Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“ASPEK PSIKO-SOSIAL, SPIRITUAL DAN KULTURAL


KLIEN DENGAN HIV/AIDS”
Tugas dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan HIV/AIDS
yang diampu oleh Bapak Dr. Untung Sujianto, S.Kp.,M.Kes

DITA NAFIRA HIDAYAT


P1337420921023

PRODI STUDI PROFESI NERS SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang Aspek Psikologi, Sosial, Spiritual, dan Kultural Klien dengan HIV/AIDS.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Keperawatan HIV/AIDS”. Dalam proses penyusunan makalah ini penulis
menemukan beberapa kesulitan dan hambatan namun atas bantuan, bimbingan
serta dukungan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat terselesaikan
dengan tepat waktu.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata
sempurna. Hal ini tidak luput dari kekurangan maupun keterbatasan literatur yang
penulis miliki. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Penulis juga berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Semarang, 30 Juli 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH...........................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

C. Tujuan..............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Aspek Psikologis.............................................................................................3

BAB III PENUTUP.................................................................................................9

A. Simpulan..........................................................................................................9

B. Saran................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang


menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya
kekebalan tubuh manusia. AIDS ( Acquired Immuno Deficiency Syndrome)
adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan
tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV. (Depkes, 2014).
Kemenkes (2018) bagian Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2)
menjelaskan bahwa jumlah kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 2005
sampai dengan tahun 2017 mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah
kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Desember 2017
sebanyak 280.623. Jumlah HIV tertinggi yaitu DKI Jakarta (51.981), diikuti
Jawa Timur (39.633), Papua (29.083), Jawa Barat (28.964), dan Jawa Tengah
(22.292). Jumlah AIDS yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan
tahun 2017 relatif stabil tahunnya. Jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987
sampai Desember 2017 sebanyak 102.667 orang. Presentase kumulatif AIDS
tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (32,5%), kemudian diikuti
kelompok umur 30-39 tahun(30,7%), 40-49 tahun (12,9%), 50-59 tahun
(4,7%), dan 15-19 tahun (3,2%). Presentase AIDS pada laki laki sebanyak
57% dan perempuan 33%. Sementarampuan 33%. Sementara itu 20% tidak
melaporkan jenis kelamin. Jumlah AIDS terbanyak di wilayah Papua
(19.729), Jawa Timur (18.243), DKI Jakarta (9.215), Jawa Tengah (8.170),
Bali (7.441), dan Jawa Barat (5.502). Angka kematian (CFR) AIDS
meningkat dari 1,07% pada tahun 2015 menjadi 1,08% pada Desember 2017.
Pemerintah telah menyusun petunjuk teknis program pengendalian
HIV/AIDS dan PMS di fasilitas tingkat pertama pada tahun 2016. Strategi
pemerintah terkait dengan program pengendalian HIV-AIDS-IMS antara lain:
meningkatkan penemuan kasus HIV secara dini, meningkatkan cakupan
pemberianda retensi terapi ARV, serta perawatan kronis, memperluas akses
1
pemberian CD4 dan viral load (VL), termasuk earli diagnosis (EID),
peningkatan kualitas pelayanan fasyankes, dan mengadvokasi pemerintah
local mengurangi biaya terkait layanan tes dan pengobatan HIV-AIDS.
Virus HIV tidak menyebabkan kematian secara langsung pada
penderitanya, akan tetapi adanya penurunan imunitas tubuh yang
mengakibatkan mudah terserangnya infeksi oportunistik bagi penderitanya
(Faunci & Lane, 2012; WHO, 2014). Penyakit HIV yang semula bersifat akut
dan mematikan berubah menjadi penyakit kronis yang bisa dikelola. Namun
demikian, hidup dengan penyakit kronis menyisakan persoalan-persoalan
lain yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian baik secara fisik, psikologis,
sosial, dan soiritual (Lindayani & Maryam, 2017).

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut maka rumusan masalahnya adalah bagaimanakah


pengkajian aspek psiko-sosio-kultural pada pasien dengan HIV/AIDS.

