Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

TRIAGE
Laporan pedahuluan ini disusun untuk memenuhi tugas pra-klinik pada Modul
Kegawatdaruratan dan Kritis (KGDK) di RSUP Fatmawati Ruang IGD

Disusun Oleh :
Wafi nursyifa hajarani qotrunnada
NIM : 11151040000110

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK
2018/2019
TRIAGE

A. Definisi

Triage berasal dari bahasa Prancis trier bahasa Inggris triage dan diturunkan
dalam bahasa Indonesia triage yang berarti sortir, yaitu proses khusus memilah pasien
berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat
darurat. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep
pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan
pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien
terhadap 100 juta orang yang memerlukan perawatan di UGD setiap tahunnya. Sistem
triage mulai dikembangkan mulai pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan
UGD yang melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan
penanganan segera (Oman, 2008).

Sistem triase yang sering di gunakan dan mudah dalam mengaplikasikanya


adalah mengunakan START (Simple triage and rapid treatment) yang pemilahanya
menggunakan warna . Warna merah menunjukan prioritas tertinggi yaitu korban yang
terancam jiwa jika tidak segera mendapatkan pertolongan pertama. Warna kuning
menunjukan prioritas tinggi yaitu koban moderete dan emergent. Warna hijau yaitu
korban gawat tetapi tidak darurat meskipun kondisi dalam keaadaan gawat ia tidak
memerlukan tindakan segera. Terakhir adalah warna hitam adalah korban ada tanda-
tanda meninggal (Ramsi, IF. dkk ,2014)

Tujuan dari triage dimanapun dilakukan, bukan saja supaya bertindak dengan
cepat dan waktu yang tepat tetapi juga melakukan yang terbaik untuk pasien. Dimana
triage dilakukan berdasarkan pada ABCDE, beratnya cedera, jumlah pasien yang
datang, sarana kesehatan yang tersedia serta kemungkinan hidup pasien (Pusponegoro,
2010).

B. Simple Triage and Rapid Treatment

Salah satu metode yang paling sederhana dan umum digunakan adalah metode
Simple Triage and Rapid Treatment (START). Pelaksanaan triage dilakukan dengan
memberikan tanda sesuai dengan warna prioritas. Tanda triage dapat bervariasi mulai
dari suatu kartu khusus sampai hanya suatu ikatan dengan bahan yang warnanya sesuai
dengan prioritasnya. Jangan mengganti tanda triage yang sudah ditentukan. Bila
keadaan penderita berubah sebelum memperoleh perawatan maka label lama jangan
dilepas tetapi diberi tanda, waktu dan pasang yang baru (Hogan dan Burstein, 2007).

START, sebagai cara triage lapangan yang berprinsip pada sederhana dan
kecepatan, dapat dilakukan oleh tenaga medis atau tenaga awam terlatih. Dalam
memilah pasien, petugas melakukan penilaian kesadaran, ventilasi, dan perfusi selama
kurang dari 60 detik lalu memberikan tanda dengan menggunakan berbagai alat
berwarna, seperti bendera, kain, atau isolasi. Pelaksanaan triage metode START
meliputi (Hogan dan Burstein, 2007):

a. Kumpulkan semua penderita yang dapat / mampu berjalan sendiri ke areal


yang telah ditentukan, dan beri mereka label HIJAU.
b. Setelah itu alihkan kepada penderita yang tersisa periksa :
c. Pernapasan :
1) Bila pernapasan lebih dari 30 kali / menit beri label MERAH.
2) Bila penderita tidak bernapas maka upayakan membuka jalan napas dan
bersihkan jalan napas satu kali, bila pernapasan spontan mulai maka beri
label MERAH, bila tidak beri HITAM.
3) Bila pernapasan kurang dari 30 kali /menit nilai waktu pengisian kapiler.
d. Waktu pengisian kapiler :
1) Lebih dari 2 detik berarti kurang baik, beri MERAH, hentikan perdarahan
besar bila ada.
2) Bila kurang dari 2 detik maka nilai status mentalnya.
3) Bila penerangan kurang maka periksa nadi radial penderita. Bila tidak ada
maka ini berarti bahwa tekanan darah penderita sudah rendah dan perfusi
jaringan sudah menurun.
e. Pemeriksaan status mental :
1) Pemeriksaan untuk mengikuti perintah-perintah sederhana
2) Bila penderita tidak mampu mengikuti suatu perintah sederhana maka beri
MERAH.
3) Bila mampu beri KUNING
C. Waktu respon
1. Merah : 0-10 menit
2. Kuning : 30 menit
3. Hijau : 60 menit
4. Hitam : 120 menit

