Anda di halaman 1dari 48

BAB II

ISI

1. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan neurologis adalah suatu proses yang membutuhkan ketelitian dan
pengalaman yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan pada fungsi yang sangat spesifik.
Meskipun pemeriksaan neurologis sering terbatas pada pemeriksaan yang sederhana, namun
pemeriksaan ini sangat penting dilakukan oleh pemeriksa, sehingga mampu melakukan
pemeriksaan neurologis dengan teliti dengan melihat riwayat penyakit dan keadaan fisik
lainnya. Banyak fungsi neurologik paisen yang dapat dikaji selama pengkajian riwayat dan
pengkajian riwayat fisik rutin. Salah satuya adalah mempelajari tentang pola bicara, status
mental, gaya berjalan, cara berdiri, kekuatan motorik,dan koordinasinya. Aktivitas sederhana
yang dapat memberikan informasi banyak bagi orang yang melakukan pengkajian adalah saat
berjabat tangan dengan pasien (Smeltzer dan Bare, 2002).

2. JENIS-JENIS PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

A. PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS (SARAF TEPI)

1. Saraf Olfaktorius (N. I)

Pemeriksaan dilakukan jika terdapat riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman.

Cara :

Letakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah.
Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung pasien sementara
lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk
memberitahu saat mulai terhirupnya bahan tersebut dan mengidentifikasikan bahan yang dihirup.

2. Saraf Optikus (N. II)

Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field),
refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.

Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)

Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.

Kartu snellen

1
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, atau dapat
juga pemeriksaan dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang
bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)

Jari tangan

Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi jika dapat melihat pada jarak 2
meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.

Gerakan tangan

Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter
berarti visusnya kurang lebih 1/3 10.

Pemeriksaan Penglihatan Perifer

Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan
lintasan penglihatan mulai dari mata hingga korteks oksipitalis.

Tes Konfrontasi

Cara :

Jarak terapis pasien : 60 100 cm objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah
jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari terapis / ballpoint) di gerakan mulai dari sisi kanan
ke kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata
yang diperiksa harus menatap lurus kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.

Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.

Refleks Pupil

Ada dua macam refleks pupil.

1.Respon cahaya langsung

Cara :

Menggunakan senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada
cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap
cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal
pupil yang disinari akan mengecil.

2.Respon cahaya konsensual

2
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran
yang sama.

3. Saraf Okulomotoris (N. III)

Pemeriksaan meliputi

Ptosis

Cara :

Ptosis positif bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain,
atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas secara spontan atau mengangkat alis
mata secara spontan pula.

Gerakan bola mata.

Cara :

Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan
bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya
nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya
strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.

Refleks pupil

a.Refleks cahaya langsung (bersama N. II)

b.Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)

c.Refleks pupil akomodatif atau konvergensi

Cara :

Jika pasien melihat hingnya sendiri kedua kedua otot rektus medialis akan berkontraksi.
Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris
berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh dan memfokuskan pandangannya pada suatu objek
yang berjarak 15 cm didepan mata pasien. Hasil positif jika tidak terdapat konstriksi pada
kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.

4. Saraf Troklearis (N. IV)

Pemeriksaan meliputi :

1.gerak mata ke lateral bawah

2.strabismus konvergen

3
3.diplopia

5. Saraf Trigeminus (N. V)

Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan reflex

Sensibilitas

Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula.

Cara :

Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu
dengan sisi yang lain. Mula-mula-mula menggunakan ujung jarum yang tajam. Pasien menutup
kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa
tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah
yang menunjukkan sensasi yang tumpul diberi tanda dan pemeriksaan di lakukan dari daerah
yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa
tajam menuju daerah yang terasa tumpul.

Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang
oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Pasien tetap
menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara
yang sama. Pasien disuruh mengatakan ya setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada
kulitnya.

Motorik

Cara :

Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter.
Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter
diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan
pertahankan tetap terbuka sedangkan terapis berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang
motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).

Refleks

1. Refleks kornea

a. Langsung

Cara :

4
Pasien diminta melirik kearah kanan atas kemudian kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan
lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks
tersebut kanan dan kiri.

b. Tak langsung (konsensual)

Cara :

Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan
sebaliknya. Kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual yaitu untuk melihat lintasan mana
yang rusak (aferen atau eferen).

2. Refleks bersin

Refleks masseter

Cara :

Pasien membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan
terapis diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada
penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan.

6. Saraf abdusens (N. VI)

Cara :

Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda
tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya
horizonatal dan sejajar satu sama lain.

7. Saraf fasialis (N. VII)

Tes kekuatan otot

a. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.


b. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka
kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
c. Memperlihatkan gigi (asimetri)
d. Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
e. meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
f. Menarik sudut mulut ke bawah.

Skala Ugo Fisch

Terdapat lima posisi pemeriksaan :

5
a. Posisi diam : 20 poin
b. Posisi menggerutkan dahi : 10 poin
c. Posisi menutup mata : 30 poin
d. Posisi bersiul : 10 poin
e. Posisi tersenyum : 30 poin

Empat skala penilaian

0 % : Zero, asimetri komplit, tak ada gerak volunteer

30 % : Poor, kesembuhan kearah asimetri

70 % : Fair, kesembuhan parsial kea rah simetri

100 % : Normal, simetri komplit

MMT Otot Wajah

Otot Wajah :

Tujuan : Untuk mengetahui kekuatan otot pasien.

No. Nama Otot Teknik Pelaksanaan


1. M. Occipitofrontalis Posisi Pasien :
Pasien duduk diatas bed atau di atas kursi.
Posisi Fisioterapis :
Duduk atau berdiri berhadapan dengan
pasien.
Teknik Pelaksanaan :
Minta pasien untuk mengangkat kedua
alisnya sambil mengerutkan dahinya.

2. M. Corrugator Supercilli Posisi Pasien :


Pasien duduk diatas bed atau di atas kursi.
Posisi Fisioterapis :
Duduk atau berdiri berhadapan dengan
pasien.
Teknik Pelaksanaan :
1. Minta pasien untuk menarik kedua

6
alis mata bersamaan kegaris tengah
atau minta pasien untuk
mengerutkan dahi.
2. Kemudian fisioterapis membantu
untuk menyatuhkan alis pasien
kegaris tengah lalu perhatikan ada
tidaknya kerutan.

3. M. Frontalis Posisi Pasien :


Pasien duduk diatas bed atau di atas kursi.
Posisi Fisioterapis :
Duduk atau berdiri berhadapan dengan
pasien.
Teknik Pelaksanaan :
Minta pasien untuk mengangkat kedua
alisnya kemudian perhatikan pada dahi
pasien apakah terdapat kerutan atau tidak.

4. M. Orbicularis Oculi Posisi Pasien :


Pasien duduk diatas bed atau di atas kursi.
Posisi Fisioterapis :
Duduk atau berdiri berhadapan dengan
pasien.
Teknik Pelaksanaan :
Minta pasien untuk menutup mata atau
memejamkan matanya.

5 M. Zygomaticum Major Posisi Pasien :


Pasien duduk diatas bed atau di atas kursi.

7
Posisi Fisioterapis :
Duduk atau berdiri berhadapan dengan
pasien.
Teknik Pelaksanaan :
Minta pasien untuk tersenyum dengan
memperlihatkan gigi bagian atas.

6. M. Orbicularis Oris Posisi Pasien :


Pasien duduk diatas bed atau di atas kursi.
Posisi Fisioterapis :
Duduk atau berdiri berhadapan dengan
pasien.
Instruksi :
Minta pasien untuk membentuk bibirnya
seolah olah sedang bersiul atau
memonyongkan bibirnya.

7. M. Platysma Posisi Pasien :


Pasien duduk diatas bed atau di atas kursi.
Posisi Fisioterapis :
Duduk atau berdiri berhadapan dengan
pasien.
Teknik Pelaksanaan :
Minta pasien untuk meregangkan kulit
lehernya.

8. M. Mentalis Posisi Pasien :


Pasien duduk diatas bed atau di atas kursi.

8
Posisi Fisioterapis :
Duduk atau berdiri berhadapan dengan
pasien.
Teknik Pelaksanaan :
1. Minta pasien untuk merapatkan
bibir, kemudian minta pasien untuk
mengerutkan dagu, seolah olah dagu
naik.
2. Perhatikan kerutan pada dagu
pasien.

9. M. Depressor Labii Inferior Posisi Pasien :


Pasien duduk diatas bed atau di atas kursi.
Posisi Fisioterapis :
Duduk atau berdiri berhadapan dengan
pasien.
Teknik Pelaksanaan :
1. Minta pasien untuk merapatkan gigi
atas dan bawahnya kemudian minta
pasien menarik rahangnya kebawah.
2. Perhatikan kontraksi yang terjadi
pada leher pasien saat menarik
rahangnya.

