Anda di halaman 1dari 33

Tugas Kelompok Koas Neurologi

Pembimbing:
dr. Yudhisman Sp.S

ANGGOTA KELOMPOK
Dinar Y Firdaus 030.12.083
Audrey Desiree S 030.12.038
Aditya Yogarama 030.11.006
Heri Angga P 030.12.123
Yurika Afianti 030.13.215
Nur Alim 030.13.241
Novita Valentina 030.12.192
Aristya Nur F 030.12.033

KEPANITERAAN KLINIK SMF SARAF


RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO
PERIODE 08 MEI 10 JUNI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
Jelaskan cara pemeriksaan fisik dan interpretasinya dari SKDI hal 62-63
1. PEMERIKSAAN INDERA PENCIUMAN
- Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien
- Syarat Pemeriksaan; Tidak ada penyakit intranasal
- Meminta penderita duduk atau berbaring, sambil menutup matanya.
- Menaruh salah satu bahan/zat di depan salah satu lubang hidung klien sementara lubang
hidung yang lain ditutup. Zat pengetes yang digunakan sebaiknya zat yang dikenal
sehari-hari, misalnya kopi, teh, tembakau, jeruk. Meminta klien mencium bahan/zat
yang dikenalnya.

Gambar. Saraf olfaktorius

Interpretasi
- Normosmia; kemampuan menghidu normal, tidak terganggu.
- Hiposmia, kemampuan menghidu menurun, berkurang.
- Hiperosmia; meningkatnya kemampuan menghidu, dapat dijumpai pada penderita
hiperemesis gravidarum atau pada migren.
- Parosmia; tidak dapat mengenali bau-bauan, salah hidu.
- Kakosmia; persepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada.
- Halusinasi penciuman; biasanya berbentuk bau yang tidak sedap, dapat dijumpai pada
serangan epilepsi yang berasal dari girus unsinat pada lobus temporal, dan sering disertai
gerak mengecap-ngecap (epilepsi jenis parsial kompleks).

2. INSPEKSI LEBAR CELAH PALPEBRAL


- Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
- Pada saat melakukan wawancara dengan klien perhatikan mata klien. Pemeriksa
memperhatikan celah mata klien untuk menilai apakah terdapat ptosis (kelopak mata
terjatuh, mata tertutup dan tidak dapat dibuka), eksoftalmus dan enoftalmus.
- Kelumpuhan nervus III dapat menyebabkan terjadinya ptosis, yaitu kelopak mata
terjatuh, mata tertutup, dan tidak dapat dibuka. Hal ini disebabkan oleh kelumpuhan m.
Levator palpebrae. Kelumpuhan m. Levator palpebra yang total mudah diketahui,
karena kelopak mata sama sekali tidak dapat diangkat, mata tertutup.
- Pada kelumpuhan ringan pemeriksa dapat membandingkan celah mata; pada sisi yang
lumpuh celah mata lebih kecil dan kadang-kadang kita lihat dahi dikerutkan (m.
Frontalis) untuk mengkompensasi menurunnya kelopak mata.
- Pemeriksa juga dapat menilai kekuatan m.levator palpebrae dengan meminta klien
menutup mata, kemudian disuruh untuk membukanya. Waktu klien membuka mata,
pemeriksa menahan gerakan ini dengan jalan memegang (menekan enteng) pada
kelopak mata.
- Dengan demikian dapat dinilai kekuatan mengangkat kelopak mata (m. Levator
palpebrae). Pada pemeriksaan ini, untuk meniadakan tenaga kompensasi dari m.
Frontalis perlu diberi tekanan pada alis mata dengan tangan satu lagi.
- Ptosis dapat dikumpai pada miastenia gravis atau pada sindrom Horner.

3. INSPEKSI PUPIL (UKURAN DAN BENTUK)


- Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
- Perhatikan besarnya pupil pada mata kiri dan kanan, apakah sama (isokor), atau tidak
sama (anisokor).
- Perhatikan bentuk pupil, apakah bundar dan rata tepinya (normal) atau tidak.
- Otot polos yang mengecilkan pupil (pupilokostriktor) disarafi oleh serabut parasimpatis
dari nervus III, sedangkan otot yang melebarkan pupil (pupilodilator) disarafi oleh
serabut simpatis (torakolumbal)
- Bila pupil mengecil disebut miosis. Bila membesar (melebar) disebut midriasis.
- Miosis dapat dijumpai pada waktu tidur, pada tingkat tertentu dari koma, pada iritasi
nervus III dan pada kelumpuhan saraf simpatis (sindrom Horner).
- Midriasis dapat dijumpai pada kelumpuhan nervus III, misalnya oleh desakan tumor
atau hematom dan pada fraktur dasar tulang tengkorak.
- Obat-obatan seperti homatropin (yang diteteskan ke mata) dan ekstrak beladona dapat
menyebabkan midriasis.
- Besarnya pupil dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama intensitas cahaya. Di dalam
gelap pupil lebih lebar dibanding dalam keadaan terang-benderang.
- Bila pada trauma kapitis didiapatkan midriasis pada satu mata (jadi ada anisokori) dan
hemiparesis pada sisi kontralateral, maka kemungkinan perdarahan epidural.

4. REAKSI PUPIL TERHADAP CAHAYA


- Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
- Klien disuruh untuk melihat jauh (menfiksasi pada benda yang jauh letaknya.
Selanjutnya pemeriksa memberi cahaya senter dan dilihat apakah ada reaksi pupil.
- Pada keadaan normal pupil mengecil, disebut refleks cahaya langsung positif.
- Selanjutnya pemeriksa memperhatikan pula pupil mata yang satu lagi. Apakah pupilnya
ikut mengecil oleh penyinaran mata lainnya (kontralateral). Jika pupilnya ikut mengecil
berarti reaksi cahaya tidak langsung positif.

Refleks Cahaya Pupil


A. Pada lesi N. II kanan, refleks cahaya pupil langsung pada mata kanan negatif, dan tidak
langsung pada mata kiri negatif.
B. Bila mata yang normal (kiri) disinar, refleks pupil langsung positif, dan refleks cahaya
tak langsung di kanan positif.
Bila visus mata 0 (buta), maka refleks cahaya pada mata tersebut negatif. Bila mata lainnya
baik, maka penyinaran mata yang baik akan menyebabkan mengecilnya pupil pada mata yang buta
tersebut (reaksi cahaya tak langsun positif).
Jadi bila reaksi cahaya langsung negatif, sedangkan reaksi cahaya tak langsung positif, maka
kerusakannya pada nervus II. Sebaliknya pada kelumpuhan nervus III, reaksi cahaya langsung dan
tidak langsung ialah negative.
Pada lesi N. III, didapatkan refleks pupil negatif. Refleks cahaya langsung pada mata kanan
negatif (A). Demikian juga refleks tidak langsung (B).

Catatan :
Selama pemeriksaan ini harus dicegah agar klien tidak memfiksasi matanya pada lampu
senter, sebab dengan demikian akan ada pula refleks akomodasi yang juga menyebabkan
mengecilnya pupil. Oleh karena itu klien harus selalu melihat jauh selama pemeriksaan.

5. REAKSI PUPIL TERHADAP OBYEK DEKAT


- Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
- Klien disuruh untuk melihat jauh.
- Kemudian disuruh untuk melihat dekat misalnya jari kita (benda) yang ditempatkan
dekat matanya.
- Refleks akomodasi dianggap positif bila terlihat pupil mengecil.
- Pada kelumpuhan nervus III refleks ini negatif.