D. Ketrampilan Dalam Penilaian triage


Menurut Oman (2008) penilaian triage terdiri dari :
1. Primary survey priorotas (ABC) untuk menghasilkan prioritas I dan seterusnya
2. Secondary survey pemeriksaan menyeluruh (Head to Toe) untuk menghasilkan
prioritas I, II, III,0 dan selanjutnya.
3. Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan perubahan pada
(A,B,C) derajat kesadaran dan tanda vital lainnya. Perubahan prioritas karena
perubahan kondisi korban. Penanganan pasien UGD perawat dalam pelaksanaan
triage harus sesuai dengan protap pelayanan triage agar dalam penanganan
pasien tidak terlalu lama.
E. Klasifikasi dan penentuan prioritas
Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan pada
keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum pasien
serta hasil pengkajian fisik yang terfokus. Menurut Comprehensive Speciality Standart,
ENA tahun 1999, penentuan triase didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang
dan psikososial selain pada factor-faktor yang mempengaruhi akses pelayanan
kesehatan serta alur pasien lewat system pelayanan kedaruratan. Hal-hal yang harus
dipertimbangkan mencakup setiap gejala ringan yang cenderung berulang atau
meningkat keparahannya. Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam
system triage adalah kondisi klien yang meliputi :
1. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat.
2. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan
penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan.
3. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh
gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing / Pernafasan, Circulation /
Sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal atau cacat (Wijaya,
2010).
Berdasarkan prioritas keperawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
Tabel 1. Klasifikasi Triage
KLASIFIKASI KETERANGAN
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya
gangguan ABC dan perlu tindakan segera,
misalnya cardiac arrest, penurunan
kesadaran, trauma mayor dengan
perdarahan hebat
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah
dilakukan resusitasi maka ditindaklanjuti
oleh dokter spesialis. Misalnya : pasien
kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan
lainnya
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa
tetapi memerlukan tindakan darurat.
Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan
dapat langsung diberikan terapi definitive.
Untuk tindak lanjut dapat ke poliklinik,
misalnya laserasi, fraktur minor / tertutup,
otitis media dan lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan
tidak memerlukan tindakan gawat. Gejala
dan tanda klinis ringan / asimptomatis.
Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan
sebagainya.

F. Protap dalam triage


1. Pasien datang diterima petugas / paramedis UGD.
2. Diruang triage dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat
(selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya. Oleh perawat.
3. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triage dapat
dilakukan di luar ruang triage (di depan gedung IGD).
4. Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi kode warna.
Menurut Rowles (2007) kode warga berdasarkan kegawatan pasien adalah
sebagai berikut:
a. Segera-Immediate (merah). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera.
Misalnya:Tension pneumothorax, distress pernafasan (RR< 30x/mnt),
perdarahan internal, dsb.
b. Tunda-Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi
tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi
terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan perdarahan
terkontrol, luka bakar > 25 %.
c. Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan
menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi
minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
d. Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat
3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
e. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna
: merah, kuning, hijau, hitam.
f. Penderita/korban kategori triage merah dapat langsung diberikan
pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan
medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang operasi
atau dirujuk ke rumah sakit lain.
g. Penderita dengan kategori triage kuning yang memerlukan tindakan
medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu
giliran setelah pasien dengan kategori triage merah selesai ditangani.
h. Penderita dengan kategori triage hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan,
atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka
penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
i. Penderita kategori triage hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar
jenazah. (Rowles, 2007).
G. Proses Triage dalam Keperawatan
a. Proses triage mengikuti langkah-langkah proses keperawatan yaitu tahap
pengkajian, penetapan diagnosa, perencanaan, intervensi, dan evaluasi.
Pengkajian Ketika komunikasi dilakukan, perawat melihat keadaan pasien secara
umum. Perawat mendengarkan apa yang dikatakan pasien, dan mewaspadai
isyarat oral. Riwayat penyakit yang diberikan oleh pasien sebagai informasi
subjektif. Tujuan informasi dapat dikumpulkan dengan mendengarkan nafas
pasien, kejelasan berbicara, dan kesesuaian wacana. Temuan seperti mengi,
takipnea, batuk produktif (kering), bicara cadel, kebingungan, dan disorientasi
adalah contoh data objektif yang dapat langsung dinilai.

