Chiasma opticum : menyebabkan gangguan lapang pandang
Gangguan refraksi :
Gangguan non refraksi :
 Inflamasi : kornea keratitis, ulkus kornea, uveitis anterior, media dan
posterior, retina : retinitis, neuritis optic, endoftalmitis, dan panoftalmitis.
 Trauma : traumatic injury pada kornea, trauma penetrasi pada struktur
mata lainnya, perdarahan inernal mata : hifema, dislokasi lensa (luksasi
anterior, posterior sublukasi)
 Degenerasi dan metabolic : katarak senilis, diabeticum, age related
macula degeneration.

2. Apa Penyebab dari gangguan ketajaman penglihatan pada pasien


dan hubungannya dengan penggunaan gawai ?
1. Myopia axial: adalah myopia yang disebabkan oleh peningkatan
panjang anteroposterior bola mata (bentuk paling sering)
2. Myopia curvatura: muncul akibat peningkatan curvatura kornea,
lensa, atau keduanya
3. Myopia positional: adalah myopia yang diakibatkan oleh
pergeseran posisi lensa dari posisi normal ke anterior bola mata
4. Myopia index: muncul akibat peningkatan index refraksi lensa
crystallina (berhubungan dengan sklerosis nukleus lensa atau nuclear
cataract)
Myopia akibat akomodasi berlebih: pada pasien dengan spasme
akomodasi
Factor Genetik
• Mutasi genetik pada gen yang mengkoding protein matriks
ekstraselular: (COL1A1, COL2A1, and MMP1, MMP2, MMP3, MMP9,
MMP10)
• Gen yang terlibat dalam fasilitasi komunikasi antar sel di retina:
KCNQ5, GJD2, RASGFR1, GRIA4
• Suatu defek pada gen PAX6 diduga bertanggung jawab terhadap
terjadi nya miopi, yang akan menyebabkan perubahan ukuran antero-
posterior bola mata selama fase perkembangan yang menyebabkan
bayangan jat uh di depan retina
• Orang tua yang menderita miopia cenderung mempunyai anak
yang juga miopia.
• Prevalensi anak penderita miopia dari kedua orang tua yang juga
miopia adalah 30-40%.
• Angka ini menurun menjadi 20-25% bila salah satu orang tua
menderita miopia dan hanya 10% anak penderita miopia yang memiliki
orang tua bukan miopia.
Faktor environmental:
• Excessive near work theory: teori ini sudah ada sejak lama, bahkan
menjadi mitos di masyarakat. Namun kebenarannya masih dipertanyakan
hingga saat ini.
• Menurut teori ini, aktivitas berisiko yang membutuhkan akomodasi
berlebih (penglihatan jarak dekat)  penggunaan otot siliaris secara
berlebih  Accommodative fatigue  kelemahan otot siliaris
• Kelemahan otot siliaris tidak secara langsung menimbulkan
myopia, namun terlebih dahulu menyebabkan hyperopic defocus, dimana
fokus cahaya jatuh di belakang retina
• Hyperopic defocus  stimulus untuk pertumbuhan bola mata 
perpanjangan aksis antero-posterior
• Miopi disebabkan oleh kelemahan pada otot-otot silier bola mata
yang mengontrol bentuk lensa mata.
• Kelemahan otot silier bola mata mengakibatkan lensa tidak mampu
mem fokuskan objek yang jauh, sehingga objek terlihat kabur.
• Terjadinya kelemahan otot ini, akibat dari banyaknya kerja mata
pada jarak dekat, misalnya membaca buku atau bekerja di depan
komputer.
Pengaruh radiasi merupakan factor utama dalam penggunaan gawai
sehingga cahaya yang masuk lebih banyak yang menyebabkan proses
mengedip akan lebih jarang dan bola mata akan menjadi cepat kering dan
kekurangan nutrisi pada bola mata… selain itu jarak mata dengan
penggunaan gawai yg terlalu dekat akan menyebabkan lensa
berakomodasi secara maksimal yg menyebabkan lensa menjadi cepat
lelah dan akhirnya menyebabkan kelainan refraksi..
Mata manusia tidak memiliki perlindungan untuk paparan sinar biru, baik
yang berasal dari sinar matahari atau peralatan elektronik. Sinar biru
termasuk sinar yang paling berbahaya bagi retina karena bisa
menimbulkan efek jangka panjang berupa kerusakan pada retina. Pada
paparan sinar biru yang berlebih, seseorang mungkin saja mengalami
degenerasi makula, glaukoma, penyakit retina degeneratif bahkan
kebutaan.
3. Bagaimana pendekatan klinis dan penegakan diagnosa pada pasien ?
Pada kasus myopia :
Anamnesis : Anamnesis : Pasien dengan miopia akan memberikan
keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak
yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan menyipitkan
matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek
pinhole (lubang kecil).
Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata
selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan
keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka
penderita akan terlihat juling ke dalam atau esoptropia.
Pemeriksaan Fisik : Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik
kresen yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior
fundus mata miopi, sklera oleh koroid. Pada mata dengan miopia tinggi
akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula
dan degenerasi retina bagian perifer.
Subjektif Gejala Myopia :
• Penglihatan jauh kabur, lebih jelas dan nyaman apabila melihat
dekat
• Kadang seakan melihat titik-titik seperti lalat terbang
• Mata lekas lelah, berair, pusing, cepat mengantuk
• Memicingkan mata agar melihat lebih jelas agar mendapat efek
pin-hole. Objektif:
• Bilik mata depan dalam karena otot akomodasi tidak dipakai.
• Pupil lebar (midriasis) karena kurang berakomodasi.
• Mata agak menonjol pada miopi tinggi.
• Pada pemeriksaan oftalmoskopi, retina dan koroid tipis disebut
fundus tigroid.
Kalsifikasi miopia :
1. Miopia aksila
2. Miopia refraktif
• Miopia Fisiologis
Sering di sebut dengan simpel miopia atau school myopia yang
berhubungan dengan proses pertumbuhan normal dari tiap – tiap
komponen refraksi dari mata. Akibat dari proses ini menimbulkan miopia
ringan dan sedang.
• Miopia Patologis
Di sebut juga Malignant, Progressive dan Degenerative myopia. Hal ini
disebabkan oleh pertumbuhan panjang aksial bola mata yang berlebihan,
sedangkan komponen lain dari mata pertumbuhannya normal.
Berdasarkan saat usia mulai terjadinya miopia dibagi dua. Miopia yang
timbul pada saat anak – anak. Miopia ini timbul pada usia antara 7
hingga 16 tahun, hal ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan dari
panjang aksial bola mata. Semakin dini usia timbulnya miopia maka
semakin besar proses pertambahan miopianya.
Miopia yang timbul pada usia dewasa. Miopia ini timbul berkisar usia 20
tahunan. Terlalu banyak membaca dekat merupakan faktor resiko untuk
berkembangnya miopia pada usia ini. Derajat miopia diukur oleh
kekuatan korektif lensa sehingga bayangan dapat jatuh di retina, yang
dapat diklasifikan menjadi. 1. Miopia ringan : -0,25D s/d -3,00D 2.
Miopia sedang : -3,25D s/d -6,00D 3. Miopia tinggi : > -6.00D
Gambaran klinis : gejala objektif
-Diameter kornea lebih besar
-Bilik mata depan lebih dalam
-Iris termulans
-Pupil dilatasi
-Vitreus floaters
-Pada miopia aksial terlihat perubahan pada fundus okuli misalnya
tigroid fundus dan myopic cresent.
4. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus tersebut ?
Non bedah /optical : menggunakan kacamata/ kontaklens
TIP& TRIK
• Miopia: pilih Lensa Spheris Minus terkecil
• Hipermetrop: pilih Lensa Spheris Plus terbesar
Pengukuran PD (pupil distasia)
• Periksa PD dekat dulu
• PD jauh adalah PD dekat ditambah 2 mm
Bedah / oprasi :
 Radialkeratotomi : dikasih insisi pada kornea sentral 4mm, indikasi :
myopia sedang.
 Potorefraktifkeratektomi/prk : insisi bagian korna pada pinggir, indikasi :
myopia sedang
 Lasik : kornea dinsisi secara horizontal, diambil ketebalan kornea.