C. Tujuan

Untuk mengetahui pengkajian aspek psiko-sosio-kultural pada pasien dengan


HIV/AIDS.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aspek Psikologis

Respons adaptasi psikologis terhadap stresor menurut Potter & Perry (2005)
dalam Nursalam dkk (2014) menguraikan lima tahap reaksi emosi seseorang
terhadap stresor yakni, pengingkaran, marah, tawa menawa, depresi, dan,
mnerima
Tahapan Psikologis Tindakan yang dibutuhkan
Tahap pengingkaran (denial) - Mengidentifikasi terhadap
penyakit pasien
- Mendorong pasien untuk
mengekspresikan perasaan takut
menghadapi kematian dan
mengeluarkan keluh kesahnya
Tahap kemarahan (anger) - Memberikan kesempatan
mengekspresikan marahnya
- Memahami kemarahan pasien
Tahap tawar menawar (bergaining) - Mendorong pasien agar mau
mendiskusikan perasaan
kehilangan dan takut menghadapi
penyakit pasien
- Mendorong pasien untuk
menggunakan kelebihan (positif)
yang ada pada dirinya
Tahap Depresi - Memberikan dukungan dan
perhatian
- Mendorong pasien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai kondisi
- Membantu menghilangkan rasa

3
bersalah, bila perlu
mendatangkan pemuka agama
Tahap Menerima - Memotivasi pasien untuk mau
berdoa dan sembahyang
- Memberikan bimbingan
keagamaan sesuai keyakinan
pasien

B. Aspek Sosial
Respons adaptif sosial individu yang menghadapi stressor tertentu
menurut Stewart (1997) dalam Nursalam dkk (2014) dibedakan dalam 3
aspek yang antara lain :
1. Stigma sosial memperparah depresi dan pandangan yang negatif tentang
harga diri individu HIV
2. Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV, misalnya penolakan
bekerja dan hidup serumah juga akan berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan
3. Terjadinya waktu yang lama terhadap respons psikologis mulai
penolakan, marah-marah, tawar menwar, dan depresi berakibat terhadap
keterlambatan upaya pencegahan dan pengobatan. Adanya dukungan
sosial yang baik dari keluarga, teman, maupun tenaga kesehatan dapat
meningkatkan kualitas hidup ODHA. Hal ini sesuai dengan penelitian
oleh Payuk dkk (2012) tentang hubungan antara dukungan sosial
dengan kualitas hidup ODHA di daerah kerja Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) Jumpandang Baru, Makasar. Bentuk
dukungan sosial terutama kepada ODHA menurut Nubani & Zulkaida
(2012) antara lain emotional suport, informational support,
instrumental or tangible support, dan companionship support,
dukungan tersebut berdampak positif pada kehidupan ODHA. Untuk
kesehatan, ODHA menjadi lebih memperhatikan kesehatannya. Adapun
dampak sosial ODHA menjadi lebih banyak teman, merasa dirinya
berarti, serta ODHA diikutsertakan dalam kegiatan kelompok. Selain

4
dampak tersebut, ada pula dampak pekerjaan yang dapat
mengoptimalkan kemampuannya, menjadikan kamampuan ODHA
bertambah, ODHA dapat mengevaluasi pekerjaannya serta
mendapatkan informasi yang dibutuhkan, sehingga ODHA dapat
membantu dalam memberikan informasi mengenai akses kesehatan
kepada kelompok anggota dukungan.
a. Jenis dukungan sosial
1) Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian,
dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan
2) Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan
hormat/penghargaan positif untuk orang tersebut
3) Dukungan instrumental, mencakup bantuan langsung, misalnya
memberi pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan, dll
4) Dukungan informatif, mecakup pemberian nasehat, saran,
pengetahuan, dan informasi serta petunjuk
b. Dampak bagi lingkungan
1) Menurunnya produktifitas masyarakat
Salah satu masalah sosial yang dihadapi ODHA adalah
menurunnya produktivitas mereka. Daya tahan tubuh yang
melemah, dan angka harapan hidup yang menurun, membaut daya
produktivitas ODHA tidak lagi sama seperti orang pada
umumnya. Hal ini menyebabkan kebanyakan dari mereka
kehilangan kesempatan kerja ataupun tetapnya semula. Hal ini
juga berpengaruh terhadap permasalahan dalam aspek ekonomi
yang mereka hadapi
2) Mengganggu terhadap program pengentasan kemiskinan
Berkaitan dengan point yang pertama, ketika ODHA mengalami
penurunan produktivitas, mereka akan kehilangan pekerjaan
mereka dan mulai menggantungkan hidupnya kepada keluarga
ataupun orang lain. Tanpa sadari hal ini akan mengganggu
terhadap program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan
3) Meningkatnya angka pengangguran