6. PENILAIAN GERAKAN BOLA MATA


- Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
- Klien diminta untuk tidur terlentang.
- Pemeriksa menempatkan pena atau jari-jari pada posisi vertikal sejauh 50 cm dari mata
penderita dalam arah penglihatan sentral.
- Tangan yang lain memegang kelopak mata atau dagu klien untuk fiksasi kepala.
- Pemeriksa menggerakkan pena secara perlahan ke arah lateral, medial, atas, bawah, dan
ke arah yang miring yaitu atas-lateral, bawah-medial, atas-medial dan bawah-lateral.
Perhatikan apakah mata klien dapat mengikuti gerakan itu dan tanyakan apakah klien melihat
ganda (diplopia).
Interpretasi
Bila klien tidak dapat menggerakkan mata ke arah lateral, parese m rectus lateralis yang
dipersarafi N cranialis VI. Bila klien tidak dapat menggerakkan mata ke arah medial bawah, parese
m obliqus superior yang dipersarafi N cranialis IV. Bila klien tidak dapat menggerakkan mata ke
arah selain lateral dan medial-bawah, parese N cranialis III.

7. PENILAIAN DIPLOPIA
- Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
- Klien diminta untuk tidur terlentang.
- Pemeriksa menempatkan pena atau jari-jari pada posisi vertikal sejauh 50 cm dari mata
penderita dalam arah penglihatan sentral.
- Tangan yang lain memegang kelopak mata atau dagu klien untuk fiksasi kepala.
- Pemeriksa menggerakkan pena secara perlahan ke arah lateral, medial, atas, bawah, dan
ke arah yang miring yaitu atas-lateral, bawah-medial, atas-medial dan bawah-lateral.
- Perhatikan apakah mata klien dapat mengikuti gerakan itu dan tanyakan apakah klien
melihat ganda (diplopia).
Catatan :
Diplopia (melihat kembar) dijumpai pada kelumpuhan otot penggerak bola mata. Tentukan
pada posisi mana (dari mata) timbul diplopia. Bila satu mata ditutup, bayangan mana yang hilang.
Minta klien menunjukkan posisi dari bayangan. Arah posisi bayangan yang salah mennjukkan arah
gerakan otot yang lumpuh; jarak bayangan menjadi bertambah besar.

8. PENILAIAN NYSTAGMUS
Catatan :
Pemeriksaan nistagmus dilakukan waktu memeriksa gerakan bola mata. Waktu memeriksa
gerak bola mata, harus diperhatikan apakah ada nistagmus. Nistagmus ialah gerakan bolak-balik
bola mata yang involunter dan ritmik.
Pada saat melakukan pemeriksaan gerakan bola mata, klien diminta melirik terus ke satu
arah (misalnya ke kanan, ke kiri, ke atas dan bawah) selama jangka waktu 5 atau 6 detik. Jika ada
nistagmus hal ini akan terlihat dalam jangka waktu tersebut.
Tetapi mata jangan terlalu jauh dilirikkan, sebab hal demikian dapat menimnbilkan
nistagmus pada orang yang normal (end position nystagmus; nistagmus posisi ujung).
Bila pemeriksa mendapatkan adanya nistagmus, maka harus diperiksa:
1. Jenis gerakannya
2. Bidang gerakannya
3. Frekuensinya
4. Amplitudonya
5. Arah gerakannya
6. Derajatnya
7. Lamanya

9. INTERPRETASI PEMERIKSAAN REFLEKS KORNEA


CATATAN: Komponen aferen refleks kornea adalah serabut sensorik nervus trigeminus
cabang oftalmik dan komponen eferennya adalah serabut nervus facialis yang mensarafi
muskulus orbikularis okuli. Refleks kornea diartikan sebagai refleks yang bangkit atas
perangsangan pada kornea bukan pada konjungtiva bulbi.
- Klien diminta untuk melirik ke atas atau ke samping menjauh dari pemeriksa supaya mata
tidak berkedip pada saat korneanya hendak disentuhkan dengan kapas.
- Perhatikan kedua bola mata.
- Kemudian dilakukan penggoresan pada daerah kornea

INTERPRETASI:
Refleks kornea langsung adalah refleks kornea dimana perangsangan dan respon yang didapat
terjadi pada sisi yang sama, sedangkan pada refleks kornea konsensual diperoleh kedipan mata
pada kedua sisi atas perangsangan sesisi.

10. PENILAIAN KESIMETRISAN WAJAH (NERVUS CRANIALIS VII: NERVUS FASIALIS


MOTORIK)
- Perhatikan muka penderita: simetris atau tidak. Perhatikan kerutan dahi, pejaman mata,
sulcus nasolabialis, dan sudut mulut.
- Meminta penderita mengangkat alis dan mengerutkan dahi. Perhatikan simetris atau tidak.
Kerutan dahi menghilang pada sisi yang lumpuh.
- Meminta penderita memejamkan mata dan kemudian pemeriksa mencoba membuka mata
penderita. Pada sisi yang lumpuh, penderita tidak dapat/sulit memejamkan mata
(lagopthalmus) dan lebih mudah dibuka oleh pemeriksa.
- Meminta penderita menyeringai atau menunjukkan gigi, mencucurkan bibir atau bersiul,
dan mengembungkan pipi. Perhatikan sulcus nasolabialis akan mendatar, sudut mulut
menjadi lebih rendah, dan tidak dapat mengembungkan pipi pada sisi lumpuh.

INTERPRETASI:
Kelumpuhan NVII Tipe UMN, bila kelumpuhan hanya terdapat pada daerah mulut (m.
orbicularis oris). Tipe LMN, bila kelumpuhan terjadi baik pada daerah mulut maupun pada
mata (m. orbicularis oculi) dan dahi (m. frontalis).

11. PENILAIAN KEKUATAN OTOT TEMPORAL DAN MASSETER (NERVUS


KRANIALIS V: NERVUS TRIGEMINUS MOTORIK
- Klien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin.
- Pemeriksa meraba m. masseter dan m. temporalis.
- Perhatikan besar, tonus, serta kontur (bentuk) otot tersebut.
- Kemudian pasien diminta membuka mulut.
- Perhatikan apakah ada deviasi rahang bawah.

INTERPRETASI:
Bila ada paresis, maka rahang bawah akan berdeviasi ke arah yang lumpuh. Kadang-kadang
sulit menetukan adanya deviasi.
Maka diperlukan alternatif lain;
1. Digunakan garis antara kedua gigi insisivus (gigi seri) sebagai patokan.
2. Perhatikan kedudukan gigi insisivus atas dan bawah waktu mulut tertutup, dan perhatikan
kedudukannya waktu mulut dibuka, apakah ada deviasi. Hal ini perlu dilakukan bila
terdapat pula paresis nervus VII.

12. PENILAIAN SENSASI WAJAH (NERVUS KRANIALIS V: NERVUS TRIGEMINUS


SENSORIK
- Sensibilitas yang harus diperiksa ialah sensibilitas kulit dan mukosa dalam kawasan nervus
trigeminus.
- Modalitas sensorik yang diperiksa meliputi rasa nyeri, panas, dingin dan raba.
- Dilakukan perbandingan di antara setiap cabang N. V yaitu pada cabang oftalmikus,
maksillaris dan mandibula. Dan membandingkannya dengan cabang N.V kontralateral.

INTERPRETASI:
Hipestesia, parestesia dan anestesia harus diselidiki batas-batasnya dengan jelas. Pada adanya
neuralgia, klien dapat menyatakan bahwa sentuhan atau penekanan daerah wajah tertentu
dapat disusul dengan bangkitnya nyeri. Tempat itulah yang disebut sebagai trigger point.

13. PENILAIAN PERGERAKAN WAJAH (NERVUS KRANIALIS V dan VII: NERVUS


TRIGEMINUS DAN FASIALIS MOTORIK
CATATAN: Pemeriksaan yang dilakukan pada sesi ini sama pada saat melakukan
pemeriksaan kesimetrisan wajah dan penilaian kekuatan m. masetter, m. temporalis, m.
pterigoideus.

14. PENILAIAN INDRA PENGECAPAN (NERVUS KRANIALIS VII DAN IX: NERVUS
FASIALIS SENSORIK DAN NERVUS GLOSOFARINGEUS SENSORIK
- Pemeriksa menulis rasa larutan yang disediakan.
- Meminta penderita menjulurkan lidah.
- Mengeringkan lidah dengan tissue.
- Meminta penderita tutup mata dan meneteskan larutan yang telah disediakan.
- Larutan yang diberikan yaitu gula, kina, asam sitrat atau garam.
- Meminta penderita buka mata, tetap menjulurkan lidah, dan menunjuk rasa larutan yang
telah tertulis di kertas.

