Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KESELAMATAN PASIEN DAN KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

“Memutus Rantai Infeksi (Precaution Medication Safety)”

DISUSUN OLEH :
1. SRI MELATI
2. SONI ARIFAN JAYA
3. SYARI MUTIARA
4. DEVA NADA
5. NADIYAH SUWOYO
6. INDAH LESTARI
7. NABILA AMANDA PUTRI
8. ANNISA DIAN UTAMI
9. YENI HANDAYANI

KEMETERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan kami
semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Keselamatan pasien
dan keselamatan kesehatan kerja yang berjudul “ Upaya Memutus Rantai Infeksi” dapat selesai
seperti waktu yang telah kami rencanakan.
Selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan penyusun, makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah K3. Makalah ini membahas tentang Upaya Memutus
Rantai Infeksi.
Tak ada gading yang tak retak Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penyusun harapkan untuk penyempurnaan makalah-makalah selanjutnya.

Bandar Lampung, 3 Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia termasuk di
Indonesia. Infeksi yang terjadi di rumah sakit sekarang lebih dikenal dengan health care
associated infections (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya dirumah sakit tetapi
juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Untuk dapat melakukan pencegahan dan
pengendalian infeksi khususnya infeksi rumah sakit, perlu memiliki pengetahuan mengenai
konsep dasar penyakit infeksi. Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di rumah sakit dan
upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu.
Dalam pemeberian pelayanan yang bermutu, seorang petugas kesehatan harus memiliki
kemampuan untuk mencegah infeksi dimana hal ini memiliki keterkaitan yang tinggi dengan
pekerjaan karena mencakup setiap aspek penanganan pasien. Saat ini. Masalah infeksi makin
banyak mendapat perhatian para ahli karena disamping dapat meningkatkan morbilitas maupun
mortalitas, juga menambah biaya perawatan dan obat-obatan, waktu tenaga yang pada akhirnya
akan membebani pemerintah atau rumah sakit, personil rumah sakit, maupun penderita dan
keluarganya. Hal ini jelas bertentangan dengan kebijaksanaan pembangunan bidang kesehatan
yang justru menekankan peningkatan efisiensi pelayanan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi infeksi?
2. Apa saja penyabab infeksi?
3. Bagaimana tahap-tahap infeksi?
4. Apa tanda-tanda infeksi?
5. Bagaimana proses rantai penularan infeksi?
6. Bagaimana prinsip pencegahan infeksi?
7. Bagaimana strategi pencegahan dan pengendalian untuk memutus rantai penularan
infeksi
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi infeksi.
2. Untuk mengetahui penyabab infeksi.
3. Untuk mengetahui tahap-tahap infeksi.
4. Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
5. Untuk mengetahui proses rantai penularan infeksi.
6. Untuk mengetahui prinsip pencegahan infeksi.
7. Untuk mengetahui strategi pencegahan dan pengendalian untuk memutus rantai
penularan infeksi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian infeksi
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme gagal dan
menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan. Penyakit akan timbul jika
patogen berkembang biak dan menyebabakan perubahan pada jaringan normal. (Potter &
perry .Fundamental Keperawatan Edisi 4). Rantai Penularan Penyakit adalah rangkain
sejumlah faktor yang memungkinkan proses penularan suatu penyakit dapat berlangsung.
B. Penyebab infeksi
Gejala dari infeksi bervariasi, bahkan ada kondisi dimana infeksi tersebut tidak
menimbulkan sub klinis. Gejala yang ditimbulkan terkadang bersifat lokal (di tempat
masuknya mikoorganisme) atau sistematik (menyebar keseluruh tubuh). Berikut adalah
beberapa gejala yang timbul berdasarkan penyebabnya :
1. Bakteri : gejala yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri bervariasi tergantung bagian tubuh
mana yang diinfeksi. Jika seseorang terkena infeksi bakteri di tenggorokan, maka ia akan
merasakan nyeri tenggorokan, batuk, dan sebagainya. Jika mengalami infeksi bakteri pada
perncernaan, maka ia akan merasakan gangguan pencernaan seperti diare, konstipasi, mual
atau muntah.
2. Virus : gejala yang ditimbulkan oleh infeksi tergantung dari tipe virus, bagian tubuh yang
terinfeksi, usia, dan riwayat penyakitnya. Gejala dari infeksi virus dapat mempengaruhi
hampir seluruh bagian tubuh. Gejala yang sering timbul biasanya flu, gangguan
pencernaan, bersin–bersin, hidung berair dan tersumbat, pembesaran kelenjar getah bening,
pembengkakan tonsil, atau bahkan turunya berat badan.
3. Jamur : kebanyakan jamur menginfeksi kulit, meskipun terdapat bagian tubuh lain yang
dapat terinfeksi seperti paru–paru dan otak. Gejala infeksi yang disebabkan oleh jamur
antara lain gatal, kemerahan, kadang terdapat rasa bakar, dan kulit bersisik.
C. Tahap infeksi
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien tergantung dari tingkat
infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan penjamu. Dengan proses perawatan
yang tepat, maka akan meminimalisir penyebaran dan meminimalkan penyakit.
Perkembangan infeksi mempengaruhi tingkat asuhan keperawatan yang diberikan.
Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan kompleks mekanisme yang
sangat baik, yang jika utuh, berfungsi mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme asing
dan sel-sel ganas. Pada beberapa keadaan, komponen-komponen baik respon spesifik
maupun nonspesifik bisa gagal dan hal tersebut mengakibatkan kerusakan pertahanan hospes.
Orang-orang yang mendapat infeksi yang disebabkan oleh defisiensi dalam pertahanan dari
segi hospesnya disebut hospes yang melemah. Sedangkan orang-orang dengan kerusakan
mayor yang berhubungan dengan respon imun spesifik disebut hospes yang terimunosupres.
Secara umum proses atau tahap infeksi adalah sebagai berikut:
1. Tahap Inkubasi adalah waktu yang diperlukan darisaat masuknya patogen (penyebab
penyakit) kedalam tubuah sampai mulai menimbulkan gejala pertamakali.
2. Tahap Prodomal adalah Interval dari awitan tanda dan gejala non spesifik (malaise, demam
ringan, keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme tumbuh
dan berkembang biak dan klien lebih mampu menyebarkan penyakit ke orang lain
3. Tahap Sakit klien adalah memanifestasikan tanda dan gejala yang speifik terhadap jenis
sakit
4. Tahap Pemulihan adalah interval saat munculnya gejala akut infeksi