5
Meningkatnya angka pengangguran ini juga merupakan salah satu
dampak sosial yang ditimbulkan HIV/AIDS. Daya tahan tubuh
yang melemah, antibody yang rentan dan ketergantungan
terhadap obat membuat ODHA merasa di diskriminasi dalam hal
pekerjaan, sehingga mereka susah untuk mencari pekerjaan yang
sesuai
4) Mempengaruhi pola hubungan sosial di masyarakat
Pola hubungan sosial di masyarakat akan berubah ketika
masyarakat memberikan stigma negatif kepada ODHA dan mulai
mengucilkan ODHA. Hal ini bukan saja terjadi pada diri ODHA
namun berdampak juga pada keluarga ODHA yang terkadang ikut
dikucilkan oleh masyarakat sekitar
5) Meningkatkan kesenjangan pendapatan/kesenjangan sosial
Kesenjangan sosial dapat terjadi ketika masyarakat di sekitar
tempat ODHA tinggal mulai memperlakukan beda atau
mendeskriminasi, memberi stigmanegatif an mengkucilkan
ODHA
6) Munculnya reaksi negatif dalam bentuk; deportasi, stigmatisasi,
diskriminasi dan isolasi, tindakan kekerasan terhadap para
penginap HIV dan penderita
c. Intervensi yang diberikan pada sistem pendukung adalah
1) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan
2) Menegaskan tentang pentingnya pasien untuk orang lain
3) Mendorong agar pasien mengungkapkan perasaan negatif
4) Memberikan umpa balik terhadap perilakunya
5) Memberi rasa percaya dan keyakinan
6) Memberikan informasi yang diperlukan
7) Berperan sebagai advokat
8) Membrikan dukungan moral, material (khususnya keluarga) dan
spiritual

6
C. Aspek Kultural
Berlangsungnya perubahan nilai budaya tersebut disebabkan oleh
tindakan diskriminasi dari masyarakat umum terhadap penderita
HIV/AIDS, serta pengabaian nilai-nilai dari kebudayaan itu sendiri.
Perilaku seksual yang salah satunya dapat menjadi faktor utama tingginya
penyebaran HIV/AIDS dari bidang budaya. Ditemukan beberapa budaya
tradisional yang ternyata meluruskan jalan bagi perilaku seksual yang
salah ini. Meskipun kini tidak lagi nampak, budaya tersebut pernah
berpengaruh kuat dalam kehidupan masyarakat. Seperti budaya di salah
satu daerah di provinsi Jawa Barat, kebanyakan orang tua menganggap
bila memiliki anak perempuan dia adalah aset keluarga. Menurut mereka
jika anak perempuan mejadi Pekerja Seks Komersial (PSK) diluar negri
akan meningkatkan penghasilan keluarga. Dan bagi keluarga yang anak
wanitanya menjadi PSK, sebagai warga wilayah Pantura tersebut bisa
menjadi orang kaya di kampungnya. Hal tersebut merupakan permaalahan
HIV/AIDS dalam aspek budaya dan budaya adat seperti ini seharusnya
dihapuskan
D. Aspek Spiritual
Respos Adaptif Spiritual dikembangkan dari konsep Ronaldson
(2000) dalam Nursalam dkk (2014). Respons Adaptif Spiritual, meliputi:
Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhan.
Harapan merupakan salah satu unsur yang penting dalam dukungan
sosial. Orang bijak mengatakan “Perawat harus meyakinkan pada pasien
bahwa sekecil apapun kesembuhan, misalnya kan memberikan ketenangan
dan keyakinan pasien untuk berobat”.
1. Ketabahan Hati
Karakteristik seseorang didasarka pada keteguhan dan ketabahan hati
dalam menghadapi cobaan. Individu yang mempunyai kepribadia yang
kuat, akan tabah dalam menghadapi setiap cobaan. Individu terseut
biasanya mempunyai keteguhan hati dalam menentukan kehidupanya.
Ketabahan hati sangat dianjurkan kepada PHIV. Perawat dapat
menguatkan diri pasien dengan memberikan contoh nyata dan atau

7
menguip kitab suci atau pendapat orang bijak. Tuhan tidak akan
memberikan cobaan kepada umatNYA, melebihi kemampuannnya (Al.
Baqarah, 286). Pasien harus diyakinkan bahwa semua cobaan yang
diberikan pasti mengandung hikmah, yang sangat penting dalam
kehidupannya.
2. Pandai Mengambil Hikmah
Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan dan mengajarkan
kepada pasien untuk selalu berfikiran positif terhadap semua cobaan
yang dialaminya. Dibalik semua cobaan yang dialami pasien, pasti ada
maksud dari Sang Pencipta. Pasien harus difasilitasi untuk lebih
mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan jalan melakukan ibadah
secara terus menerus. Sehingga pasien diharapkan memperoleh suatu
ketenangan selama sakit.