INTERPRETASI
Kerusakan nervus VII, sebelum percabangan khorda timpani dapat menyebabkan ageusi
(hilangnya pengecapan) pada 2/3 lidah bagian depan. Kerusakan pada atau di atas nervus
petrosus major dapat menyebabkan kurangnya produksi air mata, dan lesi khorda timpani
dapat menyebabkan kurangnya produksi ludah.

15. PENILAIAN KEMAMPUAN MENELAN (NERVUS KRANIALIS IX, DAN X)


- Klien diminta untuk duduk atau baring dengan posisi kepala minimal ditinggikan sekitar
45 derajat.
- Klien diminta memakan makanan padat, lunak dan menelan air.
- Perhatikan apakah ada salah telan (keselak, disfagia)

INTERPRETASI:
Kelumpuhan N IX dan X dapat menyebabkan disfagia. Sering dijumpai pada hemiparesis
dupleks, yang disebut juga sebagai kelumpuhan pseudo-bulber. Persarafan N. IX dan x adalah
bilateral, karenanya kelumpuhan supranuklear baru terjadi bila ada lesi bilateral.

16. INSPEKSI PALATUM (NERVUS KRANIALIS IX, DAN X)


- Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada klien.
- Klien diminta membuka mulut.
- Perhatikan falatum molle dan faring.
- Bagaimana sikap palatum molle, arkus faring dan uvula dalam keadaan istirahat.
- Dan bagaimana pula bila bergerak, misalnya waktu bernafas atau bersuara (suruh penderita
menyebut: aaaaa)

INTERPRETASI:
Bila terdapat paresis otot-otot faring dan falatum molle, maka palatum molle, uvula, dan
arkus faring sisi yang lumpuh letaknya lebih rendah daripada yang sehat dan bila bergerak,
uvula dan arkus seolah-olah tertarik ke bagian yang sehat. Bila terdapat parese di kedua belah
pihak, maka tidak didapatkan gerakan dan posisi uvula dan arkus faring lebih rendah.

17. PENILAIAN OTOT STERNOMASTOID DAN TRAPEZIUS


a. Otot Sternomastoid
Perhatikan keadaan otot sternokleidomastoideus dalam keadaan istirahat dan
bergerak. Dalam keadaan istirahat, pemeriksa dapat melihat kontur otot ini.
Bila terdapat paresis perifer akan dijumpai adanya atrofi. Pada lesi nuklear
(misalnya pada ALS) bisa didapatkan adanya fasikulasi (kedutan)
Lakukan palpasi dan otot tersebut. Pada miositis dapat ditemukan adanya nyeri
tekan.
Nilai kekuatan otot dengan:
o Klien diminta untuk menggerakkan bagian badan (persendian) yang
digerakkan oleh otot yang ingin diperiksa, pemeriksa menahan gerakan
ini.
o Gerakkan bagian badan klien dan suruh untuk menahannya. Dengan
demikian dapat diperoleh kesan mengenai kekuatan otot.
Untuk megukur tenaga otot sternokleidomastoideus dapat dilakukan dengan:
Meminta klien menoleh misalnya ke kanan, kemudian pemeriksa menahan
dengan tangan yang ditempatkan pada dagu. Dengan demikian dapat dinilai
kekuatan otot sternokleidomastoideus kiri.
Bandingkan kekuatan otot kiri dengan kanan
b. Otot Trapezius
Perhatikan keadaan otot ini dalam keadaan istirahat dan bergerak. Apakah ada
atrofi atau fasikulasi? Bagaimana kontur otot?
Bagaimana posisi bahu, apakah lebih rendah? Pada kelumpuhan otot trapezius
bahu sisi yang sakit lebih rendah daripada sisi yang sehat. Skapula juga beranjak
ke lateral dan tampak agak menonjol.
Palpasi otot trapezius untuk melihat konsistensinya, adanya nyeri tekan (miositis)
serta adanya hipotoni.
Periksa tenaga otot, dengan jalan:
Tempatkan tangan pemeriksa di atas bahu klien. Kemudian klien diminta
mengangkat bahunya, dan pemeriksa menahan.
Dengan demikian dapat dinilai kekuatan otot tersebut dan bandingkan kiri dan
kanan
Nilai kontur otot dan perkembangan otot.
Klien diminta untuk mengeskstensikan kepalanya, dan gerakan ini ditahan oleh
pemeriksa. Jika terdapat kelemahan otot trapezius satu sisi, kepala tidak dapat
ditarik ke sisi tersebut, bahu tidak dapat diangkat dan lengantidak dapat dielevasi
ke atas dari posisi horizontal. Pada kelumpuhan kedua otot ini kepala cenderung
jatuh ke depan, dan penderita tidak dapat mengangkat dagunya.
18. LIDAH, INSPEKSI SAAT ISTIRAHAT
Klien disuruh membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan istirahat :
besar lidah, kesamaan bagian kiri dan kanan, atrofi, berkerut, dan fasikulasi.

19. LIDAH, INSPEKSI DAN PENILAIAN SISTEM MOTORIK
Klien disuruh menjulurkan lidah untuk memeriksa adanya paresis:
o Perhatikan apakah ada tremor dan fasikulasi.
o Perhatikan apakah ada deviasi lidah ke satu sisi. Sebagai patokan dapat
dipakai garis diantara kedua seri (incisivus). Bila ada paresis satu sisi,
lidah berdeviasi ke sisi paresis.
o Meminta klien menyentuhkan lidah ke pipi kiri dan kanan. Saat
bersamaan, tangan pemeriksa ditempatkan di pipi sisi luar untuk
merasakan kekuatan sentuhan lidah penderita.
Meminta klien mengucapkan huruf R atau kata-kata yang mengandung huruf R,
misalnya ular lari lurus. Pemeriksaan ini untuk menilai apakah ada disartria (cadel
atau pelo)

20. INSPEKSI: POSTUR, HABITUS, GERAKAN INVOLUNTER


Inspeksi:
1. Minta pasien berdiri dengan santai.
2. Nilai postur tubuh pasien dan kontur otot. Amati tanda-tanda adanya hipertrofi
maupun atrofi otot.
3. Nilai adanya gerakan involunter seperti tremor, fasikulasi dan gerakan koreiform.

21. PENILAIAN TONUS OTOT


Mintalah klien berbaring dengan santai.
Alihkanlah perhatian klien dengan mengajaknya berbicara.
Gunakan kedua tangan untuk menggerakkan lengan bawah klien di sendi siku secara
pasif, lakukan berulang kali secara perlahan dan kemudian secara cepat
Nilai tahanan yang dirasakan sewaktu menekukkan dan meluruskan tangan
Lakukanlah pemeriksaan juga pada sendi lutut, pada anggota gerak kanan dan kiri
Cara pemeriksaan lain: Lakukan fleksi dan ekstensi pada sendi siku, lutut,
pergelangan tangan dan kaki.

22. PENILAIAN KEKUATAN OTOT


Meminta klien berbaring, kemudian pemeriksa berdiri disamping kanan tempat tidur
klien. Suruhlah klien mengangkat kedua lengan ke atas sampai melewati kepala.
Nilailah kekuatan lengan dengan membandingkan kiri dan kanan. Kelemahan dapat
dilihat bila lengan yang satu lebih berat atau lebih lambat bergerak dibandingkan
lengan yang lainnya.
Berikan tahanan ringan sampai berat pada lengan klien dan nilailah besar kekuatan
yang dimilki oleh klien.
Hal yang sama dilakukan pada kedua tungkai.
Interpretasi : Kekuatan otot dinilai dalam derajat :
o 5 : Kekuatan normal Seluruh gerakan dapat dilakukan berulang-ulang tanpa
terlihat adanya kelelahan
o 4 : Seluruh gerakan otot dapat dilakukan dengan benar dan dapat melawan tahan
ringan dan sedang dari pemeriksa
o 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat
o 2 : Di dapatkan gerakan tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
o 1 : Kontraksi minimal dapat terasa atau teraba pada otot yang bersangkutan tanpa
mengakibatkan gerakan
o 0 : Tidak ada kontraksi sama sekali. Paralisis total.