Pengkajian (PQRST)
- Provokes (pemicu)
- Quality (kualitas)
- Radiation (penyebaran)
- Severity (intensitas)
- Time (waktu)
- Treatment (penanganan)
Ditambah dengan riwayat alergi, obat-obatan terahir, imunisasi, haid
terahir,setelah itu baru diklasifikasikan.

b. Diagnosa Dalam triage diagnosa dinyatakan sebagai ukuran yang mendesak.


Apakah masalah termasuk ke dalam kondisi Emergency (mengancam kehidupan,
anggota badan, atau kecacatan). Urgen (mengancam kehidupan, anggota badan,
atau kecacatan) atau nonurgen. Diagnosa juga meliputi penentuan kebutuhan
pasien untuk perawatan seperti dukungan, bimbingan, jaminan, pendidikan,
pelatihan, dan perawatan lainnya yang memfasilitasi kemampuan pasien untuk
mencari perawatan
c. Perencanaan Dalam triage rencana harus bersifat kolaboratif. Perawat harus
dengan seksama menyelidiki keadaan yang berlaku dengan pasien,
mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang penting, dan mengembangkan rencana
perawatan yang diterima pasien. Hal ini sering membutuhkan proses negosiasi,
didukung dengan pendidikan pasien. Adalah tugas perawat untuk bertindak
berdasarkan kepentingan terbaik pasien dan kemungkinan pasien dapat
mengikuti. Kolaborasi juga mungkin perlu dengan anggota tim kesehatan lain
juga.
d. Intervensi , Dalam analisis akhir, bisa memungkinkan bahwa perawat tidak dapat
melakukan apa-apa untuk pasien. Oleh karena itu harus ada pendukung lain yang
tersedia, misalnya dokter untuk menentukan tindakan yang diinginkan. Untuk itu,
perawat triage harus mengidentifikasi sumber daya untuk mengangkut pasien
dengan tepat. Oleh karena itu perawat triage juga memiliki peran penting dalam
kesinambungan perawatan pasien. Protokol triage atau protap tindakan juga dapat
dipilih dalam pelaksanaan triage.
e. Evaluasi
Sebagai catatan akhir, adalah penting bahwa perawat triage harus bertindak hati-
hati, Jika ada keraguan tentang penilaian yang sudah dibuat, kolaborasi dengan
medis, perlu diingat perawat triage harus selalu bersandar pada arah keselamatan
pasien. (Rutenberg, 2009).
f. Simple Triage and Rapid Treatment
Salah satu metode yang paling sederhana dan umum digunakan adalah metode
Simple Triage and Rapid Treatment (START). Pelaksanaan triage dilakukan
dengan memberikan tanda sesuai dengan warna prioritas. Tanda triage dapat
bervariasi mulai dari suatu kartu khusus sampai hanya suatu ikatan dengan bahan
yang warnanya sesuai dengan prioritasnya. Jangan mengganti tanda triage yang
sudah ditentukan. Bila keadaan penderita berubah sebelum memperoleh
perawatan maka label lama jangan dilepas tetapi diberi tanda, waktu dan pasang
yang baru (Hogan dan Burstein, 2007).
F. Dokumentasi
Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam
persoalan hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau
merekam peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang
dianggap berharga dan penting.
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar nasional
berperan sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal tersebut
memungkinkan peninjau yang objektif menyimpulkan bahwa perawat sudah
melakukan pemantauan dengan tepat dan mengkomunikasikan perkembangan pasien
kepada tim kesehatan. Pencatatan, baik dengan computer, catatan naratif, atau lembar
alur harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah melakukan pengkajian dan
komunikasi, perencanaan dan kolaborasi, implementasi dan evaluasi perawatan yang
diberikan, dan melaporkan data penting pada dokter selama situasi serius. Lebih jauh
lagi, catatan tersebut harus menunjukkan bahwa perawat gadar bertindak sebagai
advokat pasien ketika terjadi penyimpangan standar perawatan yang mengancam
keselamatan pasien (Anonimous, 2002).
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :
1. Waktu dan datangnya alat transportasi
2. Keluhan utama
3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5. Penempatan di area pengobatan yang tepat (missal : cardiac versus trauma,
perawatan minor vs perawatan kritis)
6. Permulaan intervensi (missal : balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur
diagnostic seperti pemeriksaan sinar X, EKG, GDA, dll
Daftar pustaka

1. Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi.Jakarta : EGC


2. Pusponegoro, D Aryono. et al, (2010) Buku Panduan Basic Trauma and Cardiac Life
Support, Jakarta : Diklat Ambulance AGD 118
3. DepKes, (2005). Pedoman Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai