Med
KETERAMPILAN KLINIK
MODUL 5.1 Masalah pada Sistem Saraf & Perilaku
FK Universitas Diponegoro
2017
PERSIAPAN SEBELUM
PEMERIKSAAN
Alat dan Bahan
Memperkenalkan diri
Memberikan penjelasan kepada pasien tentang
pemeriksaan & pentingnya pemeriksaan yang akan
dilakukan
Menempatkan pasien pada tempat pemeriksaan &
memberikan suasana nyaman dan rileks pada pasien
PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
N. I (N. Olfaktorius)
1. Subyektif : tanyakan pada penderita
2. Obyektif : dengan bahan, prinsip :
1) gunakan bahan yang dikenal sehari-hari dan
baunya tidak merangsang mukosa hidung
2) sebelum memeriksa, kenalkanlah dulu bahan
yang akan diteskan
3) periksa bergantian lubang hidung kanan dan kiri,
mata penderita ditutup
Interpretasi Hasil Pemeriksaan
Normal/baik : terciumnya bau-bauan secara tepat
pada kedua sisi lubang hidung
Hiposmia : penurunan daya penciuman
Anosmia : hilangnya daya penciuman
Anosmia unilateral : kelainan pada lobus frontal
Anosmia bilateral : kelainan pada cekungan olfaktori
Parosmia : kesalahan mengenali bau yang dicium
misal : vanili dikenali sebagai bau bawang goreng
Hiperosmia : peningkatan kepekaan penciuman
contoh : pada trauma kapitis, histeria konversi
Halusinasi olfaktorik : sensasi bau yang muncul tanpa
adanya sumber bau. Contoh : aura epilepsi, psikosis
N. II (N. Optikus)
1. Tajam penglihatan (visus)
2. Lapangan pandang (campus visi)
3. Melihat warna
4. Fundus okuli (dengan alat oftalmoskop)
a. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus)
1. Dilakukan dengan cara membandingkan ketajaman
penglihatan pasien dengan pemeriksa yang normal.
2. Pasien diminta mengenali benda yang letaknya jauh,
misalnya jam dinding dan ditanyakan pukul berapa.
3. Pasien diminta membaca huruf-huruf yang ada di
koran atau buku.
4. Bila ketajaman penglihatan pasien sama dengan
pemeriksa, maka dianggap normal.
5. Pemeriksaan ketajaman penglihatan yang lebih teliti
adalah dengan pemeriksaan visus menggunakan
optotipe snellen.
Pemeriksaan Snellen Chart
Mintalah pasien membaca snell chart dari jarak 6 meter.
Meminta pasien untuk menutup mata kiri untuk memeriksa mata kanan,
demikian pula sebaliknya
Minta pasien untuk membaca dari huruf teratas hingga huruf terbawah yang
bisa dibaca pasien.
Bila pasien dapat membaca sampai barisan paling bawah, maka ketajaman
penglihatannya (6/6) (normal).
Jika pasien hanya bisa membaca sampai batas 20,berarti bahwa huruf yang
seharusnya dapat dibaca dari jarak 20 meter, ia hanya dapatmembacanya dari
jarak 6 meter (6/20)
Bila pasien belum dapat melihat huruf teratas atau terbesar dari kartu Snellen
maka mulai HITUNG JARI pada jarak 3 meter (tulis 3/60).Hitung jari 3 meter
belum bisa terlihat maka maju2 meter (tulis 2/60), bila belum terlihat maju
1meter (tulis 1/60).
Bila belum juga terlihat maka lakukan GOYANGAN TANGAN pada jarak 1
meter (tulis 1/300).
Goyangan tangan belum terlihat maka sentermata responden dan tanyakan
apakah pasien dapat melihat SINAR SENTER (tulis 1/ ~).
Bila tidak dapat melihat sinar disebut BUTA TOTAL
b. Pemeriksaan Lapangan Pandang
Dilakukan dengan jalan membandingkan dengan penglihatan pemeriksa yang
dianggap normal, dengan menggunakan metode konfrontasi donder.
Pasien diminta duduk atau berdiri berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa
dengan jarak kira-kira 1 meter.
Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri pasien harus ditutup,
misalnya dengan tangan atau kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup
mata kanannya.
Kemudian pasien diberikan instruksi untuk melihat terus pada mata kiri
pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat mata kanan pasien.
Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan
antara pemeriksa dan pasien.
Lakukan gerakan dari arah luar ke dalam
Jika pasien mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberi tahu
dan dibandingkan dengan pemeriksa, apakah pemeriksa juga melihatnya
Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan lebih
dahulu melihat gerakan tersebut.
Lakukan pemeriksaan pada masing-masing mata pasien.
Jenis-jenis kelainan lapangan pandang (visual defect)
Total blindness : tidak mampu melihat secara total
Hemianopsia : tidak mampu melihat sebagian
lapangan pandang : nasal, temporal, binasal,
bitemporal
Hemianopsia homonim
Quadrantanopsia homonim
c. Pemeriksaan Funduskopi
Diajarkan pada modul 5.2
d. Melihat warna
Kartu ishihara
N. III (N. Okulomotor)
1. Pemeriksaan Kelopak Mata
2. Pupil
3. Gerakan Bola Mata (bersamaan dengan N. IV & VI)
Cara pemeriksaannya bersamaan, yaitu :
Pemeriksa melakukan wawancara dengan pasien
Selama wawancara, pemeriksa memperhatikan celah matanya, apakah ada ptosis,
eksoftalmus dan strabismus/ juling dan apakah ia cendrung memejamka matanya
karena diplopia.
Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil, reaksi
cahaya pupil, reaksi akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan
nistagmus.
Untuk menilai m. Levator palpebra, pasien diminta memejamkan matanya, kemudian
diminta ia membuka matanya.
Waktu pasien membuka matanya, kita tahan gerakan ini dengan jalan memegang /
menekan ringan pada kelopak mata.
Dengan demikian dapat dinilai kekuatan kelopak mata.
Lakukan pemeriksaan pupil meliputi ukuran, bentuk, kesamaan antara
kanan dan kiri,
apakah bentuknya bundar atau tidak rata tepinya.
Miosis = pupil mengecil, midriasis = pupil membesar
posisi, dan reaktivitas terhadap cahaya ( refleks pupil) baik direk (s
ecara langsung) ataupun indirek (tidak langsung).
Pasien diminta melihat jauh.
Refleks pupik direk : menyinari mata dengan senter kemudian perhatikan
reaksi pupil pada mata yang disinari. Normal akan mengecil
Refleks pupil indirek : menyinari mata dengan senter kemudian per-
hatikan reaksi pupil pada mata yang tidak disinari
Interpretasi
Normal : kelopak mata, gerak bola mata, reflex pupil
Gangguan total N.III :
1. Ptosis : akibat lumpuhnya m. Levator palpebra
2. paresis m. Rektus superior, m. Rektus inferior, m.
Rektus medius/internus, m. Obliquus inferior
3. Midriasis pupil : akibat kelumpuhan saraf
parasimpatis
Gangguan sebagian N. III
N. IV (N. Troklearis)
gerak mata ke medial bawah
N. VI (N. Abdusens)
Gerak mata ke lateral
N. V (N. Trigeminus)
Dibagi 3 cabang:
N. V (N. Trigeminus)
Pemeriksaan Fungsi Motorik N. Trigeminus :
• Pasien menggigit giginya sekuat-kuatnya, palpasi m.maseter &
temporalis
• Pasien membuka mulutnya, perhatikan deviasi rahang bawah
(m.pterigoideus lateralis)
• Kayu tongue spatel digigit bergantian sisi kanan dan sisi kiri,
bandingkan bekas gigitan antara sisi kanan dan sisi kiri
(M.Pterigoideus Medialis)
lagophtalmus
N. VIII (N. Vestibulokokhlearis)
2 komponen :
1) N. Kokhlearis
1. Suara Bisik
2. Gesekan jari
3. Detik arloji
4.Uji garputala
2) N. Vestibularis
Pemeriksaan keseimbangan (baca lagi Modul 2.1)
N. IX & X (N. Glosofaringeus & N. Vagus)
1. Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter
perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh
menyebut “ah”
2. Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah
komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh
bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa
menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut
(N. IX) setiap kali dilakukan.
3. kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak
(lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk
4. tes juga rasa kecap secara rutin pada posterior lidah (N. IX) dengan
memberikan rasa pahit :
Pemeriksaan Fungsi pengecapan
– Minta pasien menjulurkan lidahnya.
– Bersihkan lidah penderita pd 1/3 bagian belakang.
– Berilah rangsangan pengecapan pd lidah 1/3 belakang
N. XI (N. Aksesorius)
1. m. Trapezius : meminta pasien mengangkat bahunya
dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan
usahakan untuk menekan bahunya ke bawah,
SELAMAT BERLATIH !