23. INSPEKSI CARA BERJALAN


Posisikan penderita dengan nyaman dan berdiri tegak lurus.
Penderita diminta untuk berjalan
Perhatikan panjang langka dan lebar jarak kedua telapak kaki
penderita.
Kelainan cara berjalan :
o Cerebellar Gait
Pada kelainan sereberum terlihat rentang kaki yang lebar, langkah tidak
mantap dan regular, serta adanya belokan. Selain itu langkah yang terjadi
tidak seperti yang diperkirakan, terkadang lebih pendek atau jauh. Pasien
mengkompensasi dengan memendekkan langkahnya atau menjaga kedua
kakinya tetap di tanah. 2
Pada ataksia cerebellar, ketidakseimbangan dan goyangan batang tubuh
menjadi lebih terlihat saat pasien berdiri dari duduknya atau mengubah arah
jalan. Pasien ataxia cerebellar tidak memiliki keluhan ketidakseimbangan
atau vertigo.Pada pasien ini terdapat tanda Romberg. Pola jalan cerebellar
terjadi pada multiple sclerosis, tumor serebelar(terutama pada vermmis),
stroke, dan degenerasi cerebellum
o Gaya Berjalan Mabuk/Terhuyung-huyung
Gaya berjalan ini terlihat pada orang yang sedang mabuk akibat alcohol, obat
sedatif, dan antiepilepsi. Orang yang mabuk tersebut berjalan sempoyongan,
sedikit maju mundur, dan setiap gerakan seakan-akan kehilangan keseimbangan.
Pada kondisi ini juga tidak terdapat control batang tubuh dan kaki yang baik,
sehingga terlihat langkahnya ireguler dan tidak pasti.
o Foot-Drop Gait (Equine/Steppage Gait)
Gaya berjalan foot drop disebabkan paralisis otot pretibial dan peroneal.
Akibatnya terjadi ketidak mampuan untuk melakukan dorsofleksi kaku. Pada
saat berjalan terlihat fleksi paha yang berlebihan, langkah yang sama, dan jempol
yang menapak tanah. Gaya berjalan ini dapat disebabkan oleh kerusakan saraf
peroneal atau L5
o Gaya Berjalan Hemiplegik/Paraplegik
Pada hemiplegia tidak terjadi fleksi yang bebas pada paha, lutut, dan engkel.
Tungkai cenderung melakukan sirkumduksi, sedangkan kaki seperti
menggores lantai.
Pada paraplegic tungkai, terlihat tungkai kaku dan lambat, serta adanya
hambatan gerak dip aha dan lutut. Tungkai sedikit mengalami ekstensi dan
paha sangat teradduksi. Langkah regular dan pendek. Pasien memerlukan
usaha keras untuk maju

o Gaya Berjalan Parkinsonism


Pada parkinsonism ciri utama gaya berjalan adalah adanya akselerasi yang
involunter. Ciri lainnya adalah hilangnya ayunan tangan, terhenti saat ada
hambatan di jalan, tergesa-gesa saat memulai langkah. Untuk membantu
diagnosis dapat mencari ciri parkinsonism lainnya, yaitu tremor, dan ekspresi
wajah mask-like.

24. SHALLOW KNEE BEND


Pasien diminta untuk berdiri dengan posisi kedua tangan bertumpu pada meja atau kursi
dengan kaki selebar bahu.
Perlahan-lahan lutut ditekuk sehingga posisi berubah menjadi setengah berjongkok.
Pastikan lutut tidak bergerak di depan jari-jari kaki.
Pasien kemudian diminta untuk merendahkan posisi sekitar 15 cm dengan posisi tumit
tetap di lantai.
Pasien lalu diminta untuk kembali ke posisi semula secara perlahan-lahan. Pemeriksaan
ini dilakukan jika pasien dalam keadaan merasa sakit yang sangat minimal. Jika pasien
tidak memiliki kelainan yang parah pada lutut dan tidak merasakan sakit, bisa dilakukan
8-12 kali pengulangan.

25. TES ROMBERG


Untuk melakukan tes romberg pasien diminta untuk berdiri dengan kedua tungkai rapat atau saling
menempel. Kemudian pasien disuruh untuk menutup matanya. Pemeriksa harus berada di dekat pasien
untuk mengawasi bila pasien tiba tiba terjatuh. Hasil romberg positif bila pasien terjatuh.
Pasien dengan gangguan serebelum akan terjatuh atau hilang keseimbangan pada saat berdiri
meskipun dengan mata terbuka.
Pasien yang memiliki gangguan propioseptif masih dapat mempertahankan keseimbangan
menggunakan kemampuan sistem vestibular dan penglihatan.
Pasien ataxia dengan gangguan serebelum murni akan menghasilkan tes romberg negatif.

26. ROMBERG DIPERTAJAM


Untuk melakukan tes romberg pasien diminta untuk berdiri dengan tumit kaki pertama bertemu
dengan ujung jari kaki kedua. Kemudian pasien disuruh untuk menutup matanya. Pemeriksa harus berada
di dekat pasien untuk mengawasi bila pasien tiba tiba terjatuh. Jika pada keadaan mata terbuka pasien
jatuh, kemungkinan kelainan pada serebelum. Jika pada mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi,
kemungkinan kelainan pada system vestibuler atau proprioseptif.

27. TES TUNJUK HIDUNG


Tes tunjuk jari ke hidung dilakukan dengan meminta pasien untuk menyentuh hidungnya dan jari
pemeriksa secara berganti-ganti secara cepat, setepat dan selancar mungkin. Pemeriksa mempertahankan
jarinya dengan jarak satu lengan dari pasien. Pasien diminta menyentuh jari pemeriksa dan kemudian
menyentuh hidungnya. Prosedur ini diulang beberapa kali, setelah itu pasien diminta melakukan
pemeriksaan ini dengan mata tertutup.
HASIL : Pasien dengan gangguan serebelum secara terus menerus melewati sasarannya, suatu
keadaan yang disebut dengan past pointing. Disamping itu mereka juga mungkin mengalami tremor ketika
jari mendekati sasarannya (intention tremor).

28. TES TUMIT LUTUT


Tes tumit ke lutut dilakukan pada pasien dalam posisi berbaring terlentang. Pasien disuruh
menggeserkan tumit kaki kanan menuruni tulang kering kaki kiri, dengan dimulai dari lutut. Lakukan
pada kaki sebaliknya.
HASIL: dalam keadaan normal akan terlihat suatu gerakan yang halus dan lancar, dengan tumit tetap
berada di tulang kering. Pada pasien dengan penyakit serebelum, tumitnya bergoyang-goyang dari sisi ke
sisi.

29. DISDIADOKOKINESIS
Pasien diminta untuk menggerakkan kedua tangannya bergantian pronasi dan supinasi dalam posisi
siku diam dengan cepat. Pemeriksaan ini dilakukan baik dengan mata terbuka. Pada pasien dengan
gangguan serebelum atau lobus frontalis, gerakan pasien akan melambat atau menjadi kikuk.

30. TES FUKUDA


Pemeriksa berada di belakang pasien, tangan diluruskan ke depan, mata pasien ditutup. Kemudian
pasien diminta berjalan ditempat 50 langkah.
Tes fukuda dianggap tidak normal bila terdapat deviasi ke satu sisi > 30o atau maju/mundur > 1
meter. Tes fukuda menunjukkan lokasi kelainan di sisi kanan atau kiri.