8
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

HIV/AIDS menjadi masalah serius karena bukan hanya merupakan


masalah kesehatan atau persoalan pembangunan, tetapi juga masalah
ekonomi, sosial, dan lain-lain. Berdasarkan sifat dan efeknya, sangatlah
unik karena AIDS mematikan kelompok yang paling produktif dan paling
efektif secara reproduksi dalam masyarakat, yang kemudian berdampak
pada mengurangi produktivitas dan kapasitas dari masyarakat. Dampak
yang ditimbulkan AIDS terhadap masyarakat dapat bersifat permanen atau
setidaknya berjangka sangat panjang.
AIDS secara sosial tidak terlihat (invisible) meski demikian
kerusakan yang ditimbulkannya sangatlah nyata. HIV/AIDS karena
sifatnya yang sangat mematikan sehingga menimbulkan rasa malu dan
pengucilan dari masyarakat yang kemudian akan mengiring pada bentuk-
bentuk pembungkaman, penolakan, stigma, dan diskriminasi pada hampir
semua sendi kehidupan. Hampir semua orang yang diduga terinfeksi AIDS
tidak memiliki akses terhadap tes HIV, inilah yang membuat usaha-usaha
pencegahan dan penyembuhan menjadi sangat rumit.
Program pencegahan penyebaran HIV/AIDS harus segera
dilaksanakan, tak terkecuali area Lembaga Pemasyarakatan ataupun
Rumah Tahanan.

B. Saran

Masa depan bangsa ini harus segera diselamatkan caranya adalah


dengan mendidik dan membimbing generasi muda secara intensif agar
mereka mampu menjadi motor penggerak kemajuan dan mendorong
perubahan kearah yang lebih dinamis, progesif dan produktif. Dengan
demikian diharapkan kedepannya bangsa ini mampu bersaing dengan
negara lainya .
9
Agar mencapai impian tersebut remaja Indonesia harus tumbuh
secara positif dan kontruktif, serta sebisa mungkin dijauhkan dari telibat
kenakalan remaja. Inialah tantangan riil yang kita hadapi sebagai guru dan
orang tua. Sudah sedemikian lama fenomena maraknya kenakalan remaja
ini dibiarkan begitu saja, seolah hanya di tangani dengan asal-asalan.
Pemerintahan sebagai pemengang utama kebijakan juga dapat
menjalankan perannya, yaitu membuat undang undang pendidikan, undang
undang teknologi komunikasi (yang mengatur tayangan yang layak
diakses di internet, televisi, dan media massa), serta membangun aparat
kepolisian yang kuat. Dengan permasalahan remaja yang terkena HIV dan
AIDS dikalangan masyarakat diakibatkan pergaulan bebas remaja yang
tidak terpantau, dengan sebab itupenulis berharap ada pengawasan dari
orang yang bertanggung jawab.

10
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (2014). Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Situasi dan
Analisis HIV AIDS
Depkes. (2016). Petunjuk Teknis Program Pengendalian HIV AIDS dan PMS Di
Fasilitas Tingkat Pertama
Kemenkes RI. 2017. Laporan situasiperkembangan HIV-AIDS & PIMS di
Indonesia Januari-Desember 2017
Jurnal Ntional Heriana et al. Kesmas: National Journal Public Health.2018; 12 (4)
Lindayani, L., & Maryam, N. N. A. 2017. Tinjauan sistematis: Efektifitas
Paliative Home Care untuk Pasien dengan HIV/AIDS. Jurnal Keperawatan Padjadjaran,
5(1)
Nursalam, Ninuk D.K, Abu Bakar, Purwaningsih, Candra P.A, 2014. Hubungan
antara Fatique, Jumlah CD4, dan Kadar hemoglobin pada Pasien yang Terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Jurnal Ners Vol. 9 No. 2:209-216
Payuk, I., Arsin, A.A., Abdullah, A.Z., 2012. Hubungan dukungan sosial dengan
kualitas hidup orang HIV/AIDS di Puskesmas Jumpang Baru Makassar

11

Anda mungkin juga menyukai