D. Tanda-tanda infeksi
1. Calor
Terdapat rasa panasdengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula
oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37OC disalurkan ke
permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal.
2. Dolor
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung
saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf.
Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan
yang meradang.
3. Rubor
Terdapat kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami
peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai
darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal
dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut
hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut.
4. Tumor
Terdapat pembengkakanPembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan
interstitial
5. Fungsiolesa
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Functio
laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara
mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang.
E. Proses rantai penularan infeksi
Proses rantai penularan infeksi adalah sebagai berikut :

1. Agen/Penyebab Infeksi
Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri, virus, jamur dan
protozoa. Mikroorganisme dikulit bisa merupakan flora transient maupun resident.
Mikroorganisme transient normalnya ada dan jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup
dan berbiak dikulit. Organisme transient melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan
objek atau orang lain dalam aktivitas normal. Organisme ini siap ditularkan kecuali dengan
cuci tangan. Organisme residen tidak dengan mudah bisa dihilangkan melalui cuci tangan
dengan sabun dan detergen biasa kecuali bila gosokan dilakukan dengan seksama.
Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi tergantung pada: jumlah mikroorganisme,
virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit), kemampuan untuk masuk dan bertahan
hidup dalam host serta kerentanan dalam host/pejamu.
2. Reservoir (sumber mikroorganisme)
Reservoir adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup baik berkembang
biak atau tidak adalah manusia, binatang, makanan, air, serangga dan benda lain.
Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia, terutama dikulit, mukosa, cairan atau
drainase. Adanya mikroorganisme patogen dalam tubuh tidak selalu menyebabkan
penyakit pada hostnya. Sehingga reservoir yang didalamnya terdapat mikroorganisme
patogen bisa menyebabkan orang lain bisa menjadi sakit (carier). Kuman dapat hidup dan
berkembang biak dalam reservoir jika karakteristik reservoirnya cocok dengan kuman.
Karakteristik tersebut adalah air, suhu, ph, udara dan pencahayaan.
3. Portal of exit (jalan keluar)
Mikroorganisme yang hidup didalam reservoir harus menemukan jalan keluar untuk masuk
ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum menimbulkan infeksi, mikroorganisme
harus keluar terlebih dahulu dari reservoirnya. Jika reservoirnya manusia, kuman dapat
keluar melalui saluran pencernaan, pernafasan, perkemihan, genetalia, kulit, membrane
mukosa yang rusak serta darah.
4. Cara penularan (transmisi)
a) Kontak (contact transmission)
1) Direct/Langsung : kontak badan ke badan transfer kuman penyebab secara fisik pada
saat pemeriksaan fisik, memandikan klien, dll.
2) Indirect/Tidak langsung: kontak melalui objek (benda/alat). Dengan perantara:
instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci.
b) Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek, tdk
bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh :
Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib), virus influenza,
mumps, rubella.
c) Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara, jarak penyebaran jauh,
dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis, virus campak, varisela (cacar
air), spora jamur.
d) Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan kehidupan
kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan.
Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan.
e) Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat
menularkan kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau menimbun
kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu,
binatang pengerat
5. Portal masuk
Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh. Kulit
merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman infeksius. Rusaknya kulit
atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk kedalam tubuh
melalui rute yang sama dengan portal keluar. Faktor-faktor yang menurunkan daya tahan
tubuh memperbesar kesempatan patogen masuk kedalam tubuh.
6. Daya tahan hospes (manusia)