31. PAST POINTING TEST


Pasien diminta duduk dan mengangkat satu tangan dengan jari mengarah ke atas. Jari pemeriksa
diletakkan di depan pasien. Pasien diminta dengan ujung jarinya menyentuh ujung jari pemeriksa
beberapa kali dengan mata terbuka. Setelah itu lakukan dengan cara yang sama dengan mata tertutup.
Ketika mata tertutup, jari pasien akan deviasi ke arah lesi, menunjukan kelainan di vestibular. Ketika
terjadi hipermetri atau hipometri, menunjukkan kelainan serebelar.

32. NYSTAGMUS
Pasien disuruh melirik terus ke satu arah(misalnya ke kanan, ke kiri, ke atas, bawah) selama
jangkawaktu 5 atau 6 detik. Jika ada nistagmus hal ini akan terlihat dalam jangka waktu tersebut.

Yang perlu diperhatikan:


1. Jenis gerakannya : penduler(gerakan alternating balik yang sama cepatnya), ada komponen cepat
dan lambat,jerk nystagmus. Jerk nystagmus ini dapat horizontal atau vertical atau rotatoar
(gerak putar alternating balik) Nistagmus penduler (komponen gerak sama cepatnya) dapat
dijumpai pada penderita dengan visus yang buruk sejak dari bayi, kelainan di macula, koriotenitis,
kekeruhan media mata, albinisme, atau merupakan kelainan herediter (dengan visus yang baik)
2. Bidang gerakanya: horizontal, vertical, rotatoar atau campuran.
3. Frekuensinya: (cepat atau lambat)
4. Amplitudonya (besar atau kecil, kasar atau halus)
5. Arah gerakanya yaitu arah dari komponen cepatnya. Bila dikatakan nistagmus horizontal kanan,
ini berarti komponen cepatnya ialah ke horizontal kanan. Sebetulnya lesi berada di sebelah
komponen lambatnya,. Karena komponen lambat inilah yang esensial pada nistagmus. Timbulnya
nistagmus ialah karena lemahnya mata untuk mengadakan deviation conjugee yang volunter.
6. Derajatnya :
derajat I: nistagmus muncul bila melirik kea rah komponen cepat;
Derajat II: juga ada jika melihat ke depan;
derajat III: juga ada bila melirik ke arah komponen lambat.
7. Lamanya : apakah menetap(permanen), atau berlalu(menghilang setelah beberapa waktu, hari atau,
minggu).

Di samping itu perlu pula diselidiki hal berikut:


Apakah nistagmusnya fisiologis atau patologis, end position nystagmus dapat fisiologis
Apakah congenital atau didapat (acquired)
Apakah vestibuler (perifer, yaitu kelainannya pada = labirin, nervus VIII) atau sentral.
Apakah ada nistagmus sikap (nistagmus posisional, positional nystagmus) ialah nistagmus yang
terjadi atau bertambah hebat pada posisi tertentu dari kepala. Nistgmus vestibular adalah nistagmus
yang disertai rasa puyeng (vertigo). Pada kerusakan di labirin terjadi nistagmus dengan komponen
cepat ke arah kontralateral dari lesi, Nistagmus vestibuler biasanya tidak menetap, menghilang
setelah beberapa waktu, nistagmus sentral dapat menetap dan berlalu (menghilang setelah beberapa
waktu). Nistagmus vestibular dapat bersifat horizontal dan horizontal rotatoar. Nistagmus
horizontal dapat bersifat vertical atau rotatoar. Nistagmus vertical menunjukan adanya lesi di
batang otak, yaitu di daerah mesensefalon atau medulla oblongata. Nistagmus horizontal dapat
terlihat pada lesi di tegmentum pons dan mesensefalon. Nistagmus horizontal-rotatoar atau rotatoar
dapat dijunpai pada lesi di medulla oblongata(siringobulbi, sindrom wellenberg).

33. TANDEM GAIT


Penderita diminta berjalan pada satu garis lurus di atas lantai, dengan cara menempatkan
satu tumit langsung di depan ujung jari kaki yang berlawanan, baik dengan mata terbuka
atau tertutup.

34. REBOUND TEST


Penderita diminta adduksi pada bahu, fleksi pada siku dan supinasi lengan bawah, siku
difiksasi/diletakkan pada meja periksa/alas lain.
Kemudian pemeriksa menarik lengan bawah tersebut dan penderita diminta menahannya.
Kemudian dengan mendadak pemeriksa melepaskan tarikan tersebut tetapi sebelumnya
lengan lain harus menjaga muka dan badan pemeriksa supaya tidak terpukul oleh lengan
penderita sendiri bila ada lesi cerebellum.

35. PENILAIAN SENSASI NYERI


Alat: jarum berujung tajam dan tumpul.
Cara pemeriksaan:
i. Mata penderita ditutup
ii. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum pada dirinya sendiri.
iii. Tekanan terhadap kulit penderita seminimal mungkin, jangan sampai menimbulkan
perlukaan.
iv. Rangsangan terhadap terhadap kulit dilakukan dengan ujung runcing dan ujung
tumpul secara bergantian. Penderita diminta menyatakan sensasinya sesuai yang
dirasakan. Penderita jangan ditanya: apakah anda merasakan ini atau apakah ini
runcing?
v. Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral tetapi
sama (misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri)
vi. Penderita juga diminta menyatakan apakah terdapat perbedaan intensitas ketajaman
rangsang di derah yang berlainan.
vii. Apabila dicurigai daerah yang sensasinya menurun/meninggi maka rangsangan
dimulai dari daerah tadi ke arah yang normal.
viii. Pemeriksaan sensasi nyeri tekan

36. PENILAIAN SENSASI SUHU


Alat: tabung berisi air bersuhu 5-10C untuk sensasi dingin dan air 40-45C untuk
sensasi panas.
Cara pemeriksaan:
i. Pasien lebih baik dalam posisi berbaring.
ii. Mata penderita tertutup.
iii. Tabung dingin / panas terlebih dahulu dicoba terhadap diri pemeriksa.
iv. Tabung ditempelkan pada kulit penderita, dan penderita diminta untuk menyatakan
apakah terasa dingin atau panas.
v. Sebagai variasi, penderita dapat diminta untuk menyatakan adanya rasa hangat. Pada
orang normal, adanya perbedaan suhu 2-5o C sudah mampu untuk mengenalinya.

37. PENILAIAN SENSASI RABA HALUS


i. Memilih dengan benar alat yang akan digunakan.
ii. Memberikan rangsangan secara ringan tanpa memberi tekanan jaringan subkutan.
iii. Meminta penderita untuk menyatakan YA atau TIDAK pada setiap perangsangan.
iv. Meminta penderita untuk menyebutkan daerah yang dirangsang.
v. Meminta penderita untuk membedakan dua titik yang dirangsang.

38. PENILAIAN SENSIBILITAS PROPRIOSEPTIF


Rasa gerak & rasa sikap / posisi
i. Mata pasien terbuka, tunjukkan pemeriksaan apa yang akan dikerjakan
ii. Pegang falang distal pasien diantara 2 jari pemeriksa
iii. Gerakkan jari pasien, pastikan jari-jari pemeriksa berada 90 terhadap arah gerakan,
ilustrasikan jari mana yang ke atas dan jari mana yang ke bawah
iv. Minta pasien memejamkan kedua matanya
v. Gerakkan salah satu jari pasien secara pasif, dengan cara memegang jarinya pada
bagian lateral dan usahakan tidak menyentuh jari yang lainnya.
vi. Tanyakan apakah pasien dapat merasakan gerakan tersebut serta mengetahui arahnya

Pemeriksaan rasa getar


i. Getarkan garpu tala (128 Hz)
ii. Tempatkan pada ibu jari, maleolus lateral dan medial kaki, tibia, spina iliaka anterior
superior, sakrum, prosesus spinosus vertebra, sternum, kalvikula, prosesus stiloideus
radius, ulna dan jari-jari
iii. Tanyakan apakah pasien merasa getarannya dan ia disuruh memberitahukan apabila
ia mulai tidak merasakan getaranya lagi
iv. Bila getaran mulai tidak dirasakan, garpu tala kita pindahkan ke pergelangan atau
sternum atau kalvikula atau bandingkan dengan jari pemeriksa

Pemeriksaan rasa tekan dalam


i. Menekan kulit pasien dengan jari atau dengan benda tumpul
ii. Tanyakan pada pasien apakah ia merasakan tekanan tersebut dan suruh pasien untuk
menetukan lokasinya.

39. PENILAIAN SENSASI DISKRIMINATIF


Syarat pemeriksaan ini adalah fungsi sensorik primer (raba, posisi) harus baik dan tidak
ada gangguan tingkat kesadaran, kadang-kadang ditambah dengan syarat harus mampu
memanipulasi objek atau tidak ada kelemahan otot-otot tangan (pada tes barognosis)

Two point tactile discrimination


Gangguan ini diperiksa dengan dua rangsangan tumpul pada dua titik di anggota gerak
secara serempak, bisa memakai jangka atau calibrated two point esthesiometer. Pada anggota
gerak atas biasanya diperiksa pada ujung jari. Orang normal bisa membedakan dua
rangsangan pada ujung jari bila jarak kedua rangsangan tersebut lebih besar dari 3 mm.
Ketajaman menentukan dua rangsangan tersebut sangat bergantung pada bagian tubuh yang
diperiksa, yang penting adalah membandingkan kedua sisi tubuh.

Graphestesia
Pemeriksaan graphesthesia dilakukan dengan cara menulis beberapa angka pada bagian
tubuh yang berbeda-beda dari kulit penderita. Pasien diminta mengenal angka yang
digoreskan pada bagian tubuh tersebut sementara mata penderita ditutup. Besar tulisan
tergantung luas daerah yang diperiksa. Alat yang digunakan adalah pensil atau jarum tumpul.
Bandingkan kanan dengan kiri.

Stereognosis = Astereognosis
Diperiksa pada tangan. Pasien menutup mata kemudian diminta mengenal sebuah benda
berbentuk yang ditempatkan pada masing-masing tangan dan merasakan dengan jari-jarinya.
Ketidakmampuan mengenal benda dengan rabaan disebut sebagai tactile anogsia atau
astereognosis. Syarat pemeriksaan, sensasi proprioseptik harus baik.

40. PENILAIAN TINGKAT KESADARAN DENGAN SKALA KOMA GLASGOW (GCS)


Jenis pemeriksaan Nilai
E - Eye opening (respon buka mata)
1. Spontan 4
2. Terhadap suara 3
3. Terhadap nyeri 2
4. Tidak ada respon 1
M Movement (respon motorik)
1. Mengikuti perintah 6
2. Melokalisir nyeri 5
3. Fleksi normal (menarik 4
4. Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
5. Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
6. Tidak ada respons (flaccid) 1
V Verbal (respons verbal)
1. Berorientasi baik 5
2. Berbicara mengacau (bingung) 4
3. Kata-kata tidak teratur 3
4. Suara tidak jelas 2
5. Tidak ada respon 1

41. PENILAIAN ORIENTASI


Tanyakan hal-hal sebagai berkut:
1. Orientasi terhadap orang, seperti menanyakan nama, usia tanggal lahir,dan apakah ia
mengenal orang disekitarnya.
2. Orientasi tempat seperti dimana dia berada sekarang, apa nama tempat,dan di kota mana
dia sekarang.
3. Orientasi waktu, menanyakan hari apa sekarang, tanggal berapa, bulan apa. Namun
kadang kadang ada yang membuat kesalahan mengenai tanggal dan hari

42. PENILAIAN KEMAMPUAN BERBICARA DAN BERBAHASA SERTA PENILAIAN


AFASIA
1. Kelancaran bicara: Bicara spontan, lancar tidak tertegun untuk mencari kata yang
diinginkan. Minta pasien menyebutkan nama hewan sebanyak-banyaknya selama 1
menit.
2. Pemahaman bahasa lisan: Ajak pasien bercakap-cakap dan nilai pemahamannya terhadap
kalimat. Minta pasien melakukan apa yang kita perintahkan mulai dari yang sederhana
sampai yang sulit.
3. Repetisi: Mintalah pasien untuk mengulangi apa yang kita ucapkan mulai dari kata hingga
kalimat.
4. Menamai: Mintalah pasien untuk menyebutkan dengan cepat dan tepat nama objek yang
kita tunjukkan

43. PENILAIAN DAYA INGAT


1. Memori Segera: Minta pasien untuk mengulangi angka-angka yang disebutkan pemeriksa,
dimulai dari 2 angka, kemudian 3 angka, dan seterusnya.
2. Memori Baru, jangka pendek: Sama dengan pemeriksaan orientasi.
3. Memori Visual: Minta pasien melihat pemeriksa menyembunyikan 5 benda kecil di sekitar
pasien. Selang 5 menit kemudian pasien ditanyai benda apa yang disembunyikan dan
dimana lokasinya.
44. PENILAIAN KONSENTRASI
- Pemeriksaan status mental mini/ Mini mental state examination(MMSE)
MMSE merupakan salah satu penilaian skrining kognitif yang sering digunakan karena
pemeriksaanya yang cepat dan mudah untuk dilakukan. Cara pemeriksaanya termasuk
ditanyakan beberapa pertanyaan terkait atensi,orientasi, memori(daya ingat), kalkulasi dan
bahasa. Skor penilaian adalah berdasarkan jumlah poin total yaitu 30, dan kelainan
didapatkan berdasarkan indikasi total skor sebanyak 24 atau kurang. Spesifisitas (96%),
sensitivitas (64%) didapatkan pada tes ini
45. PENILAIAN REFLEK TENDON
a. Refleks Bisep : extremitas superior
Biseps Pees Refleks (BPR)
Pusat: C5 C6
Cara:
- Lengan bawah penderita semifleksi
- Tempatkan ibu jari di atas tendon otot biseps ketok
- Jawaban: fleksi lengan bawah

Refleks biseps
b. Refleks Triseps : extremitas superior
Triseps Pees Refleks (TPR)
Pusat: C6 C8
Cara:
- Lengan penderita semifleksi
- Ketok insersio tendon m. triseps (atas olekranon)
- Jawaban: lengan bawah ekstensi

Refleks Triseps
c. Refleks Kuadrisep Femoris : extremitas inferior
= Knee Pees Refleks (KPR)
= Refleks Patella
Pusat: L2, L3, L4
Cara:
- Tungkai di fleksi gantungkan
- Ketok tendon m. kuadriseps femoris (bawah patella)
- Jawaban: kontraksi m. kuadriseps femoris ekstensi tungkai
Refleks patella (KPR)

d. Refleks Tendon Achilles extr. inferior


= Achilles Pees Refleks (APR)
= Refleks Triseps Sure
Pusat: S1, S2
Cara:
- Tungkai bawah fleksi sedikit
- Dorsofleksikan kaki (pegang ujung jari-jari)
- Ketok tendon Achilles
- Jawaban: kontraksi m. triseps sure/ plantarfleksi kaki

Reflaks Tendon Achilles (APR)

46. REFLEK ABDOMINAL


- Refleks Dinding Perut Superfisial
- Cara: gores dinding perut dengan gagang hammer secara cepat
- Respon: kontraksi m. rektus abdominalis
- Lengkung: melibatkan neuron supra-segmental
- Kerusakan neuron suprasegmental (UMN) : refleks (-)
- Refleks superfisial dinding perut (-) normal pada: wanita hamil, gemuk, lanjut usia,
bayi s/d 1 tahun.
Refleks Dinding Perut Superfisialis

47. HOFFMAN-TROMNER : extremitas superior


Cara:
o Pegang pangkal jari tengah, fleksikan
o Gores kuat ujung jari tengah
Respon: fleksi jari telunjuk serta fleksi dan adduksi ibu jari
Positif:
o simetris : belum tentu patologis
o asimetris : patologis (Lesi Piramidalis [UMN])

Refleks Hoffman Tromner

48. REFLEK PLANTAR (BABINSKI).


- Refleks Babinski : extremitas inferior
Cara:
o Pasien baring, tungkai diluruskan
o Pegang pergelangan kaki
o Gores dengan pelan telapak kaki bagian lateral mulai tumit sampai pangkal jari
(gunakan gagang hammer)
Respon: dorsofleksi ibu jari kaki dan mekar jari lainnya
Respon Babinski timbul oleh:
o Cara Chaddock : rangsang diberikan dengan jalan menggoreskan bagian lateral
maleolus
o Cara Gordon : memencet (mencubit) otot betis
o Cara Oppenheim : mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior. Arah mengurut
ke bawah (distal)
o Cara Gonda : memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepas-kannya
sekonyong-konyong
o Cara Schaefer : memencet (mencubit tendon Achilles
o Rossolime : kaki bagian atas di ketuk (sekitar pangkal/proksimal jari tengah-telunjuk)
o Mendel : telapak kaki diketuk (sekitar pangkal/proksimal jari tengah-telunjuk)

49. SNOUT REFLEX


CARA PEMERIKSAAN :
- Mintalah klien berbaring telentang atau duduk dengan santai.
- Stimulasi klien dengan melakukan perkusi pada bibir atas

INTERPRETASI :
Refleks positif (+), bila bibir atas dan bawah menjungur atau kontraksi otot-otot di sekitar
bibir atau di bawah hidung. Refleks ini ditemukan pada penyakit-penyakit yang mengenai
lobus frontalis seperti demensia, ensefalopati metabolik, trauma kepala tertutup dan
hidrosefalus.

50. REFLEKS MENGHISAP/ROOTING REFLEX


CARA PEMERIKSAAN :
Stimulasi klien dengan memberikan sentuhan pada bibir/ menyentuhkan sesuatu benda pada
bibir

INTERPRETASI :
Refleks positif (+), bila stimulasi tersebut menimbulkan gerakan bibir, rahang bawah seolah-
olah menetek. Refleks ini ditemukan pada penyakit-penyakit yang mengenai lobus frontalis
seperti demensia, ensefalopati metabolik, trauma kepala tertutup dan hidrosefalus.

51. PALMAR REFLEX/MENGGENGGAM


Refleks ini merupakan hal normal pada bayi sampai usia kira-kira 4 bulan. Pada orang
normal, bila telapak tangan digores kira tidak mendapatkan gerakan fleksi jari-jari, tapi
kadang terjadi fleksi enteng.
Dalam keadaan patologis, misalnya pada lesi di lobus frontalis, didapatkan fleksi jari yang
nyata. Penggoresan telapak tangan mengakibatkan tangan digenggamkan dan menggenggam
alat yang digunakan sebagai penggores. Refleks ini disebut sebagai reflex genggam, reflex
ini terdiri dari fleksi ibu jari dan jari lainnya sebagai jawaban dari rangsang taktil.

52. REFLEKS GLABELLA


Pukulan singkat pada glabella atau sekitar daerah supraorbital mengakibatkan kontraksi
singkat kedua otot orbicularis okuli. Pada lesi perifer nervus fasialis, reflex ini berkurang
atau negative, sedangkan pada sindrom Parkinson reflex ini sering meninggi. Pusat reflex
ini terletak di pons.

53. REFLEKS PALMOMENTAL


CARA PEMERIKSAAN :
Lakukan stimulasi dengan goresan ujung pensil atau ujung gagang palu refleks terhadap kulit
telapak tangan bagian tenar

INTERPRETASI : Refleks positif (+), bila terdapat kontraksi pada muskulus mentalis dan
orbikularis oris ipsilateral. Refleks ini ditemukan pada penyakit-penyakit yang mengenai
lobus frontalis seperti demensia, ensefalopati metabolik, trauma kepala tertutup dan
hidrosefalus.

54. INSPEKSI TULANG BELAKANG SAAT ISTIRAHAT


CARA PEMERIKSAAN:
Minta pasien untuk membuka bajunya dan minta pemeriksa untuk berdiri dengan posisi
tubuh yang alami. Pemeriksa memeriksa kurvatura tulang belakang dan simetri batang tubuh
dari pandangan anterior, posterior dan lateral. Lalu pemeriksa berdiri di belakang pasien
untuk memperhatikan setiap perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka.
55. INSPEKSI TULANG BELAKANG SAAT BERGERAK
CARA PEMERIKSAAN:
Minta pasien untuk membuka bajunya dan minta pemeriksa untuk berdiri dengan posisi
tubuh yang alami. Pemeriksa memeriksa kurvatura tulang belakang dan simetri batang tubuh
dari pandangan anterior, posterior dan lateral. Lalu pemeriksa berdiri di belakang pasien
untuk memperhatikan setiap perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Minta pasien untuk
membungkuk ke depan dan pemeriksa memperhatikan kurvatura tulang belakang dan
simetri batang tubuh dari pandangan anterior, posterior dan lateral.

56. PERKUSI TULANG BELAKANG


CARA PEMERIKSAAN:
Dilakukan dengan cara mengetok pada tulang belakang dengan menggunakan permukaan
ulnar kepalan tangan tapi tidak terlalu keras.

INTERPRETASI:
Nyeri didapatkan pada osteoporosis, infeksi atau keganasan.

57. PALPASI TULANG BELAKANG


Melakukan pemeriksaan palpasi pada vertebra
a. Memberikan penekanan ringan pada setiap tingkat vertebra dan menilai adanya nyeri pada
vertebra. Catat hasil penemuan nyeri dan lokasi nyeri
Cervical :
Untuk identifikasi level collumna vertebralis, palpasi processus spinalis T1 (paling
prominen).
Meraba suhu kulit (hangat/ dingin).
Adanya nyeri tekan: anterior, processus spinalis (dari C2 T1).
Adanya spasme otot (m. sternocleidomastoideus)
Penderita diminta menengok ke kiri-kanan, pemeriksa di belakang pasien).
Thoracolumbal :
Sepanjang processus spinalis
adanya bony landmarks.
Diraba suhu kulit.
Adanya nyeri tekan : di antara vertebra lumbalis, pada lumbosacral junction, sendi-sendi
sela iga.
Pembengkakan, gibbus, spasme paraspinal.
b. Menilai adanya step off pada vertebra

Pemeriksaan ROM Vertebra:


Nilai adanya nyeri dan/atau keterbatasan gerak
Nilai adanya spasme, kelemahan, atau atrofi otot
Cervical:
Forward flexion: 0 to 45 degrees
Extension: 0 to 45 degrees
Left Lateral Flexion: 0 to 45 degrees
Right Lateral Flexion: 0 to 45 degrees
Left Lateral Rotation: 0 to 80 degrees
Right Lateral Rotation: 0 to 80 degrees
Thoracolumbal:
Forward flexion: 0 to 90 degrees
Extension: 0 to 30 degrees
Left Lateral Flexion: 0 to 30 degrees
Right Lateral Flexion: 0 to 30 degrees
Left Lateral Rotation: 0 to 30 degrees
Right Lateral Rotation: 0 to 30 degrees

58. MENDETEKSI NYERI DIAKIBATKAN TEKANAN VERTICAL


Tes Khusus
a. Compression Test
Kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas kepala pasien, tekan ke bawah. Pasien dalam
keadaan duduk. Hasil positif bila pasien merasakan nyeri di sepanjang daerah cervical.
b. Distraction Test
Tangan pemeriksa bagian palmar diletakkan di bawah dagu pasien, dan tangan pemeriksa
yang lain diletakkan di bagian occiput pasien. Hasil positif bila pasien merasa lebih
nyaman/enak.

59. Penilaian fleksi lumbal


Tes Khusus
a. Plumb line (dari processus spinosus C7, dengan menggunakan tali bandul untuk
mengetahui keseimbangan tulang belakang seimbang dengan mengukur kesegarisan T1 -
S1)
b. Schober test
- Buat 2 titik di midline lumbal berjarak 10 cm.
- Pasien diminta membungkuk ke depan (fleksi anterior).
- Ukur penambahan jarak kedua titik tersebut indikasikan lumbal Excursion (normal :
> 5 cm)

Gambar Lumbal flexion test/Schobers test.

60. Deteksi kaku kuduk : Brudzinsky 1 dan 2, kerniq dan laseque


A. KAKU KUDUK
1. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien. Mintalah pasien berbaring telentang tanpa bantal.
2 Tempatkan tangan kiri di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan kanan
berada diatas dada pasien.
3. Rotasikan kepala pasien ke kiri dan ke kanan untuk memastikan pasien sedang dalam keadaan
rileks .
4. Tekukkan (fleksikan) kepala pasien secara pasif dan usahakan agar dagu mencapai dada.
5 Melakukan Interpretasi:
Kaku kuduk negatif (normal)
Kaku kuduk positif (abnormal) bila terdapat tahanan atau dagu tidak mencapai dada.
Meningismus apabila pada saat kepala dirotasikan ke kiri, ke kanan, dan di-fleksi-
kan, terdapat tahanan.

B. KERNIGS SIGN
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Fleksikan salah satu paha pasien pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat.
3. Ekstensikan tungkai bawah sisi yang sama pada persendian lutut sampai membuat sudut 135
derajat atau lebih.
4. Lakukan Interpretasi:
Kernigs sign: negatif (= Normal, apabila ektensi lutut mencapai minimal 135 derajat)
Kernigs sign positif (= Abnormal, yaituapabila tidak dapat mencapai 135 derajat atau terdapat
rasa nyeri.
5. Lakukan hal yang sama untuk tungkai sebelahnya dan interpretasikan hasilnya.

C. BRUDZINSKI I
1. Pasien berbaring telentang tanpa bantal kepala. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Letakkan tangan kiri di bawah kepala, tangan kanan di atas dada kemudian lakukan fleksi
kepala dengan cepat kearah dada pasien sejauh mungkin.
3. Lakukan Interpretasi :
Brudzinski I negatif (Normal) bila pada saat fleksi kepala, tidak terjadi fleksi involunter
kedua tungkai pada sendi lutut
Brudzinski I positif (abnormal) bila terjadi fleksi involunter kedua tungkai pada sendi lutut.

D. BRUDZINSKI II
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Fleksikan satu tungkai pada sendi lutut, kemudiansecara pasif lakukan fleksi maksimal pada
persendian panggul, sedangkan tungkai yang satu berada dalam kedaan ekstensi (lurus).
3 Lakukan Interpretasi :Brudzinski II positif (abnormal) bila tungkai yangdalam posisi ekstensi
terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut. Brudzinski II negatif (normal) apabila
tidak terjadi apa-apa.
4 Lakukan hal yang sama untuk tungkai yang satunya. Interpretasikan hasil pemeriksaan Anda.

E. BRUDZINSKI III
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Lakukan penekanan pada kedua os zygomatikus kiri dan kanandengan menggunakan ibu jari
pemeriksa.
3. Lakukan Interpretasi:
Brudzinski III positif (abnormal) apabila terjadi fleksi involunter kedua ekstremitas superior
pada sendi siku. Brudzinski III negatif (normal) apabila tidak terjadi apa-apa saat penekanan
os zygomaticus.

F. BRUDZINSKI IV
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Lakukan penekanan pada symphysis os pubis dengan tangan kanan pemeriksa.
3. Lakukan Interpretasi:
Brudzinski IV positif (abnrmal) apabila terjadi fleksi involunterkedua tungkai pada sendi
lutut. Brudzinski IV negatif (normal) apabila tidak terjadi apa-apa.
61. PENILAIAN FONTANEL
A. INSPEKSI DAERAH KEPALA
Lakukan penilaian pada bagian kepala antara lain :
1 Maulage yaitu tulang tengkorak yang saling menumpuk pada saat lahir, asimetris atau tidak
2 Ada tidaknya caput suksedanum, yaitu edema di kepala, lunak dan tidak berfluktuasi, batasnya
tegas dan menyeberangi sutura dan akan hilang dalam beberapa hari.
3 Ada tidaknya cephal hematoma, yang terjadi sesaat setelah lahir dan tidak tampak pada hari
pertama karena tertutup oleh caput. Akan hilang dalam waktu 2-6 bulan.
4 Ada tidaknya perdarahan, yang terjadi karena pecahnya vena yang menghubungkan jaringan
diluar sinus dalam tengkorak. Batasnya tidak tegas.

B. PALPASI KEPALA
Lakukan palpasi sepanjang garis sutura dan fontanel pada saat bayi duduk dan tenang
1 Nilai ukuran lebarnya
Fontanel bayi normal adalah datar atau sedikit cekung dan berdenyut, namun bayi normal dapat
memperlihatkan penonjolan fontanel saat menangis atau berbaring.
Fontanel anterior/atas berbentuk segi empat dan umumnya berdiameter 5 cm.
Fontanel posterior berbentuk segi tiga dan berdiameter sekitar 1, 25 cm.
Sutura yang berjarak lebar mengindikasikan bayi preterm, moulding yang buruk atau
hydrocephalus.
Sutura dan fontanel yang terlalu cepat menutup sebelum masanya disebut Craniosynostosis.
2 Nilai penonjolannya/cekungannya
Fontanel yang menonjol mengindikasikan peninggian tekanan intra kranial (TIK) pada bayi
misalnya ada meningitis atau hydrocephalus.
Fontanel yang cekung menunjukkan keadaan dehidrasi
3 Apakah fontanel masih terbuka atau sudah tertutup
Fontanel anterior umumnya menutup pada saat bayi berumur 6 8 minggu
Fontanel posterior umumnya menutup pada saat bayi berumur sekitar 18 bulan

62. TANDA PATRICK DAN KONTRA PATRICK


A. TEST PATRICK
- Tempatkan tumit atau malleolus eksterna tungkai klien yang sakit pada lutut tungkai lainnya.
- Lakukan penekanan pada lutut yang difleksikan.
INTERPRETASI: Akan timbul nyeri pada sendi panggul ipsilateral pada saat dilakukan
penekanan pada lutut yang difleksikan tersebut.
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH :
B. TES KONTRA PATRICK
- Lipat tungkai klien yang sakit dan endorotasikan serta aduksikan.
- Lakukan penekanan sejenak pada lutut tungkai tersebut.
INTERPRETASI: Akan timbul rasa nyeri pada garis sendi sakroiliaka bila di situ terdapat suatu
keadaan patologis (arthritis), baik berupa nyeri yang menjalar sepanjang tungkai maupun yang
terbatas pada daerah gluteal atau sacral saja.
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH:

63. TANDA CHVOSTEK


- Jelaskan maksud pemeriksaan kepada klien
- Identifikasi titik dimana akan dilakukan ketokan.
Titik I di bawah processus zygomaticus os temporal, di depan telinga.
Titik II pada pertengahan antara arkus zygomaticus dan sudut mulut.
- Dilakukan ketokan pada titik tersebut
INTERPRETASI: Respon yang didapat berupa kedutan/tarikan minimal pada subut bibir atas
atau sudut mulut, maksimal jika terdapat kontraksi pada daerah frontal wajah, otot sekitar mata
dan pipi.
ILUSTRASI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH
64. TANDA LASEGUE
1. Klien berbaring pada meja pemeriksaan dengan kedua tungkai diluruskan
(diekstensikan).
2. Kemudian mengangkat tungkai subjek sambil mempertahankan lutut tetap lurus.
Pada orang nomal, subjek tidak merasakan nyeri dan tahanan hingga sudut 70.
3. Interpretasi : jika subjek merasakan nyeri menjalar dari bokong hingga ke
tungkai sesuai dengan inervasi n.ischiadicus sebelum mencapai 70 dikatakan
laseques test positif yang biasanya didapatkan pada penderita herniasi discus
L5, S1 atau S2.

Anda mungkin juga menyukai