10. M. Buccinator Posisi Pasien :


Pasien duduk diatas bed atau di atas kursi.
Posisi Fisioterapis :
Duduk atau berdiri berhadapan dengan
pasien.
Teknik Pelaksanaan :
Minta pasien melakukan gerakan seolah
olah meniup sambil menutup mulutnya.

11. M. Depressor Anguli Oris Posisi Pasien :

9
Pasien duduk diatas bed atau di atas kursi.
Posisi Fisioterapis :
Duduk atau berdiri berhadapan dengan
pasien.
Teknik Pelaksanaan :
Minta pasien untuk menarik bibir bagian
bawah ke arah bawah.

12. M. Nasalis Posisi Pasien :


Pasien duduk diatas bed atau di atas kursi.
Posisi Fisioterapis :
Duduk atau berdiri berhadapan dengan
pasien.
Teknik Pelaksanaan :
Minta pasien untuk mengembangkan
cuping hidungnya.

13. M. Levator Labii Superior Posisi Pasien :


Pasien duduk diatas bed atau di atas kursi.
Posisi Fisioterapis :
Duduk atau berdiri berhadapan dengan
pasien.
Teknik Pelaksanaan :
Minta pasien untuk mangangkat bibirnya
keatas, tetapi bibir bagian bawah tidak
bergerak.

10
PARAMETER OTOT WAJAH

NO SKORE KETERANGAN

1. 5 Pasien dapat melakukan sesuai dengan ROM yang tersedia


secara full tanpa kesulitan.

2. 3 Pasien dapat melakukan tapi agak sulit atau hanya sebagian


ROM.

3. 1 Tidak ada gerakan tapi kontraksi yang ada dapat terasa.

4. 0 Tidak ada gerakan atau tidak nampak kontraksi.

Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)

Cara :

Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu sisi lidah.

8. Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)

Pemeriksaan pendengaran

Tes Rinne

Cara :

Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus, dibelakang
telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus
akustikus oksterna. Dalam keadaan normal pasien masih dapt mendengar. Pada tuli saraf pasien
masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif.

11
Tes Weber

Cara :

Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan
terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada
tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.

9. Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)

Nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik.

Cara :

Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spatula, tanyakan kepada pasien apakah ia
merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Hasil positif : Jika
konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X,
kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak, kemudian disuruh
batuk, tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).

10. Saraf Asesorius (N. XI)

Cara :

Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian
rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien
disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa
otot sternokleido mastoideus.

11. Saraf Hipoglosus (N. XII)

Cara :

Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi
(kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang
berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena).

Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi
lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.

B. PEMERIKSAAN SPESIFIK PADA SARAF TEPI

A. Tes Lhermitte

Posis pasien : Sitting

12
Posisi terapis: Dibelakang pasien

Cara :

Pasien duduk santai dan nyaman dengan neck mid position. Tangan terapis diatas kepala pasien
(tegak lurus dengan kepala). Berikan tekanan (kompresi) pada kepala dalam berbagai posisi
(fleksi, ekstensi, lateral fleksi dextra dan lateral fleksi sinistra).

Hasil :

Positif jika terdapat nyeri pada daerah leher hingga lengan akibat terjepitnya saraf Brachialis.

Dapat diberikan pada kasus Cervikal Root Syndrome.

B. Tes Distraksi

Posisi pasien : Sitting

Posisi terapis : Dibelakang pasien

Cara :

Salah satu tangan terapis berada didagu dan tangan yang lain dibelakang kepala kemudian angkat
kepala pasien (distraksi).

Hasil :

Positif jika nyeri menghilang.

Dapat diberikan pada kasus Cervikal Root Syndrome.

C. Tes Finkelstein

Posisi pasien : Sitting or standing

Posis terapis : Didepan pasien

Cara :

Pasien mengepalkan tangannya, diaman ibu jari diliputi atau digenggam oleh jari-jari selanjutnya
pasien atau terapis menggerakan kearah ulnar deviasi.

Hasil :

Positif bila terdapat nyeri didaerah radial wrist.

Dapat diberikan pada kasus De Quervain Syndrome.

13
D. Tes Phallen

Posisi pasien : Sitting or standing

Posisi terapis : Didepan pasien

Cara :

Fleksi palmar yang ditahan salah satu tangan selama 30 detik.

Hasil :

Positif jika pasien mengalami kesemutan didaerah karpal.

Dapat diberikan pada kasus Carpat Tunnel Syndrome.

E. Tes Tinnel

Posisi pasien : Sitting or standing

Posisi terapis : didepan pasien

Cara :

Perkusi atau penekanan n. medianus pada pergelangan tangan (posisi tangan sedikit dorsi fleksi)
di daerah ligamentum tranversum dapat menimbulkan rasa nyeri atau kesemutan pada jari-jari
yang dilalui oleh n. medianus.

Hasil :

Positif jika nyeri pada daerah yang dilalui n. medianus.

Dapat diberikan pada kasus Carpat Tunnel Syndrome.

F. Torniquet test

Posis pasien : Supine lying

Posisi terapis : Disamping pasien

Cara :

Menggunakan tensimeter cuff dipasang pada lengan atas diatas tekanan sistolik selama 1-2
menit, biasanya dipasang pada tekanan 220 mmHg. Pada tes ini akan terjadi peningkatan rasa
nyeri dan semutan pada daerah distribusi n. medianus, karena bagian yang terjepit pada n.
medianus di daerah carpal tunnel lebih sensitif terhadap ischemia dari pada saraf yang normal.

Hasil :

14
Positif bila terdapat rasa nyeri dan kesemutan didaerah n. medianus.

G. Luthy's sign (bottle's sign)

Posisi pasien : Sitting or standing

Posis terapis : didepan pasien

Cara :

Pasien diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Hasil : Positif
bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat.

Dapat diberikan pada kasus Carpat Tunnel Syndrome.

H. Adson Tes

Posisi pasien : Sitting or standing

Posisi terapis : Didepan menyamping pasien

Cara :

Pasien menarik dagunya dan menengok sejauh mungkin ke satu arah dan meminta pasien
menarik nafas sedalam mungkin dan terapis menekan arteri radialis.

Hasil :

Positif bila nteri pada arteri radialis.

I. Tes Eden

Posisi pasien : Standing

Posis terapis : Disamping pasien

Cara :

Berikan penekanan pada arteri radialis, kemudian traksi pada lengan atau pasien menjatuhkan
badannya (badan pasien miring).

Hasil :

Positif jika pasien mersakan nyeri dan kesemutan pada arteri radialis.

J. Laseigues Test

Posis pasien : Supine lying, hip adduksi dan endorotasi, knee ekstensi

15
Posisi terapis : Disamping pasien

Cara :

Terapis mengangkat tungkai pasien (350 750), bila pasien mengeluh nyeri pada pantat atau
paha belakang.

Hasil :

Positif bila terdapat nyeri. Nyeri pertama terasa di pantat berarti terdapat penekanan syaraf yang
sifatnya central.

K. Bragards Test

Posisi pasien : Supine lying, hip adduksi dan endorotasi, knee lurus

Posisi terapis : Disamping pasien

Cara :

Terapis mengangkat tungkai pasien (250 650), disertai dorsi fleksi ankle.

Hasil :

Positif bila terdapat nyeri. Nyeri pertama terasa di pantat berarti terdapat penekanan syaraf yang
sifatnya central.

L. Neri Test

Posis pasien: Supine lying, hip adduksi dan endorotasi, knee lurus

Posisi terapis : Disamping pasien

Cara :

Terapis mengangkat tungkai pasien (250 650),lalu gerakan dorsi fleksi ankle disertai dengan
mengangkat kepalanya (fleksi neck).

Hasil :

Positif bila terdapat nyeri. Nyeri pertama terasa di pantat berarti terdapat penekanan syaraf yang
sifatnya central.

M. Slump Test

Posisi pasien : Sitting

Posisi terapis : Disamping pasien

16
Cara :

Terapis mempertahankan kepala pasien pada posisi netral, pasien diminta mengendorkan
punggungnya (fleksi lumbal), kemudian beri tekanan (kompresi) pada bahu kanan kiri untuk
memepertahankan posis fleksi limbal, selanjutnya pasien diminta menggerakan fleksi leher dan
kepala sejauh mungkin, (kemudian terapis mempertahankan posisi maksimal fleksi vertebra
tersebut dengan memberi tekanan pada kepala bagian belakang, terapis menahan kaki pasien
pada maksimal dorsi fleksi, pasien diminta meluruskan (ekstensi) lututnya, jika pasien tidak
mampu meluruskan lututnya (karena nyeri), tekanan pada kepala dipindah ke bahu kanan kiri.

Hasil :

Bila saat tekanan pada kepala dipindah ke bahu pasien, mampu menambah gerakan ekstensi lutut
atau nyeri berkurang, berarti tes positif.

N. Sitting Root Test

Tes ini merupakan modifikasi dari slump test

Posisi pasien : Sitting dengan hip fleksi 900 , leher fleksi

Cara :

Aktif ekstensi lutut.

Hasil :

Bila nyeri terasa di pantat, paha belakang dan betis berarti terdapat penekanan syaraf Isciadikus.

O. Brudzinski-Kernig Test

Posisi pasien : Supine lying dengan kedua tangan di belakang kepala

Posisi terapis : Disamping pasien

Cara :

Aktif fleksi neck diikuti dengan fleksi hip (dengan knee lurus) kemudian fleksi knee.

Hasil :

Bila saat hip di fleksikan (denagn lutut lurus) nyeri terasa kemudian saat lutut difleksikan nyeri
hilang berarti tes positif

P. Prone Knee Bending (PKB/Nachlas) Test

Posisi pasien : Prone lying

17
Posisi terapis : Disamping pasien

Cara :

Terapis memfleksikan lutut pasien sejauh mungkin (jangan sampai terjadi gerak rotasi hip) dan
menahannya ada posisi maksimal fleksi sekitar 45-60 detik

Hasil :

Bila nyeri pada punngung bawah, pantat atau paha belakang berarti terjadi penekanan akar syaraf
L2 atau L3.

Q. Naffzigers Test

Posisi pasien : Standing

Posisi terapis : Dibelakang pasien

Cara :

Terapis menekan pada kedua vena jugularis dan menyuruh pasien mengejan atau batuk.

Hasil :

Bila saat batuk terasa nyeri pada punggung bawah berarti tes positif.

R. Tes Patrick

Posisi pasien : Supine lying

Posisi terapis : Disamping pasien

Cara :

Tempatkan maleolus lateralis tungkai yang terkena pada lutut yang sehat dan terapis memberikan
penekanan pada knee yang difleksikan.

Hasil :

Positif bila terdapat nyeri pada daerah panggul.

S. Tes Contra Patric

Posis pasien : Supine lying

Posisi terapis : disamping pasien

Cara :

18
Fleksi dan endorotasikan tungkai yang sakit serta gerakan adduksi kemudian terapis member
penekanan sejenak pada knee.

Hasil :

Positif bila pasien nyeri didaerah garis sendi sakroiliaka.

T. Tes Gaenslen

Posisi pasien : Supine lying dengan kedua knee fleksi

Posisi terapis : Disamping pasien

Cara :

Pasien supine lying dengan kedua knee fleksi. Kemudian pasien diminta menggantungkan
tungkai yang berada ditepi bed.

Hasil :

Positif bila nyeri terasa disendi sakroiliaka ipsilateral pada saat tungkai itu dilepaskan untuk
bergantung di tepi bed.

C. PEMERIKSAAN SISTEM PYRAMIDALIS

System pyramidalys terdiri atas jaras corticobulbaris dan corticospinalis, berjalan dari cortex ke
inti saraf otak dan sel cornu anterior medulaspinalis. Secara klinik istilah tanda pyramidalis atau
tanda neuron motorik atas, menunjukkan menifestasi obyektif suatu cidera traktus pyramidalis.

BENTUK-BENTUK PEMERIKSAAN PYRAMIDALIS

1. Distribusi kelemahan, koordinasi gerakan


Lesi neuron motorik atas gerakan volunter ekstremitas atas tidak terganggu dalam
derajat yang sama. Lesi pyramidalis ditandai dengan kelemahan relatif dari otot
antigravitasi (ekstensor ektremitas superior dan inferior). Kelemahan untuk
extremitasi superior terlihat pada ekstensi thumb, fingers, wrist, dan elbow.
Sementara untuk extremitas inferior dimana gerakan eversi dan dorsofleksi ankle
lebih lemah dibanding gerakan infersi dan plantar fleksi.Lesi pyramidalis juga
mempengaruhi koordinasi gerakan, dalam hal ini pasien tidak mampu melakukan
gerakan secara tepat dan cepat pada sisi hemiparesis.
2. Sikap
Karena kekuatan otot ekstensor dan otot fleksor extremitas tidak seimbang, maka
pasien dapat mengambil sikap yang khas seperti, adduksi thumb dan finger, fleksi
wrist dan elbow joint serta adduksi lengan (eksremitas superior). Internal rotasi dan

19
plantar fleksi pada ektremitas inferior dan pada posisi tidur terlentang tungkai yang
terkena akan berdeviasi ke lateral. Ujung sepatu bisa aus lebih cepat pada sisi yang
terkena.
3. Tes Pronasi Tangan
Tes ini dilakukan dengan cara meminta pasien mengangkat lengannya vertical di atas
kepala dengan telapak tangan menghadap ke depan, dalam beberapa waktu lengan
yang paresis akan pronasi.
4. Penyimpangan Lengan (Tanda Barre) dan Penyimpangan Tungkai
Tes penyimpangan lengan dilakukan dengan cara minta pasien mejulurkan lengannya
horizontal didepannya dengan telapak tangan menghadap ke atas serta menjaga
ketinggian lengan tersebut pada saat menutup mata. Lengan pada sisi yang paresis
(lemah) secara lambat akan pronasi dan berdeviasi kearah bawah disertai fleksi
elbow. Untuk mengetes penyimpangan pada tungkai, minta pasien tidur terlentang
angkat kedua tungkai ke atas sekitar 30 dalam posisi knee ekstensi, kedua tungkai
tidak boleh bersentuhan dan tahan. Tungkai yang paresis secara perlahan akan jatuh
ke bawah. Tes penyimpangan tungkai dapat juga dilakukakn dalam posisi tidur
tengkurap dalam posisi knee fleksi sekitar 30
5. Tes menjatuhkan Lutut
Tes ini didasarkan pada fakta bahwa tungkai yang paresis cenderung
mengambilposisi ekstensi dan kembali ke ekstensi setelah difleksikan.Tes ini
dilakukan dalam posisi tidur telentang di atas tempat tidur yang keras dan halus tanpa
menggunakan seprei dalam posisi knee fleksi 30 dan tumit dibiarkan bersandar pada
permukaan kasar. Dalam beberapa waktu tungkai yang paresis akan terlihat meluncur
ke bawah sehingga knee ekstensi. Menurut Dr. Robert Wartenberg tes ini lebihsensitif
dari pada refleks babinski.
6. Tes Tonus
Tes ini lakukan untuk tonus pronator dan quadriceps. Berdasarkan fakta bahwa pada
lesi neuron motorik atas sejumlah kelompok otot cenderung memperlihatkan spastis,
terutama pada otot pronator dan otot quadriceps femoris.
Tes otot pronator dilakukan dengan cara fleksi elbow, selanjutnya pemeriksaan
menggerakkan lengan pasien dari posisi supinasi ke pronasi secara tepat dan
berulang-ulang. Spastis akan lebih terasa pada posisi pronasi daripada supinasi.
Tes otot quadriceps. Dilakukan dalam posisi pasien tidur terlentang diatas meja
pemeriksaan fleksi hip 450 satu tangan diletakkan dibawah lutut pasien, sementara
tangan lainnya menyokong tumit pasien dan secara mendadak tangan yang
menahan tumit dilepaskan. Normalnya turun/ jatuhnya kaki sama, tetapi pada lesi
pyramidal gerakan akan tertahan dengan demikian jatuhnya kaki diputus oleh
serangkaian gerakan sentakan.
Tes quadriceps dapat juga dilakukan dalam posisi tidur terlentang. Pemeriksa
menempatkan kedua tangan di bawah paha pasien dekat lutut selanjutnya menarik

20
paha ke atas. Normalnya tumit akan meluncur sepanjang meja pemeriksaan, tetapi
pada pasien dengan lesi pyramidal tumit akan meyentak cepat ke atas, kemudian
jatuh keatas meja pemeriksaan /tempat tidur.

D. PEMERIKSAAN SISTEM EXTRAPYRAMIDALIS

Sistem ektrapyramidal adalah sekelompok inti yang terletak pada basis otak,
dihubungkan dengan kendali aktifitas motorik volunter manifestasi klinik lesyextrapyramidalis
dibagi dalam dua kategori dasaryaitu : hipokinetik (parkinsonisme) dan hiperkinetik (tremor,
atetosis, korea, balismus dan distonia)

BENTUK PEMERIKSAAN EXTRAPYRAMIDALIS

1. Manifestasi Hipokinetik
Salah satu penyakit extrapyramidalis terlazim yaitu Parkinson dan dua gambaran
paling khas dari Parkinson yaitu rigiditas dan bradikinesia.Menurut
DLWartenberg penyakit Parkinson bisa timbul tanpa tremor, tetapi tidak pernah
tanpa rigiditas. Bentuk pemeriksaan untuk manifestasi hipokinetik sebagai berikut
:
a. Tes Menjatuhkan Kepala
Rigiditas otot leher sering merupakan manifestasi terdini dari penyakit
Parkinson.Cara mengetesnya, pasien diminta terlentang di atas meja
pemeriksaan dengan mata tertutup dan rileks.Selanjutnya pemeriksa
menempatkan telapak di bawah kepala pasien, lalu secara mendadak dan cepat
mengangkat kepala pasien dan menjatuhkannya kembali, tes ini harus dilakukan
beberapa kali. Normal kepala akan jatuh seketikadengan tenaga yang kuat, tetapi
pada penyakit Parkinson dan tortikolis kepala lambat jatuh dengan sedikit tenaga
yang ditimbulkan pada telapak tangan pemeriksa.
b. Tes Menggoyangkan Bahu
Rigiditas otot bahu dapat diperlihatkan dengan gerakan cepat bahu pasien
beridinbolak-balik dalam arah yang sama, dimana pada penyakit Parkinson
ayunan lengan unilateral pada sisi yang terkena berkurang. Spastik karena cidera
extrapyramidal/pyramidal menyebabkan juga berkurangnya ayunan lengan.
c. Ayunan Lengan
Pada saat berjalan normalnya masing-masing orang mempunyai sifat khas
ayunan lengan.Rigiditas otot bahu menyebabkan penurunan ayunan lengan saat
berjalan pada sisi yang terkena.
d. Tes Menjatuhkan Lengan
Rigiditas bahu dapat juga dites dalam posisi pasien berdiri, lengan tergantung
bebas.Pemeriksa meletakkan tangannya diantara badan dan tangan pasien lalu
secara tiba-tiba melemparkan lengan pasien ke arah luar, kemudian
menggerakkan kembali tangannya kebadan pasien untuk menerima lengan
21
pasien yang jatuh.Dengan demikian pemeriksa dapat melihat dan merasakan
rigiditas dan tenaga jatuhnya lengan. Pada penyakit parkinson unilateral lengan
akan jatuh lebih lambat dengan tenaga yang lebih kecil.
e. Tes Menjatuhkan Tumit
Cara melakukan pemeriksaan ini sama seperti tes tonus m. quadriceps pada
pemeriksaan pyramidalis.
2. Manifestasi Hiperkinetik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat memeriksa pasien yang dicurigai
mengalami gangguan/penyakit extrapyramidalis seperti ; amplitude gerakan, otot
yang terlibat, kecepatan mulai, lama kontraksi dan rileksasi, irama serta tidak
adanya keseragaman/variabilitas pola gerakan.
a. Tremor (Tes Kontraksi Tangan)
Ada dua jenis tremor yaitu tremor istrahat dan tremor aksi.Tremor istirahat
cenderung terlihat pada penyakit Parkinson dan menurun dengan gerakan
atau pada sikap yang dipertahankan, sedangkan tremor aksi atau tremor
fisiologi dan tremor esensial (kontraksi) terlihat pada sikap yang
dipertahankan dan hilang pada saat istrahat.Tremor istrahat seperti
memulung pil sifatnya asimetris dimulai pada jari tangan dan ibu jari
tangan, berlanjut ke gerakan pronasi-supinasi lengan bawah dan gerakan
fleksi-ekstensi pergelangan tangan atau kaki.Tremor pada penyakit
Parkinson khas paling menonjol pada ektremitas distal, bibir, lidah, rahang
dan wajah pun bias terlibat. Untuk mengetes tremor aksi dapat dilakukan
dengan cara menempatkan selembar kertas pada tangan yang dijulurkan,
maka tremor akan terlihat pada bagian distal dari ektremitas atas atau
dengan cara mengkontraksikan tangan membentuk tinju dalam posisi
tangan masih terjulur ke depan, pada posisi ini tremor tidak meningkat.
Sedangkan tremor esensial khas terdapat di distal pada saat
mempertahankan posisi menjulurkan tangan ke depan dan meningkat saat
membentuk tinju (kontraksi tangan).
b. Tanda Pronator
Tanda ini menunjukkan sifat memuntir dan memutar distonia, Cara
mengctesnya minta pasien untuk mengelevasikan lengan di atas kepala
dengan telapak tangan saling berhadapan. Lengan yang distonik akan
bergerak ke arah pronasi.
E. PEMERIKSAAN SISTEM CEREBELLUM

Cerebellum bukan organ motorik primer. Cerebellum berfungsi dalam integrasi informasi
dari sistem pyramidal, extrapyramidal dan sensorik untuk memberikan gerakan volunter yeng
tepat, terkoordinasi dan halus. Gangguan utama akibat lesi cerebellum adalah dissinergia,

22
kehilangan koordinasi atau ataksi. Gambaran yang kurang pada penyakit cerebellum seperti
pemeriksaan kelainan rebound dan hipotonia.

ATAKSIA

Cerebellum penting dalam koordinasi gerakan motorik volunter mata, pita suara, badan
dan ekstremitas. Saat mengevaluasi pasien dengan gangguan cerebellum perlu memperlihatkan
fungsi yang ataksia, apakah defisitnya unilateral atau bilateral. Perlu diingat bahwa ataksia
hasilnya ipsilateral terhadap lesi cerebellum.

Lesi cerebellum menyebabkn penurunan kecepatan dan irama serta melampaui atau
kurang dari sasaran khusus. Pada awalnya harus ditentukan apakah pasien kidal atau tidak oleh
karena normalnya akan lebih pada tangan yang dominan. Perlu diperhatikan bahwa gangguan
gerakan yang meniru ketidak koordinasian cerebellar dapat disebabkan oleh kelemahan otot,
peningktan tonus, kehilangan propriosepsi dan penyakit lobus frontalis. Demikian halnya dengan
ekstremitas yang diperiksa dipersarafi oleh hemispherium cerebri ipsilateral.

BENTUK-BENTUK PEMERIKSAAN CEREBELLUM

1. Tes Hidung - Jari Tangan Hidung


Tes ini dilakukan dengan meminta pasien menyentuhkan ujung jari telunjuknya secara
bergantian kehidungnya dan kejari tangan pemeriksa beberapa kali, dan pemeriksa
menggerakkan jari tangannya ke sekeliling selama tes berlangsung pada jarak maksimum
yang mampu dicapai pasien. Dua sisi di tes secara terpisah. Lesi cerebellum
menyebabkan gerakan jari tangan dari satu sisi ke sisi yang lain meningkatkan amplitude
waktu jari tangan mendekati sasaran. Pasien juga dapat melewati titik (past-point) ke satu
sisi sasaran.
2. Tes Tumit Lutut Tulang Kering
Posisi pasien tidur terlentang, selanjutnya minta pasien menempatkan tumitnya pada
tungkai yang lainnya dan bergerak ke bawah menelusuri sepanjang tulang kering,
dorsum pedis sampai ibu jari kaki. Pada gangguan cerebellum menyebabkan gerakan
sentakan goyang sepanjang tulang kering.
3. Tes selanjutnya dalam posisi yang sama minta pasien menyentuh jari tangan pemeriksa
dengan ibu jari kakinya dengan knee fleksi. Pemeriksa menggerakkan jari tangan ke
sekeliling selama tes berlangsung.
4. Masih dalma posisi yang sama dapat juga dilakukan tes dengan meminta pasien
menggambar angka delapan menggunakan ibu jari kakinya pada lantai atau dengan kaki
dielevasikan. Pada ataksia, gerakan ini akan goyang dan tidak teratur.
5. Tes Irama
Gangguan irama merupakan ciri khas disfungsi cerebellum. Pemeriksanya dengan
meminta pasien bertepuk tangan dengan irama tertentu. Contoh tepuk, tepuk, tepuk,

23
istirahat-tepuk-istirahat-tepuk-tepuk-tepuk. Pasien dengan disfngsi cerebellum akan
kesulitan menjaga irama tepukan dengan tepat.
6. Tes Pronasi-Supinasi (Disdiadokkokinesia)
Gangguan persarafan timbal-balik otot agonis dan antagonis, menyebabkan kehilangan
kemampuan menghentikan satu kegiatan/gerakan dan mengikuti gerakan yang
berlawanan dengan gerakan yang pertama. Tes ini dilakukan dalam posisi duduk dan
minta pasien mengetuk tumitnya menggunakan telapak tangan dan punggung tangan
secara bergantian. Tiap tangan dites secara terpisah. Dalam posisi yang sama (duduk di
tepi bed) pasien diminta untuk melakukan gerakan pronasi-supinasi di atas paha secara
bergantian. Pada gangguan cerebellum menyebabkan gerakan tersebut dilakukan secara
lambat dan tidak teratur.
7. Tes Rebound Gordon Holmes
Kemampuan mengontraksikan segera otot antagonis setelah rileksasi agonis bersifat
abnormal pada penyakit cerebellum, seperti gambaran pada tes berikut:
Dalam posisi duduk minta pasien menggenggam tinjunya dan dengan paksa
memfleksikan elbownya melawan tahanan dan secara tiba-tiba pemeriksa
menghilangkan tahanan tersebut. Normalnya dengan hilangnya tahanan tersebut
otot triceps akan berkontraksi seketika mencegah fleksi lengan lebih lanjut, tetapi
pada gangguan cerebellum pasien tidak mampu menghentikan fleksi tangannya
dan bahkan tinjunya dapat mengenai mulut pasien. Lengan bebas pemeriksa harus
digunakan untuk melindungi pasien.
Pada posisi duduk/berdiri, minta pasien meluruskan lengan horizontal di
depannya, selanjutnya pemeriksa menekan kedua lengan pasien ke bawah lalu
mendadak melepaskan tekanan tersebut. Pada gangguan cerebellum lengan akan
bergerak ke atas. Cara ini memungkinkan pemeriksa untuk membandingkan
kedua sisi secara serentak.
8. Tes Menghentikan Lengan
Tes ini dilakukan dalam posisi berdiri, minta pasien untuk menahan lengan di atas
kepalanya (elevasi), lalu dengan cepat merendahkannya ke sasaran yang telah ditentukan
pemeriksa. Jika ada gangguan cerebellum, maka lengan akan berhenti di bawah sasaran
atau bolak-balik ke atas ke bawah di sekeliling sasaran
9. Tes Menggambar Garis
Pemeriksa menggambar dua garis vertical diselembar kertas, lalu meinta pasien
menggambar garis horizontal yang menghubungkannya. Pasien penyakit cerebellum akan
menggambar di bawah vertical kedua.
10. Hipotonia
Flasiditas otot atau hipotonia sering terlihat pada penyakit cerebellum, dimana otot
memperlihatkan penurunan tahanan terhadap gerakan pasif. Hal ini dapat di tes dengan
cara pasien duduk di tepi bed kedua tungkainya terjuntai, selanjutnya pemeriksa
mengetok lutut pasien dengan palu refleks dan tungkai bawah akan terayun mondar-

24
mandir. Pada penyakit cerebellum gerakan mondar-mandir akan panjang menampilkan
apa yang disebut dengan refleks pendulum.
11. Tremor, jenis tremor dan pemeriksaannya telah dibahas didepan.

F. PEMERIKSAAN MOTORIK

GERAKAN VOLUNTER

Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa,

misalnya:

a) Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.


b) Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
c) Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
d) Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
e) Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
f) Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
g) Gerakan jari- jari kaki.

GERAKAN INVOLUNTER

Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu dikeluarkan aktivitas
oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol akibat lesi pada
nukleus pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini mencakup kortex ekstrapiramidalis, nuklues
kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi, substansia nigra, nucleus ruber, nukleus ventrolateralis
thalami substansia retikularis dan serebelum.

Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus striatum ( nucleus
kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan penghubungnya ) misalnya kerusakan
substansia nigra pada sindroma Parkinson.

Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar, disebabkan gangguan mekanisme
feedback oleh serebellum terhadap aktivitas kortes piramidalis dan ekstrapiramidal hingga timbul
kekacauan gerakan volunter.

Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan, eksplosif, cepat berganti
sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu tidur. Khorea disebabkan
oleh lesi di corpus striataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus.

25
Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan atau tangan yang agak
lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau torsi fleksi pada sendi bahu, siku
dan pergelangan tangan. Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nucleus kaudatus.

Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra, hingga menyerupai
gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerkaan ini dihubungkan dengan lesi di corpus
subthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan berkas porel.

Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang masih sehat pada
otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi nampak sebagai keduten keduten dibawah
kulit.

Myokimia: fasikulasi benigna. Frekwensi keduten tidak secepat fasikulasi dan berlangsung lebih lama
dari fasikulasi.

Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung sejenak, aritmik, dapat timbul
sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot skelet dan pada setiap waktu, waktu bergerak maupun
waktu istirahat.

KEKUATAN OTOT

Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:

a) Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan
gerakan ini.
b) Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.

Cara menilai kekuatan otot :

Dengan menggunakan angka dari 0-5.

0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.

1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan yang harus
digerakkan oleh otot tersebut.

2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat ( gravitasi ).

3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.

4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang diberikan.

5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal ).

Cara menilai kekuatan otot ada dua cara.

Dengan menggunakan angka dari 0 minus 4

26
Nilai 0 -1 -2 -3 -4

Gerakan bebas + + + + -

Melawan gravitasi + + + - -

Melawan pemeriksa + + - - -

Nilai O berarti normal, -1 = parese ringan, -2 = parese

moderat, -3= parese hebat, -4 paralisis.

Anggota gerak atas.

Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)

Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ).

Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ).

Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ).

Pemeriksaan abduksi ibu jari.

Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).

Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).

Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).

Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis).

Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ).

Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ).

Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ).

Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ).

Anggota gerak bawah.

Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-L4,saraf femoralis ).

Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf obturatorius).

Pemeriksaan otot kelompok hamstring (L4,L5,S1,S2,saraf siatika ).

Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1, S2,saraf tibialis ).

27
Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1, S2 saraf tibialis

PEMERIKSAAN TONUS OTOT

Beberapa bentuk pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi keadaan dari
tonus otot, apakah tonus otot tersebut normal, mengalami penurunan (hipotonus) atau
spastic. Pada Upper Motor Neuron Lesi (UMNL) atau Lower Motor Neuron Lesi (LMNL)
kedua hal tersebut dapat menimbulkan gangguan tonus otot berupa flaksid atau spastic.
Untuk memeriksa tonus otot dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a. Palpasi
b. Gerakan lambat dan cepat
c. Mempertahankna posisi

Adapun kriteria penilaian yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk memeriksa tonus
otot sebagai berikut:

1. Tonus otot normal


Kontinyu kontraksi ringan dari otot
a. Efektif kontraksi (stabilisasi sendi proksimal)
b. Nilai diatas 3+
c. Mampu mempertahankan posisi
d. Seimbang antara tonus agonis dan antagonis
e. Mampu dengan mmudah berubah dari stabilitas ke mobilitas
f. Mampu bergerak selektif
g. Sedikit tahanan dan respon lentur terhadap gerakan pasif.
2. Flaksid/ Hipotonik (ringan, sedang dan berat)
a. Flaksid ringan :
Tonus otot menurun, kokontraksi lemah
Mampu menahan posisi
Nilai otot berkurang tapi masih mampu melakukan fungsi
b. Flaksid sedang sampai berat
Penurunan tonus yang nyata
Tidak ada kokontraksi
Tidak dapat menahan posisi
Minimal atau tidak ada gerakan melawan gravitasi
Jelas kehilangan kekuatan
3. Spastic/ Hipertonik (ringan, sedang dan berat)
a. Spastic ringan
Ringan atau trech refleks lemah ( clasp knife fenomena)atau fenomena
pisau lipat.

28
Sedikit penurunan keseimbngan antara tonus agonis dan antagonis
Sedikit eningkatan resistance dari stretch pasif.
Full ROM
Sedikit penurunan mobilitas
Penurunan kemampuan gerakan selektif/ gerakan halus
b. Spastic sedang
Stretch refleks sedang
Nampak jelas tidak seimbangnya antara tonus agonis dan antagonis
Kuat/besar resistance dari stretch pasif
Full ROM
Gerakan kasar lambat, koordinasi abnormal
c. Spastic yang berat
Stretch refleks kuat
Kuat resistance dari stretch pasif
Tidak dapat full ROM
Sendi kontraktur
Penurunan yang berat dari mobilitas
4. Rigiditas
a. Peningkatan tonus otot agonis dan antagonis secara serempak
b. Constant resistance terjadi pada gerakan pasif (lead pipe rigidity)
c. Cogwheel rigidity (fenomena roda bergigi).

Skala penilaian untuk tonus otot:

0 = hipotoni sedang sampai berat


1 = hipotoni ringan
2 = tonus normal
3 = hipertonik ringan
4 = hipertonik sedang
5 = hipertonik berat

PEMERIKSAAN GANGGUAN KOORDINASI

PENGERTIAN

Koordinasi adalah suatu proses yang menghasilkan aktivitas pola-pola kontraksi banyak
otot dengan kekuatan, kombinasi dan urutan yang tepat, bersamaan dengan itu menginhibisi
kerja otot-otot yang lain dalam upaya menghasilkan aktivitas yang diinginkan (Krusen).

29
Koordinasi adalah suatu kemampuan untuk menggunakan otot-otot yang tepat pada wakt
ynag tepat dan dengan intensitas yang tepat untuk efisiensi pencapaian gerakan yang diinginkan
(Sidney Licht)

Berdasarkan pengertian di atas jelas bahwa apabila ada gangguan koordinasi, maka
gerakan/aktivitas yang diinginkan akan sulit tercapai. Koordinasi sangat tergantung dari kontrol
saraf sehingga kenormalan saraf baik secara anatomi maupun fisiologis merupakan syarat mutlak
terjadinya koordinasi yang normal. Menurut penyebabnya gangguan koordinasi gerakan dapat
dibagi atas 4 sebab yaitu:

1. Gangguan koordinasi karena kelemahan otot


2. Gangguan koordinasi karena adanya spastisitas otot
3. Gangguan koordinasi karena gangguan cerebellum
4. Gangguan koordinasi karena hilangnya sensasi Kinaesthetik

BENTUK-BENTUK TES KOORDINASI

Sebahagian besar tes koordinasi gerakan ini telah dibahas pada sistem pemeriksaan
cerebellum.

1. Alternate heel to knee, heel to toe


Dalam posisi terlentang pasien diminta untuk menyentuh lutut dan ibu jari kakinya secara
bergantian menggunakan tumit kaki yang satunya.
2. Alternate nose to finger
Pasien diminta untuk menyentuh ujung hidungnya dan ujung jari terapis menggunakan
jari telunjuknya secara bergantian.
3. Drawing a circle
Untuk tes ini pasien diminta menggambar lingkaran imajinasi di udara menggunakan
extremitas superior dan extremitas inferior, dapat juga menggambar di atas meja atau
lantai.
4. Finger to finger
Posisi kedua shoulder abduksi 90o, elbow fleksi. Selanjutnya pasien diminta
menggerakka kedua lengannya ke horizontal abduksi dan menyentuhkan kedua ujung jari
telunjuknya satu terhadap yang lain.
5. Finger to nose
Shoulder abduksi 90o dengan elbow ekstensi. Minta pasien memnyentuhkan ujung jari
telunjuk ke ujung hidungnya.
6. Finger opposition
Tes ini dilakukan dengan cara, minta pasien untuk menyentuhkan ujung jarinya ke ujung
jari-jari lainnya secara berurutan. Kecepatannya ditingkatkan secara bertahap.
7. Finger to terapist finger

30
Cara melakukannya pasien dan terapis duduk berhadap-hadapan, jari telunjuk terapis
diluruskan menunjuk ke atas di hadapan pasien. Selanjutnya pasien diminta untuk
menyentuhkan ujung jari telunjuknya ke ujung jari terapis. Selama pemeriksaan
berlangsung posisi jari terapis diubah-ubah dengan tujuan untuk memeriksa kemampuan
merubah jarak, arah maupun kekuatan gerakan.
8. Fixation or position holding
Untuk ekstremitas atas : pasien diminta mempertahankan kedua lengan horizontal
di depan tubuh.
Untuk ekstremitas bawah : pasien diminta mempertahankan kedua lututnya dalam
posisi ekstensi.
9. Heel on shin
Dalam posisi tidur terlentang, pasien diminta untuk menggeserkan satu tumitnya naik-
turun pada tulang kering tungkai lainnya.
10. Mass grasp
Tes ini dilakukan dengan cara meminta pasien menggenggam dan membuka jari-jari
tangannya secara bergantian, kecepatannya ditingkatkan secara bertahap.
11. Pointing and past pointing
Tes ini dilakukan dalam posisi duduk atau berdiri, pasien dan terapis berhadap-hadapan.
Pasien dan terapis memposisikan kedua lengannya horizontal ke depan (fleksi shoulder
90o), sehingga kedua jari telunjuk pasien dan terapis saling bersentuhan. Selanjutnya
pasien diminta mengangkat satu/kedua lengannya ke atas sehingga jari telunjuknya
menunjuk ke langit, lalu kembali ke posisi semula sehingga kedua jari telunjuk saling
bersentuhan. Respon yang normal jari pasien akan kembali tepat pada posisi awalnya.
Respon yang tidak normal biasanya jari telunjuk pasien bergerak melewati target (past
pointing).
12. Pronation-supination
Cara tesnya kedua elbow fleksi 90o dan merapat ke tubuh, lalu pasien diminta untuk
melakukan gerakan pronasi dan supinasi secara bergantian. Kecepatan gerakan
ditingkatkan secara bertahap. Tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan merubah
kerja otot agonis dan antagonis. Dapat juga dilakukan dengan gerakan-gerakan yang lain
seperti fleksi-ekstensi knee, fleksi-ekstensi elbow, dan lain-lain.
13. Rebound tes, telah dibahas pada sistem pemeriksaan cerebellum.
14. Toe to examiners finger
Posisi pasien tidur terlentang, lalu minta pasien menyentuhkan ibu jari kakinya ke jari
tangan terapis. Posisi jari tangan terapis bisa diubah-ubah untuk mengetahui kemampuan
pasien merubah jarak, arah maupun kekuatan gerakan.
15. Tapping
Pasien diminta untuk mengetukkan tapak kakinya di lantai, tanpa mengangkat lututnya
dan tumit tetap menyentuh lantai. Tes ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan gerakan
dan irama gerakan.

31
PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN DENGAN BERG BALANCE SCALE

Berg Balance Scale

a. Tujuan
Untuk mengetahui tingkat keseimbangan pasien.
b. Persiapan
1) Alat
Temper foam (dengan ketebalan 4 inchi)
Penggaris
Dua kursi ( satu kursi dengan penyanggah tangan,satu kursi tanpa
penyanggah tangan)
Footstool
Stopwatch
Instrumen berg balance scale
2) Pasien
Jelaskan prosedur test dan tujuan pengukuran yang akan di lakukan.
Posisi pasien dalam keadaan senyaman mungkin dan tetap fokus.
c. Tekhnik Pelaksanaan
Pilih score point yang paling mendekati tingkat kemampuan pasien untuk
tiap test yang dilakukan pasien dengan memberi tanda checklist.
Gunakan semua informasi yang bisa diperoleh, baik dari laporan pasien
sendiri atau keluarga pasien atau dari hasil observasi pemeriksaan.
Catat hasil pengukuran Mini-BestTest pasien.

d. Instrumen Berg Balance Scale Test

Duduk Ke Berdiri
Instruksi Silahkan berdiri. Cobalah untuk tidak menggunakan tangan anda untuk
menumpu.

Mampu untuk berdiri tanpa menggunakan tangan dan stabil secara mandiri. [ ]4
Mampu untuk berdiri secara mandiri menggunakan tangan. [ ]3
Mampu untuk berdiri menggunakan tangan setelah melakukan sejumlah
upaya. [ ]2
Membutuhkan bantuan minimal untuk berdiri atau stabilisasi. [ ]1
Membutuhkan bantuan atau maksimal untuk berdiri. [ ]0

32
Berdiri Tanpa Menumpu
Instruksi Silahkan berdiri selama 2 menit tanpa menumpu.

Mampu untuk berdiri stabil selama 2 menit. [ ]4


Mampu untuk berdiri selama 2 menit dengan pengawasan. [ ]3
Mampu untuk berdiri 30 detik tanpa menumpu. [ ]2
Membutuhkan sejumlah upaya untuk berdiri 30 detik tanpa menumpu. [ ]1
Tidak mampu untuk berdiri selama 30 detik tanpa menumpu. [ ]0

Duduk Di Kursi Dengan Punggung Tidak Tersanggah dan Kaki Menumpu Di atas Lantai
Instruksi Silahkan duduk dengan kedua lengan dilipat swlama 2 menit.

Mampu untuk duduk stabil dan aman selama 2 menit. [ ]4


Mampu untuk duduk selama 2 menit dengan pengawasan. [ ]3
Mampu untuk duduk 30 detik. [ ]2
Mampu untuk duduk 10 detik. [ ]1
Tidak mampu untuk duduk tanpa saggahan selama 10 detik. [ ]0

Berdiri Ke Duduk
Instruksi Silahkan duduk.

Duduk aman dengan minimal bantuan tangan. [ ]4


Mengontrol posisi duduk dengan bantuan tangan. . [ ]3
menggunakan paha belakang bersandar pada kursi untuk mengontrol
posisi duduk [ ]2
Duduk secara mandiri tetapi posisi duduk tidak terkontrol. [ ]1
Membutuhkan bantuan untuk duduk. [ ]0

33
Transfer (Berpindah Tempat)
Instruksi atur dua kursi untuk transfer. Minta klien untuk berpindah pada salah satu kursi
yang memiliki sandaran lengan lalu ke kursi tanpa sandaran lengan(anda juga bisa
menggunakan bed dan kursi.

Mampu melakukan transfer secara aman dengan sedikit bantuan tangan. [ ]4


Mampu untuk melakukan tansfer secara aman tetap menggunakan tangan. [ ]3
Menggunakan paha belakang bersandar pada kursi untuk mengontrol
posisi duduk [ ]2
Membutuhkan satu orang untuk membantu. [ ]1
Membutuhkan dua orang untuk membantu atau pengawasan
untuk pengamanan. [ ]0

Berdiri Dengan Mata Tertutup


Instruksi Silahkan tutup mata anda dan berdiri tegak selama 20 detik.

Mampu untuk berdiri 10 detik secara aman. [ ]4


Mampu untuk berdiri 10 detik dengan pengawasan. . [ ]3
Mampu untuk berditri 3 detik. [ ]2
Tidak mampu untuk menjaga mata tertutup 3 detik tetapi berdiri aman. [ ]1
Membutuhkan bantuan untuk tidak terjatuh. [ ]0

Berdiri Dengan kaki Rapat


Instruksi tempatkan kedua kaki anda rapat dam berdirilah tanpa bersandar.

Mampu untuk menempatkan kaki rapat secara mandiri dan berdiri 1 menit. [ ]4
Mampu untuk menempatkan kaki rapat secara manduiri dan berdiri 1 menit .
dengan pengawasan [ ]3
mampu untuk menempatkan kaki rapat secara mandiri tetapi tidak mampu
tahan berdiri 30 detik [ ]2
Mambutuhkan bantuan untuk mencapai posisi tersebut tetapi mampu untuk
berdiri 15 detik kaki rapat. [ ]1
34
Mambutuhkan bantuan untuk posisi tersebut dan tidak mampu untuk tahan
berdiri selama 15 detik. [ ]0

Meraih Ke Depan Dengan Lengan Lurus Sambil Berdiri


Instruksi angkat lengan 90 derajat. Raih dengan jemari anda sejauh yang anda bisa
(pemeriksa meletakkan penggaris di ujung jemari ketika lengan pada posisi 90 derajat. Jemari
seharusnya tidak menyentuh penggaris sewaktu meraih ke depan. Catat ukuran jarak yang
jemari capai sewaktu subjek mencondongkan badan ke depon..

Mampu meraih kedepan sekitar 25 cm. [ ]4


Mampu meraih ke depan 12 cm. [ ]3
Mampu meraih ke depan 5 cm. [ ]2
Meraih kedepan tetapi membutuhkan pengawasan. [ ]1
Kehilangan keseimbangan sewaktu mencoba/membutuhkan penyangga. [ ]0

Mengambil Objek Di Lantai Posisi Berdiri


Instruksi silahkan ambil objek (mis :pensil) di lantai dari depan kaki anda.

Mampu mengambil dengan aman dan mudah. [ ]4


Mampu mengambil tetapi butuh pengawasan. [ ]3
Tidak mampu mengambil tetapi meraih 2-5 cm dari objek dan
keseimbangan terjaga. [ ]2
Tidak mampu mengambil dan butuh pengawasan sewaktu mencoba. [ ]1
Tidah mampu mengambil/butuh bantuan untuk menjaga dari kehilangan
keseimbangan atau terjatuh. [ ]0

Berbalik Untuk Melihat Ke Belakang Kanan Dan Kiri Sambil Berdiri


Instruksi lihatlah ke belakang kanan anda dan ulangi melihat ke belakang kiri anda.

Melihat ke belakang dari kedua sisi dan menoleh dengan mudah. [ ]4


Melihat kebelakang hanya satu sisi, satu sisi lainnya kurang baik. [ ]3
Hanya mampu melihat ke samping tetapi keseimbangan terjaga [ ]2

35
Membutuhkan pengawasan ketika menoleh. [ ]1
Membutuhkan bantuan untuk menjaga dari kehilangan keseimbangan
atau terjatuh [ ]0

Meraih Ke Depan Dengan Lengan Lurus Sambil Berdiri


Instruksi silahkan berputar dimulai dari kanan ke kiri. Berhenti. Selanjutnya kembali
berputar dari arah kiri ke kanan.

Mampu berputar 360 derajat secara aman dalam 4 detik atau kurang. [ ]4
Mampu untuk berputar 360 derajar secara aman hanya pada satu sisi dalam
4 detik atau kurang [ ]3
Mampu untuk berputar 360 derajat secara aman tetapi lambat [ ]2
Membutuhkan pengawasan ketat atau aba-aba. [ ]1
Membutuhkan bantuan sewaktu berputar. [ ]0

Menempatkan Kaki Bergantian Diatas Stool Dalam Posisi Berdiri Tanpa Disanggah
Instruksi tempatkan kaki anda secara bergantian di atas stool. Teruskan hingga setiap kaki
menyentuh stool empat kali (complete 8 step).

Mampu untuk berdiri secara madniri dan aman serta menyelesaikan 8 steep
dalam waktu 20 detik. [ ]4
Mampu untuk berdiri secara mandiri dan menyelesaikan 8 step dalam waktu
lebih dari 20 detik [ ]3
Mampu untuk menyelesaikan 4 step tanpa bantuan dengan pengawasan [ ]2
Mampu menyelesaikan lebih dari 2 step dengan membutuhkan bantuan. [ ]1
Membutuhkan bantuan untuk menjaga tidak terjatuh. [ ]0

Berdiri Dengan Satu Kaki Di Depan Kaki Lainnya Tanpa Bersdandar


Instruksi tempatkan satu kaki di depan kaki lainnya. Jika anda merasa bahwa anda
tidakdapat menempatkan kaki dei depan, maka cobalah untuk melangkahkan kaki
secukupnya dengan tumit didepan ujung jari kaki lainnya.

36
Mampu untuk menempatkan kaki tandem secara mandiri dan menahannya
Selama 30 detik. [ ]4
Mampu untuk menempatkan kaki di depan secara mandiri dan menahannya
Selama 30 detik. [ ]3
Mampu untuk mengambil langkah kecil secara mandiri dan menahannya
Selama 30 detik. [ ]2
Membutuhkan bantuan untuk melangkah tetapi dapat menahannya selama
15 detik. [ ]1
kehilangan keseimbangan sewaktu melangkah atau berdiri. [ ]0

Berdiri Dengan Satu Kaki


Instruksi berdirilah dengan satu kaki selama anda mampu tanpa bersandar.

Mampu untuk mengangkat tungkai secara mandiri dan menahannya lebih


Dari 10 detik. [ ]4
Mampu untuk mengangkat tungkai secara mandiri dan menahannya
5-10 detik. [ ]3
Mampu untuk mengangkat tungkai secara mandiri dan menahannya
Lebih dari 3 detik. [ ]2
Mencoba untuk mengangkat tungkai namun tidak mampu menahan 3 detik. [ ]1
Tidak mampu untuk mencoba membutuhkan bantuan agar tidak terjatuh. [ ]0

Total Skor (Maksimum = 56 Point) [ ]

Berg Bacalnce Scale Parameter

Skor 41-56 : resiko terjatuh rendah.


Skor 21-40 : resiko terjatuh sedang.
Skor 0-20 : resiko terjatuh tinggi.

PEMERIKSAAN REFLEKS

REFLEKS FISIOLOGI

a. Refleks biceps

37
1. Mintalah klien berbaring telentang dengan santai
2. Fleksikanlah lengan bawah klien di sendi siku
3. Letakkanlah tangan klien di daerah perut di bawah umbilicus
4. Letakkanlah ibu jari pemeriksa pada tendo biseps klien
5. lalu ketuklah tendo tersebut menggunakan palu refleks

b. Reflek trisep

Posisi : dilakukan dengan pasien duduk. dengan Perlahan tarik lengan keluar dari
tubuh pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu. atau Lengan bawah harus
menjuntai ke bawah langsung di siku.
Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan
sedikit pronasi.
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku.

c. Reflek brachiradialis

Posisi: dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah harus beristirahat longgar di
pangkuan pasien.

38
Cara : ketukan pada tendon otot brakioradialis (Tendon melintasi (sisi ibu jari pada
lengan bawah) jari-jari sekitar 10 cm proksimal pergelangan tangan. Posisi lengan fleksi
pada sendi siku dan sedikit pronasi.
Respons: - flexi pada lengan bawah
- supinasi pada siku dan tangan

d. Reflek patella

posisi klien: dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring terlentang.


Cara : ketukan pada tendon patella.
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris.

e. Reflek achiles

Posisi : pasien duduk, kaki menggantung di tepi meja ujian. Atau dengan berbaring
terlentang dengan posisi kaki melintasi diatas kaki di atas yang lain atau mengatur kaki
dalam posisi tipe katak.
Identifikasi tendon:mintalah pasien untuk plantar flexi.
Cara : ketukan hammer pada tendon achilles - Respon : plantar fleksi kaki krena
kontraksi m.gastroenemius

39
REFLEKS PATOLOGIS

Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu.

a. Reflek babinski:

Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki diluruskan.Tangan kiri


pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap pada
tempatnya.Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke
anterior.
Respon : posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan
pengembangan jari kaki lainnya.

b. Reflek chaddok

Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari
posterior ke anterior.Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai.
Mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

c. Reflek schaeffer

40
Menekan tendon achilles. Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki,
disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

d. Reflek Oppenheim

Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke distal.Amati ada tidaknya
gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

e. Reflek Gordon
Menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis).Amati ada tidaknya gerakan
dorsofleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

f. Reflek gonda

41
Menekan (memfleksikan) jari kaki ke-4, lalu melepaskannya dengan cepat. Amati ada
tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki
lainnya.

PEMERIKSAAN PRIMITIF

a. Refleks Snout reflex

Cara : Mintalah klien berbaring telentang atau duduk dengan santai. Stimulasi klien
dengan melakukan perkusi pada bibir atas.
Interprestasi : Refleks positif (+), bila bibir atas dan bawah menjungur atau
kontraksi otot-otot di sekitar bibir atau di bawah hidung.

b. Refleks menghisap (rooting refleks)

Cara : Mintalah klien berbaring telentang atau duduk dengan santai. Stimulasi klien
dengan memberikan sentuhan pada bibir / menyentuhkan sesuatu benda pada bibir.
Interprestasi : Refleks positif (+), bila stimulasi tersebut menimbulkan gerakan
bibir, rahang bawah seolah-olah menetek.

42
c. Refleks mengenggam palmar/grasp refleks

Cara : Mintalah klien berbaring telentang atau duduk dengan santai.Lakukan


stimulasi dengan penekanan atau penempatan jari pemeriksa pada telapak tangan
klien.
Interprestasi : Refleks positif (+) jika tangan klien mengepal

d. Refleks glabella

Cara : Mintalah klien berbaring telentang atau duduk dengan santai. Lakukan
stimulasi dengan pukulan singkat pada glabella atau sekitar daerah supraorbitalis.
Interprestasi : Refleks positif (+), bila terdapat kontraksi singkat pada kedua otot
orbikularis okuli. Pada lesi perifer nervus fasialis, refleks ini berkurang atau negatif,
sedangkan pada sindrom Parkinson refleks ini sering meninggi. Pusat refleks ini
terletak di Pons.

43
e. Refleks palmomental

Cara : Mintalah klien berbaring telentang atau duduk dengan santai. Lakukan
stimulasi dengan goresan ujung pensil atau ujung gagang palu refleks terhadap
kulit telapak tangan bagian tenar.
Interprestasi : Refleks positif (+), bila terdapat kontraksi pada muskulus mentalis
dan orbikularis oris ipsilateral.

G. PEMERIKSAAN SENSORIK

Diseluruh bagian tes sensorik, pasien perlu kita ajari terlebih dahulu mengenai tes yg akan
dilakukan. Kemudian lakukan tes tersebut. Akhirnya cek apakah pasien telah mengerti dan
melakukan tes tersebut dengan semestinya. Untuk semua tes, mulailah dari daerah yang
mengalami gangguan sensorik ke daerah yang normal.

TES SENSORIK PRIMER :

RABA HALUS:

Gunakan sepotong kapas, beberapa orang lebih menyukai menggunakan ujung jari. Sentuhkan
kapas tersebut diatas kulit.

Cobalah untuk mengulangi rangsangannya.

Peragakan dengan kedua mata pasien terbuka, tunjukkan padanya bahwa anda akan meraba
kulitnya. Mintalah pasien mangatakan ya setiap kali dia merasakan sentuhan.

44
TES perintahkan pasien untuk menutup matanya, lakukan tes pada daerah kulit yang
bermasalah.

TES NYERI:

Roda bergerigi atau rader sering digunakan Dr. Wartenberg, bisa juga dengan menggunakan
peniti atau jarum tajam dan tumpul.

Peragakan Tunjukkan kepada pasien apa yg anda kerjakan, Jelaskan bahwa anda ingin agar
pasien memberitahukan apakah jarum yang dirasakan tajam atau tumpul. Sentuh area yang
terganggu dengan jarum dan kemudian sentuh dengan jarum tumpul pada area yg sehat.

TES mintalah pasien menutup kedua matanya kemudian beri rangsangan tajam dan tumpul
secara acak, dan perhatikan respon pasien.

Dermatom Pada lesi radiks saraf, timbul area penurunan sensasi yang terbatas pada distribusi
segmental. Area kulit yang dipersarafi oleh radiks spesifik dinamai dermatom.

Baal - Sering pasien mengeluh area baal. Pasien harus diinstruksikan untuk melukiskan area ini
dengan satu jari tangan. Kemudian pemeriksa harus menempatkan peniti di pusat area baal
merangsang ke arah luar sampai pasien memperhatikan rasa nyeri, dengan cara ini batas
kehilangan sensorik dapat ditentukan.

TES SENSASI SUHU:

Isi tabung dengan air hangat dan dingin.

Peragakan saya mau anda mengatakan sesuatu jika saya sentuh anda dengan tabung yang
panas atau dingin. Sentuhkan secara acak tabung air panas dan dingin pada tangan, kaki atau
daerah kulit yang terganggu.

TES PROPRIOSEPSI (Indera posisi)

Propriosepsi harus dites pada jari tangan dan kaki bilateral dengan memegang sisi lateral phalanx
distal, sementara bagian proksimal phalanx dipertahankan tetap. Mula-mula tes ini dijelaskan
kepada pasien dengan matanya terbuka pemeriksa memperlihtakan apa artinya keatas dan
kebawah. Kemudian pasien menutup mata & pemeriksa menggerakkan phalanxnya keatas dan
kebawah. Pasien hrs menjawab apakah sendinya ke atas atau ke bawah.

SENSASI RASA GETAR :

Gunakan garpu tala 128 Hz. Garpu tala dengan frequensi yg lebih tinggi (256 atau 512 Hz) tidak
adekuat.

Peragakan Pastikan pasien mengerti bahwa dia akan merasakan getaran, dengan memukulkan
garpu tala dan meletakkannya diatas sternum atau dagu.

45
TES mintalah pasien menutup matanya, tempatkan garpu tala pada tonjolan tulang, tanyakan
pasien dapat merasakan getaran tersebut.

Letakkan pada sendi metatarsal falangeal, malleolus medialis, tuberositas tibialis, spina iliaka
anterior superior, di lengan dan pada ujung jari, masing-masing sendi interfalangeal, pergelangan
tangan, siku dan bahu. Bila sensasi bagian distal normal, tes tidak perlu dilakukan pada bagian
proksimal

PEMERIKSAAN SENSORIK SEKUNDER :

Streognosis :

Identifikasi taktil obyek dinamai sebagai streognosis. Banyak jenis obyek yang lazim dapat
digunakan seperti uang logam, penjepit kertas, kunci atau kancing baju. Obyek yg tidak diakrabi
harus dihindari. Ketidak mampuan mengenal suatu obyek dinamai astereognois atau agnosia
taktil.

Grafestesia :

Ketidakmampuan mengenal angka atau huruf yang dituliskan pada kulit dinamai grafestesia.
Angka sekitar 1 cm tingginya digambarkan pada bantalan jari tangan dengan menggunakan
pensil.

Kehilangan kemampuan membedakan angka atau huruf dikenal sebagai grafenestesia.

Diskriminasi dua titik :

Kemampuan membedakan rangsangan kulit oleh satu ujung benda dari dua ujungdisebut
diskriminasi dua titik. Berbagai daerah tubuh bervariasi dalam kemampuan membedakan dua
titik pada tingkat derajat pemisahan ber-variasi. Normalnya dua titik terpisah 2 4 mm dpt
dibedakan pd ujung jari tangan, 30-40mm dpt dibedakan pada dorsum pedis. Tes dpt
menggunakan kompas, jepitan rambut.

Sensory inattention.

Mintalah pasien untuk mengatakan kepada anda bagian mana yang anda sentuh (baik dengan
kapas ataupun dengan jarum). Sentuhlah pada bagian kanan dan kemudian pada bagian kirinya.
Jika pasien dpt membedakan masing-masing secara terpisah, kemudian sentuhkan kedua bagian
pada saat yg sama.

46
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Pemeriksaan neurologis adalah suatu proses yang membutuhkan ketelitian dan pengalaman yang
terdiri dari sejumlah pemeriksaan pada fungsi yang sangat spesifik. Meskipun pemeriksaan
neurologis sering terbatas pada pemeriksaan yang sederhana, namun pemeriksaan ini sangat
penting dilakukan oleh pemeriksa, sehingga mampu melakukan pemeriksaan neurologis dengan
teliti dengan melihat riwayat penyakit dan keadaan fisik lainnya.Pemeriksaan neurologis terdiri
dari pemeriksaan saraf tepi,cerebellum,ektrapiramidalis,piramidalis,motorik,dan sensorik.Hasil
pemeriksaan neurologis ini dapat membantu fisioterapis dalam menegakkan diagnosis dan
intervensi fisioterapi.

47
DAFTAR PUSAKA

Sidharta, Priguna dan Mahar Mardjono. 2008. NEUROLOGI KLINIS DASAR. Jakarta: Dian
Rakyat.

Bates, Barbara. 1995. PEMERIKSAAN FISIK & RIWAYAT KESEHATAN. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

De Wolf dan Mens. 1990. PEMERIKSAAN ALAT PENGGERAK TUBUH. Deurne-


Antwerpen.A.N de Wolf.

Konin, Jeff G, dkk. 1997. SPECIAL TEST FOR ORTHOPEDIC EXAMINATION. GroveRoad:
SLAC Incorporated.

http://www.perdossijaya.org/perdossijaya/index.php?option=com_content&view=article&id=76:
neuropati-entrapmen-pada-ekstremitas-atas&catid=45:artikel&Itemid=63

http://www.fisiosby.com/index.php?option=com_content&task=view&id=9&Itemid=7

http://72.14.235.132/search?q=cache:fFDGdeifBXgJ:library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-
aldi2.pdf+phalen+test&cd=6&hl=id&ct=clnk&gl=id

http://cetrione.blogspot.com/2008/05/entrapment-neuropati.html

http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Atas.html

48

Anda mungkin juga menyukai