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius. Kerentanan
bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen. Meskipun seseorang
secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi tidak
akan terjadi sampai individu rentan terhadap kekuatan dan jumlah mikroorganisme
tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu
usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi, terapi medis, pemberian obat
dan penyakit penyerta.
F. Prinsip pencegahan infeksi
Prinsip pencegahan infeksi antara lain :
1. Antiseptik
Antiseptik adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lainnya.
2. Aseptik
Aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah masuknya mikroorganisme
ke dalam tubuh yang mungkin akan menyebabkan infeksi. Tujuannya adalah mengurangi
atau menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik pada permukaan benda hidup maupun
benda mati agar alat-alat kesehatan dapat digunakan dengan aman.
3. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas
kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan medis, sarung tangan,
meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Cara memastikannya
adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap benda - benda tersebut setelah
terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh
4. Desinfeksi
Tindakan yang tindakan menghilangkan sebagian besar mikroorganisme penyebab
penyakit dari benda mati.
5. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Suatu proses yang menghilangkan mikroorganisme kecuali beberapa endospora bakteri
pada benda mati dengan merebus, mengukus, atau penggunaan desinfektan kimia.
6. Mencuci dan membilas
Suatu proses yang secara fisik menghilangkan semua debu, kotoran, darah, dan bagian
tubuh lain yang tampak pada objek mati dan membuang sejumlah besar mikro organisme
untuk mengurangi resiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani benda
tersebut (proses ini terdiri dari pencucian dengan sabun atau deterjen dan air, pembilasan
dengan air bersih dan pengeringan secara seksama).
7. Sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri pada benda-benda mati atau
instrument.
G. Strategi pencegahan dan pengendalian untuk memutus rantai penularan infeksi
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu,
agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko
pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya
infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :
1. Peningkatan daya tahan penjamu
Dapat berupa pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian
imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang
adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi
Dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan
(pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk
klorinasi air, desinfeksi.
3. Memutus mata rantai penularan
Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi
hasilnya bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah
ditetapkan.
4. Tindakan pencegahan paska pajanan terhadap petugas kesehatan
Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh
lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.
Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.
Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah
penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan ketaatan dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasional. Adapun
cara memutus mata rantai penularan infeksi tersebut adalah dengan penerapan Kewaspadaan
Isolasi (Isolations Precautions) dirancang untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit
menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak
diketahui. Yang terdiri dari Kewaspadaan Standar (Standart Precautions) dan Kewaspadaan
Berdasarkan Transmisi (Transmission Based Precaution).
Kewaspadaan Standar (Standart Precautions) yang dilakukan kepada semua pasien
tanpa memandang pasien tersebut infeksius atau tidak. Kemenkes RI (2011), menuliskan
bahwa ada sepuluh hal yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan PPI, yaitu :
1. Kebersihan tangan
Praktek membersihkan tangan adalah upaya mencegah infeksi yang disebarkan melalui
tangan dengan menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat dan
membunuh mikroorganisme pada kulit. Menjaga kebersihan tangan ini dilakukan
segera setelah sampai di tempat kerja, sebelum kontak dengan klien atau melakukan
tindakan untuk klien, selama melakukan indakan (jika secara tidak sengaja
terkontaminasi) dan setelah kontak atau melakukan tindakan untuk klien. Secara
garis besar, kebersihan tangan dilakukan pada air mengalir, menggunakan sabun
dan/atau larutan antiseptik, dan diakhiri dengan mengeringkan tangan dengan kain yang
bersih dan kering.

2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)


Alat Pelindungan Diri (APD) telah lama digunakan untuk melindungi klien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun, dengan munculnya Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan Hepatitis C, serta meningkatnya kembali kasus
Tuberculosis (TBC), penggunaan APD juga menjadi sangat penting dalam melindungi
petugas. Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata, topi,
gaun, apron, pelindung kaki, dan alat pelindung lainnya.
3. Penatalaksanaan peralatan klien dan linen
Konsep ini meliputi cara memproses instrumen yang kotor, sarung tangan, linen, dan alat
yang akan dipakai kembali dengan menggunakan larutan klorin 0,5%, mengamankan alat-
alat kotor yang akan tersentuh serta memilih proses penanganan yang akan digunakan
secara tepat. Penatalaksanaan ini dapat dilakukan dengan precleaning, pencucian dan
pembersihan, Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), serta sterilisasi.
4. Pengelolaan limbah
Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan PPI berupa pengelolaan limbah
rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, baik limbah yang terkontaminasi maupun
yang tidak terkontaminasi.
5. Pengendalian lingkungan rumah sakit
Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya adalah untuk
menciptakan lingkungan yang bersih, aman, dan nyaman. Pengendalian lingkungan secara
baik dapat meminimalkan atau mencegah transmisi mikroorganisme dari lingkungan
kepada klien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit atau fasilitas
kesehatan.
6. Kesehatan karyawan/perlindungan pada petugas kesehatan
Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terpapar kuman saat bekerja. Upaya rumah sakit
atau fasilitas kesehatan untuk mencegah transmisi ini adalah membuat program
pencegahan dan pengendalian infeksi pada petugasnya, misalnya dengan pemberian
imunisasi.
7. Penempatan/isolasi klien
Penerapan program ini diberikan pada klien yang telah atau sedang dicurigai menderita
penyakit menular. Klien akan ditempatkan dalam suatu ruangan tersendiri untuk
meminimalkan proses penularan pada orang lain.
8. Hygiene respirasi/etika batuk
Semua klien, pengunjung, dan petugas kesehatan perlu memperhatikan kebersihan
pernapasan dengan cara selalu menggunakan masker jika berada di fasilitas pelayanan
kesehatan. Saat batuk, sebaiknya menutup mulut dan hidung menggunakan tangan atau
tisu.
9. Praktik menyuntik yang aman
Jarum yang digunakan untuk menyuntik sebaiknya jarum yang steril dan sekali pakai pada
setiap kali suntikan.
10. Praktik lumbal pungsi
Saat melakukan prosedur lumbal pungsi sebaiknya menggunakan masker untuk mencegah
transmisi droplet flora orofaring
Kewaspadaan transimisi (Transmission Based Precaution) adalah kewaspadaan
berdasarkan sumber infeksi : kontak, droplet, airbone. Kewaspadaan transimisi anntara lain :
1. Contact Precautions
 Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
 Gunakan jubah ketika melakukan perawatan langsung
 Gunakan sarung tangan ketika melakukan perawatan langsung
2. Droplet Precautions
 Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
 Gunakan masker dengan jarak 2 meter dari pasien
 Gunakan pelindung mata dengan jarak 2 meter dari pasien
3. Airbone Precautions
 Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
 Tutup pintu, buka jendela jika memungkinkan
 Gunakan masker N95 ketika memasuki ruangan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Infeksi nosokomial atau Healthcare-associated infections (HAIs) merupakan masalah
serius dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang perlu mendapat perhatian khusus
dalam pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. Upaya untuk mencegah kejadian infeksi
nosokomial yang penting adalah penerapan standar precaution baik bagi pasien, petugas,
lingkungan dan alat kesehatan, dengan tujuan untuk memutuskan rantai penularanya.
Pendidikan bagi tenaga kesehatan sangat mendukung dalam upaya pengendalian infeksi,
untuk itu pendidikan infeksi harus diberikan secara terus menerus
B. Saran
Setelah seorang perawat mendapatkan ilmu mengenai pengendalian infeksi ini,
Sebaiknya sebagai seorang perawat dapat mengetahui bagaimana cara mencegah infeksi agar
tidak terjadi penularan, dan perawat diharapkan juga dapat menanggulangi penyakit infeksi
tersebut dengan intensif.
DAFTAR PUSTAKA
https://labkeppoltekkesbanten.files.wordpress.com/2017/08/makalah-nosokomial-fdc.pdf
https://www.academia.edu/8483485/Pengendalian_Infeksi
https://ansharcaniago.wordpress.com/2013/04/14/pencegahan-dan-pengendalian-infeksi-terkait-
pelayanan-kesehatan-di-lahan-praktik/
https://www.academia.edu/23115286/Pedoman_Pencegahan_dan_Pengendalian_Infeksi_di_Ru
mah_Sakit_dan_Fasilitas_Pelayanan_Kesehatan_lainnya
https://www.academia.edu/32805497/PENCEGAHAN_DAN_PENGENDALIAN_INFEKSI_TE
RKAIT_PELAYANAN_KESEHATAN_DI_LAHAN
http://elisabetmela.blogspot.com/2014/11/rantai-infeksi.html

Anda mungkin juga menyukai