MIND MAP
SASARAN BELAJAR

1. Kelainan pada gangguan pengelihatan dari definisi – edukasi (refraksi dan


non refraksi)
a. Myopia
b. Hipermetropia
c. Astigmatisma
d. Katarak
e. Ablasio retina
f. Retinoblastoma
g. Neuritis optic

STEP 6

Belajar mandiri

REFLEKSI MANDIRI

PBL pada hari Senin, 15 Februari 2021 berjalan dengan baik. Pada
permasalahan ini saya dapat mengetahui mengenai gangguan penglihatan refraksi
dan non-refaksi. Namun masih harus diperlukan pembahasan secara spesifik
dalam pembahasan mengenai gangguan penglihatan ini. Semoga ilmu yang
didapatkan bisa bermanfaat bagi saya dan orang lain.

STEP 7
1. Kelainan pada gangguan pengelihatan dari definisi – edukasi (refraksi
dan non refraksi)

MYOPIA

Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau
kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat.1

Etiologi Myopia
Dikenal beberapa bentuk miopia seperti : 1
a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti
terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung
sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia
indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea
dan lensa yang terlalu kuat.
b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam : 1
a. Miopia ringan, dimana miopia kecildaripada '1-3 dioptri
b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk: 1
a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa.
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan Miopia
pernisiosa = miopia maligna = miopia degeneratif.

Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya bila miopia lebih dari 6
dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai
terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai
dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi
sklera dan kadang-kadang dapatmenimbulkanrangsangan untuk terjadinya
neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa
biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan
dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik. 1
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan
melihat terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah
rabun jauh. 1
Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering
disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia
mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis
atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). 1
Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata
selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan
astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan
terlihat juling ke dalam atau esoptropia. 1
Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran
bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, sklera oleh
koroid. Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus
okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer. 1

Tata Laksana
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata
sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai
contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dab
demikian juga bila diberi 5-3'25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar
untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi. 1

Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya
ablasi retina dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata
berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu
mata telah berkurang atau terdapat ambliopia. 1

HIPERMETROPIA

Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan


pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina. Pada hipernnetropia sinar sejajar difokuskan
di belakang makula lutea. 1
Etiology
Hipermetropia dapat disebabkan : 1

a. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan


refraksi akibat bola mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendek.

b. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang


sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.

c. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada


sistem optik mata.
Klasifikasi Hipermetropi
Hipermetropia dikenal dalam bentuk : 1

- Hipermetropia manifes ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan


kaca mata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan
hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa
sikloplegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata
maksimal. 1

- Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan


akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya
hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini.
Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali
disebut sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah hipermetropia
fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifes. 1

- Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat


diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif. Pasien
yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal
tanpa kaca mata yang bila diberikan kaca mata positif yang memberikan
penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat.
Hipermetropia manifes yang rnasih memakai tenaga akomodasi disebut
sebagai hipermetropia fakultatif. 1

- Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia


(atau dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya
dengan akomodaii. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan
sikloplegia. Makin muda makin besar komponen hipermetripia laten
seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi
sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan
kemudian akan menjadi hiper metropia absolut. Hipermetropia laten
sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila
pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat. 1

- Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah


diberikan sikloplegia. 1
Contoh pasien hipermetropia : 1

- Pasien usia 25 tahun, dengan tajam penglihatan 6/20

- Dikoreksi dengan sferis + 2.00 > 6/6

- Dikoreksi dengan sferis + 2.50 > 6/6

- Dikoreksidengan sikloplegia, sferis + 5.00 > 6/6


Maka pasien ini mempunyai : 1

- Hipermetropia absolut sferis + 2.00

- Hipermetropia manifes sferis + 2.50

- Hipermetropia fakultatif sferis (+ 2.50)-(+2.00) = + 0.50

- Hipermetropia laten sferis + 5.00 - (+2.50) = + 2.50


Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh
kabur, sakit kepala, silau, dan kadang rasa juling atau lihat ganda. 1
Pasien hipermetropia sering disebut sebagai pasien rabun dekat. Pasien dengan
hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit
karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan
bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea.
Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi,
maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan sering
terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam. 1

Jenis hipermetropia :

Mata dengan hipermelropia sering akan memperlihatkan ambliopia akibat


mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila
terdapat perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan terjadi
ambliopia pada salah satu mata. Mata ambliopia sering menggulir ke arah
temporal. 1

Tata Laksana Hipermetropia


Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifes
dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang
memberikan tajaman penglihatan normal (6/6). 1

Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi


hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka
diberikan kacamata koreksi positif kurang. 1
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca,mata sferis
positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam
penglihatan maksimal. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan +3'25
memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata +3.25. Hal ini
untuk memberikan istirahat pada mata. Pada pasien di mena akomodasi masih
sangat kuat atau pada anak-anak, maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan
memberikan sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan
melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi
kacamatanya dengan mata yang istirahat. 1
Pasien muda dengan hipermtropia tidak akan memberikan keluhan karena
matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan
jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama
pada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah
membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan. 1
Pada pasien ini diberikan kacamata sferis positif terkuat yang memberikan
penglihatan maksimal. 1
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah
esotropia dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien
selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi
otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata. 1

ASTIGMATISMA

Pada astigmat berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam
pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi
akibat kelaipan kelengkungan permukaan kornea. Pada mata dengan astigmat
lengkungan jari-jari meridian yang tegak lurus padanya. 1
Bayi yang baru lahir biasanyb mempunyai kornea yang bulat atau sferis
yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan apa yang disebut sebagai
astigmatisme with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea
pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek
dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. Pada keadaan
astigmat lazim ini diperlukan lensa silinder negatif dengan sumbu 180 derajat
untuk memperbaiki kelainan refraksi yang terjadi. 1
Pada usia pertengahan kornea menjadi lebih sferis kembali sehingga
astigmat menjadi agaiits the rute (astigmat tidak lazim). 1
Astigmat tidak lazim (astigmatisme againts the rule) Suatu keadaan
kelainan refraksi astigmat dimana koreksi dengan silinder negatif
dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder
positif sumbu horizontal (30-150 derajat). Keadaan ini terjadi akibat
kelengkungan kornea pada meridian horizontal lebih kuat dibandingkan
kelengkungan kornea vertikal. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut. 1

Bentuk astigmat :
Astigmat regular: Astigmat yang memperlihatkan kekuatan pembiasan
bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian
ke meridian berikutnya. 1
Bayangan yang terjadi pada astigmat regular dengan bentuk yang teratur
dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran. 1
Astigmat iregular: Astigmat yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian
saling tegak lurus. 1
Astigmat iregular dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian
yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi iregular. Astigmatisme
iregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat
kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda. 1

Tata Laksana
Pengobatan dengan lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau lensa
kontak lembek bila disebabkan infeksi, trauma dan distrofi untuk memberikan
efek permukaan yang iregular. 1
Pada pasien plasidoskopi terdapat gambaran yang iregular. Koreksi dan
pemeriksaan astigmat, pemeriksaan mata dengan sentris pada permukaan
kornea. 1

KATARAK

Definisi
Katarak dapat didefinisikan sebagai segala jenis kekeruhan yang terjadi pada lensa
mata. 2

Klasifikasi
Klasifikasi katarak berdasarkan maturitasnya: 2
 Katarak insipien: kekeruhan awal pada lensa dengan visus pasien masih
mencapai 6/6.
 Katarak imatur: lensa mengalami kekeruhan parsial.
 Katarak matur: lensa mengalami kekeruhan total.
 Katarak hipermatur: katarak menyusut dan kapsul anterior berkerut karena
kebocoran air dari lensa.
 Katarak morgani: liquefaksi korteks lensa katarak hipermatur berakibatkan
nukleus jatuh ke inferior.

Patogenesis dan Patofisiologi


Patogenesis katarak masih belum dapat sepenuhnya dimengerti, akan
tetapi penuaan merupakan faktor yang paling berperan. Berbagai temuan
menunjukkan bahwa lensa yang mengalami katarak mengalami agregasi protein
yang berujung pada penurunan transparansi, perubahan warna menjadi kuning
atau kecoklatan, ditemukannya vesikel antara lensa, dan pembesaran sel epitel.
Perubahan lain yang juga muncul adalah perubahan fisiologi kanal ion, absorpsi
cahaya, dan penurunan aktivitas anti-oksidan dalam lensa juga dapat
mengakibatkan katarak. 2
Katarak komplikata merupakan katarak yang timbul akibat penyakit mata
lain atau penyakit sistemik. Berbagai kondisi yang dapat mengakibatkan
terjadinya karatak sekunder adalah uveitis anterior kronis, glaukoma akut, miopia
patologis dan diabetes melitus merupakan penyebab yang paling umum. 2
Penggunaan obat-obatan (steroid) dan trauma, baik trauma tembus, trauma
tumpul, kejutan listrik, radiasi sinar inframerah, dan radiasi pengion untuk tumor
mata juga dapat mengakibatkan kekeruhan lensa/ katarak. 2

Manifestasi Klinis
Akibat perubahan opasitas lensa, terdapat berbagai gangguan pada
penglihatan termasuk: 2
1. Penurunan tajam penglihatan perlahan;
2. Penurunan sensitivitas kontras: pasien mengeluhkan sulitnya melihat
benda di luar ruangan pada cahaya terang.
3. Pergeseran ke arah miopia. Normalnya. pasien usia lanjut akan
mengeluhkan perubahan hiperopia, akan tetapi pasien katarak mengalami
perubahan miopia karena perubahan indeks refraksi lensa.
4. Diplopia monokular. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan indeks refraksi
antara satu bagian lensa yang mengalami kekeruhan dengan bagian lensa
lainnya.
5. Sensasi silau (glare). Opasitas lensa mengakibatkan rasa silau karena
cahaya dibiaskan akibat perubahan indeks refraksi lensa.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan oftalmologi. 2
1. Anamnesis riwayat perjalanan penyakit pasien.
2. Tajam penglihatan dengan dan tanpa koreksi.
3. Pemeriksaan segmen anterior dengan senter atau slit lamp didapatkan
kekeruhan lensa. Pemeriksaan shadow test dengan membuat sudut 4 5°
arah sumber cahaya (senter) dengan dataran iris. Bayangan iris yang jatuh
pada lensa, menunjukkan shadow test (+) yang berarti katarak masih
imatur. Sementara shadow test (-) menunjukkan katarak sudah matur.
4. Pemeriksaan refleks pupil langsung dan tidak langsung (+). Bila terdapat
relative afferent pupillary defect, perlu dipikirkan adanya kelainan
patologis lain yang mengganggu tajam pengelihatan pasien.

Tata Laksana
Tata laksana utama katarak adalah pembedahan. Tidak ada manfaat dari
suplementasi nutrisi atau terapi farmakologi dalam mencegah atau memperlambat
progresivitas dari katarak. 2

Indikasi Bedah : 2
1. Penurunan fungsi penglihatan yang tidak dapat lagi ditoleransi pasien
karena mengganggu aktivitas sehari-hari.
2. Adanya anisometropia yang bermakna secara klinis.
3. Kekeruhan lensa menyulitkan pemeriksaan segmen posterior.
4. Terjadi komplikasi terkait lensa seperti peradangan peradangan atau
glaukoma sekunder (fakoanafilaksis, fakolisis, dan fakomorfik glaukoma).
Kontradiksi Bedah : 2
1. Penurunan fungsi penglihatan yang masih dapat ditoleransi oleh pasien
2. Tindakan bedah diperkirakan tidak akan memperbaiki tajam pengelihatan
dan tidak ada indikasi bedah lainnya.
3. Pasien tidak dapat menjalani bedah dengan aman karena keadaan medis
atau kelainan okular lainnya yang ada pada pasien.
4. Perawatan pasca bedah yang sesuai tidak bisa didapatkan oleh pasien.

Teknik operasi yang digunakan : 2


1. Fakoemulsifikasi: teknik operasi yang memungkinkan lensa dihancurkan
dan diemulsifikasi kemudian dikeluarkan dengan bantuan probe dan
ekstraksi dikerjakan ekstrakapsular.
2. Teknik ekstraksi katarak manual.
a) Intracapsular cataract extraction (ICCE): ekstraksi lensa utuh serta
seluruh kapsul lensa.
b) Extracapsular cataract extraction (ECCE): ekstraksi lensa utuh
dengan meninggalkan bagian posterior dari kapsul lensa.
c) Small incision cataract surgery (SICS): ekstraksi lensa dengan
insisi yang kecil.
Terapi pasca-operasi yang diberikan biasanya kombinasi antibiotik dan steroid
tetes mata 6 kali hari sehari hingga 4 minggu pasca-operasi. 2
Komplikasi dari operasi katarak termasuk: 2
1) Intra-operatif
 Ruptur kapsul posterior atau zonula.
 Trauma pada corpus siliaris atau iris.
 Masuknya materi nukJeus lensa ke vitreus.
 Dislokasi lensa intraokular posterior.
 Perdarahan suprakoroid.
2) Pasca-operasi
 Kekeruhan kapsul posterior.
 Cystoid macular edema.
 Edema kornea.
 Ruptur atau kebocoran Iuka.
 Ablasio retina.
 Endoftalmitis, dapat terjadi dini atau terlambat {4 minggu bahkan
9 bulan).
 lritis persisten
Follow- up pasca-operasi dikerjakan dalam 24 jam setelah operasi pada
pasien tanpa risiko atau tanda kemungkinan komplikasi setelah operasi katarak
(untuk menemukan dan mengatasi komplikasi dini seperti kebocoran Iuka,
hipotonus, peningkatan TIO, edema kornea, dan tanda peradangan). Kunjungan
kedua dilakukan 4-7 hari pasca-operasi untuk menemukan dan mengatasi
komplikasi endoftalmitis yang sering muncul pada minggu pertama pasca-operasi.
Kunjungan selanjutnya bergantung pada kondisi refraksi, fungsi visual dan medis.
2

Pada pasien dengan komplikasi intraoperatif, pasien dengan satu mata


yang fungsional, atau berisiko tinggi mengalami komplikasi pasca-operasi, follow
up pertama dikerjakan dalam 24 jam pascaoperasi. Follow-up selanjutnya
dilakukan lebih sering. Obat-obatan tambahan diberikan sesuai dengan komplikasi
yang terjadi. 2

ABLASIO RETINA

Definisi
Ablasio retina (retinal detachment) merupakan keadaan terpisahnya bagian
sensoris retina (fotoreseptor dan lapisan jaringan dalam) dari retinal pigment
epithelium (RPE). 3

Klasifikasi
Secara umum terdapat tiga jenis ablasio retina, yaitu: 3
1. Rhegmatogen: terjadi sekunder akibat adanya robekan pada retina sensoris,
yang memungkinkan cairan yang berasal dari vitreus mencapai rongga
subretina.
2. Traksional: terjadi karena adanya kontraksi membran vitreoretina atau
tarikan tanpa adanya robekan retina sebelumnya.
3. Eksudatif: terjadi karena adanya cairan subretina yang berasal dari
pembuluh darah retina neurosensoris, koroid, atau keduanya.

Ablasio Retina Rhegmatogen


Patogenesis
Biasanya keadaan ini didahului dengan kondisi yang disebut posterior
vitreous detachment dan berhubungan dengan miopia, afakia, lattice degeneration,
serta trauma mata yang mengakibatkan terjadinya break. Break atau robekanjuga
dapat diakibatkan oleh atrofi lapisan retina. Adanya break mengakibatkan vitreus
yang mencair masuk menu ju rongga subretina. 3
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisis, serta penunjang.
Anamnesis : 3
1. Fotopsia: merupakan sensasi subjektif seperti melihat kilatan cahaya.
Biasanya berlangsung singkat pada lapang pandang temporal, terlihat
terutama saat gelap, dan setelah pergerakan mata. Hal ini menggambarkan
proses traksi dari tempat adhesi vitreoretina.
2. Floaters: sensasi subjektif seperti melihat objek beterbangan berwarna
gelap yang terjadi di vitreus.
3. Defek lapang pandang: dideskripsikan sebagian lapang pandang seperti
tertutup tirai gelap.
Pemeriksaan Fisik : 3
1. Relative afferent pupillary defect muncul pada mata dengan ablasio retina
ekstensif.
2. Tekanan intraokular: lebih rendah 5 mmHg dibandingkan mata yang tidak
mengalami ablasio.
3. lritis ringan sering kali ditemukan.
4. Gambaran tobacco dust terdiri atas sel pigmen yang terlihat pada vitreus
anterior.
5. Robekan retina nampak seperti diskontinuitas dari permukaan retina
berwarna kemerahan pada funduskopi.
6. Kelainan pada retina sesuai dengan lamanya ablasio retina yang terjadi
a) Ablasio Retina Baru, dapat ditandai dengan: Ablasio retina
memiliki konfigurasi konveks dan tampilan yang sedikit opak
karena edema retina, cairan subretina dapat meluas sampai ora
serata.
b) Ablasio Retina Lama, dapat ditandai dengan: Kekeruhan vitreus;
Retina yang pucat dan didapatkan proliferative vitreoretinopathy
(PVR); Garis demarkasi subretina yang diakibatkan oleh proliferasi
dari sel pigmen retina pada sambungan retina.
Pemeriksaan Penunjang
Pada mata dengan media yang keruh, diagnosis ablasio retina dapat
ditegakkan dengan menggunakan ultrasonografi. 3

Tata Laksana
Tata laksana adalah dengan pembedahan. Pada kasus retinal break yang
ringan, dimana cairan subretina terbatas di sekitar break, dapat dilakukan
fotokoagulasi laser. Sebelum dilakukan pembedahan, pasien disarankan untuk
tirah baring dengan satu bantal untuk mencegah penyebaran cairan subretina
menuju makula. Terapi bedah yang dapat dipilih adalah sebagai berikut: 3
a) Pneumatic retinopexy: gas SF6 atau C3F8 diinjeksikan menuju vitreus
untuk mengembalikan posisi retina
b) Sclera buckling: terapi ini bertujuan untuk menempelkan kembali retina
yang terlepas dengan menempatkan expant pada daerah yang mengalami
robekan. Komplikasi termasuk gangguan refraksi, diplopia, ekstrusi
eksplan, dan kemungkinan terjadinya retinipati proliferatif
c) Vitrektomi pars-plana: terapi ini memungkinkan untuk melepaskan traksi
vitreo-retina.

Ablasio Retina Eksudatif


Etiopatogenesis
Pada jenis ablasio retina ini, tidak ditemukan adanya robekan atau traksi
vitreoretina, melainkan terjadi akumulasi cairan pada lapisan di bawah retina
sensoris. Berbagai macam kondisi dikaitkan dengan kejadian ablasio retinajenis
ini termasuk proses degeneratif, peradangan. infeksi, tumor daerah koroid,
neovaskularisasi subretina karena berbagai sebab. 3
Diagnosis 3
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisis. serta penunjang.

Anamnesis 3
1. Penglihatan menurun seperti tertutup tirai.
2. Floaters dapat muncul karena adanya vitritis, namun tidak umum.

Pemeriksaan Fisik 3
1. Penurunan tajam penglihatan.
2. Pada pemeriksaan retina akan memunculkan gambaran :
a) Konfigurasi ablasio yang konveks dengan permukaan yang licin
b) Gambaran "shifting fluid" sesuai gaya gravitasi. Pada keadaan berdiri
tegak, cairan sub retina terletak pada retina inferior, namun pada saat
pada berada pada posisi supinasi. dapat meluas ke superior.
c) Apabila ablasio didasari oleh tumor koroid, maka dapat terlihat
penyebab yang mendasarinya.
Pemeriksaan Penunjang 3
1. USG mata: diindikasikan apabila media mengalami kekeruhan.
2. Pemeriksaan darah untuk uveitis dapat menentukan penyebab yang
mendasari.
3. Fluoresin angiography dapat membantu menentukan sumber cairan
subretina.
Tata Laksana
Tata laksana terutama ditujukan pada penyakit yang mendasari timbulnya
keadaan ini. Terapi dengan laser, krioterapi, atau steroid intravitreus dapat
digunakan pada keadaan tertentu. 3
Ablasio Retina Traksional
Etiopatogenesis
Keadaan yang paling umum mengakibatkan ablasio retina traksional
adalah retinopati diabetik proliferatif. Penyebab lain termasuk gangguan
proliferatif lainnya seperti vitreoretina proliferatif dan retinopathy of prematurity.
Trauma mata juga dapat menjadi penyebab. 3
Traksi muncul karena terbentuknya membran vitreus, epiretina, atau
subretina yang terdiri atas fibroblas. sel epitel pigmen retina, dan sel glia. Daya
tarikan ini akan menarik retina bagian sensoris menuju basis vitreus. 3

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis. pemeriksaan fisis, serta penunjang. 3
Anamnesis : 3
1. Mata tenang dengan penglihatan menurun, sering kali berjalan lambat.
2. Bisa terdapat fotopsia atau floaters.
Pemeriksaan Fisis : 3
1. Penurunan tajam penglihatan.
2. Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan:
a) Konfirgurasi konkaf dari ablasio retina.
b) Tidak ditemukannya fenomena shifting fluid seperti pada kasus
eksudatif.
c) Elevasi retina yang paling tinggi terjadi pada tempat traksi
vitreoretina.
d) Apabila terdapat robekan, maka akan muncul gambaran khas
ablasio retina rhegmatogen dan penyakit akan memiliki
progresivitas yang lebih cepat.
Pemeriksaan Penunjang 3
Ultrasonografi dilakukan pada media yang keruh.
Tata Laksana 3
Vitrektomi pars plana untuk membuang jaringan yang mengakibatkan
traksi. Injeksi heavy fluid mungkin dibutuhkan untuk meratakan retina.
Tamponade gas, cairan silikon, atau scleral buckling dapat dibutuhkan.
RETINOBLASTOMA

Definisi
Tumor ganas saraf retina embrional. 3

Etiologi
Terjadi akibat kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel dominan
protektif yang terdapat dalam pita kromosom 13q 14. Tumor ini dapat bersifat
unilateral atau bilateral (30%), serta herediter atau non-herediter. Sekitar 40%
kasus bersifat herediter (autosomal dominan) dengan 25% bersifat bilateral. 3
Diagnosis
1. Manifestasi Klinis 3
 Leukokoria;
 Strabismus;
 Rubeosisiridis;
 Heterokromia;
 Hifemaspontan;
 Glaukoma neovaskular atau sudut tertutup;
 Pseudohipopion;
 Nyeri (bisa karena glaukoma a tau inflamasi);
 Proptosis (pada keadaan lanjut);
 lritabilitas, kejang, muntah, dan penurunan kesadaran (bila
metastasis ke saraf pusat);
 Oftalmoskopi indirek dan penekanan sklera oleh spesialis mata
berpengalaman, dengan bantuan anestesi saat pupil dilatasi
maksimal, dapat menegakkan diagnosis retinoblastoma pada kasus
terlokalisasi di retina.
Tumor dapat menyebar melalui invasi saraf optikus hingga ke otak,
atau melalui koroid ke jaringan lunak orbita dan tulang. Metastasis jauh
dapat terjadi pada paru, tulang, serta otak. 3
2. Pemeriksaan Penunjang 3
 USG orbita: mengetahui ukuran tumor dan dapat mendeteksi
adanya kalsifikasi dalam tumor;
 CT-scan serta MRI orbita dan kepala: untuk mengevaluasi nervus
optikus, orbital, keterlibatan sistem saraf pusat, dan kalsiflkasi
intraokular.
 Pungsi lumbal untuk mengetahui metastasis.

Diagnosis Banding
Persistent hyperplastic primary vitreus(PHPV), penyakit Coat's,
fibroplasias retrolental, displasia retina, toksokariasis, katarak, maupun uveitis. 3

Tata Laksana
Penatalaksanaan tergantung dari stadium retinoblastoma. Pilihan terapi antara
lain: 3
 Enukleasi;
 Eksentrasi;
 External-beam radiation therapy (EBRT) 35-46 Gy;
 Focal therapy:
1) Plaque radiotherapy.
2) Laser photocoagulation,
3) Cryotherapy,
4) Thermotherapy.
5) Chemothermotherapy:
 Chemoreduction
1) Intravenous,
2) Subconjunctival.
3) Transpupillary:
 Systemic chemotherapy
Prognosis
Angka kematian akibat retinoblastoma berkisar antara 2-5%. Ukuran
tumor besar dengan penyebaran sampai ke vitreus, invasi tumor ke bilik mata
depan, diferensiasi buruk, keterlibatan saraf optik, rubeosisiridis, dan invasi
koroid merupakan faktor prognostik yang buruk. 3

NEURITIS OPTIC

Neuritis disebabkan idiopatik, sklerosis multipel sedang pada anak oleh


morbili, parotitis, dan cacar air. Neuritis optik dapat merupakan gejala dini atau
permulaan penyakit multipel sklerosis. 3
Neuritis optik idiopatik lebih sering terjadi pada perempuan berusia 20-40
tahun, bersifat unilateral. Pada golongan ini penyembuhan disertai perbaikan
tajam penglihatan berjalan sangat sempurna walaupun terdapat edem papil saraf
optik yang berat. Penglihatan warna akan terganggu. 3
Perjalanan penyakit biasanya menjadi normal setelah beberapa minggu
dengan penglihatan merasa sedikit redup, dan papil akan terlihat pucat. 3
Dikenal bentuk papilitis yang merupakan peradangan papil saraf optik
yang dapat terlihat dengan pemeriksaan funduskopi dan neuritis retrobulbar yang
merupakan radang saraf optik yang terletak dibelakang bola mata dan tidak
menunjukkan kelainan. Terdapat rasa sakit di sekitar mata terutama bila mata
digerakkan yang akan terasa pegal dan dapat terasa sakit bila dilakukan perabaan
pada mata yang sakit. 3
Perjalanan penyakit mendadak dengan turunnya tajam penglihatan yang
dapat berlangsung intermiten dan sembuh kembali dengan sempurna, dan bila
sembuh sempurna akan mengakibatkan atrofi papil saraf optik parsial atau total. 3
Pada neuritis optik akan terdapat kehilangan penglihatan dalam beberapa
jam sampai hari'yang mengenai satu atau kedua mata, dengan usia yang khusus
18-45 tahun, sakit pada rongga orbita terutama pada pergerakkan mata,
penglihatan warna terganggu, tanda Uhthoff (penglihatan turun setelah olah raga
atau suhu tubuh naik). Pada neuritis optik tajam penglihatan turun maksimal
dalam 2 minggu. Pada sebagian besar neuritis optik tajam penglihatan kembali
normal sesudah beberapa minggu. Gangguan lapang pandangan sentral atau
sekosentral. 3
Pada satu mata akan terlihat defek pupil aferen relatif atau adanya Marcus
Gunn pupil. Terdapat sel di dalam badan kaca. Edem papil dengan perdarahan
lidah api (terutama pada anak dan pemuda) atau papil normal pada proses
retrobulbar. 3
Pengobatan neuritis, papilitis atau neuritis retrobulbar, adalah sama yaitu
kortikosteroid atau ACTH. Bersama-sama dengan kortikosteroid diberikan juga
antibiotik untuk menahan infeksi sebagai penyebab. Selain daripada itu diberikan
juga vasodiltasia dan vitamin. 3
Pengobatan neuritis tergantung pada etiologi. Untuk membantu mencari
penyebab neuritis optik biasanya dilakukan pemeriksaan foto sinar X kanal optik,
sela tursika, atau dilakukan pemeriksaan CT orbita dan kepala. 3
Pada neuritis unilateral yang disebabkan sklerose muliipel pengobatan
belum diketahui. Steroid diberikan karena diduga akan menekan peradangan dan
memperpendek periode akut penyakit. Neuritis optik unilateral biasanya sembuh
spontan sesudah 4-6 minggu. 3
Neuritis bilateral penyebabnya biasanya tidak diketahui dengan pasti akan
tetapi diketahui kelainan kausal dapat diakibatkan penyakit Devic, atrofi optik
herediter dari Leber, keracunan alkohol atau tembakau, kelainan metabolik
diabetes, neuropati tropik, kurang gizi dan neuritis optik bilateral pada anak. 3
Diagnosis banding neuritis optik adalah iskemik otak neuropati (tidak
sakit, skotoma altitudinal), edema papil akut, hipertensi berat, dan toksik
neuropati). 3

Neuritis Intraokular atau papilitis


Papilitis merupakan radang pada serabut retina saraf optik yang masuk
pada papil saraf optik yang berada dalam bola mata. 3
Penglihatan pada papilitis akan terganggu dengan lapang pandangan
menciut, bintik buta melebar, skotoma sentral, sekosentral dan altitudinal. 3
Terdapat tanda defek pupil aferen bila mengenai satu mata atau tidak sama
berat pada kedua mata. Pada papil terlihat perdarahan, eksudat, dengan perubahan
pada pembuluh darah retina dan arteri menciut dengan vena yang melebar.
Kadang-kadang terlihat edema papil yang berat yang menyebar ke daerah ke
retina sekitarnya. Edema papil tidak melebihi 2-3 dioptri. Ditemukan eksudat star
figure yang menyebar dari daerah papil ke daerah makula. Papil saraf optik
berangsur-angsur menjadi pucat yang kadang-kadang menjadi putih seperti kertas
dengan tajam penglihatan masih tetap normal. 3
Terlihat sel radang di dalam kaca, di depan papil saraf optik. Penyulit
papilatis yang dairat terjadi yaitu ikut meradangnya retina atau terjadinya
neuroretinitis. 3
Bila terjadi atrofi papil pascapapilitis akan sukar dibedakan dengan atrofi
papil akibat papil edema. Kedua atrofi ini memperlihatkan papil yang pucat
dengan batas yang kabur akibat terdapatnya jaringan fibrosis atau gila disertai
dengan arteri yang menciut berat dengan selubung perivaskular. 3
Pada proses penyembuhan kadang-kadang tajam penglihatan sedikit
menjadi lebih baik atau sama sekali tidak ada perbaikan dengan skotoma sentral
menjadi lebih baik atau sama sekali tidak ada perbaikan dengan skotoma sentral
yang menetap. 3
Rekuren dapat terjadi berakhir dengan gangguan fungsi penglihatan yang
lebih nyata. 3
Diagnosis banding adalah iskemik optik neuropati, papil edema akut,
hipertensi sistemik akut, leher optik neuropati, dan optik neuropati, dan optik
neuropati toksik dan metabolik. 3

Neuritis Retrobulbar
Neuritis retrobulbar adalah radang saraf optik dibelakang bola mata.
Biasanya berjalan akut yang mengenai satu atau kedua mata. Neuritis retrobulbar
dapat disebabkan sklerosis multipel, penyakit mielin saraf, anemia pernisiosa,
diabetes melitus, dan intoksikasi. 3
Bola mata bila digerakkan akan terasa berat di bagian belakang bola mata.
Rasa sakit akan bertambah bila bola mata ditekan yang disertai dengan sakit
kepala. 3
Neuritis retrobulbar mempunyai gejala seperti neuritis akan tetapi dengan
gambaran fundus yang sama sekali normal. Pada keadaan lanjut didapatkan reaksi
pupil yang lambat. Gambaran fundus pasien normal dan diagnosis ditegakkan
dengan pemeriksaan lapang pandangan dan turunnya tajam penglihatan yang
berat. Walaupun pada permulaan tidak terlihat kelainan fundus, lama kelamaan
akan terlihat kekaburan batas papil saraf optik dan degenerasi saraf optik akibat
degenerasi serabut saraf, disertai atrofi desenden akan terlihat papil pucat dengan
batas yang tegas. 3
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan lapang pandangan dan
turunnya tajam penglihatan yang berat. Pada pemeriksaan lapang pandangan
ditemukan skotoma sentral, parasentral dan cincin. 3

Pengobatan neuritis optik (Will Eye Manual)


Pada keadaan akut :
- Visus sama atau leblh baik dari 20 / 40 dilakukan pengamatan saja.
- Visus sama atau kurang 20 / 50 :
 Pengamatan atau
 Metilprednison 250 mg intravena, disusul dengan prednison tablet.

Iskemik Optik Neuropati Akut


lskemik optik neuropati akut diduga disebabkan oleh trombus, emboli,
atau radang pembuluh darah yang menyumbat pembuluh darah papil saraf optik.
Penyebab utama dapat nonarteritik Anterior lschemic Optik Neuropathy (AION)
dengan hipertensi dan arteritik Anterior lskemik Optik Neuropati Anterior
(AION) yang disebabkan giant cell arteritis. Kelainan dapat terjadi pada satu mata
atau pada kedua mata sekaligus, yang biasanya terjadi pada pasien berusia lebih
dari 40 tahun. Penyumbatan dapat terjadi pada pasien dengan usia lebih lanjut. 3
Gejala yang ditemukan berupa tajam penglihatan yang turun mendadak
disertai dengan skotoma atau defek lapang pandangan sesuai dengan gambaran
serat saraf retina, atau kadang-kadang altitudinal. Tidak terdapat rasa sakit, tidak
progresif, disertai sakit kepala, sakit saat mengunyah, polimialgia, dan kadang-
kadang demam. 3
Pada keadaan yang akut akan terlihat papil saraf optik yang sembab pada
seluruh tepinya. Kadang-kadang terlihat perdarahan peripapil tanpa adanya
eksudat pada retina. Pada keadaan lanjut papil menjadi pucat dan edema
berkurang.
Pengobatan ditujukan pada penyebabnya seperti hipertensi dan diabetes
melitus. Bila disebabkan oleh alergi, maka pengobatan yang diberikan adalah
steroid. Perbaikan terjadi sesuai dengan berkurangnya edema papil. 3
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia; 2019.
2. Khurana AK, Diseases of The Lens. Comprehensive Ophthalmology
Fourth Edition. India : Newage International Publishers; 2007.
3. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta: Interna Publishing; 2017.

Anda mungkin juga menyukai